IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%, 50%, 12%. Tekstur tanah lempung liat berdebu membantu mempermudah perkembangan akar padi gogo (Basyir et al., 1995). Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983 dalam Hardjowigeno, 2003) tanah ini tergolong masam. Tabel 2. Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol Indramayu Jenis Penetapan Inceptisol Indramayu Status Tekstur : Pasir % 38 lempung liat berdebu Debu % 50 Liat % 12 ph : H 2 O 4.73 masam KCl 3.81 Bahan organik : C (%) 1.39 rendah N (%) 0.09 sangat rendah C/N 16 tinggi P 2 O 5 (HCl 25%) mg 100g -1 5.2 sangat rendah K 2 O (HCl 25%) mg 100g -1 12.2 rendah P-Bray 1 (ppm P) 0.77 sangat rendah Kation : me 100g -1 Ca 4.88 rendah Mg 4.39 sangat tinggi K 0.16 rendah Na 0.05 sangat rendah KTK me 100g -1 17.48 sedang KB (%) 54.80 tinggi Al-dd me 100g -1 2.77 rendah H-dd me 100g -1 0.27 rendah Kej-Al (%) 16 rendah Penetapan P 2 O 5 dengan HCl 25% dan Bray 1 sangat rendah sedangkan nilai K 2 0 dengan HCl 25% rendah. Rasio C/N tergolong tinggi. Keberadaan
kation Na sangat rendah, Ca dan K rendah, dan Mg sangat tinggi. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah sedang, sebaliknya kejenuhan basa (KB) tanah tinggi. Kejenuhan Al tergolong rendah. 4.2. P-terekstraksi dengan Metode Ekstraksi HCl 25%, Olsen, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, dan Colwell Metode ekstraksi Olsen, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, dan Colwell digunakan untuk menetapkan P-tersedia di dalam tanah, sedangkan metode ekstraksi HCl 25% digunakan untuk menetapkan P-potensial dalam tanah. Kemampuan masing-masing metode ekstraksi dalam menetapkan P-terekstrak dipengaruhi antara lain oleh bahan kimia yang terdapat dalam pengekstrak dan ketersediaan fosfor dalam tanah (Widayati, 2003). Pada Tabel 2, terlihat bahwa pengekstrak HCl 25% dan Colwell mempunyai kemampuan mengekstrak P lebih tinggi dibandingkan dengan pengekstrak lain. Secara berurutan kemampuan mengekstraksi P tanah dari yang tertinggi adalah HCl 25% > Colwell > Truog > Bray 2 > Bray 1 > Olsen > Mehlich. Ion H + akan memperbesar kelarutan P dari semua bentuk Ca-P, Al-P, dan Fe-P (Leiwakabessy, 1988). Selain dari jenis larutan pengekstrak, lamanya waktu pengocokan juga mempengaruhi kemampuan ekstraksi. Seperti terlihat pada metode ekstraksi Olsen dan Colwell, keduanya terdiri dari 0.5 M NaHCO 3 ph 8.5 akan tetapi menunjukkan hasil P-terekstrak yang berbeda. Pada metode ekstraksi Colwell, rasio tanah dengan larutan 1:100 dan waktu pengocokan selama 120 menit mampu mengekstrak P-tersedia lebih besar dibandingkan pengekstrak Olsen yang memiliki rasio tanah dengan larutan 1:20 dan waktu pengocokan - selama 30 menit. Ion yang berpengaruh pada kedua metode ini adalah HCO 3 yang bereaksi dengan ion Ca 2+ dalam bentuk Ca-P, sehingga ion fosfat terlepas. Pengekstrak Bray 1 dan Bray 2 memiliki perbedaan pada konsentrasi HCl yang digunakan. Dalam Bray 1 konsentrasi HCl sebesar 0.025 N HCl, sedangkan pada Bray 2 konsentrasi HCl sebesar 0.1 N HCl. Perbedaan tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap perbedaan jumlah P-terekstrak, ion H + berperan penting dalam ekstraksi membentuk asam fosfat, sehingga hasil P- terekstraksi oleh Bray 2 lebih besar daripada hasil P-terekstraksi oleh Bray 1.
Tabel 2. Kadar P tanah oleh beberapa metode ekstraksi Metode Status Pupuk Ekstraksi Hara P0 P1 P2 P3 P4 --------------------ppm-------------------- Truog Sangat rendah 5.36 6.26 8.40 6.96 7.57 Rendah 29.85 30.30 25.60 34.70 30.57 Sedang 60.36 61.13 64.44 53.58 54.86 Tinggi 86.85 94.93 87.53 84.31 95.82 Sangat tinggi 129.76 122.37 137.17 128.02 119.62 Olsen Sangat rendah 4.45 4.59 5.07 4.33 4.36 Rendah 14.12 17.21 16.34 17.54 19.40 Sedang 28.09 35.00 33.80 34.36 29.41 Tinggi 45.19 52.61 46.20 46.37 50.38 Sangat tinggi 58.09 62.23 62.18 66.54 58.27 Mehlich Sangat rendah 0.88 0.96 1.11 0.93 1.23 Rendah 4.99 4.86 5.42 5.20 5.19 Sedang 9.47 10.19 12.65 12.35 12.93 Tinggi 18.67 19.35 17.50 16.41 17.29 Sangat tinggi 21.33 25.52 22.41 21.23 22.78 HCl 25% Sangat rendah 88.20 88.12 87.08 90.04 89.83 Rendah 158.92 172.91 153.60 158.50 171.72 Sedang 236.78 248.74 247.71 250.62 243.59 Tinggi 347.07 341.02 319.04 350.27 327.34 Sangat tinggi 403.77 410.59 397.99 402.84 401.98 Bray 1 Sangat rendah 1.49 2.21 1.60 1.77 1.42 Rendah 14.57 26.56 12.39 13.48 12.30 Sedang 32.99 41.84 33.93 41.87 33.07 Tinggi 51.97 56.24 61.72 68.36 59.95 Sangat tinggi 79.63 76.99 76.04 87.87 78.72 Bray 2 Sangat rendah 3.45 3.81 3.91 3.71 3.50 Rendah 17.68 20.81 19.74 19.30 21.47 Sedang 40.04 50.80 48.31 49.31 51.27 Tinggi 72.09 80.66 75.61 84.05 84.14 Sangat tinggi 114.85 123.63 126.58 129.24 128.90 Colwell Sangat rendah 12.66 24.87 15.93 19.56 22.43 Rendah 44.79 61.62 44.60 53.02 70.26 Sedang 89.81 86.34 83.47 90.72 92.25 Tinggi 108.59 137.72 124.41 139.61 157.18 Sangat tinggi 164.83 164.61 157.57 158.88 179.68
P-terekstraksi oleh metode ekstraksi Truog lebih besar bila dibandingkan dengan P-terekstraksi oleh metode ekstraksi Mehlich. Kedua metode ekstraksi ini terdiri dari asam kuat H 2 SO 4. Ion fosfat yang bereaksi dengan ion H + akan membentuk P-terekstraksi dan akan dipertahankan bentuknya oleh ion SO 2-4, sehingga Ca-P, Al-P, dan Fe-P tidak terbentuk kembali (Leiwakabessy, 1988). Lama waktu pengocokan menjadi faktor pembeda nilai terekstrak dari kedua metode ekstraksi ini. Nilai P-terekstraksi dari Truog lebih besar dibandingkan dengan P-terekstraksi dari Mehlich, karena waktu pengocokan Truog selama 30 menit, sedangkan pada Mehlich hanya selama 5 menit. 4.3. Respons Tanaman Terhadap Pemberian Pupuk P Pemberian pupuk fosfat dapat meningkatkan ketersediaan P untuk tanaman sehingga P dapat lebih digunakan untuk proses metabolisme yang terdapat dalam tanaman. Peningkatan metabolisme yang terjadi dalam tanaman akan terekspresikan dengan pertambahan masa pada tanaman. Selain itu fosfat juga digunakan untuk pembentukan dan perkembangan akar padi. Sehingga dengan adanya pertumbuhan yang optimal maka unsur hara yang diserap akan dipergunakan untuk masa pertumbuhan vegetatif (Widodo, 2004). Hasil padi ditentukan oleh komponen hasilnya, sedangkan tiap komponen tersebut ditentukan baik secara genetik varietas tanaman maupun oleh berbagai faktor lingkungan iklim, hara/tanah, air. (Norman et al., 1984; Ishii, 1995; Yoshida, 1981 dalam Suhartatik et al., 2008). 4.3.1. Tinggi Tanaman Pada pengamatan tinggi tanaman, pada taraf status hara P sangat rendah, respons tinggi tanaman menunjukkan peningkatan dari pupuk P0 hingga P2. Tinggi tanaman maksimum terdapat pada taraf pemupukan P2, kemudian terus menurun pada taraf pemupukan P3 dan P4. Pada taraf status hara rendah, tinggi tanaman maksimum pada pemupukan P0 dan minimum pada taraf pemupukan P4. Tinggi maksimum dari taraf status hara sedang, tinggi, dan sangat tinggi dihasilkan pada taraf pemupukan P1. Tinggi maksimum padi gogo di tanah Inceptisol terdapat pada taraf S-P1 (status hara P sedang dan taraf pemupukan 20 kg P/ha).
Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel Lampiran 7 hingga 9), pada 2 MST dari kedua faktor baik status hara maupun pupuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada 4 MST, status hara mulai mempengaruhi tinggi tanaman. Sedangkan pada pengamatan 6 MST, selain status hara, pupuk juga memberikan sedikit pengaruh terhadap tinggi tanaman. Tabel 3. Pengaruh status hara terhadap tinggi tanaman (cm) Perlakuan Status Hara Tinggi tanaman (cm) 2 MST 4 MST 6 MST Sangat Rendah 30.8 53.6bc 72.9d Rendah 30.4 54.1bc 70.2bc Sedang 30.8 55.0c 72.4cd Tinggi 30.1 52.4ab 68.8ab Sangat Tinggi 29.8 51.2a 67.5a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT Tabel 4. Pengaruh pupuk terhadap tinggi tanaman (cm) Perlakuan Pupuk Tinggi tanaman (cm) 2 MST 4 MST 6 MST P0 30.7 53.6 69.7ab P1 30.0 54.3 72.7d P2 30.7 52.1 69.5ab P3 30.1 53.9 71.5bc P4 30.5 52.4 68.4a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT 4.3.2. Jumlah Anakan Pada pengamatan 2 MST, jumlah anakan berkisar 3 hingga 6 batang pada setiap perlakuan. Rata-rata jumlah anakan cenderung menurun sejalan dengan peningkatan status hara P tanah. Pada pengamatan 4 MST, jumlah anakan bertambah hingga 3 kali lipat dibandingkan dengan pengamatan 2 MST. Pada pengamatan 6 MST, pertumbuhan anakan melambat, sehingga jumlah anakan baru yang dihasilkan hanya berkisar 5 hingga 8 anakan. Rata-rata jumlah anakan tertinggi hingga 6 MST terdapat pada perlakuan R-P4 (status hara P rendah, taraf
4.3.3. Bobot Kering Tanaman Pengamatan bobot kering tanaman dilaksanakan pada saat panen (6 MST). Rata-rata bobot kering tanaman maksimum terdapat pada perlakuan SR-P1 (status hara P sangat rendah, taraf pemupukan 20 kg P/ha) dan SR-P2 (status hara P sangat rendah, taraf pemupukan 40 kg P/ha). Pada Tabel 6,dapat dilihat bahwa berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel Lampiran 13), faktor yang mempengaruhi bobot kering tanaman hanya faktor status hara, memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman. sedangkan pupuk tidak Tabel 6. Pengaruh status hara terhadap bobot kering tanaman (g/pot) Perlakuan Status Hara Bobot Kering tanaman (g/pot) Sangat Rendah 8.5d Rendah 7.4bc Sedang 7.7c Tinggi 6.9ab Sangat Tinggi 6.6a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT Semakin tinggi status hara P, bobot kering mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan hara dalam tanah, sehingga yang semula faktor pembatas pertumbuhan padi gogo adalah hara P, berubah menjadi hara lain. Agar tanaman tumbuh dengan baik diperlukan keseimbangan jumlah unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut. Akibat yang didapat dari ketidakseimbangan hara antara lain, jika jumlah P yang ditambahkan terlalu berlebih, hara P kemungkinan berikatan dengan hara mikro Zn atau Cu membentuk Zn-P atau Cu-P, sehingga tanah menjadi kekurangan hara mikro tersebut (Hardjowigeno, 2003). Seng (Zn) berhubungan dengan pertumbuhan tanaman sebab Zn menjadi katalisator pembentukan triptophan yaitu salah satu jenis asam amino yang menjadi prekursor (senyawa awal) dalam pembentukan IAA yang selanjutnya menjadi auksin yaitu hormon yang bekerja dalam perkecambahan, pembelahan dan pembesaran sel. Selain itu, Zn merupakan bagian dari enzim amilum sintetase (pembentukan gula menjadi amilum) dan sebagai penyusun enzim karbonic anhidrase yang berfungsi sebagai buffer pertumbuhan (Anonim, 2010). Peranan unsur Cu di dalam tanaman antara lain: 1) mengaktifkan enzim, 2) metabolisme
pengekstraksi yang berkorelasi nyata dengan persen hasil tanaman. Namun, pada metode ekstraksi Mehlich dan HCl 25% berkorelasi nyata dengan serapan P- tanaman. Berdasarkan analisis korelasi dan kemudahan analisis, maka terpilih metode ekstraksi Mehlich sebagai metode terbaik untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu. Tabel 7. Koefisien korelasi antara P-terekstrak dengan respons tanaman Metode Ekstraksi Koefisien Korelasi Persen Hasil Tanaman Serapan P- Tanaman Truog 0.034-0.392 Olsen 0.017-0.432 Mehlich 0.139-0.550* HCl 25% 0.021-0.495* Bray 1 0.058-0.396 Bray 2-0.013-0.382 Colwell 0.045-0.315 *: berkorelasi nyata pada α 0.05 Metode ekstraksi Mehlich atau sering disebut dengan dilute double acid memiliki kandungan ion H + dan SO 4 2- yang merupakan ion penting dalam pembentukan P-terekstraksi. Ion-ion penting yang berperan dalam pembentukan P-terekstraksi akan bereaksi dengan bentuk-bentuk fosfor yang tidak tersedia (Ca- P, Fe-P, dan Al-P) membentuk fosfor yang tersedia H 2 PO - 4. Menurut Sanchez (1992), sebagian besar pengekstrak yang bersifat asam, efektif untuk mengekstraksi Ca-P maupun Al-P.