BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas dilakukan untuk mendukung pengamatan utama dan pembahasan selanjutnya. Pengamatan utama dilakukan terhadap komponen pertumbuhan dan hasil kemudian dianalisis secara statistika Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang dilakukan diluar pengamatan utama dan hasilnya tidak diuji secara statistik akan tetapi sangat bermanfaat untuk mendukung hasil pengamatan utama. Pengamatan selintas yang dilakukan meliputi : analisis tanah sebelum dan sesudah penelitian, analisis jaringan tanaman dan gabah serta hama dan penyakit tanaman Analisis Tanah Analisis tanah dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. Analisis tanah dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah penelitian. Hasil analisis tanah sebelum penelitian dapat dilihat di tabel 4.1. dan hasil analisis tanah setelah penelitian dapat dilihat di tabel 4.2. Tabel 4.1. Hasil analisis tanah awal di lahan penelitian Parameter Tanah Nilai Kriteria Tekstur Pasir (%) 6.12 Tanah Debu (%) bertekstur liat (clay) Liat (%) ph (H 2 O) 5.74 Agak masam Bahan Organik C-Organik (%) 1.6 Rendah N-total (%) 0.56 Sedang C/N 3 Sangat rendah Ekstrak HCl 25% P2O5 (mg/100g) Sangat tinggi K2O (mg/100g) Sedang 19

2 Parameter Tanah Nilai Kriteria Bray I P2O5 (mg/kg) Sangat tinggi Ekstrak Amonium Asetat (CH 3 COONH 4 ) 1 M ph 7 K (cmol(+)/kg) 0.3 Rendah Ca (cmol(+)/kg) 34.1 Sangat rendah Mg (cmol(+)/kg) 7.5 Tinggi Na (cmol(+)/kg) 0.3 Rendah KTK (cmol(+)/kg) 35.6 Tinggi Keterangan: Kriteria hasil analisis tanah rendah, sangat rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi (Klasifikasi menurut Balitan, 2009). SR= Sangat Rendah, R= Rendah S=Sedang, T=Tinggi, ST=Sangat Tinggi Berdasarkan hasil analisis tanah awal di lahan penelitian yang disajikan di (tabel 4.1.) diketahui bahwa tanah di lahan penelitian, tepatnya di Desa Semawung Kec. Andong Kab. Boyolali bertekstur liat, agak masam, C-organik rendah, dan N- total sedang. Kadar P terekstrak HCl 25% tergolong sangat tinggi, sedangkan K terekstrak HCl 25% tergolong sedang. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya pemberian pupuk P hanya perlu diberikan untuk perawatan sesuai dengan hara P yang terangkut panen. Berdasarkan hasil analisis tanah awal, maka Balai Penelitian Tanah Bogor mengeluarkan rekomendasi pemupukan di lahan penelitian sebanyak 250 kg per hektar urea, 50 kg per hektar SP-36 dan 100 kg per hektar KCl dengan potensi hasil yang bingin dicapai sekitar 4.5 ton per hektar. Doberman dan Fairhust (2000) dalam Anonim (2015) mengatakan bahwa tanaman padi membutuhkan hara 165 kg N, 19 kg P, dan 112 Kg K/ha atau setara dengan 350 kg urea, 120 kg SP36, dan 225 kg KCL/ha. Kation tanah didominasi oleh hara Ca dan Mg, kadar Na tergolong rendah, dan kejenuhan K tergolong rendah. Hal ini menunjukan bahwa kandungan hara K tanah dalam kondisi kurang. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah dalam keadaan tinggi. Hardjowigeno (1987) mengatakan bahwa tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Hasil analisis tanah setelah penelitian berakhir, seperti yang tercantum dalam (tabel 4.2.) menunjukan bahwa kandungan C-organik tanah masih rendah, bahkan cenderung terjadi penurunan jika dibanding dengan analisis tanah awal seperti yang terlihat pada tabel (4.1.). Hal ini dikarenakan bahan organik yang ada di dalam tanah maupun bahan organik yang dihasilkan dari pemberian pupuk sudah 20

3 dimanfaatkan oleh tanaman maupun mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Atmojo (2003) menyatakan bahwa untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik tanah, diperlukan pengelolaan yang tepat, yaitu dengan melakukan penambahan bahan organik. Tabel 4.2. Hasil analisis tanah setelah penelitian Perlakuan C-organik (%) N-total (%) C/N (%) P 2 O 5 (mg/10 0g) K 2 O (mg/100g) Kontrol (tanpa pupuk) (D1) 1.18 R 0.16 R 8.89 R T 8.69 SR NPK tunggal (D2) 1.43 R 0.14 R R T 5.14 SR 100% NPK (D3) 1.64 R 0.14 R S T 2.81 SR 75% NPK (D4) 1.43 R 0.14 R S T 4.92 SR 100% NPK + Organofosfat (D5) 1.54 R 0.12 R S ST 4.21 SR 75% NPK + Organofosfat (D6) 1.20 R 0.15 R 7.98 R ST 5.63 SR 100% NPK + PO dari Jerami (D7) 1.32 R 0.17 R 7.70 R T 3.15 SR 75% NPK + PO dari Jerami (D8) 1.50 R 0.19 R 7.86 R T 8.48 SR Keterangan: Kriteria hasil analisis tanah rendah, sangat rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi (Klasifikasi menurut Balitan, 2009). SR= Sangat Rendah, R= Rendah S=Sedang, T=Tinggi, ST=Sangat Tinggi Selain kandungan C-organik, kandungan N-total pada analisis tanah akhir pada semua perlakuan juga tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena N yang ada di dalam tanah maupun yang berasal dari pupuk telah dimanfaatkan oleh tanaman maupun terbawa oleh air pada saat terjadi pencucian tanah. Hakim, dkk (1986) mengatakan bahwa nitrogen dapat hilang dari dalam tanah melalui beberapa cara, yaitu: (1) menguap ke udara, (2) tercuci bersama air drainase, (3) terfiksasi oleh mineral, dan (4) terangkut bersama panen Kadar C/N ratio pada analisis tanah akhir tergolong rendah pada perlakuan Kontrol (D1), NPK tunggal (D2), 75% NPK + Organofosfat (D6), 100% NPK + PO dari Jerami (D7), 75% NPK + PO dari Jerami (D8) dan tergolong sedang pada perlakuan 100% NPK (D3), 75% NPK (D4), 100% NPK + Organofosfat (D5). Kandungan P total pada hasil analisis tanah akhir masih tergolong sangat tinggi, sedangkan kandungan K totalnya sangat rendah. Meskipun kandungan P total masih tergolong sangat tinggi, akan tetapi sudah terjadi penurunan dibandingkan dengan hasil analisis P total pada tanah awal. Sedangkan unsur hara K, yang pada analisis tanah awal tergolong sedang terjadi penurunan yang sangat jika 21

4 drastis pada hasil analisis tanah akhir. Hal ini disebabkan karena hara P dan K sudah dimanfaatkan oleh tananaman untuk proses pertumbuhan maupun tercuci oleh air drainase Analisis Jaringan Sama halnya dengan analisis tanah, analisis jaringan juga dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. Analisis jaringan dilakukan setelah penelitian selesai. Analisis jaringan yang dilakukan yaitu berupa analisis jaringan tanaman dan analisis jaringan gabah. Hasil analisis jaringan tanaman dan gabah dapat dilihat Tabel 4.3. Tabel 4.3. Hasil analisis jaringan tanaman dan gabah Perlakuan N (%) P (%) K (%) tanaman gabah tanaman gabah Tanaman gabah Kontrol (tanpa pupuk) (D1) NPK tunggal (D2) % NPK (D3) % NPK (D4) % NPK + Organofosfat (D5) % NPK + Organofosfat (D6) % NPK + PO dari Jerami (D7) % NPK + PO dari Jerami (D8) Rerata 0.37 (D) 0.11 (S) 1.04 (S) 22

5 Keterangan: Kriteria hasil analisis jaringan tanaman defisiensi dan safisien (Klasifikasi menurut Tanaka and Yoshida (1970) dalam (Sanchez 1973)) D= Defisiensi S=Safisien Menurut Sanchez (1973) tanaman padi mengalami defisiensi unsur hara N P dan K jika hasil analisis jaringan tanaman ialah < 2.5% (nitrogen) < 0.1% (fosfor) dan < 1.0% (kalium). Berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman diketahui bahwa rerata kadar jaringan hara N pada jerami padi ialah 0.37% ini berarti bahwa tanaman padi di lahan penelitian mengalami defisiensi hara nitrogen. Marschner (1986) dalam Syahri (2013) mengatakan bahwa tanaman yang kahat nitrogen pertumbuhannya lamban daun pucat dan tidak hijau berseri warnanya. Kekurangan hara N diduga disebabkan N banyak terbawa oleh air drainase atau terjadi penguapan sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman. Rerata kadar jaringan hara P pada pada tanaman padi ialah 0.11% hal ini menunjukan bahwa kebutuhan hara P pada tanaman sudah tercukupi. Disaat kebutuhan fosfor terpenuhi maka pertumbuhan tanaman baik itu pada fase vegetatif maupun fase generatif akan berjalan dengan baik. Selain hara fosfor berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman dapat dilihat bahwa rerata jaringan hara K pada jerami yang memiliki rerata 1.04% tergolong cukup hal ini berarti kebutuhan hara K pada tanaman juga terpenuhi Hama dan Penyakit Tanaman Hama tanaman padi merupakan salah satu kendala bagi petani untuk bisa meningkatkan produksi usaha taninya. Bahkan serangan hama tertentu bisa mengakibatkan puso atau gagal panen.selama penelitian berlangsung hama yang menyerang tanaman adalah wereng coklat dan walang sangit. Wereng coklat (Nilaparvata lugens) adalah serangga sebesar butir beras sebagai hama tanaman padi daya sebarnya kuat dan sangat ganas sulit diberantas karena bertengger di pangkal daun padi. Sedangkan Walang sangit (Leptocorisa acuta Thumb) adalah salah satu hama penting bagi usaha budidaya tanaman padi. Hama ini menyerang saat tanaman padi tengah berada pada fase generatif. Pengendalian hama ini dilakukan secara kimiawi yaitu menggunakan insektisida Matador (bahan aktif Lamda sihalotrin) Mipcin (bahan aktif MIPC) Afidor (bahan aktif Imidakloprid 25 23

6 WP) dan Bassa (bahan aktif BPMC). Penyemprotan dilakukan satu kali dalam seminggu akan tetapi pada saat terjadi serangan yang berat penyemprotan dilakukan 3 hari sekali Pengamatan Utama Pengamatan utama yang dilakukan selama penelitian meliputi tinggi tanaman jumlah individu per rumpun jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir per rumpun persentase bulir bernas berat Gabah Kering Panen (GKP) berat Gabah Kering Giling (GKG) dan bobot 1000 butir. Semua data hasil pengamatan utama diolah dengan menggunakan microsoft excel kemudian dilakukan uji F (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan s Multiple Range Test (DMRT) 5% untuk mengetahui perbedaan rata-rata antar perlakuan. Setiap angka dalam tabel pada hasil pengamatan utama diikuti dengan kode huruf dengan tujuan untuk mempermudah dalam pembacaan tabel. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan pengaruh yang tidak beda nyata sedangkan angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukan pengaruh yang berbeda nyata Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap Tinggi Tanaman Data hasil analisis pengaruh pemberian perlakuan hara terhadap tinggi tanaman dapat dilihat di Grafikl 4.1. dan tabel 4.3 Tinggi Tanaman (cm) hst 30 hst 45 hst 60 hst Waktu pengukuran D1 D2 D3 D4 D5 D7 D8 D6 Grafik 4.1. Pengaruh pengelolaan hara terhadap tinggi tanaman pada HST. Umur hst merupakan fase pertumbuhan vegetatif bagi tanaman padi salah satunya adalah fase dimana tanaman padi mengalami pertumbuhan tinggi tanaman cepat. Dari (grafik 4.1.) dapat dilihat bahwa pada pengukuran tinggi 24

7 tanaman hari setelah tumbuh (hst) pertumbuan tinggi tanaman terhambat pada perlakuan kontrol (tanpa pupuk). Shculte and Kelling (2006) dalam Devinta (2011) mengatakan bahwa tanaman padi membutuhkan unsur N P K yang lebih banyak untuk pertumbuhan vegetatif dan kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman kerdil. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa penambahan tinggi tanaman terus terjadi secara signifikan mulai dari umur 15 hst sampai 45 hst. Akan tetapi setelah 45 hst menuju ke 60 hst grafik penambahan tinggi tanaman sudah mulai melandai. Hal ini dikarenakan pada merupakan fase dimana tanaman padi mengalami fase pertumbuhan vegetatif sedangkan pada 45 hst-60 hst tanaman padi sudah memasuki fase pertumbuhan generatif. Berdasarkan hasil uji anova terhadap tinggi tanaman yang terdapat pada (lampiran 2) pengelolaan pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 15 dan berpengaruh sangat nyata pada umur dan menjelang panen. Pengujian lanjut dengan DMRT (5%) pada tinggi tanaman menjelang panen disajikan pada tabel (tabel 4.4.). Tabel 4.4. Hasil analisis pengaruh pengelolaan hara terhadap tinggi tanaman menjelang panen Perlakuan Tinggi Tanaman Menjelang Panen (cm) Kontrol (tanpa pupuk) (D1) 87.17a NPK tunggal (D2) c 100% NPK (D3) c 75% NPK (D4) b 100% NPK + Organofosfat (D5) c 75% NPK + Organofosfat (D6) c 100% NPK + PO dari Jerami (D7) c 75% NPK + PO dari Jerami (D8) b Ket: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 95% Pemberian pupuk NPK rekomendasi di lahan penelitian diperlukan guna meningkatkan tinggi tanaman dapat dilihat dengan membandingan perlakuan kontol (D1) dengan perlakuan NPK tunggal (D2) maupun 100% NPK (D3). Perlakuan NPK baik tunggal maupun majemuk memiliki tinggi tanaman yang nyata lebih tinggi dibanding kontrol. Putra (2012) yang menyatakan bahwa 25

8 pemberian pupuk baik itu jenis atau takaran pemupukan sangat mempengaruhi respons tanaman padi sehingga berdampak terhadap pertumbuhan padi khususnya pada tinggi tanaman. Untuk penggunaan jenis pupuk NPK baik itu tunggal (D2) maupun NPK majemuk (D3) saling tidak berbeda nyata hal ini dikarenakan ketersediaan NPK baik dari pupuk tunggal maupun majemuk sudah setara. Hal ini berarti bahwa petani bebas memilih untuk menggunakan pupuk NPK tunggal maupun majemuk di lahan penelitian karena tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap hasil. Pada perlakuan D4 saat dilakukan pengurangan 25% dosis NPK tinggi tanaman nyata lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan 100% NPK (D3). Jika ingin mengurangi 25% NPK maka petani dapat menambahkan pupuk Organofosfat. Perlakuan D6 menunjukan bahwa pengurangan 25% pupuk NPK jika ditambah Organofosfat maka tinggi tanaman tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang menggunakan 100% NPK (D3). Hal ini karena sumbangan fosfat yang didapatkan dari pupuk Organofosfat dapat dimanfaatkan oleh tanaman guna pertumbuhan tinggi tanaman. Unsur P berperan penting dalam meningkatkan efisiensi kerja kloroplas yang berfungsi sebagai penyerap energi matahari dalam proses fotosintesis selain itu unsur P juga berperan aktif mentransfer energi dalam sel (Hakim dkk. 1986) serta Mulyani (1988) mengatakan bahwa unsur hara fosfat dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Penambahan jerami pada dosis NPK 75% (D8) belum mampu menggantikan kekurangan 25% dosis NPK. Terlihat dari (tabel 4.4) yang menunjukan bahwa perlakuan 75%NPK+ PO dari jerami (D8) memiliki tinggi tanaman yang nyata lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan 100%NPK (D5). Hal ini dikarenakan kandungan hara terbesar dari jerami ialah kalium hara kalium banyak digunakan oleh tanaman padi pada saat proses pengisian bulir. Perlakuan pengelolaan hara menghasilkan tinggi tanaman antara cm sampai cm jika dibandingkan dengan deskripsi varietas padi Situbagendit yang dikeluarkan oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian yang menyatakan bahwa padi situbagendit memiliki tinggi tanaman cm menunjukan bahwa rekomendasi pupuk yang diberikan oleh balai 26

9 penelitian tanah sudah tepat guna memaksimalkan tinggi tanaman padi Situbagendit di lahan sawah tadah hujan Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap Jumlah Individu Per rumpun Data hasil analisis pengaruh pemberian perlakuan hara terhadap jumlah individu per rumpun dapat dilihat di grafik 4.2 dan hasil analisis pengaruh pemberian perlakuan hara terhadap jumlah individu per rumpundapat dilihat pada tabel 4.4. Jumlah Individu (batang) hst 30 hst 45 hst 60 hst Waktu Pengukuran D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 Grafik 4.2. Pengaruh pengelolaan hara terhadap jumlah individu per rumpun pada HST. Berdasarkan grafik 4.2. dapat terlihat bahwa pembetukan anakan terhambat pada perlakuan kontrol (tanpa pupuk). Hal ini menunjukan bahwa pemupukan NPK di lahan penelitian diperlukan guna meningkatkan jumlah individu tiap rumpun.poulton et al. (1989) menyatakan bahwa unsur hara menjadi komponen penting bagi tanaman khususnya unsur hara makro seperti unsur hara N P dan K dalam jumlah cukup dan berimbang karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik pada fase pertumbuhan vegetatif maupun fase generatif Umur hst merupakan fase dimana tanaman padi menghasilkan anakan semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan maka jumlah individu per rumpun akan meningkat. Akan tetapi setelah melewati umur 30 hst terjadi penurunan jumlah individu. Hal ini disebabkan ada beberapa tanaman yang mati dikarenakan tanaman kekurangan hara N. Berdasarkan uji F terhadap jumlah individu yang terdapat pada (lampiran 2) menunjukan bahwa pengelolaan hara tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu pada umur 15 hst berpengaruh nyata pada 45 hst dan berpengaruh sangat 27

10 nyata pada umur serta menjelang panen.hasil analisa statistik lanjut dengan DMRT (taraf 5%) pada jumlah individu 60 hst tersaji pada (tabel 4.5). Tabel 4.5. Hasil analisis pengaruh pengelolaan hara terhadap jumlah individu 60 hst Perlakuan Jumlah Individu Kontrol (tanpa pupuk) (D1) 9.30a NPK tunggal (D2) 15.50c 100% NPK (D3) 13.47bc 75% NPK (D4) 14.63bc 100% NPK + Organofosfat (D5) 13.57bc 75% NPK + Organofosfat (D6) 12.90b 100% NPK + PO dari Jerami (D7) 12.80b 75% NPK + PO dari Jerami (D8) 12.77b Ket: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 95% Pemberian 100% NPK (D2 dan D3) menghasilkan jumlah individu yang nyata lebih banyak jika dibanding dengan kontrol (D1). Hal ini menunjukan bahwa pemupukan NPK sangat signifikan guna meningkatkan jumlah individu per rumpun.untuk penggunaan jenis pupuk NPK baik itu NPK tunggal (D2) maupun NPK majemuk (D3) memiliki jumlah individu yang berbeda namun tidak nyata hal ini dikarenakan ketersediaan NPK baik dari pupuk tunggal maupun majemuk sudah setara. Ini berarti bahwa petani bebas memilih untuk menggunakan pupuk NPK tunggal maupun majemuk di lahan penelitian karena tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap jumlah individu per rumpun. Perlakuan 75% NPK + Organofosfat (D6) dan 75% NPK + PO dari Jerami (D8) dibandingkan dengan perlakuan 100 NPK (D3) memiliki jumlah individu per rumpun saling berbeda namun tidak nyata. Ini menunjukan bahwa di lahan penelitian petani bisa mengurangi dosis NPK sebanyak 25% dengan syarat harus dilakukanpenambahan Organofosfat maupun jerami.terlihat dari (tabel 4.2.1) bahwa hara yang diserap oleh tanaman pada perlakuan 75% NPK + Organofosfat (D6) dan 75% NPK + PO dari Jerami (D8)tidak jauh berbeda dengan perlakuan yang menggunakan 100% dosis NPK. Hal ini diduga karena peran bahan organik yang terdapat dalam pupuk Organofosfat maupun jerami mampu meningkatkan kapasitas pertukaran kation sehingga pada saat dilakukan pemupukan pupuk tidak mudah tercuci sehingga bisa dimanfaatkan oleh tanaman 28

11 secara maksimal. Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa bahan organik mampu meningkatkan Kapasitas Penukaran Kation (KPK) sehingga pada saat dilakukan pemupukan hara tidak mudah tercuci. Berdasarkan deskripsi varietas padi yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi bahwa padi varietas Situbagendit memiliki jumlah anakan sekitar batang per rumpun. Ini menunjukan bahwa pengelolaan hara di lahan penelitian yang memiliki jumlah individu antara batang per rumpun sudah bisa meningkatkan jumlah individu secara optimal Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap Komponen Hasil Berdasarkan uji F (ANOVA) terhadap komponen hasil yang terdapat dalam (lampiran 2) menunjukan bahwa pengelolaan hara menunjukan pengaruh yang nyata terhadap jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir bernas dan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bulir akan tetapi tidak berpengaruh terhadap persentase bulir bernas. Hasil analisis lanjut DMRT 5% pada komponen hasil disajikan dalam (tabel 4.6.). Hasil analisa (tabel 4.6.) menunjukan bahwa penggunaan pupuk NPK tunggal (D2) maupun majemuk (D3) menghasilkan jumlah malai nyata lebih banyak malai yang nyata lebih panjang jumlah bulir yang nyata lebih banyak dan bulir bernas yang nyata lebih banyak dibanding dengan perlakuan kontrol (D1). Kaderi (2004) menyatakan bahwa keberhasilan membetuk anakan produktif pada tanaman menjadi lebih tinggi jika diberi pupuk NPK. Tabel 4.6. Hasil analisis pengaruh pengelolaan hara terhadap komponen hasil Perlakuan Jumlah Malai Per rumpun Panjang Malai (cm) Jumlah Bulir Per rumpun Bulir Bernas (butir) Persentase bulir bernas (%) Kontrol (tanpa pupuk) (D1) 7.67a 21.14a a a NPK tunggal (D2) 12.90b 24.03b b b % NPK (D3) 11.47b 23.75b b b % NPK (D4) 12.13b 23.85b b b % NPK + Organofosfat (D5) 13.33b 23.97b b b % NPK + Organofosfat (D6) 11.37b 24.40b b b % NPK + PO dari Jerami (D7) 11.67b 24.34b b b % NPK + PO dari Jerami (D8) 11.50b 24.27b b b Ket: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 95% 29

12 Penggunaan jenis pupuk NPK baik tunggal (D2) maupun majemuk (D3) di lahan penelitian saling tidak berbeda nyata terhadap jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas yang dikarenakan kandungan hara pada pupuk NPK baik tunggal dan majemuk sudah setara. Hal ini berarti petani bebas memilih jenis pupuk yang akan digunakan. Penambahan pupuk Organofosfat maupun jerami pada NPK dosis 100% belum dapat meningkatkan jumlah malai panjang malai jumlah bulir per rumpun dan jumlah bulir bernas. Berdasarkan (tabel 4.5.) Perlakuan 100% NPK + Organofosfat (D5) dan 100% NPK + PO dari Jerami (D7) dibandingkan dengan perlakuan 100 NPK (D3 memiliki jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas yang tidak berbeda nyata. Pengurangan 25% dosis NPK jika ditambahkan Organofosfat maupun jerami akan menghasilkan jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas yang nyata tidak berbeda. Terlihat dari perlakuan 75% NPK + Organofosfat (D6) dan 75% NPK + PO dari Jerami (D8) yang menghasilkan jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 100 NPK (D3). Hal ini diduga karena kehilangan hara 25% akibat pengurangan dosis NPK dapat digantikan oleh hara hara yang berasal dari pupuk organik Organofosfat maupun jerami. Rosmarkan dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa dalam proses mineralisasinya bahan organik akan melepaskan hara tanaman yang lengkap (N P K Ca Mg S serta hara mikro) meskipun dalam jumlah tidak tentu. Perlakuan 75% NPK (D4) dibandingkan dengan 100% NPK (D3) keduanya memiliki jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas yang nyata tidak berbeda. Meski pengurangan 25% dosis NPK juga tidak berpengaruh terhadap jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas akan tetapi dalam hal ini peneliti lebih menyarankan kepada petani untuk tetap menambahkan pupuk Orgaofosfat maupun jerami dengan pertimbangan untuk memperbaiki kesuburan tanah di lahan penelitian. Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa penambahan bahan organik mampu memperbaiki struktur tanah menyebabkan tanah menjadi ringan dan 30

13 mudah diolah mudah ditembus akar serta mampu meperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi ataupun tingkat rendah). Meski perlakuan hara berpengaruh terhadap panjang malai dan jumlah bulir bernas akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bulir bernas. Menurut Toha dan Permadi (1990) dalam Permadi et al. (2006) rendahnya komponen hasil seperti variabel persentase gabah isi mengakibatkan hasil gabah yang dicapai menjadi rendah. Hal ini diduga karena pada tahap penyuplaian hasil asimilasi ke malai untuk pengisian bulir pada malai yang lebih panjang membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga tidak semua bulir dapat terisi. Di dukung oleh hasil korelasi antara panjang malai dengan jumlah bulir bernas dan persentase bulir bernas (tabel 4.6) yang menunjukan bahwa panjang malai memiliki nilai korelasi yang positif terhadap jumlah bulir dengan nilai korelasi Hal ini berarti bahwa semakin panjang malai maka jumlah bulir yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Rohaeni dan Karsidi (2012) menyatakan bahwa malai yang panjang menjamin adanya jumlah gabah bernas yang lebih banyak. Akan tetapi pajang malai memiliki nilai korelasi negatif terhadap persentase bulir bernas dengan nilai korelasi Semakin panjang malai yang dihasilkan tidak diikuti dengan kenaikan persentase bulir bernas akan tetapi sebaliknya semakin panjang malai maka persentase bulir bernas semakin kecilatau cenderung sama. Tabel 4.7. Data korelasi komponen hasil Data korelasi Nilai Korelasi Jumlah individu per rumpun - jumlah malai 088 Panjang malai - jumlah bulir 057 Panjang malai - persentase bulir bernas -039 Berdasarkan data korelasi (tabel 4.7) dapat dilihat bahwa jumlah individu per rumpun dan jumlah malai memiliki korelasi yang positif dengan nilai korelasi 0.88 artinya bahwa semakin banyak jumlah individu per rumpun maka jumlah malai yang dihasilkan juga bertambah banyak. Menurut Gasperz (1992) dua karakter yang memiliki korelasi positif cenderung berubah secara bersama dalam arah yang sama atau cenderung meningkat atau menurun secara bersama. 31

14 Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap Bobot 1000 Butir GKP dan GKG Berdasarkan uji ANOVA bobot 1000 butir GKP dan GKG yang terdapat pada tabel (lampiran 2) menunjukan bahwa pengelolaan hara tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir berpengaruh sangat nyata terhadap berat gabah GKP dan GKG.Hasil uji lanjut DMRT (5%) terhadap GKP dan GKG disajikan dalam (tabel 4.8.) Tabel 4.8. Hasil analisis bobot 1000 Butir GKP dan GKG Parameter Perlakuan Bobot 1000 butir (gram) GKP (ton/ha) GKG (ton/ha) Kontrol (tanpa pupuk) (D1) a 3.06a NPK tunggal (D2) bc 4.88b 100% NPK (D3) c 4.96b 75% NPK (D4) bc 4.58b 100% NPK + Organofosfat (D5) bc 4.69b 75% NPK + Organofosfat (D6) bc 4.97b 100% NPK + PO dari Jerami (D7) bc 4.67b 75% NPK + PO dari Jerami (D8) b 4.58b Ket: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil analisis bobot 1000 butir GKP dan GKG (tabel 4.8) menunjukan bahwa bobot 1000 butir yang dihasilkan pada penelitian ini sekitar gram. Berdasarkan deskripsi varietas padi Situbagendit yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang menyatakan bahwa padi situbagendit memiliki bobot 1000 butir mencapai 27.5 gram maka hanya perlakuan 100% NPK + PO dari Jerami (D7) dan 75% NPK + PO dari Jerami (D8) yang bisa mencapainya. Hal ini dikarenakan kandungan hara yang berasal dari jerami membantu tanaman disaat pengisian bulir padi. Di Indonesia rata-rata kandungan unsur hara yang terkandung dalam jerami adalah 04 % N 002 % P 14 % K dan 56 % Si dengan kata lain ketika kita memanen padi 5 ton/ha akan dihasilkan jerami sebanyak 75 ton yang mengandung 45 kg N 10 Kg P 125 Kg K 350 Kg Si (Maspary 2010). Penggunaan pupuk NPK tunggal (D2) maupun majemuk (D3) menghasilkan GKP dan GKG nyata lebih banyak dibanding dengan perlakuan kontrol (D1).Penggunaan jenis pupuk NPK baik tunggal (D2) maupun majemuk (D3) di lahan penelitian saling tidak berbeda nyata terhadap hasil GKP dan GKG 32

15 dikarenakan kandungan hara pada pupuk NPK baik tunggal dan majemuk sudah setara. Penambahan Organofosfat dan jerami pada NPK dosis 75% mampu menghasilkan GKP dan GKG yang nyata tidak berbeda dengan perlakuan 100% dosis NPK akan tetapi penambahan Organofosfat dan jerami pada NPK dosis 100% belum mampu meningkatkan hasil GKP dan GKP. Terlihat dari perlakuan 100% NPK + Organofosfat (D5) dan 100% NPK + PO dari Jerami (D7) dibandingkan dengan perlakuan 100 NPK (D3) memiliki hasil GKP dan GKG yang nyata tidak berbeda. Hasil analisis jaringan tanaman dan gabah (tabel 4.3) menunjukan bahwa tanaman sudah mendapatkan hara fosfat dan kalium yang cukup dengan menggunakan perlakuan 75% NPK + Organofosfat (D6) dan 75% NPK + jerami (D8). Pupuk kalium dan fosfat dibutuhkan oleh tanaman pada saat proses pembungaan dan pengisian bulir. Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa kalium berfungsi untuk membantu meningkatkan pengisian biji tanaman supaya lebih berisi dan padat. Perlakuan 75% NPK (D4) dibandingkan dengan 100% NPK (D3) keduanya juga memiliki GKP dan GKG yang nyata tidak berbeda. Akan tetapi peneliti lebih menyarankan ke petani untuk tetap menambahkan pupuk organosofat maupun jerami guna meningkatkan kesuburan tanah di lahan penelitian. Perlakuan hara dilahan penelitaian menghasilkan GKP sebanyak ton per hektar hasil tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan deskripsi varietas padi Situbagendit yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang menyatakan bahwa padi Situbagendit memiliki rerata hasil 40 ton per hektar dan memiliki potensi hasil 60 ton per hektar. Meskipun sudah melebihi dari rerata hasil akan tetapi semua perlakuan belum bisa mecapai potensi hasil secara genetis seperti yang dikeluarkan oleh balai. Hal ini dikarenakan tanaman mengalami kahat nitrogen didukung oleh hasil penelitian Yahya dkk. (1990) yang mengatakan bahwa nitrogen merupakan unsur hara paling menentukan dalam peningkatan hasil padi gogo rancah di Jeneponto. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat baik dari segi pertumbuhan maupun hasil maka peneliti lebih menyarankan 75% NPK jerami 33

16 sebagai teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) di Desa Semawung Kec. Andong Kab. Boyolali dikarenakan jerami merupakan materi lokal yang lebih mudah didapatkan oleh petani yang ada di Desa Semawung tanpa harus mengeluarkan biaya karena petani bisa mendapatkan jerami dari hasil panen di lahan mereka. 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan mulai Oktober 2014 Februari 2015. Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung Kec. Andong, Kab. Boyolali,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung, Kec. Andong, Boyolali (lahan milik Bapak Sunardi). Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk phonska pada pertumbuhan dan produksi kacang hijau masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Lahan Sawah Tadah Hujan Sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang sangat tergantung pada curah hujan sebagai sumber air untuk berproduksi. Jenis sawah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di desa Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, proinsi Nusa Tenggara Timur pada lahan sawah bukaan baru yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15 II. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah di Bontonompo Gowa-Sulsel yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor LAMPIRAN 147 148 Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor Sifat kimia Nomor ph(1:5) Hasil analisis dihitung berdasarkan contoh tanah kering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Dinamika Unsur Hara pada Berbagai Sistem Pengelolaan Padi Sawah 4.1.1. Dinamika unsur N Gambar 12 menunjukkan dinamika unsur nitrogen di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012). 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting karena mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi. Manfaat yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang 4.1.1 Kondisi Lingkungan Tempat Penelitian Lokasi percobaan bertempat di desa Jayamukti, Kec. Banyusari, Kab. Karawang mendukung untuk budidaya tanaman

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR Oleh : Yudhi Mahmud Fakultas Pertanian Universitas Wiralodra, Jawa Barat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL Eko Srihartanto et al.: Penerapan Sistem Tanam Jajar PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL Eko Srihartanto 1), Sri Wahyuni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/ Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai

Lebih terperinci

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 5 No. 1, Mei PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa.l) DI KECAMATAN JUNTINYUAT KABUPATEN INDRAMAYU

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah LAMPIRAN 62 63 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah Jenis Analisa Satuan Hasil Kriteria ph H 2 O (1:2,5) - 6,2 Agak masam ph KCl (1:2,5) - 5,1 - C-Organik % 1,25 Rendah N-Total % 0,14 Rendah C/N - 12 Sedang

Lebih terperinci

PERAKITAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA SPESIFIK LOKASI PADI SISTEM GOGO RANCAH DI DESA SEMAWUNG KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI

PERAKITAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA SPESIFIK LOKASI PADI SISTEM GOGO RANCAH DI DESA SEMAWUNG KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI Perakitan Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sistem Gogo Rancah (Andrias, dkk.) Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang berperan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi KAJIAN APLIKASI KOMPOS AZOLLA DAN PUPUK ANORGANIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa L) Gatot Kustiono 1), Indarwati 2), Jajuk Herawati 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Mojosari,Mojokerto

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Dosis Pemberian Terak Baja Dengan dan Tanpa Penambahan Bahan Humat Parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010. Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Mei 2010. Pada bulan tersebut salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan

Lebih terperinci

Pengaruh Silikat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah pada Tanah Ultisol

Pengaruh Silikat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah pada Tanah Ultisol Pengaruh Silikat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah pada Tanah Ultisol 20 Didi Ardi Suriadikarta dan Husnain Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah pada bulan Maret

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

Imam Purwanto, Eti Suhaeti, dan Edi Sumantri Teknisi Litkaysa Penyelia Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Imam Purwanto, Eti Suhaeti, dan Edi Sumantri Teknisi Litkaysa Penyelia Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah 6. MENGHITUNG TAKARAN PUPUK UNTUK PERCOBAAN KESUBURAN TANAH Imam Purwanto, Eti Suhaeti, dan Edi Sumantri Teknisi Litkaysa Penyelia Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Pengertian Pupuk Pupuk adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting di Indonesia. Hal ini karena padi merupakan tanaman penghasil beras. Beras adalah makanan pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stadia Pertumbuhan Kedelai Stadia pertumbuhan kedelai secara garis besar dapat dibedakan atas pertumbuhan vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak

Lebih terperinci

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO Sutardi, Kristamtini dan Setyorini Widyayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Luas

Lebih terperinci