ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM."

Transkripsi

1 APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PEMETAAN ZONA RAWAN BANJIR DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CELENG KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM 2 Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM sigit@geo.ugm.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan citra penginderaan jauh dalam menyadap informasi yang berperan dalam pemetaan zona rawan banjir, memetakan sebaran zona rawan banjir dan menghitung debit puncak banjir yang terjadi di sub DAS Celeng. Citra penginderaan jauh yang digunakan adalah citra Quickbird dengan yang direkam tahun Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penginderaan jauh dengan pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang untuk memberikan skor dan bobot setiap parameter kerawanan banjir genangan. Teknik tumpangsusun (overlay) peta digunakan untuk menghasilkan peta zona rawan banjir genangan. Perhitungan debit puncak banjir dilakukan menggunakan metode rasional yaitu Q = 0,278 x C x I x A. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona rawan banjir genangan di sub DAS Celeng terbagi menjadi empat kelas kerawanan banjir yaitu kelas rawan, kelas cukup rawan, kelas tidak rawan dan kelas sangat tidak rawan. Zona rawan banjir tersebut tersebar di sisi kanan dan kiri sungai Celeng yang meliputi desa Selopamioro, desa Sriharjo, desa Karangtengah, desa Girirejo, desa Karangtalun, desa Imogiri dan desa Wukirsari dengan luas mencapai 2,31 km2. Berdasarkan perhitungan, debit puncak sub DAS Celeng adalah 108,78 m3/detik. Kata kunci: Zona rawan banjir, Banjir, Penginderaan Jauh, Sistem Informasi Geografi PENDAHULUAN Banjir didefinisikan sebagai peristiwa meluapnya air sungai dari batas tebing sungai sebagai akibat naiknya debit air sungai dalam waktu relatif pendek (Djojosoeharto 1970, dalam Widiastuti 2002). Besarnya banjir yang terjadi di suatu daerah tergantung dari beberapa faktor penyebab banjir, yaitu curah hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, infiltrasi tanah dan kerapatan aliran yang saling berinteraksi di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS adalah suatu wilayah dataran yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Kodoatie dan Sugiyanto 2002, dalam Wulandari 2010). Bencana banjir pernah terjadi di sub daerah aliran sungai Celeng pada 17 Januari 2012 sebagai akibat dari kiriman air deras dari perbukitan di wilayah Imogiri dan Dlingo. Sungai Celeng meluap dan merendam empat dusun di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri. Luapan air sungai itu sempat merendam kantor Kepolisian Sektor Imogiri dan memutus akses jalan menuju pemakaman Raja Mataram di Wukisari, atau di dekat Jembatan Celeng (Koran Tempo, 20 Januari 2012). Penelitian mengenai zona rawan banjir di sub daerah aliran sungai Celeng dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi. Salah satu keuntungan menggunakan teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi adalah dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga sehingga penelitian mengenai kerawanan banjir dapat berlangsung efektif dan efisien. Penggunaan data penginderaan jauh berupa citra satelit Quickbird mampu menyadap beberapa parameter penyebab banjir. Untuk membuat pemodelan spasial zona rawan banjir di sub daerah aliran sungai Celeng digunakan sistem informasi geografi. 365

2 TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk : Menganalisis peranan citra penginderaan jauh dalam menyadap informasi yang berperan dalam pemetaan zona rawan banjir. Memetakan sebaran zona rawan banjir di sub daerah aliran sungai Celeng. Menghitung debit puncak banjir yang terjadi di sub daerah aliran sungai Celeng METODE Alat Seperangkat komputer untuk pengolahan data dan penulisan laporan. Software ENVI 4.5, Arc GIS 9.3, SPSS 17, Microsoft Office untuk pengolahan dan analisis data. Peralatan lapangan meliputi: o GPS (Global Positioning System) o Pita ukur o Kamera digital o Alat tulis o Lembar pengisian data lapangan Bahan Citra Satelit SRTM liputan Jawa tahun perekaman Citra Satelit Quickbird liputan Kabupaten Bantul tahun perekaman Peta Administrasi Kabupaten Bantul Peta Rupabumi Digital Indonesia skala 1 : Lembar Imogiri, Edisi I Peta Jenis Tanah Daerah Aliran Sungai Oyo. Data curah hujan dan jumlah hari hujan stasiun hujan Jetis (Sumberagung), Pundong, Gedongan, Dlingo, Piyungan, Sewon (Gandok), Ngental, Playen, Patuk (Pengkok) dan Nglipar (Kedung Keris) tahun Data titik koordinat stasiun hujan Jetis (Sumberagung), Pundong, Gedongan, Dlingo, Piyungan, Sewon (Gandok), Ngental, Playen, Patuk (Pengkok) dan Nglipar (Kedung Keris). Tahapan Pengolahan Data A. Digitasi Pada tahap pengolahan data terdiri dari beberapa kegiatan berupa : Digitasi merupakan proses konversi data spasial format raster ke dalam format digital, tetapi pada penelitian ini, kegiatan digitasi bertujuan untuk membatasi sub DAS Celeng dan sub-sub DAS Celeng, pembuatan peta kemiringan lereng dan pembuatan peta penggunaan lahan. Kegiatan digitasi sub DAS dilakukan berdasarkan garis kontur. Proses digitasi dilakukan pada garis kontur yang 366

3 merupakan igir-igir pegunungan sebagai batas dari sub DAS. Kegiatan digitasi penggunaan lahan dilakukan menggunakan citra Quickbird tahun 2010 berdasarkan kenampakan obyek pada citra dan diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan menurut Meijerink (1970). Peta kemiringan lereng diperoleh dari hasil ekstraksi DEM citra satelit SRTM dan diklasifikasikan kelas kemiringan lerengnya berdasarkan klasifikasi Zuidam (1979), CSR/FAO dan Staff (1983) untuk analisis kerawanan banjir, sedangkan klasifikasi kemiringan lereng yang digunakan untuk analisis debit puncak diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi menurut metode Cook. B. Masukan Data (Input Data) Pengolahan data pada tahap ini berupa memasukkan data untuk pembuatan peta tematik yang digunakan sebagai analisis kerawanan banjir dan analisis debit puncak. Data masukan analisis kerawanan banjir genangan dan debit puncak diantaranya data curah hujan selama 10 (sepuluh) tahun terakhir stasiun hujan di sekitar sub daerah aliran sungai Celeng, jumlah hari hujan dan titik koordinat stasiun hujan. Rata-rata dari curah hujan selama 10 (sepuluh) tahun terakhir dan titik koordinat stasiun hujan digunakan untuk pembuatan peta isohyet curah hujan sedangkan jumlah hari hujan digunakan untuk analisis debit puncak banjir. Data jenis tanah Daerah Aliran Sungai Oyo digunakan sebagai masukan data dalam pembuatan peta infiltrasi. Peta infiltrasi diperoleh dari hasil pendekatan jenis tanah. Peta kerapatan aliran diperoleh dari hasil perbandingan antara panjang sungai pada sub daerah aliran sungai (km) dengan luas sub daerah aliran sungai (Km2). Data masukan untuk menghitung besarnya debit puncak adalah data koefisien aliran, data intensitas curah hujan (mm/hari) dan luas sub-sub daerah aliran sungai. Koefisien aliran diperoleh dari hasil analisis kemiringan lereng, infiltrasi, penutup vegetasi dan kerapatan aliran. Kemiringan lereng merupakan hasil digitasi dari ekstraksi DEM SRTM, infiltrasi diperoleh dari pendekatan jenis tanah pada sub-sub daerah aliran sungai, penutup vegetasi diperoleh dari interpretasi kondisi penutup vegetasi pada masing-masing penggunaan lahan dan kerapatan aliran diperoleh dari perbandingan panjang sungai di setiap sub-sub DAS dengan luas sub DAS. C. Analisis Data Kegiatan analisis data yang dilakukan meliputi analisis data spasial dan data atribut untuk memperoleh informasi baru. Analisis data berupa proses tumpangsusun (overlay). Tumpangsusun (overlay) adalah penggabungan antara dua atau lebih data grafis sehingga diperoleh data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan gabungan dari beberapa data grafis masukan. Peta kerawanan banjir diperoleh dari hasil tumpangsusun (overlay) parameter kemiringan lereng, infiltrasi, kerapatan aliran, penggunaan lahan dan curah hujan. Tumpangsusun (overlay) dilakukan pula untuk menghitung koefisien aliran yang digunakan untuk analisis debit puncak. Parameter kemiringan lereng, infiltrasi, penutup vegetasi dan kerapatan aliran dilakukan tumpangsusun (overlay) sehingga menghasilkan nilai total yang digunakan untuk menghitung nilai koefisien aliran pada masing-masing sub-sub daerah aliran sungai. Klasifikasi kemiringan lereng pada peta kemiringan lereng dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan klasifikasi Zuidam (1979), CSR/ FAO dan Staff (1983) seperti pada tabel tabel

4 Tabel 1. Klasifikasi Kemiringan Lereng Sumber : Zuidam (1979), CSR/FAO dan Staff (1983) dalam Kustiyanto (2004) Klasifikasi infiltrasi tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi menurut Gunawan (1991) dan Suprojo (1993) seperti pada tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi Infiltrasi Tanah Sumber : Gunawan (1991) dan Suprojo (1993) dalam Kustiyanto (2004) Klasifikasi kerapatan aliran didasarkan pada klasifikasi menurut Linsey (1959), Meijerink (1970) dan Ortiz (1977) seperti pada tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi Kerapatan Aliran Sumber : Linsey (1959), Meijerink (1970) dan Ortiz (1977)dalam Kustiyanto (2004) Klasifikasi curah hujan didasarkan pada klasifikasi menurut Puslitbangtanak - Bogor (2002) seperti pada tabel

5 Tabel 4. Klasifikasi Curah Hujan Sumber : Puslitbangtanak - Bogor (2002) dalam Widiastuti (2002) Peta penggunaan lahan dibuat dengan melakukan interpretasi citra Quickbird tahun perekaman Digitasi obyek pada citra Quickbird dilakukan berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan menurut Meijerink (1970) seperti pada tabel 5. Tabel 5. Klasifikasi Penggunaan Lahan Sumber : Meijerink (1970) dalam Kustiyanto (2004) Kerawanan banjir genangan sub daerah aliran sungai Celeng dianalisis menggunakan metode pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang dengan memberikan skor dan bobot untuk setiap parameter kerawanan banjir. Setiap parameter diberikan skor 1 5. Bobot diberikan untuk masingmasing parameter sesuai besar pengaruhnya terhadap banjir. Bobot tertinggi diberikan pada para meter kemiringan lereng sedangkan bobot terendah diberikan pada parameter curah hujan dan penggunaan lahan. Besarnya faktor pembobot setiap parameter untuk analisis kerawanan banjir disajikan pada tabel

6 Tabel 6. Faktor Pembobot Kerawanan Banjir Sumber : Widiastuti (2002) dan Kustiyanto (2004) Tingkat kerawanan banjir dibagi menjadi 5 (lima) kelas yaitu kelas sangat rawan, kelas rawan, kelas cukup rawan, kelas tidak rawan dan kelas sangat tidak rawan. Klasifikasi kelas kerawanan banjir genangan disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Pembagian Tingkat Kerawanan Banjir Genangan Sumber : Hasil analisis skor dan bobot kerawanan banjir, 2013 D. Survei Lapangan Tahap survei lapangan merupakan tahap penelitian yang bertujuan untuk mencocokkan hasil akhir penelitian dengan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Kegiatan pencocokan hasil penelitian disertai dengan kegiatan lapangan berupa mengukur luas penampang sungai dan kecepatan aliran pada setiap sub-sub daerah aliran sungai Celeng untuk menghitung kapasitas saluran sungai, sehingga dapat dibuktikan kebenaran hasil penelitian dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Survei lapangan juga dilakukan untuk uji akurasi kemiringan lereng yang diperoleh dari citra SRTM dan uji akurasi hasil interpretasi penggunaan lahan yang diperoleh dari citra Quickbird tahun HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Zona Rawan Banjir Genangan Sub Daerah Aliran Sungai Celeng Zona rawan banjir adalah suatu daerah yang memiliki potensi terjadinya banjir dalam jangka waktu tertentu. Peta zona rawan banjir genangan diperoleh dari hasil analisis beberapa parameter kerawanan banjir, diantaranya parameter kemiringan lereng, infiltrasi, kerapatan aliran, curah hujan dan penggunaan lahan. Peta kemiringan lereng sub daerah aliran sungai Celeng menunjukkan bahwa sub DAS Celeng didominasi oleh lereng agak curam dengan kemiringan lereng % seluas 7,06 km2 yang tersebar di daerah hulu dan tengah sub daerah aliran sungai. Bagian hulu dan tengah daerah aliran sungai memiliki karakteristik topografi yang bergunung, sedangkan pada bagian hilir sub daerah aliran sungai Celeng memiliki karakteristik topografi yang cenderung datar. 370

7 Kelas kemiringan lereng datar (0-2 %) memiliki luas 2,42 km2 dengan persentase 9,8 %, kelas kemiringan lereng landai (3-8 %) memiliki luas 5 km2 dengan persentase 20,24 %, kelas kemiringan lereng miring (9-15 %) memiliki luas 5,54 km2 dengan persentase 22,43 %, kelas kemiringan lereng agak curam (16-25 %) memiliki luas 7,06 km2 dengan persentase 28,58 % dan kelas kemiringan lereng curam (> 25 %) memiliki luas 4,68 km2 dengan persentase 18,95 %. Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam permukaan tanah. Peta infiltrasi sub daerah aliran sungai Celeng menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di sub daerah aliran sungai Celeng memiliki laju infiltrasi yang baik. Laju infiltrasi yang terdapat di sub DAS Celeng hanya ada 2 (dua) macam yaitu laju infiltrasi baik dan sedang. Laju infiltrasi baik seluas 19,68 km2 dengan persentase 79,68 % dan laju infiltrasi sedang seluas 5,02 km2 dengan persentase 20,32 %. Laju infiltrasi baik tersebar meluas di bagian hulu dan tengah sub daerah aliran sungai, sedangkan laju infiltrasi sedang tersebar di bagian hilir sub DAS dan sedikit di bagian tengah sub DAS. Kerapatan aliran menunjukkan kemampuan sungai menyimpan air permukaan. Nilai kerapatan aliran diperoleh dari rasio panjang sungai setiap sub-sub daerah aliran sungai terhadap luas sub-sub daerah aliran sungai. Sub daerah aliran sungai Celeng memiliki 2 (dua) macam kriteria kerapatan aliran yaitu agak rapat dan sedang. Sebagian besar sub daerah aliran sungai Celeng memiliki kerapatan aliran dengan kriteria sedang dengan luas 14,68 km2 dan persentase 59,43 % sedangkan untuk kerapatan aliran dengan kriteria agak rapat seluas 10,02 km2 dengan persentase 40,57 %. Curah hujan mempengaruhi potensi terjadinya banjir genangan di suatu daerah. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi maka potensi terjadinya banjir juga tinggi, sedangkan daerah yang memiliki curah hujan rendah maka potensi terjadinya banjir di daerah tersebut juga rendah. Berdasarkan peta isohyet hasil analisis sistem informasi geografi, sub daerah aliran sungai Celeng memiliki curah hujan dengan kriteria kering yaitu curah hujan sebesar mm/th. Penggunaan lahan di suatu daerah erat kaitannya dengan besarnya limpasan permukaan yang mempengaruhi genangan. Penggunaan lahan di sub daerah aliran sungai Celeng merupakan hasil interpretasi citra satelit Quickbird tahun perekaman Sub daerah aliran sungai memiliki penggunaan lahan dominan yaitu tegalan yang memiliki luas 9,56 km2 dengan persentase 38,7 % sedangkan penggunaan lahan dengan luas terkecil adalah lahan terbuka dengan luas 0,05 km2 dan persentase 0,16 % dari total luas sub daerah aliran sungai Celeng. Peta zona rawan banjir genangan diperoleh dari hasil tumpangsusun parameter-parameter kerawanan banjir yaitu kemiringan lereng, infiltrasi, kerapatan aliran, curah hujan dan penggunaan lahan. Banjir terjadi karena adanya peningkatan debit air sehingga sungai tidak mampu menahan debit air, oleh sebab itu sungai meluap dan airnya menggenangi daerah sekitar. Pada umumnya daerah yang memiliki potensi banjir sangat tinggi memiliki kemiringan lereng datar. Berdasarkan analisis sistem informasi geografi, diperoleh hasil bahwa sub daerah aliran sungai Celeng memiliki 4 (empat) kelas kerawanan banjir yaitu kelas sangat tidak rawan, kelas tidak rawan, kelas cukup rawan dan kelas rawan. Sebagian besar wilayah di sub daerah aliran sungai Celeng termasuk dalam kelas tidak rawan banjir dengan luas wilayah 14,55 km2 dan memiliki persentase 58,91 % dari total luas keseluruhan wilayah sub daerah aliran sungai Celeng. Daerah rawan banjir di sub daerah aliran sungai Celeng seluas 2,31 km2 dengan persentase 9,35 %. Hasil pemetaan kerawanan banjir disajikan pada gambar 1. Pemetaan Zona Rawan Banjir Limpasan Sub Daerah Aliran Sungai Celeng Zona rawan banjir limpasan merupakan suatu daerah yang berpotensi terjadi banjir limpasan air permukaan dalam waktu tertentu. Pembuatan peta zona rawan banjir limpasan dilakukan dengan menggunakan metode Cook. Metode Cook mempertimbangkan parameter kemiringan lereng, infiltrasi, penutup vegetasi dan kerapatan aliran. Kemiringan lereng sub DAS Celeng berdasarkan metode Cook menunjukkan bahwa sebagian besar sub daerah aliran sungai Celeng didominasi oleh relief perbukitan seluas 12,64 km2 dengan persentase luas sebesar 51,17 %. Hasil pemetaan kerawanan banjir limpasan disajikan pada gambar

8 Gambar 1. Peta Zone Rawan Banjir Genangan Sub-DAS Celeng Gambar 2. Peta Zone Rawan Banjir Limpasan Sub-DAS Celeng Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa debit puncak total sub DAS Celeng sebesar m3/detik. Hal ini berarti ketika terjadi banjir, debit puncak total yang diperkirakan sebesar m3/detik. 372

9 Uji Ketelitian Kemiringan lereng untuk analisis banjir genangan dan banjir limpasan metode Cook diperoleh dari hasil ekstraksi citra SRTM. Kemiringan lereng hasil ekstraksi SRTM tersebut sebaiknya dilakukan survei lapangan untuk mengecek seberapa besar tingkat ketelitian citra SRTM untuk ekstraksi kemiringan lereng. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan alat abney level dan perhitungan persentase kemiringan lereng, diperoleh hasil tingkat ketelitian citra SRTM untuk analisis kemiringan lereng sebesar 100 %. Hal ini berarti citra SRTM memiliki ketelitian yang tinggi untuk analisis kemiringan lereng di suatu daerah. Penggunaan lahan yang diperoleh dari hasil interpretasi citra Quickbird tahun 2010 sebaiknya dilakukan uji ketelitian untuk membuktikan apakah hasil interpretasi citra sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan atau tidak. Hasil survei lapangan menunjukkan sebagian besar hasil interpretasi citra sesuai dengan kondisi di lapangan, tetapi ada satu obyek yang berdasarkan hasil interpretasi citra Quickbird dimasukkan ke dalam kelas semak tetapi setelah dilakukan survei lapangan ternyata obyek tersebut adalah sawah. Berdasarkan analisis ketelitian hasil interpretasi citra Quickbird dapat diketahui bahwa tingkat ketelitian hasil interpretasi termasuk tinggi yaitu 93,33 %. Tingkat ketelitian interpretasi citra setiap orang berbeda-beda tergantung pengetahuan dan kemampuan orang tersebut untuk menginterpretasikan obyek yang tampak pada citra. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Citra penginderaan jauh mampu menyadap informasi mengenai parameter-parameter zona rawan banjir, seperti kemiringan lereng yang diperoleh dari ekstraksi DEM citra SRTM dengan tingkat ketelitian mencapai 100 % dan penggunaan lahan yang diperoleh dari interpretasi citra Quickbird dengan tingkat ketelitian sebesar 93,33 %. 2. Zona rawan banjir genangan di sub daerah aliran sungai Celeng berada di kanan dan kiri sungai Celeng utama pada bagian tengah dan hilir sub DAS dengan luas 2,31 km2, zona cukup rawan banjir sebagian besar berada di bagian hilir sub DAS dengan luas 6,47 km2, zona tidak rawan banjir sebagian besar berada di bagian hulu dan tengah sub DAS dengan luas 14,55 km2 dan zona sangat tidak rawan banjir memiliki luas 1,37 km2 yang berada di bagian hulu dan sedikit pada bagian hilir sub DAS dengan kriteria lereng curam. 3. Zona rawan banjir limpasan di sub daerah aliran sungai Celeng didominasi oleh kelas tidak rawan dengan luas 14,63 km2 yang tersebar di hulu, tengah dan hilir sub DAS Celeng, sedangkan kelas sangat tidak rawan seluas 0,46 km2 berada di hilir sub DAS Celeng dan kelas cukup rawan memiliki luas 9,61 km2 berada di hulu, tengah dan sedikit bagian hilir sub DAS Celeng. 4. Debit puncak total di sub daerah aliran sungai Celeng berdasarkan analisis menggunakan sistem informasi geografi adalah 108,78 m3/detik, sedangkan kapasitas saluran sungai sebesar 93,62 m3/detik. Saran-saran yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian ini adalah : 1. Pembuatan peta zona kerawanan banjir sebaiknya mempertimbangkan metode lain agar hasil kerawanan yang diperoleh lebih akurat. 2. Pengukuran debit sungai secara langsung sebaiknya dilakukan ketika sungai di setiap sub-sub DAS mengalirkan air dalam kapasitas sedang agar dapat dihitung kecepatan alirannya sehingga perhitungan debit dapat dilakukan di semua sub-sub DAS. DAFTAR PUSTAKA Banjir di Bantul Meluas ke Sungai Kecil.( Tanggal akses 19 Juli 2013 pukul 14:44 WIB 373

10 BPS Daerah Istimewa Yogyakarta Statistik Kecamatan Imogiri Bantul : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. Hadisusanto, Nugroho Aplikasi Hidrologi. Yogyakarta : Jogja Mediautama (Anggota IKAPI). Kustiyanto, Eko Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Zonasi Tingkat Kerentanan Banjir (Studi Kasus Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah). Tugas Akhir Program Diploma. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Suhardiman Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada Sub Das Walanae Hilir. Skripsi Program Sarjana. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar. Triatmodjo, Bambang Hidrologi Terapan. Yogyakarta : Beta Offset Yogyakarta. Widiastuti, Fitri Aplikasi Citra Satelit Landsat Thematic Mapper Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Daerah Aliran Sungai Brantas Propinsi Jawa Timur (Studi Kasus Di Kabupaten Tulungagung). Tugas Akhir Program Diploma. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Wulandari, Meyriska Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Zonasi Daerah Rawan Banjir (Studi Kasus Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah). Tugas Akhir Program Diploma. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 374

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Kedua musim ini berpotensi menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Kedua musim ini berpotensi menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Kedua musim ini berpotensi menimbulkan bencana. Musim kemarau menyebabkan kekeringan dan musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah PENDAHULUAN 1.1 Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI 13-7124-2005 Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara,

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA R. Muhammad Isa r.muhammad.isa@gmail.com Slamet Suprayogi ssuprayogi@ugm.ac.id Abstract Settlement

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Alat dan Bahan 4.1.1. Alat a. Notebook Asus X201EP, Intel Celeron 1.1 GHz, Harddisk 320 GB, RAM 4 GB b. Software ArcGIS 10.1 untuk pengolahan data dan layout peta c. Microsoft

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI OPAK HULU Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK Ria Gafuri 1, Ichsan Ridwan 1, Nurlina 1 ABSTRAK. Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001) mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : 1)

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep) Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA MALANG

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA MALANG APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA MALANG Suryandono Bhekti Satrya Putra suryandono.bhekti @mail.ugm.ac.id Sigit Heru Murti B.S. sigit@geo.ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Aliran Sungai (DAS) perlu dijaga, karena terdapat keterkaitan antara aspek-aspek dalam DAS baik bagian hulu, tengah maupun hilir. Setiap bagian dari DAS memiliki

Lebih terperinci

ESTIMASI POTENSI LIMPASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERANG

ESTIMASI POTENSI LIMPASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERANG ESTIMASI POTENSI LIMPASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERANG Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kegiatan penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), konsekuensi keruangan

Lebih terperinci

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani PO Box 295

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat 22 METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciambulawung yang secara administratif terletak di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan

Lebih terperinci

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK Martin 1) Fransiskus Higang 2)., Stefanus Barlian Soeryamassoeka 2) Abstrak Banjir yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng

Lebih terperinci

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai aktivitas manusia memungkinkan terjadinya perubahan kondisi serta menurunnya kualitas serta daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan rumah berbagai

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS KERUSAKAN DAN AGIHAN BANJIR LUAPAN SUNGAI WAWAR BAGIAN HILIR SUB DAS WAWAR DI KABUPATEN PURWOREJO

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS KERUSAKAN DAN AGIHAN BANJIR LUAPAN SUNGAI WAWAR BAGIAN HILIR SUB DAS WAWAR DI KABUPATEN PURWOREJO i PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS KERUSAKAN DAN AGIHAN BANJIR LUAPAN SUNGAI WAWAR BAGIAN HILIR SUB DAS WAWAR DI KABUPATEN PURWOREJO Penelitian Untuk Skripsi S-1 Progam Studi Geografi

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*)

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*) PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR Oleh : Lili Somantri*) Abstrak Banjir adalah bencana alam yang sering terjadi setiap musim hujan. Bencana ini tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO Risma Fadhilla Arsy Abstrak : Penelitian di Daerah Aliran Sungai Oyo ini bertujuan mengesktrak parameter

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

ESTIMASI DEBIT PUNCAK UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI BANJIR PADA DAS JANGKOK MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG

ESTIMASI DEBIT PUNCAK UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI BANJIR PADA DAS JANGKOK MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG ESTIMASI DEBIT PUNCAK UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI BANJIR PADA DAS JANGKOK MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG Sigit Heru Murti B.S 1, Ach. Firyal Wijdani 1, Aisya Jaya D 1, Andika Putri F 1*, Assyria

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008

Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008 PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR Oleh : Lili Somantri, S.Pd. M.Si ABSTRAK Banjir adalah bencana alam yang sering terjadi setiap musim hujan. Bencana

Lebih terperinci

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK 9-0 November 0 KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Jl. Flora No., Bulaksumur,Yogyakarta

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Menurut Asdak (2010), daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Ilmu geografi memiliki dua aspek penting dalam penerapannya yaitu aspek ruang dan aspek waktu. Data spasial merupakan hasil dari kedua aspek yang dimiliki oleh geografi.

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Totok Gunawan dkk Balitbang Prov. Jateng bekerjasama dengan Fakultas Gegrafi UGM Jl. Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN

Lebih terperinci

Jurnal String Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN:

Jurnal String Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN: ZONASI TINGKAT KERAWANAN BANJIR DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PADA DAS CIDURIAN KAB.SERANG, BANTEN Probo Kusumo 1, Evi Nursari 2 1 Program Studi Teknik Informatika, Universitas Indraprasta PGRI Email:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian terdahulu tentang analisis tigkat bahaya dan tingkat kerentanan wilayah terhadap bencana banjir sudah banyak dilakukan dengan judul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah permukaan bumi sebagai tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

Paramukti Murwibowo Totok Gunawan

Paramukti Murwibowo Totok Gunawan Aplikasi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Mengkaji Perubahan Koefisien Limpasan Permukaan Akibat Letusan Gunung Merapi Tahun 2010 Di Sub Das Gendol Yogyakarta Paramukti Murwibowo

Lebih terperinci

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara astronomis Kabupaten Bantul terletak antara 07 0 44 04-08 0 00 27 LS dan 110 0 12 34 110 0 31 08 BT.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya

Lebih terperinci

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Profil adalah kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar. Manfaat profil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data penelitiannya. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. data penelitiannya. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian menurut Arikunto (2006:26) mengemukakan bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam menggunakan data penelitiannya.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali

BAB I PENDAHULUAN. penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis dimana pada musim penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu proses penelitian yang lebih mengarah pada pengungkapan masalah atau keadaan sebagaimana fakta yang ada.

Lebih terperinci

Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso

Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 C-58 Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso Bambang Budi Utomo dan Rima Dewi Supriharjo

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap banjir. Penentuan kelas kerentanan maupun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. 39 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. PETA LOKASI PENELITIAN Gambar 7. Lokasi

Lebih terperinci

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG Puguh Dwi Raharjo puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods in Surakarta is seldom before all, this caused

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ZONA GENANGAN BANJIR KOTA MAKASSAR BERBASIS SIG

IDENTIFIKASI ZONA GENANGAN BANJIR KOTA MAKASSAR BERBASIS SIG IDENTIFIKASI ZONA GENANGAN BANJIR KOTA MAKASSAR BERBASIS SIG A.Zubair 1, M.P. Hatta 1,Rudyanto 2, ABSTRACT This study aims to identify the floodwaters zone in the city of. This research analyzes using

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

PEMODELAN SPASIAL BANJIR LUAPAN SUNGAI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI DAS BODRI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMODELAN SPASIAL BANJIR LUAPAN SUNGAI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI DAS BODRI PROVINSI JAWA TENGAH PEMODELAN SPASIAL BANJIR LUAPAN SUNGAI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI DAS BODRI PROVINSI JAWA TENGAH Nugraha Saputro nggonzales9@gmail.com Taufik Heri Purwanto taufik_hp@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana banjir termasuk bencana alam yang hampir pasti terjadi pada setiap datangnya musim penghujan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo,

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Lokasi penelitian mengambil daerah studi di Kota Gorontalo. Secara

BAB III METODE PENILITIAN. Lokasi penelitian mengambil daerah studi di Kota Gorontalo. Secara 20 BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian mengambil daerah studi di Kota Gorontalo. Secara astronomi daerah studi terletak pada 00 28' 17'' - 00 35' 56'' LU dan 122

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIUNTUK PENGHITUNGAN KOEFISIEN ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)CILIWUNG

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIUNTUK PENGHITUNGAN KOEFISIEN ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)CILIWUNG APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIUNTUK PENGHITUNGAN KOEFISIEN ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)CILIWUNG Oleh : R. Haryoto Indriatmoko *) dan V. Ery Wibowo **) *) Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT **) Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGANN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT FELIK DWI YOGA PRASETYA

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGANN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT FELIK DWI YOGA PRASETYA EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGANN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT FELIK DWI YOGA PRASETYA 3508100038 LATAR BELAKANG Indonesia memiliki banyak potensi dan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 PENELITIAN TERDAHULU Dalam usaha membuat penelitian ilmiah diperlukan studi pustaka dalam rangkaian proses penelitian, baik sebelum, ketika atau setelah melakukan penelitian. Pembuatan

Lebih terperinci