V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk memudahkan pengamatan dalam mengidentifikasi penggunaan lahan pada citra Landsat digunakan kombinasi band RGB Kombinasi band tersebut memiliki kekontrasan yang tinggi sehingga dalam membedakan penggunaan lahan akan semakin lebih mudah. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Pada analisis ini didapat nilai Kappa sebesar %. Hasil pengamatan visual dibedakan menjadi 5 objek penggunaan lahan, yaitu hutan, pemukiman, sawah, semak belukar, tegalan/kebun campuran. Hasil analisis berupa peta penutupan/penggunaan lahan serta luas masing-masing penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Tabel 5. Gambar 5. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2008

2 23 Tabel 5. Luas Masing-masing Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2008 No. Keterangan Luas (Ha) 1 Hutan Pemukiman Sawah Semak belukar Tegalan/Kebun campuran Hubungan Antar Faktor Fisik dengan Produktivitas Hubungan Antara Jenis Tanah dengan Produktivitas Hasil pengolahan data jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 6 terlihat bahwa kabupaten Bogor didominasi oleh jenis tanah Latosol. Menurut Subagyo et al. (2004), tanah Latosol banyak dimanfaatkan untuk perladangan berpindah, pertanian lahan kering, tegalan dan kebun campuran serta tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, bahkan kalau iklimnya memungkinkan dapat dipergunakan untuk perkebunan tebu. Lereng tanah Latosol umumnya relatif stabil dan tahan terhadap erosi. Gambar 6. Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor

3 24 Gambar 7 memperlihatkan bahwa produktivitas tertinggi berada di daerah yang berjenis tanah Aluvial, sedangkan produktivitas terendah secara umum berada pada daerah yang berjenis tanah Podsolik Merah Kuning. Produktivitas (ton/ha) Aluvial Grumusol Latosol Podsolik Merah Kuning Jenis Tanah Gambar 7. Diagram Kotak Garis Antara Jenis Tanah dengan Produktivitas Padi Sawah Lebih tingginya produktivitas pada tanah Aluvial menunjukkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah yang cocok untuk pertanaman padi sawah. Hal ini dimungkinkan karena umumnya dekat dengan sumber air yang sangat dibutuhkan oleh tanaman padi sawah. Menurut Soepraptohardjo dan Suhardjo (1978), tanah Aluvial di Indonesia merupakan tanah yang paling banyak dan paling baik digunakan untuk persawahan. Tanah Aluvial merupakan tanah yang terbentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah, sehingga faktor air yang menjadi kunci utama dalam penanaman padi sawah selalu tersedia. Tanah aluvial berdasarkan sistem taksonomi tanah masuk kedalam ordo Entisol. Susunan kimia tanah Entisol yang berada di sekitar gunung api memperlihatkan korelasi dengan tekstur. Kadar fosfat tertinggi dikandung tanah bertekstur kasar dan berkurang dengan makin halus tekstur, sebaliknya K semakin rendah. Umumnya semakin halus tekstur tanah, semakin produktif (Rachim dan Suwardi, 1999). Tabel 6. Luas Sawah Berdasarkan Jenis Tanah No. Jenis Tanah Luas (Ha) 1 Aluvial Grumusol Latosol Podsolik Merah Kuning Tanah Lain 698

4 25 Tabel 6 memperlihatkan penanaman padi sawah yang paling dominan berada pada tanah Latosol hal ini dapat terlihat dari penyebaran data, dimana diagram kotak garis untuk jenis tanah Latosol memiliki rentang garis yang lebih panjang dari jenis tanah lainnya. Faktor yang sangat mempengaruhi mengapa petani tetap menanam padi sawah di tanah Latosol adalah karena waktu yang dibutuhkan dari menanam sampai panen relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan menanam tanaman pangan kering atau perkebunan. Sehingga modal yang dikeluarkan dapat dengan cepat kembali dan petani bisa memulai penanaman selanjutnya. Selain itu, dengan menanam padi, petani tidak perlu khawatir jika hasil produksi nanti tidak terjual secara maksimum di pasaran, karena walaupun begitu, petani dapat menggunakan hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari Hubungan Antara Fisiografi dengan Produktivitas Gambar 8. Peta Fisiografi Kabupaten Bogor Hasil pengolahan data fisiografi dapat dilihat pada Gambar 8. Dari keempat fisiografi tersebut, volkan merupakan fisiografi yang paling dominan. Kabupaten Bogor didominasi fisiografi volkan dikarenakan letaknya yang berada

5 26 dekat dengan Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Sedangkan dibagian timur laut kabupaten Bogor, didominasi oleh fisografi volkan dan bukit lipatan. Produktivitas (Ton/Ha) Dataran Bukit Lipatan Volkan Volkan dan bukit lipatan Fisiografi Gambar 9. Diagram Kotak Garis Antara Fisiografi dengan Produktivitas Padi Sawah Diagram kotak garis antara produktivitas dengan fisiografi menunjukkan bahwa daerah yang berfisiografi dataran cenderung memiliki nilai produktivitas yang dominan lebih tinggi jika dibandingkan dengan fisiografi lainnya, sedangkan nilai produktivitas paling rendah berada di fisiografi volkan dan bukit lipatan. Menurut Soepardi (1983), di dataran, air yang berlebihan sukar terbuang dengan cepat dan bila drainase tanah bersangkutan buruk, maka air tersebut dapat menggenang atau membasahi tanah sepanjang tahun. Ketersediaan air merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan padi. Tabel 7. Luas Sawah Berdasarkan Fisiografi No. Fisiografi Luas (Ha) 1 Bukit Lipatan Dataran Volkan Volkan dan Bukit Lipatan 7763 Penanaman padi sawah dominan pada daerah yang berfisiografi volkan dan bukit lipatan. Kabupaten Bogor memang didominasi oleh fisiografi volkan karena letak geografisnya yang dikelilingi oleh beberapa gunung Hubungan Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas Gambar 10 merupakan hasil pengolahan kemiringan lereng yang ada di kabupaten Bogor. Pada bagian utara kabupaten Bogor didominasi oleh kemiringan lereng 15%, sedangkan pada bagian selatan, kemiringan lereng bevariasi dari 15% hingga > 50%, namun dominasi lereng adalah 15 30%.

6 27 Gambar 10. Peta Kelas Kemiringan Lereng Kabupaten Bogor Produktivitas (ton/ha) % 15-30% Kemiringan Lereng Gambar 11. Diagram Kotak Garis Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas Padi Sawah Gambar 11 memperlihatkan produktivitas tertinggi cenderung berada pada kemiringan lereng kurang dari 15%. Garis yang menghubungkan median-median pada Gambar 11, menunjukkan pola hubungan antara produktivitas dengan kemiringan lereng memiliki tren yang negatif, semakin tinggi kemiringan lereng, nilai produktivitas padi sawah cenderung menurun.

7 28 Tabel 8. Luas Sawah Berdasarkan Kemiringan Lereng No. Kemiringan Lereng Luas (Ha) 1 15% %-30% %-50% 44 4 > 50% 30 Tabel diatas menunjukkan penanaman padi paling dominan barada pada kemiringan lereng kurang dari 15%. Penanaman padi sawah membutuhkan teras yang relatif datar, sehingga sangat dibatasi oleh kecuraman lereng. Menurut Sarwono dan Widiatmaka (2007), lahan yang memiliki lereng yang masuk kategori sesuai untuk pertanaman padi sawah berkisar antara 0-15%. Lahan yang masuk kategori sangat sesuai untuk pertanian padi sawah memiliki kisaran lereng 0-3%, sedangkan yang cukup sesuai memiliki kisaran lereng 3-8%, dan lahan yang sesuai marginal berada pada kisaran lereng 8-15% Hubungan Antara Elevasi dengan Produktivitas Kabupaten Bogor memiliki elevasi yang bervariasi dari meter diatas permukaan laut. Hal tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 12. Dari hasil pengolahan data yang didapat, bagian utara kabupaten Bogor didominasi oleh elevasi meter diatas permukaan laut, sedangkan bagian selatan memiliki elevasinya semakin meningkat dan daerah yang paling selatan merupakan daerah yang memiliki elevasi paling tinggi yaitu 1500 meter diatas permukaan laut. Gambar 13 menjelaskan hubungan elevasi terhadap produktivitas padi sawah. Pada diagram ini terlihat tren dimana semakin meningkat elevasi, nilai produktivitas padi sawah cenderung semakin menurun. Dominan penanaman padi sawah juga berada pada daerah elevasi tersebut (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena suhu udara pada masing-masing rentang elevasi memiliki perbedaan suhu yang nyata. Menurut Nasir (2003), ketinggian tempat merupakan salah satu faktor pengendali iklim yang berpengaruh kuat terhadap suhu udara. Suhu udara berpengaruh terhadap kecepatan metabolisme terutama fotosintesis dan respirasi tanaman.

8 29 Gambar 12. Peta Elevasi Kabupaten Bogor Terdapat pencilan nilai produktivitas maksimum di rentang elevasi yaitu sebesar 6.5 ton/ha. Berdasarkan hasil wawancara, petani contoh pada lokasi tersebut mampu melakukan pemeliharaan secara intensif. 7 Produktivitas (ton/ha) < 500 m m > 750 m Elevasi (m) Gambar 13. Diagram Kotak Garis Antara Elevasi dengan Produktivitas Padi Sawah Disamping itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingginya produktivitas di daerah tersebut adalah karena aksesbilitas yang sangat mudah, sehingga memudahkan petani untuk medapatkan input yang dibutuhkan dalam pengelolaan.

9 30 Tabel 9. Luas Sawah Berdasarkan Elevasi No. Elevasi (m) Luas (Ha) Hubungan Antara Curah Hujan dengan Produktivitas Supaya bisa mengetahui secara jelas hubungan antara curah hujan dengan produktivitas padi sawah, kesembilan data curah hujan yang telah didapat, dimasukkan kedalam kriteria curah hujan yang telah dibuat, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan penelitian Yusmandhany (2004), yang menyebutkan bahwa curah hujan rata-rata kabupaten Bogor berkisar mm/tahun, maka dalam penelitian ini dibuat kriteria curah hujan sedang yaitu antara mm/tahun. Sedangkan kriteria rendah yaitu curah hujan kurang dari 3000 mm/tahun dan kriteria tinggi yaitu curah hujan lebih dari 4000 mm/tahun. Peta curah hujan dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Peta Curah Hujan Kabupaten Bogor

10 31 Hubungan antara curah hujan dengan produktivitas dapat dilihat pada Gambar 15 diagram tersebut menunjukkan hubungan antara curah hujan dengan produktivitas padi sawah cenderung memiliki tren yang negatif. Semakin meningkatnya curah hujan, produktivitas padi sawah semakin menurun. Meskipun faktor utama dalam penanaman padi sawah adalah ketersediaan air, tetapi dengan tingginya curah hujan di suatu daerah, tidak dapat dipastikan produktivitas di daerah tersebut juga tinggi. Terdapat faktor pembatas yang berkaitan erat dengan curah hujan yaitu suhu. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi (>4000 mm) umumnya terletak pada elevasi yang tinggi dan memiliki suhu udara yang rendah, sehingga menurunnya produktivitas padi sawah pada daerah yang memiliki curah hujan tinggi bukan disebabkan oleh curah hujan tersebut, melainkan karena faktor suhu yang tidak menunjang untuk dilakukan penanaman padi sawah. Produktivitas (ton/ha) Rendah Sedang Tinggi Curah Hujan Gambar 15. Diagram Kotak Garis Antara Curah Hujan dengan Produktivitas Padi Sawah Selain itu terdapat data pencilan yang merupakan nilai produktivitas paling tinggi pada selang tersebut. Penyebab tingginya nilai produktivitas pada lokasi tersebut ketika dilakukan wawancara lapang adalah karena petani mampu melakukan pemeliharaan secara intensif. Tabel 10. Luas Sawah Berdasarkan Curah Hujan No. Curah Hujan Luas (Ha) 1 Rendah Sedang Tinggi Tabel 10 menunjukkan penanaman padi sawah paling dominan berada pada selang mm, hal tersebut dikarenakan pada umumnya daerah yang memiliki curah hujan < 3000 mm relatif berada pada lereng datar, dimana

11 32 pada lereng tersebut konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian banyak terjadi. Sehingga terjadi pergeseran lokasi penanaman sawah menjadi dominan di curah hujan mm Hubungan Antara Luas Area dengan Produktivitas Produktivitas < > 5000 Luas Area (m 2 ) Gambar 16. Diagram Kotak Garis Antara Luas Area dengan Produktivitas Padi Sawah Gambar 16 memperlihatkan bahwa produktivitas tinggi justru didapat pada luas area < 2000 m 2. Salah satu penyebabnya adalah karena pada luas area < 2000m 2, petani lebih intensif dalam merawat tanaman padinya dibandingkan dengan yang memiliki luas area yang lebih besar karena input yang harus diberikan agar hasil produksi bisa maksimum tidak terlalu mahal. Dari hasil pengamatan selama di lapang, hampir sebagian besar petani memiliki kesulitan terhadap modal dalam menanam padi, sehingga jika semakin besar luasan yang digarap, maka modal yang digunakan juga akan semakin besar. Selain itu, terdapat faktor luar yang menganggu proses pertanaman padi, yaitu hama dan penyakit. Semakin besar luas area sawah yang digarap, petani masih belum mampu melakukan pengendalian hama dan penyakit secara intensif. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, diketahui bahwa luas area antara m 2 memiliki ragam data yang paling lebar. Ketika dilakukan wawancara lapangan didapat penyebab dari luas area sawah yang digarap semakin sempit adalah tanah yang dimiliki saat ini merupakan tanah warisan dari orang tua, masing-masing pewaris mendapat hak tanahnya, dan menggunakannya sesuai dengan keperluannya. Disisi lain, menurut Ilham et al., (2003) berkurangnya luas area persawahan adalah karena pertumbuhan perekonomian yang menuntut pembangunan infrastruktur. Dengan kondisi demikian, permintaan terhadap lahan

12 33 untuk penggunaan hal tersebut semakin meningkat. Akibatnya banyak lahan sawah, mengalami alih fungsi ke penggunaan tersebut. Nilai jual yang diterima petani terhadap konversi lahan ini tentu akan lebih tinggi sehingga membuat petani befikir akan lebih mudah jika dijual atau dibuat ruang terbangun jika dibandingkan dengan menanam padi tetapi hasil yang didapatkan kurang memuaskan Hubungan Antara Aksesibilitas dengan Produktivitas Produktivitas (ton/ha) Mudah Sedang Sulit Aksesbilitas Gambar 17. Diagram Kotak Garis Antara Produktivitas Padi Sawah dengan Aksesbilitas Gambar 17 menunjukkan produktivitas maksimum cenderung berada pada aksesibilitas mudah. Tetapi, pola yang terlihat menunjukkan hubungan antara produktivitas padi sawah dengan aksesibilitas tidak sederhana, karena pada daerah yang memiliki aksesibilitas sulit, nilai produktivitasnya juga relatif tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh garis median yang tidak begitu jauh antara masing-masing kriteria aksesibilitas. Garis yang menghubungkan antar median pada menunjukkan pola hubungan yang lebih jelas. Semakin sulit aksesibilitas menuju lahan sawah, produktivitas padi sawah semakin menurun. Alasan mengapa produktivitas menurun dengan semakin sulitnya aksesibilitas karena dengan semakin sulitnya akses, pengadaan input seperti pupuk dan pestisida dalam penanaman padi sawah akan semakin sulit. Agar dapat memenuhi input yang dibutuhkan biaya yang lebih besar untuk bisa mendapatkan input tersebut. 5.3 Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas Hasil analisis metode Hayashi I didapatkan nilai R 2 sebesar Nilai tesebut menunjukkan bahwa data yang diambil belum mampu menjelaskan mengenai tinggi-rendahnya produktivitas. Kecilnya nilai koefisien korelasi

13 34 disebabkan masih banyak faktor lain yang berpengaruh yang tidak terukur pada penelitian ini. Selain itu, mungkin dapat disebabkan juga oleh data yang diambil terlalu sedikit. Hubungan antara produktivitas dengan faktor-faktor fisik (peubah penjelas) dapat dilihat dari nilai skor kategori yang telah dijelaskan sebelumnya (Tabel 3). Apabila nilai skor kategori peubah penjelas bernilai negatif maka menunjukkan bahwa peubah penjelas tersebut berkorelasi negatif terhadap produktivitas padi sawah. Sebaliknya, apabila nilai skor kategori peubah penjelas bernilai positif maka peubah penjelas tersebut berkorelasi positif terhadap produktivitas padi sawah dan mengindikasikan bahwa peubah penjelas tersebut memiliki pengaruh yang paling besar terhadap produktivitas. Nilai skor setiap kategori dari peubahpeubah penjelas terhadap produktivitas disajikan pada Lampiran 3. Faktor-faktor fisik yang memiliki pengaruh paling besar terhadap produktivitas yang secara statistik nyata pada α=0.05 adalah Fisiografi, Luas Area Garapan, dan Aksesibilitas. Seluruh peubah tersebut memiliki nilai kolerasi parsial lebih tinggi dari nilai kritis yaitu sebesar Faktor aksesibilitas memiliki nilai korelasi parsial paling tinggi dibandingkan dengan faktor lainnya. Hal ini mengindikasikan faktor aksesibilitas memiliki pengaruh paling besar terhadap produktivitas padi sawah. Aksesibilitas mudah dan sedang berkorelasi positif terhadap tinggi-rendahnya produktivitas padi sawah. Sedangkan aksesibilitas sulit berkorelasi negatif terhadap produktivitas padi sawah. Mudahnya aksesibilitas membuat pengangkutan input yang dibutuhkan lebih murah sedangkan jika aksesibilitasnya sulit pengangkutan input akan lebih mahal, sehingga dibutuhkan perbaikan aksesibilitas supaya petani bisa lebih mudah dan lebih murah dalam pengangkutan input yang dibutuhkan dalam penanaman padi sawah. Selain aksesibilitas, fisiografi dan luas area juga memiliki nilai korelasi parsial tinggi. Fisiografi dataran dan bukit lipatan berkorelasi positif terhadap produktivitas padi sawah, sedangkan fisiografi volkan serta fisiografi volkan dan bukit lipatan, berkorelasi negatif terhadap produktivitas. Meskipun dominan penanaman padi sawah paling banyak berada pada fisiografi volkan, hal ini

14 35 menunjukkan bahwa berfisiografi volkan memang tidak sesuai untuk pertanaman padi sawah. Luas area yang kurang dari 2000 m 2 berkorelasi positif terhadap produktivitas padi sawah. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa mayoritas petani di kabupaten Bogor memiliki keterbatasan modal, sehingga dengan kecilnya luas area yang digarap oleh petani, pemeliharaan dapat dilakukan secara lebih intensif.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur 26 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukaraja tahun 2006-2009 disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 8. Tabel

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 50 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Purwokerto Kawasan perkotaan Purwokerto terletak di kaki Gunung Slamet dan berada pada posisi geografis 109 11 22-109 15 55 BT dan 7 22

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING SEBAGAI PENDORONG EROSI DI DAERAH ALIRAN CI KAWUNG

PERKEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING SEBAGAI PENDORONG EROSI DI DAERAH ALIRAN CI KAWUNG PERKEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING SEBAGAI PENDORONG EROSI DI DAERAH ALIRAN CI KAWUNG M. YULIANTO F. SITI HARDIYANTI PURWADHI EKO KUSRATMOKO I. PENDAHULUAN Makin sempitnya perairan laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran. 25 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST) terletak di Sub DAS Kali Madiun Hulu. Secara geografis Sub-sub DAS KST berada di antara 7º 48 14,1 8º 05 04,3 LS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan merupakan daerah bagian paling selatan dari pulau Sulawesi yang terhampar luas di sepanjang koordinat 0 o 12 8 o Lintang

Lebih terperinci

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG 101 GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG Wilayah Pegunungan Kendeng merupakan bagian dari Kabupaten Pati dengan kondisi umum yang tidak terpisahkan dari kondisi Kabupaten Pati. Kondisi wilayah Pegunungan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Wilayah 1. Kecamatan Sekampung Udik Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan Sekampung Udik merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Srumbung terletak di di seputaran kaki gunung Merapi tepatnya di bagian timur wilayah Kabupaten Magelang. Kecamatan Srumbung memiliki

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 17 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Wilayah Kecamatan Pamarican memiliki 13 Desa dengan luasan sebesar 10.400 ha. Batas-batas geografi wilayah administrasi di

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 12 III. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Lokasi Lokasi penelitian terletak di lahan sawah blok Kelompok Tani Babakti di Desa Mekarjaya Kecamatan Ciomas, KabupatenBogor. Secara administrasi Desa Mekarjaya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78 Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) Dr. Ir. M. Taufik, Akbar Kurniawan, Alfi Rohmah Putri Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan 68 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan tingkat produksi gula antar daerah. Selain itu Jawa Timur memiliki jumlah

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAS KONAWEHA. Luas dan Wilayah Administrasi DAS Konaweha. Iklim

KEADAAN UMUM DAS KONAWEHA. Luas dan Wilayah Administrasi DAS Konaweha. Iklim KEADAAN UMUM DAS KONAWEHA Luas dan Wilayah Administrasi DAS Konaweha Luas DAS Konaweha adalah 697.841 hektar, yang mencakup 4 (empat) wilayah administrasi yaitu Kabupaten Konawe, Kolaka, Konawe Selatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Dilihat dari peta Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Grobogan terletak diantara dua pegunungan kendeng yang membujur dari arah ke timur dan berada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Geografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Luas Wilayah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Secara umum Kecamatan Paloh termasuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab Penurunan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab Penurunan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab Penurunan Produktsi Budidaya Akarwangi di Kecamatan Leles Kabupaten Garut dan cara Menanggulanginya maka sebagai

Lebih terperinci

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran 151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Hana Sugiastu Firdaus (3509100050) Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Muhammad

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh 1 Hairul Basri, 2 Syahrul, 3,4 *Rudi Fadhli 1 Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN 63 V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN A. Luas Perubahan Lahan Perkebunan Karet yang Menjadi Permukiman di Desa Batumarta I Kecamatan Lubuk Raja Kabupaten OKU Tahun 2005-2010 Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis Lokasi penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII. PT. Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Cikasungka bagian Cimulang

Lebih terperinci