HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Mei Pada bulan tersebut salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan kedelai. Hal ini karena pada bulan tersebut air yang berada dalam saluran masih merupakan sisa air hujan, namun kadar kation dan anion sudah dipengaruhi air laut, sehingga kation dan anion didominasi oleh Na dan Cl. Pada percobaan ini air mulai di alirkan ke parit-parit di antara petak-petak percobaan sejak awal tanam. Kecambah kedelai mulai muncul di permukaan pada umur 5 hari setelah tanam (HST), tetapi kurang merata. Hal ini karena benih ditanam terlalu dalam dengan kondisi tanah lahan pasang surut mempunyai kadar liat tinggi 57% (Tabel 1) sehingga pertumbuhan kecambah kedelai ke permukaan tanah terhambat, kemudian dilakukan penyulaman dengan cara benih kedelai ditanam dangkal 1-2 cm sehingga menjadi merata pemunculannya di seluruh petakan percobaan pada umur 10 HST. Daun trifoliat pertama terbentuk sempurna pada umur 14 HST. Pada 21 HST mulai terlihat gejala daun menguning, terutama daun yang muda dan daun tua tetap berwarna hijau. Menurut Ghulamahdi (1999) hal ini karena kedelai beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya. Pada awal aklimatisasi, kandungan N dalam daun menurun dan tanaman menjadi khlorotis. Hal ini disebabkan berkurangnya penyerapan nitrogen dan terjadinya alokasi hasil fotosintesis ke bagian bawah tanaman (ke perakaran baru dan bintil akar). Gejala daun menguning tersebut berangsur-angsur berkurang setelah pemberian N 100% melalui daun pada umur 30 HST. Daun berangsur-angsur membaik dengan munculnya pucuk baru. Tanaman mulai muncul bunga pada umur 40 HST. Umur panen tanaman menjadi lebih lama untuk semua perlakuan.

2 17 Tinggi tanaman merata pada lebar bedengan 2 dan 4 m, sedangkan tinggi tanaman pada lebar bedengan 6 dan 8 m, tanaman pinggir relatif lebih tinggi dibandingkan tanaman tengah (Gambar 8). Ini terjadi diduga karena laju gerakan air dari parit ke tengah bedengan kurang mampu mengimbangi kehilangan air karena evapotranspirasi dan perkolasi. Kondisi kurangnya air di tengah bedengan menyebabkan pirit teroksidasi sehingga tanah menjadi masam, menghambat pertumbuhan tanaman dan produksi rendah. Hasil analisis tanah sebelum tanam memperlihatkan tingkat kesuburan yang relatif baik dengan kandungan bahan organik, P2O5, dan K2O yang cukup tinggi. Akan tetapi tanah memiliki kemasaman yang tinggi dengan ph 4.90 dan Al cmol(+)/kg. Nilai tukar kation K dan Na rendah, namun nilai tukar kation Ca dan Mg tergolong tinggi. Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa sedang. Tekstur tanah adalah liat berdebu dengan komposisi pasir 1%, debu 42%, dan liat 57%. Kelarutan alumunium dan besi yang cukup tinggi, kondisi ini menyebabkan tanah memerlukan tambahan input dalam bentuk kapur dan pupuk agar tanaman kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik (Tabel 1). Tanah juga mengandung pirit dan Fe yang cukup tinggi. Kedalaman pirit di lahan penelitian adalah kurang lebih 30 cm (Gambar 6). 30 cm Gambar 6. Kedalaman Pirit dari Permukaan Tanah

3 18 Tabel 1. Data Analisis Tanah Sebelum Tanam No Peubah Analisis Hasil Analisis Kriteria 1 Tekstur (pipet) a. Pasir a. 1% Liat berdebu b. Debu b. 42% c. Liat c. 57% 2 Eksrak 1:5 a. ph H2O a Sangat masam b. ph KCl b Bahan Organik a. C a. 5.24% a. Tinggi b. N b. 0.24% b. Sedang c. C/N c. 22% c. Tinggi 4 P2O5 Bray 1 a. 5.2 mg/100g a. Tinggi 5 K2O Morgan a. 0.5 mg/100g a. Rendah 6 Nilai Tukar Kation (NH4- Acetat 1 M. ph 7) a. K a cmol (+) /kg a. Rendah b. Ca b cmol (+) /kg b. Tinggi c. Mg c cmol (+) /kg c. Tinggi d. Na d cmol (+) /kg d. Rendah e. KTK e cmol (+) /kg e. Sedang f. KB f. 50% f. Sedang 7 Ekstrak KCl 1M a. AL 3+ a cmol (+) /kg a. Tinggi b. H + b cmol (+) /kg b. Rendah 8 a. Pirit a. 0.16% (1600 ppm) a. Tinggi b. Ca a. 110 mg/100g b. Tinggi c. Mg b. 270 mg/100g c. Tinggi d. Fe c mg/100g d. Tinggi e. Mn d mg/100g e. Sedang f. S e. 90 mg/100g f. Tinggi *Balai Penelitian Tanah (2010) Sumber air untuk budidaya jenuh air (BJA) pada penelitian ini adalah dengan memanfaatkan air yang berada di saluran drainase yang telah dipengaruhi pasang surut air laut. Hal ini berpengaruh pada kandungan kation dan anion dalam

4 19 air yang didominasi oleh Na dan Cl, namun daya hantar listrik masih rendah mmhos/cm sehingga dapat mengairi semua tanaman, tidak merusak tanah dan tanaman. Air ini juga memiliki kemasaman yang tinggi dengan ph 5.4. Kadar lumpur yang ada di air 0.20 mg/l (Tabel 2). Tabel 2. Data Analisis Air No. Peubah Analisi Hasil Analisis Kriteria 1 DHL mmhos/cm Rendah 2 ph 5.4 Sangat masam 3 Kation a. NH 4 a mg/l air bebas lumpur Rendah b. Ca b mg/l air bebas lumpur Tinggi c. Mg c mg/l air bebas lumpur Sedang d. Na d mg/l air bebas lumpur Tinggi e. Fe e mg/l air bebas lumpur Rendah f. Mn f mg/l air bebas lumpur Rendah g. Cu g mg/l air bebas limpur Rendah h. Zn h mg/l air bebas lumpur Rendah i. Jumlah kation i mg/l air bebas lumpur Sedang 4 Anion 3- a. PO 4 a mg/l air bebas lumpur Rendah 2- b. SO 4 b. 111 mg/l air bebas lumpur Tinggi c. Cl - c mg/l air bebas lumpur Sedang - d. HCO 3 d mg/l air bebas lumpur Rendah - e. CO 3 e mg/l air bebas lumpur Rendah f. Jumlah anion f mg/l air bebas lumpur Sedang 5 Kadar lumpur 0.20 mg/l air bebas lumpur Rendah *Balai penelitian tanah (2010) Air berasal dari pengaruh pasang surut air laut. Daerah lahan pasang surut ini dibuka dengan cara membuat jaringan drainase, namun saluran-saluran belum dilengkapi pintu-pintu air, sehingga sistem pengelolaan dan tata air hanya tergantung dengan fluktuasi pasang surut air laut. Jaringan drainase terdiri dari saluran primer, sekunder, tersier, dan kuarter (Gambar 7).

5 20 a. Saluran Primer c. Saluran Tersier b. Saluran Sekunder d. Saluran Kuarter Gambar 7. Jaringan Drainase di Desa Banyu Urip Pertumbuhan dan Produksi Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tinggi muka air berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 8, 10, dan 12 MST, jumlah cabang pada saat panen, bobot kering daun, batang, akar, bintil, produksi biji, buku produktif dan tidak produktif dan jumlah polong isi. Tinggi muka air tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun pada umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST, jumlah polong hampa dan bobot 100 biji. Lebar bedengan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2 dan 4 MST, jumlah daun pada umur 6 MST, jumlah cabang saat panen, bobot kering daun, batang, akar, bintil, produksi biji, buku produktif dan tidak produktif, jumlah polong isi dan bobot 100 biji. Interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MST, jumlah daun pada umur 2 dan 6 MST, jumlah cabang pada

6 21 saat panen, bobot kering daun, batang, akar, bintil, produksi biji, buku produktif dan tidak produktif, jumlah polong isi, dan bobot 100 biji (Lampiran 1). Pola pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 6 MST sama dengan pola pertumbuhan pada umur 2 dan 4 MST. Puncak pertumbuhan tanaman adalah pada umur 8 dan 10 MST. Jumlah daun pada umur 8 dan 10 MST relatif sama dan daun sudah mulai gugur. Pertambahan tinggi tanaman dari umur 2-6 MST mencapai 100% dari tinggi 2 dan 4 MST, dari umur 6-8 MST mencapai 39% dari tinggi 6 MST, sedangkan dari umur 8-10 MST hanya bertambah 2%. Pertambahan jumlah daun dari umur 2-4 MST rata-rata adalah 4 daun, dari umur 4-6 MST ratarata adalah 7 daun dan dari umur 6-8 MST rata-rata adalah 3 daun (Tabel 3, 7, dan 11). Pertumbuhan tanaman tidak terlalu tertekan selama masa aklimatisasi di awal pertumbuhan. Hal ini karena pertumbuhan tanaman stabil sejak awal pertumbuhan hingga umur 10 MST yang ditunjukkan oleh peubah tinggi tanaman, jumlah daun, dan cabang yang relatif baik (Tabel 3, 7, dan 11). Menurut Ghulamahdi et al. (2006), pertumbuhan kedelai mengalami tekanan pada awal pemberian jenuh air. Akar dan bintil akar menjadi mati dan selanjutnya tumbuh di atas muka air. Pertumbuhan meningkat setelah melewati masa aklimatisasi. Pertumbuhan tanaman mulai berhenti pada umur 10 MST. Pada saat umur 10 MST tanaman telah berada pada fase generatif. Hal ini sesuai dengan tipe varietas tersebut yang tergolong dalam tipe determinit yaitu berbunga hanya sekali dalam satu periode. Berdasarkan pertumbuhan tanaman yang stabil sejak awal pertumbuhan, tanaman dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasang surut dengan teknologi BJA. Hal ini sesuai dengan deskripsi varietas tanggamus yang dirakit untuk adaptasi lahan masam (Lampiran 3). Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 8, dan 10 MST, tetapi tidak terdapat pengaruh pada umur 4 dan 6 MST. Tinggi tanaman pada umur 2 MST nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 10 cm DPT dibandingkan pada tinggi muka air 20 cm DPT. Namun tinggi tanaman pada umur 8 dan 10 MST nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dibandingkan pada tinggi muka air 10 cm DPT. Tidak terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap jumlah daun pada umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST (Tabel 3).

7 22 Peubah Tabel 3. Pengaruh Tinggi Muka Air pada Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST Tinggi Muka Air (cm) Tinggi Tanaman: 2 MST 11.35a 10.83b 4 MST 21.09a 21.71a 6 MST 48.84a 51.00a 8 MST 67.93b 71.58a 10 MST 69.66b 72.85a Jumlah Daun: 2 MST 1.83a 1.92a 4 MST 5.29a 5.61a 6 MST 12.05a 12.60a 8 MST 15.80a 16.75a 10 MST 15.45a 16.39a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uju jarak berganda Duncan 5% Tabel 4. Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Kandungan dan Serapan Hara N, P, K, Fe dan Mn dalam Daun Kedelai pada Umur 6 MST Peubah N P K Fe Mn Tinggi Muka Air (cm) Kandungan Hara (g/100g) a b b b a a a a a a Serapan Hara (mg/tanaman) b b b 1.200b b a a a a a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap kandungan hara P, K, dan Fe, tetapi tidak terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap kandungan hara N dan Mn. Kandungan hara P, K, dan Fe nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT. Kandungan N dan Mn lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata. Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap serapan hara N, P, K, Fe, dan Mn. Serapan hara N, P, K, Fe dan Mn nyata lebih

8 23 tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dan berbeda nyata dengan tinggi muka air 10 cm (Tabel 4). Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap bobot kering daun, batang, akar, dan bintil pada umur 6 MST. Bobot kering daun, batang, akar, dan bintil nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dibandingkan pada tinggi muka air 10 cm DPT (Tabel 5). Menurut Suwarto et al. (1994) tinggi muka air berpengaruh nyata pada bobot kering daun, batang, akar, dan bintil. Tabel 5. Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Bobot Kering Daun, Batang, Akar, dan Bintil pada Umur 6 MST Peubah Tinggi Muka Air (cm) Bobot Kering Daun (g) 3.52b 4.51a Bobot Kering Batang (g) 3.64b 4.84a Bobot Kering Akar (g) 0.73b 0.99a Bobot Kering Bintil (g) 0.33b 0.48a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Tabel 6. Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Saat Panen Peubah Tinggi Muka Air (cm) Tinggi Tanaman 70.66b 73.86a Jumlah Cabang 4.22b 4.55a Buku Produktif 20.09b 22.86a Buku tidak Produktif 4.05a 3.63b Polong Isi 67.83b 71.83a Polong Hampa 1.11a 1.09a Produksi Biji (ton/ha) 2.33b 2.58a Bobot 100 Biji (g) 11.17a 11.39a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, buku produktif, buku tidak produktif, polong isi, dan produksi kedelai. Namun tidak terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap jumlah polong hampa dan bobot 100 biji kedelai. Tinggi tanaman, jumlah cabang, buku produktif, jumlah polong

9 24 isi, dan produksi kedelai nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dibandingkan pada tinggi muka air 10 cm DPT (Tabel 6). Terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap tinggi tanaman pada umur 2 dan 4 MST, tetapi tidak terdapat pengaruh pada umur 6, 8, dan 10 MST. Tinggi tanaman nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 2 m. Terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap jumlah daun pada umur 6 MST, tetapi tidak terdapat pengaruh pada umur 2, 4, 8, dan 10 MST (Tabel 7). Tabel 7. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST Peubah Lebar Bedengan (m) Tinggi Tanaman: 2 MST 11.57a 10.78b 11.22ab 10.78b 4 MST 22.45a 21.04ab 21.26ab 20.84b 6 MST 50.89a 50.44a 49.92a 48.43a 8 MST 70.14a 70.44a 69.70a 68.74a 10 MST 71.96a 71.62a 71.52a 69.44a Jumlah Daun: 2 MST 1.94a 1.90a 1.81a 1.85a 4 MST 5.71a 5.37a 5.27a 5.45a 6 MST 13.06a 12.19ab 12.17ab 11.87b 8 MST 16.94a 16.40a 16.50a 15.27a 10 MST 16.35a 16.22a 16.02a 15.80a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap kandungan hara N, Fe, dan Mn, tetapi tidak terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap kandungan hara P dan K. Kandungan hara N, Fe, dan Mn nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 8 m dan berbeda nyata dengan lebar bedengan 2 m. Terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap serapan hara P, tetapi tidak terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap serapan hara N, K, Fe dan Mn. Serapan hara P nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 2 m dan berbeda nyata dengan lebar bedengan 4, 6, dan 8 m (Tabel 8).

10 25 Tabel 8. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Kandungan dan Serapan Hara N, P, K, Fe dan Mn dalam Daun Kedelai pada Umur 6 MST Peubah N P K Fe Mn Lebar Bedengan (m) Kandungan Hara (g/100g) c a a d b bc a a c b b a a b b a a a a a Serapan Hara (mg/tanaman) a a 65.76a a a a ab 59.90a a a a ab 60.48a a a a b 52.26a a a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Menurut Indradewa et al. (2002) menyatakan bahwa dengan LPT lebih tinggi. tanaman yang mendapat genangan dalam parit mempunyai bobot kering tanaman (BKT) saat panen nyata lebih berat. karena terdapat korelasi antara LPT dengan BKT. Pada Tabel 9 terlihat bahwa terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap bobot kering daun, batang, akar, dan bintil. Bobot kering daun, batang, akar, dan bintil nyata lebih berat pada lebar bedengan 2 m. Tabel 9. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Bobot Kering Daun, Batang, Akar, dan Bintil Kedelai pada Umur 6 MST Peubah Lebar Bedengan (m) Bobot Kering Daun (g) 4.57a 4.29ab 4.03ab 3.17b Bobot Kering Batang (g) 5.27a 4.48ab 4.09ab 3.11b Bobot Kering Akar (g) 1.09a 0.83ab 0.78ab 0.72b Bobot Kering Bintil (g) 0.58a 0.40b 0.34cb 0.29c Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda 5% Pada saat panen terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap jumlah cabang, buku produktif, buku tidak produktif, polong isi, bobot 100 biji, dan produksi kedelai, tetapi tidak terdapat pengaruh terhadap tinggi tanaman dan polong

11 26 hampa. Jumlah cabang, buku produktif, polong isi, bobot 100 biji, dan produksi kedelai nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 2 m (Tabel 10). Indradewa et al. (2002) menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh lebar bedengan terhadap laju pertumbuhan kedelai. Tabel 10. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Saat Panen Peubah Lebar Bedengan (m) Tinggi Tanaman 72.96a 72.62a 72.52a 70.94a Jumlah Cabang 4.71a 4.41ab 4.33ab 4.05b Buku Produktif 3.63a 22.73ab 21.18ab 20.47b Buku tidak Produktif 3.44b 3.98ab 3.72ab 4.25a Polong Isi 80.17a 73.50b 65.17c 60.17d Polong Hampa 0.92a 1.09a 1.06a 1.32a Produksi Biji (ton/ha) 3.79a 2.52b 1.79c 1.71d Bobot 100 Biji (g) 11.89a 11.30ab 10.98b 10.96b Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Terdapat pengaruh interakasi antara tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap pertumbuhan kedelai pada umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST. Tinggi tanaman nyata lebih tinggi pada interaksi tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m. Terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap jumlah daun pada umur 2 dan 6 MST. tetapi tidak terdapat pengaruh pada umur 4, 8, dan 10 MST (Tabel 11). Terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bengan terhadap serapan hara P. Serapan hara P nyata lebih tinggi pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m dan berbeda nyata dengan perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 4, 6, dan 8 m. Serapan hara P lebih kecil pada perlakuan tinggi muka air 10 cm DPT dengan lebar bedengan 8 m meskipun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan tinggi muka air 10 cm DPT dengan lebar bedengan 4, 6, dan 8 m ( Tabel 12).

12 27 Tabel 11. Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST Tinggi Muka Air (cm) Lebar Bedengan Pengamatan (m) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST Tinggi Tanaman (cm) a 21.76ab 47.97b 65.19b 72.60ab abc 20.26b 47.55ab 65.82b 71.91ab ab 21.55ab 51.28ab 65.15b 67.15b abc 20.79b 49.11ab 64.44b 66.99b abc 23.14a 53.88a 75.09a 76.77a c 21.82ab 53.81a 75.07a 76.25a abc 20.98ab 48.56ab 69.14b 70.44b bc 20.89ab 47.75b 67.04b 69.96b Jumlah Daun ab 5.45a 12.72ab 16.80a 16.60a ab 5.21a 11.76b 15.28a 16.33a b 5.20a 12.02ab 16.40a 15.71a ab 5.30a 11.76b 14.73a 14.93a a 5.97a 13.42a 17.51a 16.71a a 5.53a 12.62ab 17.08a 16.62a a 5.35a 12.35ab 16.62a 16.00a ab 5.60a 12.03ab 15.81a 15.82a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Tabel 12. Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Serapan Hara P dalam Daun Kedelai pada Umur 6 MST Serapan Hara P Tinggi Muka Air (cm) Lebar Bedengan (m) (mg/tanaman) c bc bc c a ab bc bc Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5%

13 28 Terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap bobot kering daun, batang, akar, dan bintil. Bobot kering daun, batang, akar, dan bintil nyata lebih tinggi pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m (Tabel 13). Tabel 13. Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Bobot Kering Daun, Batang, Akar, dan Bintil Kedelai pada Umur 6 MST Tinggi Muka Air (cm) Lebar Bedengan (m) Bobot Kering (g) Daun Batang Akar Bintil bc 3.58bc 0.69b 0.34bc bc 3.79bc 0.71b 0.44b bc 4.16bc 0.84b 0.30cd b 3.06c 0.65b 0.22d a 6.96a 1.50a 0.82a ab 5.17ab 0.94b 0.37bc bc 4.02bc 0.72b 0.37bc bc 3.19bc 0.82b 0.36bc Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Tinggi Muka Air (cm) Tabel 14. Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Saat Panen Lebar Bedengan Pengamatan (m) Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Cabang Buku Produktif Buku tidak Produktif ab 4.30ab 23.25ab 4.04ab ab 4.31ab 22.21b 4.11ab b 4.25ab 21.00b 3.58b b 3.90b 20.05b 4.48a a 4.68a 25.93a 2.83c a 4.48ab 21.33b 3.83ab a 4.41ab 21.36b 3.85ab b 4.18ab 20.88b 4.02ab Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5%

14 29 Tinggi tanaman. jumlah cabang. buku produktif. buku tidak produktif. jumlah polong isi. produksi biji dan bobot 100 biji kedelai lebih rendah pada interaksi tinggi muka air 10 cm DPT dengan lebar bedengan 8 m (Tabel 14 dan 15). Hal ini diduga karena dengan lebar bedengan 8 m kemampuan air meresap dari parit ke tengah bedengan kurang merata di seluruh areal bedengan. Tabel 15. Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Saat Panen Tinggi Muka Air (cm) 10 Lebar Bedengan (m) Pengamatan Poduksi Biji (ton/ha) Polong Isi Polong Hampa Bobot 100 Biji b 0.95a 3.43b 11.45ab d 1.05a 2.46d 11.54ab f 0.98a 1.75f 10.62b g 1.06a 1.68g 11.17b a 0.90a 4.15a 12.32a c 1.13a 2.59c 11.06b e 1.15a 1.84e 11.23b f 1.18a 1.74f 10.85b Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Pada saat panen terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, buku produktif, buku tidak produktif, polong isi, dan bobot 100 biji kedelai. Tidak terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap jumlah polong hampa. Tinggi tanaman, jumlah cabang, buku produktif, buku tidak produktif, polong isi, bobot 100 biji kedelai, dan produksi kedelai nyata lebih tinggi pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m (Tabel 14 dan 15).

15 30 a. Lebar Bedengan 2 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT b. Lebar Bedengan 4 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT c. Lebar Bedengan 6 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT d. Lebar Bedengan 8 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT Gambar 8. Pertumbuhan Kedelai Varietas Tanggamus pada Umur 6 MST

16 31 a. Lebar Bedengan 2 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT b. Lebar Bedengan 4 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT Gambar 9. Jumlah Polong Varietas Tanggamus pada Umur 8 MST Pembahasan Pengaruh Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Kandungan dan Serapan Hara N, P, K, Fe, dan Mn dalam Daun Kedelai pada Umur 6 MST Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tinggi muka air berpengaruh nyata terhadap kandungan hara P dan Fe dan serapan hara N, P, K, Fe, dan Mn, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N, K dan Mn. Lebar bedengan berpengaruh nyata terhadap kandungan hara N, Fe, dan Mn, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan P dan K dan serapan hara N, P, K, Fe, dan Mn. Interaksi tinggi muka air hanya berpengaruh nyata pada serapan P (Lampiran 2). Dari penelitian dapat diketahui bahwa Serapan hara N, P, K, Fe dan Mn daun nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dan berbeda nyata dengan tinggi muka air 10 cm. Hal ini diduga karena pada tinggi muka air 20 cm DPT, akar memiliki ruang tumbuh yang lebih luas sehingga volume akar tinggi dan dapat menyerap unsur hara N, P, K, Fe dan Mn daun secara maksimal dibandingkan tinggi muka air 10 cm DPT.

17 32 Kandungan hara N, Fe, dan Mn daun nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 8 m dan berbeda nyata dengan lebar bedengan 2 m. Hal ini diduga karena pada lebar bedengan 8 m, kondisi di tengah bedengan relatif kering sehingga terjadi proses oksidasi senyawa pirit yang menyebabkan tanah menjadi masam dan kelarutan unsur Fe dan Mn dalam tanah meningkat. Kondisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman, produksi kedelai menjadi rendah dan menyebabkan ketersediaan hara P dalam tanah menjadi rendah, sehingga serapan unsur hara P oleh kedelai dan produksi kedelai pada lebar bedengan 8 m sangat rendah. Serapan hara P daun nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 2 m dan berbeda nyata dengan lebar bedengan 4, 6, dan 8 m. Hal ini diduga karena pada lebar bedengan 2 m, kodisi bedengan relatif basah dan merata di seluruh areal bedengan sehingga pirit menjadi reduktif. Kondisi tersebut pirit tidak menjadi racun bagi tanaman dan kelarutan unsur beracun (Al, Fe, dan Mn) dalam tanah menjadi rendah sehingga tidak menghambat pertumbuhan tanaman dan produksi kedelai menjadi tinggi. Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Pertumbuhan dan Produksi kedelai Teknologi budidaya jenuh air (BJA) dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman (LPT). Pertumbuhan dan hasil kedelai di lahan pasang surut dengan teknologi BJA lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya kering. Hal ini diduga karena adanya air yang stabil di bawah permukaan tanah sehingga lengas tanah dalam keadaan kapasitas lapang. Menurut Ghulamahdi (2009) Tinggi muka air tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman kedelai. karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya. Pada lahan pasang surut adanya lapisan pirit menjadi penghambat prtumbuhan kedelai jika ditanam pada saat musim kering tanpa BJA. Hal ini karena pada kondisi kering akan terjadi proses oksidasi lapisan pirit yang menyebabkan tanah menjadi masam. kelarutan unsur beracun (Al, Fe, dan Mn) meningkat. Kondisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan produksi menjadi rendah. Menurut Suriadikarta (2005) menyatakan bahwa pirit

18 33 yang mengalami oksidasi menghasilkan asam sulfat dan senyawa besi bebas bervalensi 3 (Fe 3+ ). Hasil akhirnya merupakan tanah dengan reaksi masam ekstrim (ph < 3.5). dan banyak mengandung ion-ion sulfat (SO - 4 ), besi bervalensi 2 (Fe 2+ ), dan alumunium (Al 3+ ). Asam sulfat akan melarutkan sejumlah besar logam-logam berat antara lain Al, Mn, Zn, dan Cu. Penerapan teknologi BJA akan menghambat oksidasi lapisan pirit dan terhindar dari penurunan ph yang semakin rendah. Selain itu gerakan air pasang surut yang masuk ke petak-petak percobaan dan besarnya curah hujan pada saat pelaksanaan penelitian yaitu mm pada bulan Juli (Lampiran 5) akan mempercepat proses pencucian unsur beracun seperti Al, Fe, Zn, dan Mn dari petakan percobaan, karena itu pengelolaan air menjadi faktor kunci keberhasilan pertumbuhan dan produksi kedelai, sedangkan pemberian kapur dan pupuk kandang dapat mengatasi kekurangan unsur hara. Menurut Ghulamahdi (2009) usaha penurunan kadar pirit di lahan pasang surut dapat dilakukan dengan cara pengaturan tinggi muka air agar kondisi tanah lebih reduktif. Adanya teknologi BJA memberikan peluang untuk menurunkan kadar pirit. Penurunan kadar pirit juga dapat dilakukan melalui tanpa olah tanah (TOT) atau pengolahan tanah ringan, sehingga pirit tidak terangkat ke permukaan serta pemberian kapur dan pupuk kandang. Pada penelitian ini, dengan adanya air yang dialirkan ke parit-parit di antara petak-petak percobaan sejak awal tanam dan tingginya intensitas radiasi matahari di daerah lahan pasang surut yaitu 100% pada bulan Juli (Lampiran 6). menyebabkan fotosintesis di daun lebih efisien dan akan merangsang pembentukan bunga lebih banyak. Penerapan teknologi BJA akan menyebabkan air di bawah permukaan tanah stabil dari awal pertumbuhan hingga stadia pemasakan biji dan tingginya suhu di lahan pasang surut ( o C) akan menginduksi tanaman untuk mengeluarkan bunga yang banyak (Lampiran 7). Menurut Irwan (2006) menyatakan bahwa pada suhu yang tinggi dan kelembaban udara yang rendah, radiasi matahari akan merangsang munculnya tunas bunga menjadi bunga. Teknologi BJA dengan tinggi muka air 20 cm DPT, memiliki ruang tumbuh yang lebih luas untuk akar, sehingga cukup memadai untuk pertumbuhan akarnya

19 34 secara maksimal. Selain itu, pemberian air irigasi ke dalam saluran lebih efisien. Oleh karena itu, tinggi muka air 20 cm DPT merupakan tinggi muka air yang paling cocok untuk penanaman kedelai di lahan pasang surut dengan teknologi BJA. Tinggi muka air dipengaruhi juga oleh tekstur tanah lokasi penelitian. Tanah di lahan pasang surut berstekstur liat. Tanah bertekstur liat akan memegang air lebih kuat dibanding tanah yang bertekstur pasir. Oleh karena itu, tinggi muka air di lahan pasang surut lebih dalam dibandingkan dengan tanah dengan kadar liat lebih rendah atau tanah yang memiliki tekstur pasir. Menurut Ghulamahdi (1999) di Bogor menunjukkan bahwa tinggi muka air 5 cm DPT cocok digunakan untuk penerapan BJA. Tanah di Bogor memiliki tekstur pasir 3.85%. Jika tinggi muka air 5 cm DPT diterapkan di lahan pasang surut lokasi penelitian maka tanah akan mengandung terlalu banyak air di dekat perakaran sehingga tanaman tidak mampu tumbuh dengan baik. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Pertumbuhan dan Produksi kedelai Pertumbuhan dan produksi kedelai semakin menurun dengan bedengan yang semakin lebar. Hal ini di duga karena semakin lebar bedengan menyebabkan kemampuan air meresap dari parit ke tengah bedengan tidak merata di seluruh areal bedengan. sehingga menurunkan rata-rata produktivitas kedelai. Dari penelitian ini dapat diketahui lebar bedengan 2-4 m merupakan petak yang ideal karena diduga kemampuan air meresap dari parit ke tengah bedengan dapat merata di seluruh areal bedengan dan produksi biji lebih tinggi dibandingkan lebar bedengan 6 dan 8 m. Indradewa et al. (2002) menyatakan bahwa dengan lebar bedengan 3-4 m, menyebabkan lengas tanah berada sedikit di atas kapasitas lapang dan penyebaran lengas dapat merata di seluruh areal bedengan. Teknologi BJA dapat meningkatkan produksi biji kedelai, karena secara fisiologis kedelai mampu menghasilkan asimilat lebih banyak dan mampu menyalurkan asimilat lebih banyak ke hasil ekonomis. Selain itu tanaman kedelai lebih efisien dalam mengalokasikan asimilat untuk pertumbuhan biji. Menurut Indradewa et al. (2002) menyatakan bahwa genangan dalam parit dapat meningkatkan hasil kedelai 81% dari 1.17 ton/ha menjadi 2.12 ton/ha.

20 35 Menurut Soemarno (1986) dan Adisarwanto et al. (2001) genangan dalam parit dapat dilakukan dengan lebar bedengan lebih lebar dari 2 m yang telah biasa digunakan. Manwan et al. (1990) menyatakan bahwa dalam budidaya kedelai disarankan dan kemudian banyak diterapkan oleh petani. pembuatan parit drainasi berjarak 4 m. Parit tersebut dapat berfungsi ganda. yaitu sebagai parit irigasi dan juga drainasi bila diperlukan. Dilihat dari komponen hasilnya, teknologi BJA dengan perlakuan tinggi muka air dapat menambah tinggi tanaman, jumlah buku produktif, jumlah polong isi, dan produksi kedelai secara nyata. Sementara itu, genangan dalam parit dengan perlakuan lebar bedengan tidak menambah tinggi tanaman secara nyata, tetapi menambah jumlah cabang, buku produktif, polong isi, bobot 100 biji, dan produksi kedelai secara nyata. Dengan demikian teknologi BJA dapat meningkatkan jumlah polong per tanaman dan jumlah biji per polong yang dihasilkan, sehingga dapat menambah jumlah biji per tanaman. Produksi yang meningkat lebih disebabkan oleh peningkatan jumlah buku produktif, jumlah cabang, jumlah polong isi per tanaman, dan jumlah produksi biji per tanaman yang dihasilkan serta peningkatan bobot 100 biji yang berbeda nyata terhadap perlakuan lebar bedengan, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan tinggi muka air. Jumlah cabang berkorelasi positif dengan jumlah polong isi (r = 0.67). Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Dari penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan interaksi antara tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m merupakan perlakuan yang ideal. karena diduga perlakuan dengan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m penggunaan air lebih efisien dan kemampuan air meresap dari parit ketengah bedengan lebih merata. Tanaman kedelai dengan teknologi BJA mempunyai bobot biji saat panen nyata lebih berat. Hal ini diduga karena teknologi BJA dapat meningkatkan kemampuan tanaman menyalurkan asimilat ke hasil ekonomis, sehingga bobot biji meningkat, tetapi tidak terdapat pengaruh tinggi muka air. Terdapat pengaruh

21 36 interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap bobot biji. Bobot biji nyata lebih berat pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m. Pada percobaan ini. produksi biji kedelai pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m mencapai 4.15 ton/ha, ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tinggi muka air 20 cm dengan lebar bedengan 4 m (2.59 ton/ha), lebar bedengan 6 m (1.84 ton/ha), dan lebar bedengan 8 m (1.74 ton/ha). Produksi biji kedelai pada tinggi muka air 10 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m mencapai 3.43 ton/ha, ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tinggi muka air 10 cm dengan lebar bedengan 4 m (2.46 ton/ha), lebar bedengan 6 m (1.75 ton/ha), dan lebar bedengan 8 m (1.68 ton/ha). Produksi kedelai yang tinggi dengan penerapan teknologi BJA sesuai dengan hasil penelitian Indradewa et al. (2004) yang menunjukkan bahwa budidaya jenuh air secara nyata meningkatkan produksi kedelai hingga 20-80% dibandingkan dengan pengairan konvensional. Hal ini terjadi karena budidaya jenuh air menyebabkan kondisi tanah pada kapasitas lapang. Sebaliknya teknik pengairan konvensional yang biasa diterapkan petani menyebabkan kondisi tanah tidak stabil. Tanaman kedelai yang dibudidayakan dengan teknologi BJA mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan produksi biji lebih tinggi. Hal ini karena tanaman mendapatkan air dalam jumlah cukup sepanjang hidupnya dari awal tanam hingga panen. pertumbuhan bintil terus berlanjut sampai pengisian polong dan mengalami penundaan penuaan. Menurut Nathanson (1984) menyatakan bahwa kondisi jenuh air yang dipertahankan sejak awal stadia vegetatif hingga stadia kematangan menyebabkan tanaman tidak cepat mengalami senessen saat masa pengisian polong. Kondisi ini menyebabkan suplai asimilat dari source ke sink berlangsung lama dan akhirnya dapat meningkatkan indeks panen. Produksi biji kedelai yang tinggi mencapai 4.15 ton/ha dengan teknologi BJA pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m didukung dengan pertumbuhan tanaman yang relatif baik yang tercermin pada bobot kering daun, batang, akar, dan bintil lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain.

22 37 Gambar 10. Hubungan Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan Terhadap Produktivitas Kedelai Hasil analisis regresi pada tinggi muka air 20 cm DPT menunjukkan persamaan sebagai berikut: Y = 0.091x x dengan R² = Dari persamaan ini diperoleh produksi kedelai maksimum (4.15 ton/ha) pada lebar bedengan 2 m. Hasil analisis regresi pada tinggi muka air 10 cm DPT menunjukkan persamaan sebagai berikut: Y = 0.056x x dengan R² = Dari persamaan ini diperoleh produksi kedelai maksimum (3.43 ton/ha) pada lebar bedengan 2 m. Dengan demikian pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa pasang surut diperlukan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m. Korelasi antar Karakter Tanaman Hubungan antara karakter tanaman perlu diketahui untuk mengetahui seberapa besar pengaruh karakter tanaman dengan karakter lainnya. Menurut Soemartono et al. (1992) korelasi antar karakter tanaman yang biasanya diukur dengan koefisien korelasi penting dalam perencanaan dan evaluasi program pemuliaan tanaman, karena koefisien ini mengukur derajat hubungan antara dua karakter atau lebih, baik dari segi genetik maupun non-genetik.

23 38 Berdasarkan uji korelasi fenotipik pada Lampiran 4 karakter tinggi tanaman berkorelasi positif terhadap jumlah daun, cabang dan bobot kering daun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tanaman, maka jumlah daun, jumlah cabang semakin banyak, dan bobot kering daun semakin tinggi. Jumlah polong isi berkorelasi positif dengan jumlah cabang, bobot kering daun, dan bobot kering bintil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah cabang serta bobot kering daun dan bintil akar semakin tinggi maka jumlah polong isi semakin banyak. Bobot 100 biji benih berkorelasi positif terhadap produksi biji. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi bobot 100 biji, maka produksi biji semakin tinggi. Budidaya jenuh air memberikan kondisi yang lebih baik bagi lingkungan pertumbuhan perakaran karena ketersediaan air yang cukup sehingga membentuk akar dan bintil akar lebih banyak. Pertumbuhan akar dan bintil akar meningkat setelah fase aklimatisasi karena tanaman memperbaiki pertumbuhannya sebagai suatu mekanisme adaptasi morfologi terhadap kondisi lahan basah untuk pembentukan akar-akar baru guna menggantikan fungsi akar-akar yang mati akibat terjenuhi air. Terdapat korelasi yang erat (r = 0.79) antara bobot kering bintil akar dan jumlah polong isi. Oleh karena itu, peningkatan jumlah polong isi pada penelitian ini diduga disebabkan oleh banyaknya asimilat yang dialihkan dari bintil ke tajuk untuk pembentukan bunga dan biji sehingga produksi biji meningkat. Menurut Suwarto et al. (1994) pembentukan akar-akar baru dapat meningkatkan jumlah bintil akar yang berkorelasi positif dengan bobot kering bintil. Menurut Purwaningrahayu et al. (2004) menyatakan bahwa dengan bobot kering bintil akar yang lebih banyak memungkinnkan bagi tanaman untuk mendapatkan N yang lebih banyak. Menurut Gasperz (1992) dua variabel yang berkorelasi positif cenderung berubah secara bersama dalam arah yang sama atau cenderung menurun atau meningkat secara bersama. Karakter yang memiliki korelasi dengan karakter lain baik korelasinya positif maupun negatif akan mempermudah pemulia dalam melakukan seleksi.

24 39 Penerapan Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut Penerapan budidaya jenuh air (BJA) dapat dilakukan pada areal penanaman dengan irigasi cukup baik maupun pada areal dengan drainase kurang baik seperti lahan pasang surut. Di beberapa tempat. BJA dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan produksi kedelai dibandingkan dengan budidaya kering. Lahan pasang surut memiliki potensi yang besar untuk pengembangan kedelai di Indonesia jika dikelola dengan tepat. Lahan pasang surut pada lokasi penelitian adalah tipe luapan C (Gambar 11). Menurut Widjaja-Adhi et al. (1997) tipe luapan C tidak mengalami luapan air pasang besar maupun pasang kecil. namun permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm. Gambar 11. Kalsifikasi Rawa Pasang Surut Menurut Luapan Pasang Maksimum dan Minimum (Widjaja-Adi et al., 1992) Menurut Ghulamahdi (2009) adanya tata air makro dan mikro mendukung penerapan teknologi BJA di lahan pasang surut. Tata air ini dibentuk mulai dari saluran primer hingga saluran kuarter sehingga penerapan BJA berada diantara saluran kuarter, jarak antara saluran kuarter adalah 100 m (Gambar 12). Penelitian ini memperlihatkan bahwa pengelolaan tata air yang tepat merupakan kunci keberhasilan budidaya kedelai di lahan pasang surut.

25 40 Gambar 12. Tata Air Makro dan Mikro di Lahan Pasang Surut untuk Penerapan BJA Menurut Widjaja-Adhi et al. (1992) dan Subagyo (1997) menyatakan bahwa lahan pasang surut lokasi penelitian termasuk dalam zona II, yaitu saat volume air sungai relatif tetap atau berkurang di musim kemarau, pengaruh air asin/salin dapat merambat sepanjang sungai sampai jauh ke pedalaman. Pengaruh air asin/salin di sungai dapat mencapai jarak sejauh km dari muara sungai pada bulan-bulan terkering yaitu bulan Agustus-Oktober. Oleh karena itu, pada penelitian ini salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan kedelai karena dilakukan pada musim kemarau I, yaitu bulan April-Agustus Pada bulan tersebut air yang berada dalam saluran masih merupakan sisa air hujan. namun kadar kation dan anion air telah dipengaruhi air laut. Kation dan anion yang dominan pada air di lahan pasang surut adalah Na dan Cl. Salinitas air sangat rendah yaitu daya hantar listrik mmhos/cm (Tabel 2). Kesesuaian antara varietas, teknologi budidaya dan agroklimat lokasi budidaya serta ketepatan waktu dari berbagai tindakan agronomis sangat menentukan produktivitas kedelai di lahan pasang surut. Lahan pasang surut memiliki keterbatasan karena adanya lapisan pirit. Namun lahan pasang surut dapat menjadi lahan yang berpotensi tinggi untuk budidaya kedelai jika dilakukan dengan BJA di lahan yang memiliki kesuburan relatif baik dengan kandungan bahan organik, P 2 O 5, dan K 2 O 5 yang relatif tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian Secara geografis provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan provinsi Jambi di utara, provinsi Kepulauan Bangka-Belitung di timur,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dari bulan April sampai Agustus 2010. Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air 4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh

Lebih terperinci

Pola Serapan Hara dan Produksi Kedelai Dengan Budidaya Jenuh Air di Lahan Rawa Pasang Surut

Pola Serapan Hara dan Produksi Kedelai Dengan Budidaya Jenuh Air di Lahan Rawa Pasang Surut Pola Serapan Hara dan Produksi Kedelai Dengan Budidaya Jenuh Air di Lahan Rawa Pasang Surut Nutrient Uptake and Production of Soybean under Saturated Soil Culture on Tidal Swamps Sahuri 1*) dan M. Ghulamahdi

Lebih terperinci

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala PENDAHULUAN Produksi kedelai nasional baru memenuhi 35-40 %, dengan luas areal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kedelai. Lingkungan Tumbuh Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kedelai. Lingkungan Tumbuh Kedelai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai (Glycine max (L) Merril ) merupakan tanaman pangan semusim dari famili Leguminoseae. Tanaman kedelai termasuk berbatang semak yang dapat mencapai ketinggian antara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Analisis Tanah yang digunakan dalam Penelitian Hasil analisis karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Sementara itu areal pertanian produktif di daerah padat penduduk terutama di Jawa terus menyusut akibat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENCUCIAN DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI

PENGARUH WAKTU PENCUCIAN DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI PENGARUH WAKTU PENCUCIAN DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT YUNIARTI PUSPITASARI A24062089 DEPARTEMEN AGRONOMI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion MATERI-9 Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Pengelolaan tanaman secara intensif, disadari atau tidak, dapat menjadi penyebab munculnya kekurangan ataupun keracunan unsur

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting di Indonesia. Hal ini karena padi merupakan tanaman penghasil beras. Beras adalah makanan pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan

Lebih terperinci

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG 1-8 REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG Agusni Dosen Program Studi Agroteknologi Universitas Almuslim Email: aisyahraja2017@gmail.com

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI PADA KEDALAMAN MUKA AIR DAN LEBAR BEDENGAN DI LAHAN MINERAL DAN MINERAL BERGAMBUT SYAFINA PUSPARANI

PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI PADA KEDALAMAN MUKA AIR DAN LEBAR BEDENGAN DI LAHAN MINERAL DAN MINERAL BERGAMBUT SYAFINA PUSPARANI PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI PADA KEDALAMAN MUKA AIR DAN LEBAR BEDENGAN DI LAHAN MINERAL DAN MINERAL BERGAMBUT SYAFINA PUSPARANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah LAMPIRAN 62 63 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah Jenis Analisa Satuan Hasil Kriteria ph H 2 O (1:2,5) - 6,2 Agak masam ph KCl (1:2,5) - 5,1 - C-Organik % 1,25 Rendah N-Total % 0,14 Rendah C/N - 12 Sedang

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN A. DEFINISI Adalah pengolahan lahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam Secara teoritis lahan kering di Indonesia dibedakan menjadi dua kategori, yaitu lahan kering beriklim kering, yang banyak dijumpai di kawasan timur Indonesia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas kacang-kacangan kedua yang ditanam secara luas di Indonesia setelah kedelai. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tahun 1986 tercatat

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi

BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi yang Menyebabkan Berdasarkan hasil-hasil penelitian penyebab keracunan besi beragam, bukan hanya disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah

Lebih terperinci