HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan setelah melaksanakan penelitian, diperoleh hasil yang disusun dengan sistematika hasil pengomposan, kualitas kompos dari berbagai bahan organik, pengaruh kompos terhadap sifat kimia, biologi dan fisika tanah, pengaruh kompos terhadap kadar hara dan pertumbuhan tanaman. Selain itu, dilihat pula peluang bisnis untuk mengembangkan kompos. Hasil Pengomposan Lamanya proses dan hasil pengomposan yang dilakukan di lapang disajikan pada Tabel 3. Lamanya pengomposan menunjukkan kecepatan bahan baku untuk dikomposkan. Terlihat dari tabel bahwa kompos dari rumput mengalami proses dekomposisi paling lama yaitu 68 hari. Rumput yang digunakan adalah rumput liar yang mengandung lignin sehingga lebih sulit untuk terdekomposisi. Selain kandungan bahan, sifat bahan juga mempengaruhi lamanya pengomposan. Pengomposan dari bahan tanaman lebih lama dibandingkan dari kotoran hewan. Kotoran hewan banyak mengandung selulosa yang lebih mudah terdekomposisi, sedangkan sisa tanaman walaupun juga mengandung selulosa namun juga mengandung lignin maupun polifenol yang lebih sulit terdekomposisi (Brady, 1990). Jenis bahan baku dan proses pengomposan juga mempengaruhi hasil yang diperoleh. Dari dua ton bahan mentah, diperoleh hasil kotoran hewan yang lebih berat dibandingkan dengan sisa tanaman terkait dengan kadar air maupun jumlah padatan bahan asalnya. Namun bila dilihat dari bobot isi, kotoran hewan memiliki bobot isi yang lebih besar dibandingkan sisa tanaman. Tabel 3. Lamanya proses dan hasil pengomposan Jenis Kompos Lama Pengomposan Hasil yang diperoleh (hari) (kg) Batang Pisang Kotoran Ayam Kotoran Sapi Rumput Jerami Padi Kualitas Kompos dari Berbagai Bahan Organik

2 Bahan kompos yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan adanya ketersediaan bahan di lapang, berupa kotoran ayam, kotoran sapi, batang pisang, rumput dan jerami padi. Sifat masing-masing kompos baik kadar air maupun kandungan hara masing-masing kompos yang digunakan disajikan pada Tabel 4. Perbedaan kandungan kadar air terkait dengan kemampuan untuk memegang air. Perbedaan yang paling nyata pada kompos dari bahan batang pisang yang memiliki kadar air yang sangat besar (257,98%) dengan kondisi yang sama, setelah proses pengomposan dilakukan pengeringan terhadap kompos. Dari hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa kompos dari bahan batang pisang memiliki kemampuan menahan air yang sangat besar. Hal ini justru menunjukkan kurangnya jumlah hara yang ditambahkan ke dalam tanah dibanding kompos lainnya. Pengukuran ph yang dilakukan pada tiap kompos menunjukkan bahwa kompos yang dihasilkan memiliki ph antara enam hingga delapan. Terlihat bahwa ph H 2 O lebih tinggi dibanding ph KCl, kecuali pada kompos kotoran ayam yang memiliki ph H 2 O yang sama dengan ph KCl. Kompos dari batang pisang dan jerami padi memiliki ph di atas delapan, ph kompos kotoran ayam dan rumput di atas tujuh, dan hanya kompos dari kotoran sapi yang kurang dari tujuh. Kemasaman bahan kompos juga mempengaruhi kandungan unsur hara di dalamnya. Selain itu, kandungan unsur hara kompos juga dipengaruhi oleh jenis bahan, serapan hara bagi tanaman dan jenis makanan untuk bahan organik yang berasal dari kotoran hewan. Hasil analisis juga memperlihatkan karakter masing-masing kompos. Kematangan kompos dapat dilihat dari kandungan karbon dan nitrogen melalui rasio C/N. Menurut Leaon (1995), nisbah C/N kompos yang stabil antara Rasio C/N yang tinggi (>30) menunjukkan nitrogen yang belum termineralisasi sehingga belum tersedia bagi tanaman. Kompos rumput masih mengandung karbon yang tinggi, namun bila dilihat dari rasio C/N, kompos ini sudah stabil dan nitrogen yang ada sudah tersedia bagi tanaman. Kandungan nitrogen tertinggi dimiliki oleh kompos dari jerami padi. Dari hasil terlihat semua kompos memiliki nilai C/N yang lebih kecil dari 30. Ini menunjukkan semua kompos sudah termineralisasi, dan nitrogen yang tersedia siap dimanfaatkan tanaman. Dilihat dari jumlahnya, kompos yang berasal dari jerami padi memiliki kandungan nitrogen yang lebih tinggi (2.48%) dari pada kompos yang lain.

3 Tabel 4. Sifat kimia kompos dari berbagai bahan Kompos Parameter Satuan Batang Kotoran Kotoran Jerami Rumput Pisang Ayam Sapi Padi Kadar Air % 257,98 54,63 75,46 52,06 46,93 ph H 2 O (1:5) 8,17 7,10 6,69 7,58 8,08 ph KCl (1:5) 7,85 7,17 6,47 7,26 7,59 C % 28,27 22,62 30,23 40,44 35,95 N % 1,28 1,72 1,66 1,78 2,48 C/N 22,09 13,15 18,21 22,72 14,50 KTK me/100g 129,49 129,02 122,59 155,00 108,09 P % 2,38 3,48 1,09 1,50 0,82 P tersedia % 0,48 0,48 0,48 0,51 0,33 K total % 2,79 1,55 1,10 2,40 1,58 K tersedia % 5,46 0,79 5,62 4,67 4,50 Na total % 0,37 0,46 0,29 0,49 0,36 Na tersedia % 0,70 0,52 1,41 1,09 0,93 Ca total % 12,31 21,59 3,55 6,12 3,49 Ca tersedia % 1,99 1,44 3,73 1,40 1,33 Mg total % 3,44 1,14 0,79 1,44 0,76 Mg tersedia % 0,95 1,24 1,70 0,81 0,81 Fe total ppm 2368,4 2609,5 1131,7 1330,6 1127,7 Fe tersedia ppm 1,6 2,7 9,4 7,6 14,7 Cu total ppm 14,0 24,9 24,0 14,9 11,0 Cu tersedia ppm 1,0 2,8 3,7 1,2 3,5 Zn total ppm 99,3 177,2 182,3 101,4 81,0 Zn tersedia ppm 1,3 3,3 60,1 2,8 7,8 Mn total ppm 283,5 377,7 445,1 368,2 388,1 Mn tersedia ppm 20,5 24,4 274,8 82,5 174,0 Kandungan fosfor dan basa-basa dalam kompos berbeda-beda tergantung bahan asalnya. Kompos dari batang pisang mengandung kalium dan magnesium yang tinggi. Ultra et al. (2005) menyatakan bahwa tanaman pisang memang banyak menyerap kalium, dan kompos pisang yang diaplikasikan ke tanaman pisang mampu memberikan serapan kalium yang tinggi sehingga kadarnya tinggi pada buah pisang (Abd El-Naby, 2000). Kompos kotoran ayam mengandung fosfor dan kalsium yang tinggi. Hasil penelitian Suzuki et al. (2004) juga menunjukkan bahwa kompos kotoran ayam mengandung fosfor dan kalsium yang tinggi. Kompos kotoran sapi terlihat tidak memiliki kandungan hara

4 yang dominan dibanding yang lain. Ini terkait dengan ph yang dimiliki oleh kotoran sapi yang lebih rendah dibanding kompos lain. Kandungan unsur mikro berupa Fe, Cu, Zn dan Mn juga dianalisis pada penelitian ini. Kandungan total besi pada kompos yang berasal dari batang pisang dan kotoran ayam lebih tinggi dibandingkan kompos yang lain. Kompos kotoran sapi mengandung Mn dan Zn yang lebih tinggi dibanding yang lain. Kandungan unsur mikro ini juga tergantung dari jenis bahan asalnya. Faktor ini mempengaruhi total nutrisi dalam kompos karena serapan hara tanaman yang berbeda tiap jenis tanaman bagi kompos yang berasal dari tanaman dan jenis konsumsi pakan ternak bagi kompos yang berasal dari kotoran hewan. Terlihat pada Tabel 4 bahwa tidak semua total hara lebih besar dari pada hara yang tersedia, misalnya pada unsur kalium. Hal ini dapat terjadi karena pada saat pengabuan untuk mengukur total hara kompos terjadi pembentukan kristal silikat sehingga kalium yang ada terikat pada kristal tersebut. Dari penelitian Sardi (2006) menunjukkan bahwa pengabuan sekam padi pada 700 o C akan membentuk kristal silikat yang memungkinkan terjadinya pengikatan bahan lain sehingga menjadi tidak tersedia. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua total unsur hara dapat terukur dari bahan baku kompos yang digunakan dengan pengabuan suhu 600 o C. Banyaknya bahan yang diberikan ke tanaman tergantung dari jumlah bahan yang dihasilkan dari seluruh proses. Jumlah kompos yang diaplikasikan pada tiap pohon dibagi berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengomposan. Tabel 5 menunjukkan banyaknya hara tersedia yang ditambahkan ke dalam tanah. Jumlah hara tersedia yang ditambahkan ini diperoleh dari hasil perhitungan berdasarkan jumlah kompos yang ditambahkan ke dalam tanah dikonversi berdasarkan kadar airnya. Selanjutnya dikonversi kembali berdasarkan jumlah hara yang tersedia dari hasil analisis. Bobot bersih diperoleh sama seperti menghitung bobot kering mutlak, yaitu bobot yang diaplikasikan dibagi dengan (1+KA). Secara matematis ditulis sebagai berikut: 1 Bobot Bersih = kompos yang diaplikasikan (1 + KA) Hara tersedia yang ditambahkan dihitung berdasarkan konversi hara tersedia dari hasil analisis dikalikan dengan bobot bersih, dapat ditulis sebagai berikut: Bobot yang ditambahkan = hara yang tersedia bobot bersih

5 Misalkan untuk perhitungan bobot bersih kompos batang pisang. Dengan kadar air 257,98% diperoleh berat bersih 6,70 kg. Untuk menghitung unsur fosfor tersedia yang ditambahkan, dengan hasil analisis ketersediaan fosfor batang pisang adalah 0,48%, maka diperoleh jumlah yang ditambahkan sebanyak 0,03 kg. Demikian pula untuk perhitungan unsur yang lain. Dari hasil perhitungan tersebut ditunjukkan bahwa walaupun kalsium total dari kompos kotoran ayam sangat tinggi, tidak menjadikan jumlah hara tersedia yang ditambahkan ke dalam tanah tinggi. Dari Tabel 5 terlihat bahwa aplikasi kompos kotoran sapi menyediakan hara kalium, natrium, kalsium, dan magnesium lebih banyak dibanding kompos lain. Tabel 5. Jumlah hara tersedia yang ditambahkan Kompos Parameter Satuan Batang Kotoran Kotoran Jerami Rumput Pisang Ayam Sapi Padi Kadar Air % 257,98 54,63 75,46 52,06 46,93 Kompos yang diaplikasikan kg Bobot Bersih kg 6,70 25,87 22,80 17,76 27,22 C kg 1,90 5,85 6,89 7,18 9,79 P kg 0,03 0,12 0,11 0,09 0,09 K kg 0,37 0,20 1,28 0,83 1,23 Na kg 0,05 0,13 0,32 0,19 0,25 Ca kg 0,13 0,37 0,85 0,25 0,36 Mg kg 0,06 0,32 0,39 0,14 0,22 Fe mg 10,73 69,84 214,29 134,95 400,19 Cu mg 6,70 72,43 84,35 21,31 95,28 Zn mg 8,72 85, ,11 49,72 212,35 Mn mg 137,44 631, , , ,95 Pengaruh Kompos terhadap Sifat Kimia Tanah Penelitian aplikasi kompos di lapang dilakukan bulan Juni 2006 pada tanah Alluvial (Entisol). Analisis pendahuluan terhadap tanah menunjukkan masih memiliki kandungan bahan organik yang tinggi sebesar 3.59%. Kandungan ph H 2 O 1:1 sebesar 4.29 dan ph KCl (1:1) sebesar Ciri lain yang dimiliki tanah antara lain N-total 0.17%, P 13 ppm, Al 2.45 me/100g, dan H 1.65 me/100g. Kandungan basa-basa yaitu K sebanyak 0.39 me/100g, Na 3.20 me/100g, Ca 3.2 me/100g, dan Mg 1.71 me/100g.

6 Unsur mikro yang juga dianalisis berupa Fe sebanyak 88.1 ppm, Cu 1.1 ppm, Zn 6.0 ppm dan 30.3 ppm. Secara lebih lengkap, analisis tanah pendahuluan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel Lampiran 1. Referensi yang ditemukan menunjukkan, hanya daftar kecukupan fosfor untuk tanaman jeruk yang ditemukan pada analisis tanah, yaitu 40 ppm P untuk tanah yang diekstrak dengan Bray I, data Ca dan Mg yang ditemukan dianalisis dengan Mehlich-1 menunjukkan kecukupan Ca dan Mg bila tersedia 250 ppm Ca dan 30 ppm Mg (Obreza et al., 1999). Hasil yang diperoleh dari analisis tanah menunjukkan bahwa tanah pada lokasi penelitian mengalami kekurangan fosfor. Aplikasi bahan organik berupa kompos ke tanaman jeruk memberikan pengaruh kepada kondisi tanah selanjutnya. Beberapa sifat tanah yang dianalisis menunjukkan adanya perubahan sifat-sifat kimia tanah. Perubahan sifat kimia tanah setelah aplikasi kompos disajikan pada Tabel 6 dan hasil analisis ragam disajikan pada Tabel Lampiran 3 dan Tabel Lampiran 5. Aplikasi bahan organik berupa kompos berpengaruh terhadap perubahan ph H 2 O, baik pada bulan ketiga maupun bulan keenam setelah aplikasi. Pada kondisi tiga bulan setelah aplikasi, perubahan ph terbesar terjadi pada aplikasi kompos jerami padi dan batang pisang, walaupun dari hasil analisis ragam terlihat hanya aplikasi kompos batang pisang yang nyata berbeda dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya, setelah enam bulan aplikasi terjadi perbedaan yang sangat nyata pada perlakuan kompos yang berasal dari kotoran ayam. Kompos meningkatkan kation yang terikat, terutama hidrogen di dalam tanah. Kadar hidrogen dan aluminium yang dapat dipertukarkan dalam tanah (Al dd dan H dd ) berubah dengan adanya aplikasi kompos. Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh kompos yang diaplikasikan terhadap H dd. Pada bulan ketiga setelah aplikasi mulai terlihat penurunan kadar H dd, demikian pula setelah enam bulan setelah aplikasi. Hal ini nampak jelas pada aplikasi kompos batang pisang yang hanya sebesar 0,20 me/100 g sangat berbeda dengan kontrol yang sebesar 0,92 me/100g tanah. Tabel 6. Pengaruh perlakuan kompos terhadap sifat kimia tanah setelah tiga dan enam bulan aplikasi Para Satuan Kompos

7 Bulan ketiga Bulan keenam meter Batang Kotoran Kotoran kontrol Rumput Jerami Padi Campuran Pisang Ayam Sapi ph H 2 O 3,92 ab 4,43 c 4,16 abc 4,04 ab 4,06 abc 4,28 bc 3,87 a H me/100g 1,46 ab 1,55 b 0,90 ab 0,77 ab 0,94 ab 0,83 a 0,58 ab Al me/100g 3,12 d 1,11 abc 1,03 ab 2,16 cd 1,81 abc 0,90 a 2,09 bcd C org % 3,50 b 3,47 b 2,75 a 3,71 b 3,72 b 3,89 b 3,45 b N % 0,25 ab 0,24 ab 0,23 a 0,28 ab 0,27 ab 0,32 b 0,30 ab P ppm 32,6 a 84,5 ab 82,6 ab 64,5 a 69,2 a 132,5 b 62,9 a K me/100g 0,14 a 0,26 a 0,60 b 0,14 a 0,30 a 0,62 b 0,29 a Na me/100g 0,57 a 0,94 ab 3,18 c 0,93 ab 1,66 b 3,73 c 1,39 ab Ca me/100g 6,02 a 7,46 b 7,97 b 6,81 ab 6,63 ab 7,89 b 7,03 ab Mg me/100g 4,42 a 6,01 bc 5,30 abc 5,36 abc 5,47 abc 6,09 c 4,95 ab ph H 2 O 1:1 3,97 a 4,56 a 6,01 b 4,03 a 4,35 a 4,26 a 4,90 a H me/100g 0,92 b 0,20 a 0,61 ab 0,91 b 0,85 b 0,72 b 0,52 ab Al me/100g 4,12 c 1,29 ab 0,07 a 2,94 bc 1,21 ab 1,92 abc 1,64 abc C org % 3,75 ab 3,36 a 3,44 a 4,97 c 4,65 bc 3,87 ab 4,64 bc N % 0,24 ab 0,24 a 0,27 abc 0,31 cd 0,30 bcd 0,30 abcd 0,35 d P ppm 26,8 a 105,4 b 211,2 c 109,5 b 105,5 b 108,7 b 105,9 b K me/100g 0,31 a 0,85 ab 1,46 b 0,94 ab 0,76 ab 1,20 b 1,03 b Na me/100g 0,32 a 0,48 ab 0,71 b 0,58 b 0,56 ab 0,68 b 0,64 b Ca me/100g 3,01 a 5,50 ab 15,10 c 5,70 ab 5,80 ab 5,10 a 10,00 b Mg me/100g 4,51 a 6,82 ab 8,17 b 6,75 ab 6,75 ab 5,58 ab 7,71 b Keterangan: angka pada baris yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Terjadinya peningkatan ph tanah diikuti dengan menurunnya kemasaman tanah yang dapat ditukar. Pengaruh yang nyata terhadap perubahan Al dd pada bulan ketiga terlihat oleh aplikasi kompos batang pisang, rumput dan kotoran ayam. Bahkan kompos jerami padi memberikan pengaruh yang nyata yaitu hanya 0,90 me Al/100 g tanah. Demikian pula pada bulan keenam, perbedaan kadar Al dd akibat aplikasi kompos ini dapat mencapai 4 me/100g setelah enam bulan aplikasi kompos kotoran ayam. Hal ini terkait dengan ph tanah yang mulai meningkat sehingga Al mulai terikat ke bahan organik yang ditambahkan. Terlihat pula adanya hubungan terbalik antara ph dan kandungan Al dd di dalam tanah. Hal ini tampak jelas pada perlakuan kompos kotoran ayam pada bulan keenam, ph H 2 O tanah mencolok tinggi (6,01) dan kandungan Al dd yang sangat rendah (0,07 me/100 g). Kemampuan bahan organik untuk mengurangi jumlah Al yang dapat dipertukarkan ini juga telah didemonstrasikan oleh Hargrove dan Thomas (1981) dalam Syers dan Crasswell (1995).

8 C organik dan N total tanah Kadar C organik tanah pada lokasi penelitian termasuk tinggi yaitu sebesar 3,59 %. Pada tiga bulan setelah aplikasi, hanya terjadi perbedaan pada aplikasi kompos kotoran ayam yang menurunkan kadar C organik. Eve et al. (2002) menyatakan bahwa kadar C di dalam tanah tergantung pada tekstur tanah, iklim, tipe dan pertumbuhan tanaman, sejarah penggunaan lahan dan manajemen lahan. Terjadinya penurunan kadar C organik tanah akibat aplikasi kompos kotoran ayam bisa diakibatkan karena kompos tersebut cepat terurai dalam tanah. Enam bulan setelah aplikasi, kompos batang pisang dan kotoran ayam lebih rendah dibandingkan kontrol yang mengandung 3,75% C organik. Hanya aplikasi kotoran sapi yang meningkatkan kandungan C organik hingga mencapai 4,97% yang berbeda nyata dengan kontrol. Penurunan kadar C organik yang terukur terkait dengan priming effect negatif dari kompos. Mikroba yang ada di dalam tanah memanfaatkan bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah sebagai sumber energi utama. Setelah bahan organik yang ditambahkan telah terdekomposisi sempurna, mikroba kembali memanfaatkan bahan organik yang ada di dalam tanah. Hal inilah yang menyebabkan kadar C organik menjadi rendah dibanding kondisi awal tanah. Ketersediaan nitrogen terlihat belum nyata akibat aplikasi kompos pada bulan ketiga. Jumlah yang lebih tinggi terutama akibat penambahan kompos jerami padi. Hal ini terkait dengan penambahan nitrogen tersedia tiap tanaman dari jerami padi yang lebih tinggi dibanding penambahan kompos lain. Namun bila dilihat pada bulan keenam, ketersediaannya di dalam tanah menurun, dan hanya perlakuan kompos kotoran sapi dan campuran berbagai kompos yang memberikan pengaruh yang berbeda. Penambahan hara tersedia selain kompos jerami padi yang diberikan dalam jumlah sedikit, belum dapat terurai sempurna pada bulan ketiga, terkait iklim yang panas dengan curah hujan rendah. Sedangkan pada bulan keenam setelah aplikasi, curah hujan yang meningkat dari bulan ketiga aplikasi (bulan September) dimungkinkan mempengaruhi kelarutan nitrogen sehingga ketersediaannya semakin meningkat di dalam tanah (Tabel Lampiran 7). Fosfor dan Basa dapat dipertukarkan Hasil analisis fosfor dengan ekstrak Bray 1 dapat dilihat pada Tabel 6. Analisis tanah memperlihatkan terjadinya kenaikan kadar fosfor setelah pemberian perlakuan.

9 Pada tiga bulan pertama pemberian kompos terlihat perbedaan nyata hanya antara perlakuan kontrol (32,6 ppm) dengan jerami padi (132,5 ppm). Fosfor bersifat lambat tersedia, terlihat setelah enam bulan aplikasi semua kompos berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya aplikasi kompos ke dalam tanah mampu menyediakan fosfor ke dalam tanah, dan kompos kotoran ayam yang diberikan dalam jumlah fosfor tertinggi juga menyediakan fosfor tertinggi pula di dalam tanah. Hasil penelitian Haynes dan Mokolobate (2001) dan Madejon et al. (2003) juga menunjukkan bahwa penggunaan sisa bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan fosfor. Ekstraksi basa-basa dengan NH 4 OAC ph 7,0 memperlihatkan kenaikan kadar K, Ca, Mg, dan Na yang tersedia dalam tanah akibat perlakuan. Aplikasi kompos kotoran ayam dan jerami padi meningkatkan kadar kalium secara nyata dalam tanah pada bulan ketiga. Tingginya kalium tersedia di tanah akibat aplikasi kompos kotoran ayam tidak sejalan dengan jumlah kalium yang ditambahkan ke dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa kompos kotoran ayam mampu melepaskan kalium terikat yang lebih besar dibanding kompos lain. Setelah enam bulan, kadar kalium akibat perlakuan kompos campuran (1,03 me/100g), jerami padi (1,20 me/100g) dan kotoran ayam (1,46 me/100g) berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yang hanya mengandung 0,31 me/100g. Peningkatan basa-basa ini pula yang turut mempengaruhi peningkatan ph tanah terutama akibat aplikasi kompos kotoran ayam. Peningkatan tertinggi untuk unsur kalsium tersedia terjadi pada perlakuan kompos kotoran ayam (7,97 me/100g) dibandingkan kontrol (6,02 me/100g). kompos batang pisang (7,46 me/100g) dan jerami padi (7,89 me/100g) juga terjadi perbedaan yang nyata. Dengan analisis lanjut Duncan, pada bulan ketiga hanya perlakuan aplikasi kompos tersebut berbeda nyata dibanding kontrol. Selanjutnya pada bulan keenam hanya kompos campuran (10,03 me/100g) dan kotoran ayam (15,09 me/100g) yang berbeda nyata dengan kontrol (3,08 me/100g). Untuk ketersediaan natrium juga diperlihatkan terjadinya peningkatan pada tiga bulan setelah aplikasi kompos rumput, kotoran ayam dan jerami padi yang memberikan perbedaan nyata terhadap kontrol dan setelah enam bulan kompos kotoran sapi, campuran, jerami padi dan kotoran ayam yang memberikan perbedaan nyata.

10 Unsur Mikro Hasil analisis unsur mikro dengan menggunakan ekstrak HCl 0,05 N disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan rata-rata unsur terekstrak bila ditinjau kadar Fe dan Cu terjadi penurunan sedangkan Zn dan Mn relatif meningkat setelah tiga dan enam bulan aplikasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan adanya aplikasi kompos mampu menurunkan kadar Fe dari 42,7 ppm pada bulan ketiga hingga mencapai 15,3 ppm setelah ditambahkan kompos dari jerami padi. Di bulan keenam, kadar Fe dalam tanah terus menurun, dan yang terendah adalah hasil dari aplikasi kompos kotoran ayam. Ini menunjukkan bahwa unsur mikro tersebut diikat oleh bahan organik. Kadar Cu dan Zn tidak mengalami perubahan yang nyata akibat perlakuan, sedangkan kadar Mn meningkat pada bulan ketiga. Hal ini terlihat dari perlakuan kontrol yang mengandung 24,5 ppm Mn yang berbeda nyata terutama dengan perlakuan kompos batang pisang (32,9 ppm) dan jerami padi (64,2 ppm). Pada bulan keenam, konsentrasi Mn lebih tinggi dibanding kontrol, kecuali pada kompos kotoran ayam. kompos kotoran sapi (49,0 ppm) sangat berbeda dengan kontrol (23,8 ppm), sedangkan akibat perlakuan kompos kotoran ayam, tanah hanya mengandung 12,4 ppm Mn yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pemberian bahan organik berupa kompos pada penelitian ini berpengaruh terhadap ketersediaan unsur mikro dalam tanah. Pengaruh perlakuan ini menunjukkan bahwa dengan aplikasi kompos umumnya membuat Fe dan Cu menjadi lebih terikat sehingga menjadi kurang tersedia. Hal ini terjadi pada bulan ketiga dan keenam setelah aplikasi. Ketersediaan Zn secara umum meningkat dan ketersediaan Mn bervariasi tergantung jenis kompos yang digunakan. Banyaknya unsur mikro yang ditambahkan ke dalam tanah tidak menunjukkan semakin banyaknya ketersediaan unsur hara mikro yang teranalisis. Hal ini menunjukkan bahwa unsur mikro yang tersedia di dalam kompos masih bereaksi dalam tanah untuk menjadi tersedia di dalam tanah. Tabel 7. Pengaruh perlakuan kompos terhadap unsur mikro tanah setelah tiga dan enam bulan aplikasi (ppm) Kompos Parameter Batang Kotoran Kotoran Jerami Kontrol Rumput Campuran Pisang Ayam Sapi Padi Bulan Fe 42,7 d 20,6 ab 36,9 cd 26,4 abc 36,3 bcd 15,3 a 27,3 abcd

11 ketiga Bulan keenam Cu 0,8 a 0,5 a 0,5 a 0,5 a 0,7 a 0,3 a 0,4 a Zn 3,4 a 3,4 a 5,9 a 7,2 a 4,1 a 7,3 a 6,2 a Mn 24,5 a 32,9 b 23,5 a 29,8 ab 25,7 ab 64,2 c 24,7 a Fe 26,5 c 9,9 ab 2,2 a 14,5 ab 17,8 bc 12,2 ab 8,7 ab Cu 0,5 b 0,1 a 0,3 a 0,3 ab 0,5 b 0,5 b 0,4 b Zn 2,8 a 2,6 a 3,2 a 10,0 b 3,7 a 3,8 a 3,6 a Mn 23,8 ab 33,3 bc 12,4 a 49,0 d 34,1 bc 42,3 cd 23,7 ab Keterangan: angka pada baris yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Nitrat Nitrogen yang berada di dalam tanah dalam bentuk ammonium (NH 4 + ) dan nitrat (NO 3 - ). Adanya bahan organik tanah, maka akan terjadi mineralisasi melepaskan NH 4 + dan proses nitrifikasi menghasilkan NO 3 -. Penelitian ini hanya melihat kandungan nitrat pada awal dan enam bulan setelah aplikasi yang disajikan pada Tabel 8. Dari data tabel tersebut terlihat bahwa nitrat yang terkandung di dalam tanah lebih terus meningkat dibandingkan sebelum aplikasi kompos. Konsentrasi nitrat ini terus meningkat setelah diaplikasikan kompos ke dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi kompos meningkatkan konsentrasi nitrat di dalam tanah. Tingginya kandungan nitrat di dalam tanah terlihat begitu besar pada aplikasi kompos kotoran sapi. Hal ini didukung oleh tingginya kandungan nitrogen di dalam tanah yang diaplikasikan kotoran sapi walaupun tak sebanyak kandungan nitrogen pada tanah yang diaplikasikan kompos campuran. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan kompos sapi lebih mampu menyediakan nitrogen pada tanaman. Tabel 8. Pengaruh perlakuan kompos terhadap kandungan nitrat tanah pada kondisi awal dan setelah enam bulan aplikasi Para Satuan meter Awal Kontrol Batang Kotoran Kotoran Rumput Jerami Campuran Pisang Ayam Sapi Padi NO 3 mg/kg 11,26 29,64 34,62 47,74 59,83 34,62 41,10 50,02 Pengaruh Kompos terhadap Sifat Biologi Tanah Penelitian ini juga melihat pengaruh pemberian kompos terhadap perubahan sifat biologi tanah berupa populasi cacing, respirasi dan karbon mikroorganisme (C Mic ).

12 Populasi Cacing Aplikasi kompos pada tanaman jeruk memberikan pengaruh terhadap populasi cacing tanah. Populasi cacing yang ditemukan di lapang disajikan pada Gambar 5. Di awal penelitian ditemukan cacing rata-rata 260 ekor/m 2. Menurut Curry (1998), cacing tanah jarang ditemukan pada tanah dengan ph <4.5, padahal tanah awal memiliki ph 4,29. Hal ini dapat terjadi karena tanah yang diteliti masih memiliki kadar karbon yang tinggi (3,59%). Pada tiga bulan setelah aplikasi kompos, beberapa perlakuan menurunkan populasi cacing, yaitu aplikasi kompos jerami padi, rumput, dan kotoran ayam. Namun hal ini tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan kontrol (287 ekor/m 2 ). Pengaruh yang nyata ditunjukkan akibat aplikasi kompos campuran dan kotoran sapi, berturut-turut ditemukan 427 dan 430 ekor/m 2. Pada bulan keenam, terjadi peningkatan jumlah cacing yang sangat besar. kontrol hanya ditemukan cacing rata-rata 437 ekor/m 2, sedangkan perlakuan yang memberikan pengaruh yang sangat nyata yaitu perlakuan jerami padi dan rumput masing masing ditemukan 906 dan 1099 ekor/m 2. Banyaknya cacing yang ditemukan terkait dengan ketersediaan makanan dan kondisi lingkungan bagi cacing untuk tumbuh dan berkembang. Kandungan yang terdapat dalam bahan organik tanah dapat digunakan untuk memprediksi banyaknya jumlah cacing dalam tanah (Curry, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa kompos rumput dan jerami memiliki kandungan hara yang digunakan cacing untuk tumbuh dan berkembang biak.

13 Jumlah Cacing Jumlah (ekor/m 2 ) Kontrol Btg Pisang Kot Ay am Kot Sapi Rumput Jerami Campuran bulan ketiga bulan keenam Gambar 5. Hubungan perlakuan kompos dengan populasi cacing tanah Dari hasil pengamatan di lapang pada bulan keenam menunjukkan adanya perbedaan fisik (Gambar 6). Perbedaan mencolok ditemukan pada cacing dengan ciri fisik yang besar pada tanah yang diaplikasikan kompos kotoran ayam, sedangkan pada tanah yang diaplikasikan kompos rumput dan jerami padi, cacing yang ditemukan relatif kecil, namun ditemukan dalam jumlah yang banyak. Hal ini terkait dengan ketersediaan bahan makanan bagi cacing dan penggunaannya. Faktor yang mendukung adalah tingginya kalsium dalam tanah yang diaplikasikan kompos kotoran ayam, sehingga dimungkinkan cacing ini ikut terlibat dalam merombak kalsium sehingga ketersediaannya di dalam tanah semakin meningkat. Hasil penelitian Dlamini dan Haynes (2004) menunjukkan adanya peningkatan jumlah cacing berkorelasi positif dengan aplikasi bahan organik, ph tanah dan kadar kalsium yang dapat dipertukarkan dalam tanah, tetapi tidak berbeda nyata korelasinya dengan Mg, K, Na yang dapat dipertukarkan dan Truog P. Menurut Parmelee et al. (1998), cacing ini akan mempengaruhi sifat dan proses yang terjadi dalam tanah seperti aktivitas dan biomassa mikroba, bahan organik, ketersediaan hara, serapan hara tanaman dan produksinya, dan struktur tanah. Dalam penelitian ini, hal inilah yang diharapkan terjadi, struktur tanah menjadi baik dan porositas pun meningkat.

14 (a) (b) a Gambar 6. Cacing yang ditemukan di lapang (a) cacing yang ditemukan pada tanah yang diaplikasikan kompos kotoran ayam, (b) cacing yang ditemukan pada tanah yang diaplikasikan kompos jerami padi b Respirasi dan C Mic Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Tingkat respirasi yang diukur dari besarnya CO 2 yang dikeluarkan merupakan indikator yang baik bagi aktivitas mikroorganisme tanah. Kecepatan respirasi di sini lebih mencerminkan aktivitas metabolik daripada jumlah, tipe atau perkembangan mikroorganisme tanah. Jenis tumbuhan juga bisa mempengaruhi respirasi tanah yaitu melalui pengaruhnya terhadap iklim mikro dan struktur tanah, jumlah daun-daun yang berguguran ke tanah, kualitasnya, dan tingkat respirasi akar (Raich dan Tufekcioglu, 2000). Reaksi umum yang terjadi pada saat respirasi adalah sebagai berikut: (CH 2 O) x + O 2 CO 2 + H 2 O + hasil antara media + bahan sel + energi Dari hasil pengukuran yang disajikan pada Gambar 7 terlihat bahwa aplikasi bahan organik pada bulan ketiga meningkatkan respirasi organisme pada trumbuk pohon jeruk. Hal ini terjadi karena aplikasi bahan organik tersebut mampu menyediakan energi bagi mikroorganisme tanah, dan dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme untuk bekerja menguraikan bahan organik yang ada. Hasil penelitian Lovel dan Jarvis (1996) menyatakan efek terbaik akan terjadi bila bahan organik yang ditambahkan sudah secara

15 sempurna tercampur dalam tanah, yang dapat meningkatkan respirasi tanah. Pada lapisan dasar, aktivitas mikroorganisme di sekitar trumbuk juga meningkat. Pada bulan keenam terlihat bahwa aktivitas mikroorganisme mulai menurun yang dimungkinkan karena semakin berkurangnya makanan. Adanya peningkatan respirasi pada lapisan dasar pada bulan keenam dimungkinkan karena terjadinya pencucian hara pada lapisan trumbuk. 35 Respirasi mg CO2-C kg -1 ha Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran Lapisan trumbuk bulan ketiga Lapisan lantai bulan ketiga Lapisan trumbuk bulan keenam Lapisan lantai bulan keenam Gambar 7. Hubungan perlakuan kompos dengan respirasi tanah Mikroba memanfaatkan karbon sebagai pembentuk tubuhnya. Aktivitas mikroorganisme dapat dilihat dari kandungan C yang berasal dari karbon mikroorganisme (C Mic ) yang disajikan pada Gambar 8. Kandungan C Mic yang tinggi diikuti dengan respirasi yang tinggi menunjukkan kualitas tanah yang sehat. Dari hasil analisis, terlihat bahwa kandungan C Mic sangat beragam. Kandungan C Mic juga tergantung kondisi tanaman. Rendahnya C Mic pada perlakuan batang pisang dan kotoran sapi pada bulan keenam yang disertai dengan respirasi yang cukup tinggi menandakan bahwa mikroba yang hidup di lapisan trumbuk didominasi oleh bakteri. Pada perlakuan aplikasi jerami padi terlihat bahwa respirasi yang tinggi diikuti dengan C Mic yang tinggi pada bulan ketiga menunjukkan kondisi mikroba yang seimbang antara bakteri dan fungi. Sedangkan pada kontrol terlihat hasil C Mic yang tinggi diikuti dengan respirasi yang rendah menunjukkan bahwa tanah didominasi oleh

16 fungi. Hal ini sejalan dengan kondisi tanah pada kontrol yang masam, fungi lebih tahan terhadap tanah yang masam dibanding bakteri (Killham, 1994) C Mic ug/g Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran Lapisan trumbuk bulan ketiga Lapisan trumbuk bulan keenam Lapisan lantai bulan ketiga Lapisan lantai bulan keenam Gambar 8. Hubungan perlakuan kompos dengan C Mic tanah Pengaruh Kompos terhadap Sifat Fisika Tanah kompos pada penelitian ini juga melihat perubahan sifat fisik tanah, berupa volume tanah, bobot isi, ketersediaan air, dan kemantapan agregat akibat perlakuan aplikasi bahan organik. Volume tanah terkait pada besarnya jumlah padatan, pori dan air dalam tanah. Semakin besar volume padatan tanah berarti semakin kecil ruang pori tanah yang berisi air dan udara. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa umumnya volume tanah berkurang pada bulan ketiga ke bulan keenam dengan adanya aplikasi kompos. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi bahan kompos mampu mengurangi jumlah padatan dalam tanah. Namun hal yang berbeda dengan lapisan di bawahnya yang tidak mengalami perubahan yang berarti. Pada Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12 memperlihatkan distribusi komposisi tanah pada lapisan trumbuk dan lapisan lantai, tiga dan enam bulan setelah aplikasi kompos.

17 Komposisi Tanah Lap. Trumbuk Bulan Ketiga 100% 80% Persentase 60% 40% 20% 0% Kontrol Btg Pisang Kot Ay am Kot Sapi Rumput Jerami Campuran Padat Air Udara Gambar 9. Hubungan perlakuan kompos dengan komposisi tanah lapisan trumbuk pada bulan ketiga 100% Komposisi Tanah Lap. Trumbuk Bulan Keenam 80% Persentase 60% 40% 20% 0% Kontrol Btg Pisang Kot Ay am Kot Sapi Rumput Jerami Campuran Padat Air Udara Gambar 10. Hubungan perlakuan kompos dengan komposisi tanah lapisan trumbuk pada bulan keenam

18 Komposisi Tanah Lap. Lantai Bulan Ketiga 100% 80% Persentase 60% 40% 20% 0% Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran Padat Air Udara Gambar 11. Hubungan perlakuan kompos dengan komposisi tanah lapisan lantai pada bulan ketiga 100% Komposisi Tanah Lap. Lantai Bulan Keenam 80% Persentase 60% 40% 20% 0% Kontrol Btg Pisang Kot Ay am Kot Sapi Rumput Jerami Campuran Padat Air Udara Gambar 12. Hubungan perlakuan kompos dengan komposisi tanah lapisan lantai pada bulan keenam

19 Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan volume udara pada lapisan trumbuk setelah enam bulan aplikasi. Volume padatan rumput dan jerami berkurang, dan kemampuan mengikat air semakin besar. Kompos batang pisang dan kotoran ayam makin banyak menyediakan rongga udara yang menunjukkan makin tingginya porositas tanah setelah diaplikasikan kompos. Ini berarti bahwa aplikasi kompos tersebut sangat pengaruh positif terhadap kondisi tanah. Volume padatan lapisan lantai yang ditunjukkan Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan perubahan yang tidak begitu besar, jelas terlihat pada aplikasi kontrol dan jerami padi yang bahkan terjadi peningkatan padatan dan air pada bulan keenam. Hal ini jelas menunjukkan kondisi tanah di lapang yang sebenarnya pada saat setelah musim hujan. Pengukuran bobot isi juga dilakukan pada penelitian ini. Gambar 13 menunjukkan bobot isi tanah dan Gambar 14 menunjukkan porositasnya. Dari gambar terlihat bahwa bobot isi ini berbanding terbalik dengan adanya ruang pori di dalam tanah. Adanya hubungan yang berbanding terbalik ini di duga berasal dari adanya pemadatan tanah. Peningkatan bobot isi tanah akan menurunkan ruang pori tanah dan tanah tersebut akan menjadi padat. 1.2 Bobot Isi g/cm Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran Lapisan trumbuk bulan ketiga Lapisan trumbuk bulan keenam Lapisan lantai bulan ketiga Lapisan lantai bulan keenam Gambar 13. Hubungan perlakuan kompos dengan bobot isi tanah

20 50 Porositas % Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran Lapisan trumbuk bulan ketiga Lapisan trumbuk bulan keenam Lapisan lantai bulan ketiga Lapisan lantai bulan keenam Gambar 14. Hubungan perlakuan kompos dengan porositas tanah Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik menurunkan bobot isi tanah dan mengurangi pemadatan tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Aguilar et al. (1997) yang menyatakan bahwa dengan adanya aplikasi bahan organik dapat menurunkan bobot isi tanah. Selain itu, menurutnya dengan adanya aplikasi bahan organik, akan meningkatkan kapasitas menahan air, meningkatkan struktur dan stabilitas agregat sehingga meningkatkan kecepatan infiltrasi dan membuat tanah lebih tahan terhadap erosi. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis kemantapan agregat untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perlakuan terhadap kemantapan agregat tanah. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terlihat perbedaan sifat agregat tanah dengan adanya perlakuan baik pada bulan ketiga maupun pada bulan keenam. Dilihat dari tingkat kestabilan, tanah yang dianalisis semakin tidak stabil walaupun ditambahkan bahan organik yang dapat berfungsi untuk meningkatkan kestabilan tanah (Aguilar et al., 1997). Hal ini diakibatkan adanya pengaruh iklim, terutama curah hujan yang tinggi. Daerah sentra produksi jeruk di Florida menunjukkan jeruk tumbuh optimal pada curah hujan sekitar 1400 mm/tahun (Paramasivam et al., 2001). Curah hujan ini tentu saja berpengaruh terhadap tanah dan tanaman. Pada saat aplikasi kompos di lapang, data curah hujan dari UPT Tebas pada tahun 2006 yang

21 disajikan pada Tabel Lampiran 7 mencapai 2434 mm/tahun. Pada saat aplikasi kompos (bulan Juni) curah hujan masih rendah, namun mulai bulan ketiga setelah aplikasi, curah hujan yang tinggi diduga mengakibatkan berkurangnya kestabilan agregat tanah. Dari hasil ini terlihat bahwa pembentukan agregat yang mantap hingga bulan keenam belum tercapai. Hasil ini juga terkait dengan pembentukan agregat yang lebih lama dari enam bulan. Pengaruh Kompos terhadap Kadar Hara dan Pertumbuhan Tanaman Tanaman yang digunakan adalah jeruk yang berumur dua tahun. Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman diwakili oleh perubahan diameter tajuk tanaman, dan dalamnya perakaran. Peningkatan diameter tajuk tanaman terkait fase pertumbuhan tanaman dan serapan hara tanaman. Pengaruh pemberian kompos terhadap perubahan diameter tajuk tanaman jeruk dapat dilihat pada Gambar 15. Pada gambar tersebut terlihat bahwa semua tanaman menunjukkan peningkatan diameter mulai dari bulan ketiga hingga bulan keenam. Pertumbuhan tanaman terlihat pada aplikasi kompos kotoran sapi diikuti kompos batang pisang. Namun dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa aplikasi kompos hingga bulan keenam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter tanaman jeruk. 70 Perubahan Diameter Tajuk Tanaman 60 delta (cm) Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran bulan ketiga bulan keenam Gambar 15. Hubungan perlakuan kompos dengan perubahan diameter tajuk tanaman

22 Kedalaman perakaran menunjukkan intensitas akar tanaman mencari nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Dalamnya perakaran tanaman di antaranya dipengaruhi oleh fase pertumbuhan tanaman dan jumlah nutrisi yang tersedia di dalam tanah. Semakin sedikit hara tersedia dalam tanah, semakin intensif akar mencari nutrisi yang dapat dilihat dari semakin dalamnya perakaran tanaman. Hasil pengamatan kedalaman perakaran pada analisis pendahuluan tanaman di lapang terlihat bahwa perakaran tanaman masih dangkal yaitu 30 cm dari permukaan trumbuk. Kedalaman perakaran pada tiga dan enam bulan setelah aplikasi disajikan pada Gambar 16. Kedalaman Perakaran 0 Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran -10 dalam akar (cm) bulan ketiga bulan keenam Gambar 16. Hubungan perlakuan kompos dengan kedalaman perakaran tanaman Terlihat perakaran tanaman semakin dalam seiring pertambahan waktu. Namun masih lebih dangkal dibandingkan dengan kontrol. Ini menunjukkan bahwa perlakuan menambah ketersediaan hara bagi tanaman, sehingga aktivitas akar tanaman untuk mencari hara tidak terlalu intensif, ditunjukkan dari lebih dangkalnya kedalam akar tanaman yang diberi perlakuan kompos. Selain pengamatan sifat fisik tanaman, dilakukan pula analisis kadar hara melalui analisis jaringan tanaman. Kondisi awal tanaman dibandingkan dengan total kadar hara

23 pada tiga dan enam bulan setelah aplikasi kompos meliputi hara N, P, K, Na, Ca, Mg dan unsur mikro berupa Fe, Cu, Zn, dan Mn. Daun jeruk diukur total haranya untuk melihat unsur-unsur yang diserap tanaman. Hasil analisis awal pada Tabel Lampiran 2 menunjukkan bahwa tanaman berada dalam kondisi tidak seimbang bila dilihat pada tabel kecukupan hara (Obreza et al., 1999). Kandungan nitrogen sebanyak 2,43% menunjukkan bahwa kandungan nitrogen dalam tanaman masih rendah. Kandungan fosfor sebesar 0,07% dan kandungan kalium sebesar 0,13% menunjukkan bahwa tanaman masih mengalami kekurangan hara tersebut. Kandungan kalsium sebesar 1,72% menunjukkan bahwa kandungannya rendah dan hanya kandungan magnesium sebesar 0,34%, yang menunjukkan tanaman berada dalam kondisi optimum. Kandungan unsur mikro berupa Fe sebanyak 60,8 ppm, Cu 15,5 ppm, Zn 28,0 ppm dan Mn 35,6 ppm yang menunjukkan bahwa tanaman mengandung unsur mikro yang optimum. Perubahan kadar hara tanaman juga dilihat pada tiga dan enam bulan setelah aplikasi disajikan pada Tabel 9. Pada bulan ketiga, aplikasi kompos hanya berpengaruh nyata terhadap kadar nitrogen dan kalium. Kadar N tanaman sangat berbeda nyata pada perlakuan aplikasi kompos berupa jerami padi yaitu sebesar 3,29% dibanding kontrol yang hanya sebesar 2,39% pada bulan ketiga. Setelah enam bulan aplikasi, meningkatnya kadar nitrogen tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua perlakuan. Tingginya nitrat yang disediakan oleh tanah juga tidak menunjukkan kadar nitrogen yang tinggi pula pada tanaman. Hal ini dapat terjadi karena serapan hara yang lebih menggambarkan kondisi tanaman. Pada penelitian ini tidak dihitung biomassa tanaman, sehingga tidak diperoleh data serapan tanaman. Kadar kalium tanaman sangat berbeda nyata pada perlakuan aplikasi kompos berupa kotoran ayam yaitu sebesar 1,29% dibanding kontrol yang hanya sebesar 0,74% pada bulan ketiga. Pengaruh ini masih terlihat setelah enam bulan aplikasi. Kadar kalium menjadi lebih besar akibat perlakuan aplikasi kompos kotoran sapi (1,82%) yang memberikan pengaruh nyata dibanding kontrol (0,61%). Hal ini terkait dengan semakin tersedianya kalium di dalam tanah.

24 Tabel 9. Pengaruh perlakuan kompos terhadap kadar unsur makro daun tanaman setelah tiga dan enam bulan aplikasi Bulan Ketiga Bulan Keenam Parameter Satuan Batang Kotoran Kotoran Jerami Kontrol Rumput Campuran Pisang Ayam Sapi Padi N % 2,39 a 2,56 a 2,78 ab 2,66 ab 2,94 ab 3,29 b 2,87 ab P % 0,23 b 0,20 a 0,22 ab 0,22 ab 0,22 ab 0,22 b 0,22 b K me/100g 0,74 a 0,84 ab 1,29 b 0,98 ab 0,93 ab 1,10 ab 1,00 ab Ca me/100g 2,94 a 2,39 a 3,01 a 2,81 a 3,14 a 2,63 a 2,58 a Mg me/100g 0,34 a 0,32 a 0,33 a 0,37 a 0,36 a 0,33 a 0,34 a Na me/100g 0,16 a 0,31 a 0,23 a 0,20 a 0,22 a 0,26 a 0,16 a N % 2,94 ab 2,70 a 2,95 ab 3,00 ab 3,13 ab 3,35 b 3,07 ab P % 0,26 a 0,25 a 0,24 a 0,30 a 0,25 a 0,27 a 0,24 a K me/100g 0,61 a 1,46 ab 1,62 b 1,82 b 1,13 ab 1,15 ab 1,15 ab Ca me/100g 3,21 ab 2,77 ab 2,90 ab 3,47 b 2,99 ab 2,36 a 2,59 ab Mg me/100g 1,33 b 1,18 bc 1,16 bc 1,45 c 1,10 bc 0,90 ab 0,73 a Na me/100g 0,15 a 0,30 ab 0,29 ab 0,31 b 0,21 ab 0,23 ab 021 ab Keterangan: angka pada baris yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Hal yang tak jauh berbeda juga terjadi pada kadar unsur mikro yang terlihat pada Tabel 10. Pada tiga bulan setelah aplikasi, semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kontrol. Hanya kadar Mn yang berbeda nyata setelah enam bulan aplikasi kompos. Kadar Mn akibat perlakuan kompos menjadi lebih besar akibat aplikasi kompos batang pisang (90,6 ppm) dan jerami padi (109,4 ppm) dibandingkan kadar kontrol yang hanya 51,0 ppm. Bila dilihat dari kecukupan hara, perlakuan ini pada bulan ketiga menghasilkan ketersediaan nitrogen pada kontrol masih rendah, aplikasi kompos dari batang pisang, kotoran ayam dan kotoran sapi berada pada kondisi optimum dan rumput, jerami padi dan campuran berada pada selang yang tinggi. Semua perlakuan pada kadar hara juga menunjukkan bahwa kadar fosfor juga tinggi. Kadar kalium tanaman juga meningkat. Kontrol masih mengalami defisiensi, hanya kompos kotoran ayam yang menyebabkan kadar kalium menjadi optimum, dan yang lain kandungannya masih rendah. Kadar kalsium juga sudah optimum pada perlakuan kotoran ayam dan rumput, dan ketersediaan natrium menjadi tinggi pada semua perlakuan.

25 Tabel 10. Pengaruh perlakuan kompos terhadap kadar unsur mikro tanaman setelah tiga dan enam bulan aplikasi (ppm) Bulan ketiga Bulan keenam Para meter Batang Kotoran Jerami kontrol Kotoran sapi rumput Campuran pisang ayam padi Fe 139,5 a 90,4 a 142,2 a 122,6 a 96,7 a 134,1 a 94,0 a Cu 13,9 a 14,9 a 13,7 a 12,0 a 11,8 a 13,9 a 11,8 a Zn 26,8 a 23,5 a 25,3 a 26,3 a 21,6 a 24,0 a 23,2 a Mn 49,3 a 47,9 a 55,2 a 44,1 a 63,9 a 65,8 a 38,8 a Fe 120,9 a 87,6 a 69,3 a 116,7 a 91,2 a 88,9 a 114,4 a Cu 8,6 a 7,9 a 7,2 a 7,9 a 8,5 a 7,9 a 8,2 a Zn 33,9 a 18,2 a 27,2 a 17,5 a 15,5 a 20,4 a 21,7 a Mn 51,0 a 90,6 bc 67,1 ab 75,7 abc 82,5 abc 109,4 c 73,2 ab Keterangan: angka pada baris yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Pada bulan keenam juga terjadi peningkatan kadar hara. Hanya perlakuan kompos batang pisang yang menunjukkan kadar nitrogen yang optimum, kontrol dan perlakuan kompos kotoran ayam dan kotoran sapi berada pada kondisi tinggi, sedangkan yang lain sudah berlebih. Kadar fosfor juga tinggi untuk semua perlakuan. Kadar kalium kontrol masih rendah, aplikasi kompos rumput, jerami padi dan campuran masih rendah, kompos batang pisang dan kotoran ayam adalah yang optimum dan kompos kotoran sapi termasuk tinggi. Dari data juga terlihat bahwa perlakuan kontrol dan kompos kotoran sapi menunjukkan kadar kalsium yang optimum, sedangkan yang lain menunjukkan rendah. Kadar magnesium menunjukkan bahwa semua perlakuan berlebih. Begitu juga kadar natrium, hanya kontrol, rumput, jerami dan campuran yang menunjukkan kadar yang tinggi, sedangkan yang lain juga berlebih. Untuk kadar hara mikro yang awalnya sudah optimum, adanya perlakuan menyebabkan jumlah total dalam tanaman menurun. Hal ini terjadi karena aplikasi bahan organik mampu mengikat unsur mikro yang ada di dalam tanah mengganggu serapan hara tanaman. Kadar Fe menjadi rendah untuk perlakuan kompos kotoran ayam, rumput dan kontrol, sedang yang lain menjadi defisien pada bulan ketiga. Selanjutnya semua menjadi kekurangan pada bulan keenam. Kadar Cu dan Zn juga menjadi kekurangan pada tiga dan enam bulan aplikasi. Ketersediaan Mn masih optimum pada bulan ketiga untuk semua

26 perlakuan sedangkan pada bulan keenam hanya perlakuan kompos kotoran ayam yang memiliki kadar yang rendah. Besi merupakan unsur yang penting untuk pembentukan khlorofil dan transfer elektron, Mn terlibat dalam perubahan O 2 dalam fotosintesis, Zn merupakan bagian dari sistem transfer elektron dan sintesisi protein, dan Cu terlibat dalam beberapa enzin dan tidak dapat digantikan oleh ion lainnya. Sampai bulan keenam, kekurangan unsur mikro ini belum terlihat pengaruhnya terhadap penampakan fisik tanaman. Penelitian Aguilar et al. (1997) yang menggunakan bahan organik 33,6 ton/ha, menunjukkan bahwa serapan hara unsur P, K, dan Fe berbeda nyata pada tanaman jeruk dibanding kontrol, setelah diaplikasikan selama dua tahun. Faktor penting untuk melihat pengaruh aplikasi kompos terhadap tanaman dapat dilihat dari hasil produksi. Hasil pengamatan di lapang setelah empat belas bulan aplikasi menunjukkan rata-rata jumlah buah per pohon yang disajikan pada Gambar 17. Dari Gambar terlihat bahwa jumlah buah jeruk terbanyak setelah diaplikasikan kompos kotoran sapi mencapai rata-rata 109 buah/pohon, diikuti kompos batang pisang sebanyak rata-rata 100 buah/pohon. Dilihat dari hara yang ditambahkan, kompos kotoran sapi memang lebih banyak dibanding kompos lain. Namun, bila dibandingkan dengan hara yang ditambahkan melalui aplikasi kompos batang pisang yang rendah dibanding yang lain, adalah suatu hal yang kurang wajar bila penyebab banyaknya buah adalah ketersediaan hara. Dari hal tersebut, adalah suatu hal yang menarik ditemukan bahwa hasil buah yang banyak yang bukan hanya disebabkan dari banyaknya ketersediaan hara dari tanah, namun juga oleh faktor lain yang dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kompos pisang memiliki spesifikasi khusus yang dapat merangsang pertumbuhan buah. Pertumbuhan tanaman terkait dengan ketersediaan hara. Adapun yang membatasi pertumbuhan adalah yang tersedia dalam jumlah terkecil. Pendapat ini sesuai dengan Hukum Liebig yang menyatakan bahwa ketersediaan yang paling sedikitlah yang membatasi pertumbuhan. Dari hal ini dapat dinyatakan bahwa penambahan kompos pisang yang terbatas jumlahnya, namun mampu memberikan hasil yang banyak menunjukkan bahwa ketersediaan hara pada kompos ini cukup memberikan hara yang seimbang pada tanaman jeruk.

27 120 Jumlah buah 100 Jumlah buah Kontrol Btg Pisang Kot Ay am Kot Sapi Rumput Jerami Campuran Gambar 17. Hubungan perlakuan kompos dengan jumlah buah yang dihasilkan Kemungkinan lain yang bisa menyebabkan hal itu terjadi adalah adanya faktor yang dihasilkan dari penambahan kompos pisang yang merangsang pertumbuhan bunga dan buah. Menurut Coggins et al. (1966) dalam Arteca (1996), giberelin memiliki kemampuan meningkatkan pembentukan buah pada semua tanaman yang memberikan respon positif terhadap auksin, termasuk tanaman jeruk. Peluang Bisnis Kompos Berdasarkan pengalaman dalam mencermati data selama penelitian, terdapat peluang untuk mengembangkan kompos. Peluang ini muncul dari banyaknya bahan organik yang dapat dimanfaatkan di lapang, didukung dengan banyaknya lokasi kebun jeruk yang memerlukan pemakaian kompos. Luas pertanaman jeruk pontianak di Kabupaten Sambas telah mencapai 6.928,07 Ha, bahkan Kecamatan Tebas yang mencapai hampir setengah dari luas areal pengembangan jeruk di Kabupaten Sambas yaitu mencapai Ha (Direktorat Tanaman Buah, 2003). Dengan asumsi penggunaan kompos 20 ton/ha saja, maka kompos yang diperlukan mencapai ton/tahun. Hal ini merupakan peluang yang sangat besar untuk mengembangkan kompos. Berdasarkan jumlah Hari Orang Kerja (HOK) yang terpakai selama pembuatan kompos, kemudian dibandingkan dari hasil analisis yang dilakukan baik pada tanah

28 maupun tanaman, dapat dihitung potensi pembuatan kompos untuk dibisniskan. Data biaya yang dikeluarkan selama pembuatan bahan kompos disajikan pada Tabel 11. Dari tabel tersebut terlihat bahwa HOK yang terpakai untuk menghasilkan kompos dari bahan kotoran hewan jauh lebih kecil dibandingkan dengan kompos yang dihasilkan dari sisa tanaman. Tabel 11. Prediksi jumlah Hari Orang Kerja (HOK) dalam pembuatan kompos Jenis Kompos Hasil yang Tenaga untuk diperoleh (kg) mencacah (HOK) HOK/kompos Kotoran ayam Kotoran sapi Batang pisang Rumput Jerami padi Pada penelitian ini, pembuatan kompos terutama dari sisa tanaman memerlukan HOK yang cukup besar untuk mencacah bahan. Hal ini harus dilakukan karena pada penelitian ini tidak memiliki alat pencacah sehingga dilakukan secara manual, yang membutuhkan HOK yang lebih banyak. Selain itu, jumlah kompos yang dihasilkan dari kotoran hewan lebih banyak dibandingkan dengan kompos yang berasal dari sisa tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kompos dari kotoran hewan lebih menguntungkan dibandingkan dengan kompos dari sisa tanaman. Kompos dari sisa tanaman dapat lebih efisien dihasilkan jika dipergunakan alat untuk mencacah. Kompos sisa tanaman dapat diambil secara gratis di lapang, bahkan menguntungkan petani yang sekaligus ingin membersihkan kebun atau rumahnya. Berbeda dengan kotoran hewan yang memerlukan tambahan dana untuk mengumpulkan kotoran ke dalam karung dan mengangkutnya ke tempat lain, walaupun lebih efektif dan efisien. Pemakaian alat pencacah ini sangat mengurangi tenaga yang dikeluarkan untuk menghasilkan kompos. Terlihat dari Tabel 11 bahwa dominasi tenaga yang dikeluarkan adalah digunakan untuk mencacah bahan. Apabila digunakan mesin untuk mencacah bahan, maka HOK yang dibutuhkan untuk membuat kompos menjadi tidak jauh berbeda antara sisa tanaman dan kotoran hewan. Selain berdasarkan tenaga yang dikeluarkan untuk menghasilkan kompos, dapat pula dilihat pengaruh pemberian kompos terhadap tanah dan tanaman. Kompos yang

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Limbah Pertanian Pengomposan merupakan salah satu metode pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. Pengomposan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai komersial tinggi di Indonesia. Hal ini karena buah melon memiliki kandungan vitamin A dan C

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Analisis Tanah yang digunakan dalam Penelitian Hasil analisis karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah. Tanah ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering dan NPA dari semai jabon pada media tailing dengan penambahan arang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Bahan Organik Padat Karakteristik dari ketiga jenis bahan organik padat yaitu kadar air, C- organik, N-total, C/N ratio, ph dan KTK disajikan pada Tabel 4. Tabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO NERACA HARA KEBUN KAKAO PRODUKSI = f (Tanaman, Tanah, Air, Cahaya) Tanaman = bahan tanam (klon, varietas, hibrida) Tanah = kesuburan tanah Air = ketersediaan air Cahaya = intensitas cahaya KOMPOSISI TANAH

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kelarutan P dari Fosfat Alam Rataan hasil pengukuran kadar P dari perlakuan FA dan pupuk N pada beberapa waktu inkubasi disajikan pada Tabel 1. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang dalam bahasa (Jawa) adalah nama tanaman dari familia Alliaceae. Umbi dari tanaman bawang

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat TINJAUN PUSTAKA Sifat sifat Kimia Tanah Tanah memiliki sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik dan biologi tanah dapat dilihat secara kasat mata dan diteliti dengan warna tanah, tekstur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mempunyai prospek pasar yang unik dan menarik. Selama ini budidaya cabai dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tragedi lumpur Lapindo Brantas terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 yang telah menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar Desa Renokenongo (Wikipedia,

Lebih terperinci