BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Teori Pertukaran Sosial Blau, (1964) dalam Fung, Ahmad, & Omar (2012) menyatakan bahwa Teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh organisasi, mereka akan cenderung untuk melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih positif. Blau (1964) dalam Fung, Ahmad, & Omar (2012) mengasumsikan bahwa setiap individu selalu akan berusaha untuk mebalas budi terhadap siapapun yang telah memberikannya keuntungan. Konovsky dan Pugh (1994) dalam Emanuel (2011) menggunakan teori pertukaran sosial untuk berpendapat bahwa ketika karyawan telah puas terhadap pekerjaannya, mereka akan membalasnya. Pembalasan dari karyawan tersebut termasuk perasaan memiliki yang kuat terhadap organisasi dan perilaku seperti OCB. Melihat dari sudut pandang teori diatas adanya kaitan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional serta OCB. Teori tersebut memperkuat penelitian tentang kepuasan kerja, komitmen organisasional dan OCB. Perusahaan yang dapat dengan baik memperlakukan karyawannya dalam artian memperhatikan dari sudut pandang kepuasan kerja mereka, maka karyawan tersebut akan memiliki komitmen yang kuat terhadap perusahaan tersebut. Dan karyawan akan melaksanakan tugasnya dengan semaksimal mungkin bahkan melakukan beberapa hal yang diluar tugasnya. Ketika seseorang mendapatkan kepuasan kerja dan mempunyai
komitmen yangtinggi terhadap organisasi, maka karyawan akan memberikan pelayanan yang baik dan mampu menyelesaikan tugasnya secara maksimal. 2.2 Organizational Citizenship Behavior (OCB) 2.2.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Greenberg dan Baron (2003) menyatakan OCB adalah tindakan yang dilakukan anggota organisasi yang melebihi dari ketentuan formal pekerjaannya. Secara umum, ada tiga komponen utama OCB. Pertama, perilaku tersebut lebih dari ketentuan formal atau deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan. Kedua, tindakan tersebut tidak memerlukan latihan (bersifat alami), dengan kata lain, orang melakukan tindakan tersebut dengan sukarela. Ketiga, tindakan tersebut tidak dihargai dengan imbalan formal oleh organisasi. Van Dyne et al. (dalam Jahangir, Akbar, & Haq, 2004: 77-78) mengatakan bahwa OCB atau yang disebutnya sebagai extra-role behavior (ERB) adalah perilaku yang menguntungkan organisasi atau diarahkan untuk menguntungkan organisasi, dilakukan secara sukarela, dan melebihi ekspektasi peran yang ada. Artinya OCB secara sederhana dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang berakar dari kerelaan dirinya untuk memberikan kontribusi melebihi peran inti atau tugasnya terhadap perusahaannya. Perilaku tersebut dilakukannya, baik secara disadari maupun tidak disadari, diarahkan maupun tidak diarahkan, untuk dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi perusahaannya.
OCB merupakan kontribusi individu yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan di reward oleh perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, membantu untuk tugastugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan yang merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif (Podsakoff et al., 1994). Organ et al. (2005) menjelaskan bahwa OCB merupakan perilaku karyawan perusahaan yang ditujukan untuk meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan tanpa mengabaikan tujuan produktifitas individual karyawan. Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah kontribusi pekerja diatas dan lebih dari job description formal, yang dilakukan secara sukarela, yang secara formal tidak diakui oleh sistem reward, dan memberi kontribusi pada keefektifan dan keefisienan fungsi organisasi. Ini berarti, perilaku tersebut tidak termasuk dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditamplikan pun tidak diberi hukuman.
2.2.2 Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Terdapat lima dimensi OCB menurut Organ et al. (2005) adalah sebagai berikut. (1) Altruism adalah perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang sedang mengalami kesulitan. (2) Conscientiousness adalah perilaku karyawan yang mau patuh terhadap peraturan yang berlaku. (3) Sportmanship adalah perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan dengan bertoleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan ataupun mengeluh. (4) Courtessy adalah prilaku menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah-masalah interpersonal. (5) Civic virtue adalah perilaku yang mau mengikuti perkembangan dalam organisasi. 2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Faktor-faktor yang mempengaruhi OCB cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain yaitu sebagai berikut. 1) Budaya dan Iklim Organisasi. Budaya dan iklim organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya OCB dalam suatu organisasi. George dan Brief (1992)
(dalam Emanuel, Ariek 2011) menyatakan dalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung tujuan organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh organisasinya. 2) Kepribadian dan Suasana Hati Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya perilaku OCB secara individual maupun kelompok. George dan Brief (1992) (dalam Emanuel, Ariek 2011) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi oleh mood. Meskipun suasana hati sebagian dipengaruhi oleh kepribadian, ia juga dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim kelompok kerja dan faktorfaktor keorganisasian. Jadi jika organisasi menghargai karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok kerja berjalan positif, maka karyawan cenderung berada dalam suasana hati yang bagus. 3) Persepsi terhadap Dukungan Organisasional (Perceived Organizational Support) Studi Shore dan Wayne (1993) (dalam Emanuel, Ariek 2011) mengemukakan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional (Perceived Organizational Support/POS) dapat menjadi prediktor OCB. Pekerja yang merasa didukung organisasi, akan memberikan timbal
baliknya (feed back) dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship. 4) Persepsi terhadap Kualitas Hubungan atau Interaksi Atasan-Bawahan Miner (1988) (dalam Emanuel, Ariek 2011) mengemukakan bahwa interaksi atasan bawahan yang berkualitas akan berdampak pada meningkatnya kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja karyawan. 5) Masa Kerja. Greenberg dan Baron (2000) (dalam Emanuel, Ariek 2011) mengemukakan bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin berpengaruh pada OCB. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sommers et al. (1996) (dalam Emanuel, Ariek 2011) Masa kerja dapat berfungsi sebagai prediktor OCB. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masa kerja berkorelasi dengan OCB. Karyawan yang telah lama bekerja akan memiliki kedekatan dan keterikatan yang kuat dengan organisasi tersebut. Masa kerja yang lama juga akan meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi karyawan dalam melakukan pekerjaannya, serta menimbulkan perasaan dan perilaku positif terhadap organisasi yang mempekerjakannya. 6) Jenis Kelamin (Gender) Konrad et al. (2000) (dalam Emanuel, Ariek 2011) mengemukakan bahwa perilaku-perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama dengan orang lain lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Lovel et al. (1999) (dalam Emanuel, Ariek 2011)
juga menemukan perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita dalam tingkatan OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria. Morrison (1994) (dalam Emanuel, Ariek 2011) juga membuktikan bahwa ada perbedaan persepsi terhadap OCB antara pria dan wanita, dimana wanita menganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in-role mereka dibanding pria. 2.3 Kepuasan Kerja 2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Suwatno dan Priansa (2011) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah cara individu merasakan pekerjaannya yang dihasilkan dari sikap individu tersebut terhadap berbagai aspek yang terkandung di dalam pekerjaan. Luthans (2006:243) menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai respon emosional terhadap situasi kerja, yang sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai dalam memenuhi atau melampaui harapan, dan dapat mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Kepuasan kerja merupakan suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya (Robbins danjudge, 2008). Umar (2010) menyatakan bahwa kepuasan kerja memperlihatkan perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan. Sedangkan hal yang serupa juga dinyatakan oleh Mathis dan Jackson (2011) bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi
pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja itu dianggap sebagai hasil dari pengalaman karyawan dalam hubungannya dengan nilai sendiri seperti apa yang dikehendaki dan diharapkan dari pekerjaannya. Pandangan tersebut dapat disederhanakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap dari individu dan merupakan umpan balik terhadap pekerjaannya. 2.3.2 Indikator Kepuasan Kerja Mengacu pada penelitian Puspitawati dan Riana (2014) indikator yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja meliputi : 1) Beban kerja merupakan sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh karyawan. 2) Gaji merupakan sejumlah pemberian imbalan terhadap hasil kerja karyawan. 3) Kenaikan jabatan merupakan kesempatan bagi karyawan untuk terus maju dan berkembang sebagai bentuk pengembangan diri. 4) Pengawas merupakan kemampuan pimpinan untuk menunjukan perhatian dan memberikan bantuan kepada karyawan saat mereka mengalami kesulitan kerja. 5) Rekan kerja merupakan sejauh mana karyawan bisa menjalin persahabatan dan saling mendukung didalam lingkungan kerja. 2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Krieter & Kinicki (2004) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakkupuasan adalah pemenuhan kebutuhan, pencapaian tujuan, deviasi dari yang seharusnya diterima dengan yang didapatkan dan keadilan. Menurut Teori Herzberg, terdapat dua faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan, yaitu: 1) Faktor Motivator merupakan karakteristik pekerjaan berkaitan dengan kepuasan pekerjaan, yaitu sejumlah kebutuhan yang apabila dipenuhi akan menimbulkan kepuasan tetapi jika tidak dipenuhi akan mengurangi kepuasan 2) Faktor Hygiene merupakan karakteristik pekerjaan berkaitan dengan ketidakpuasan pekerjaan, yaitu sejumlah kebutuhan yang apabila dipenuhi tidak akan meningkatkan motivasi, tetapi jika tidak dipenuhi akan menimbulkan kepuasan. Faktor yang termasuk dalam faktor motivator adalah prestasi kerja, promosi, tanggungjawab, pengakuan, dan kerja itu sendiri. Sedangkan faktor yang termasuk faktor hygiene adalah hubungan antar pribadi, keamanan kerja, kehidupan pribadi, keamanan kerja, kebijakan administrasi, gaji, status, supervisi, dan kondisi kerja. Baik faktor motivator dan hygiene sangat penting bagi pemeliharaan tingkat kepuasan pegawai. Kedua faktor ini selalu berjalan seiring dengan aktivitas kerja seseorang dalam organisasinya. 2.4 Komitmen Organisasional
2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasional Armstrong (2006:271) mengemukakan bahwa komitmen organisasional merujuk pada kecintaan dan loyalitas. Komitmen organisasional ini berhubungan dengan kesediaan berada di dalam dan menjadi bagian dari perusahaan. Meyer dan Allen (1997) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keadaan psikologis yang dikarakteristikkan dengan meyakini dan menerima tujuan atau goal dan value yang dimiliki oleh organisasi, kesediaan untuk berusaha dengan sungguhsungguh demi organisasi, mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi dalam mencapai tujuan. Didalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi (Ristiani, 2013). Individu dengan komitmen organisasi yang tinggi dikarakterkan dengan penerimaan dan kepercayaan yangtinggi dalam nilai dan tujuan organisasi, keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi kepentingan organisasi dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi (Mowday et al., 1979). Wiener (1982) menyatakan bahwa komitmen organisasional sebagai dorongan dari dalam diriindividu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadinya. Menurut Mowday et al. (1979)
komitmen menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai olehorganisasi. Komitmen organisasional bisa tumbuh disebabkan karena individu memiliki ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral danmenerima nilai yang ada di dalam organisasi serta tekad dalam diri untuk mengabdi kepada organisasi (Porter et al., dalam Edfan, 2002). 2.4.2 Dimensi-dimensi Komitmen Organisasional Meyer dan Allen (1997) merumuskan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi, yaitu: 1) Affective commitment adalah suatu perasaan yang dimiliki oleh karyawan yang merasa menjadi keluarga dalam perusahaan ini. 2) Continuance commitment adalah suatu kesadaran yang dimiliki oleh karyawan yang merasa mengalami kerugian jika meninggalkan perusahaan. 3) Normative commitment adalah suatu perasaan yang dimiliki oleh karyawan untuk tetap tinggal karena komitmennya terhadap perusahaan. 2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional
John dan Taylor (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional, yaitu : 1) Karakteristik pribadi yang berkaitan dengan usia dan masa kerja, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan jenis kelamin. 2) Karakteristik pekerjaan yang berkaitan dengan peran, self employment, otonomi, jam kerja, tantangan dalam pekerjaan, serta tingkat kesulitan dalampekerjaan. 3) Pengalaman kerja dipandang sebagai suatu kekuatan sosialisasi utama yangmempunyai pengaruh penting dalam pembentukan ikatan psikologis denganorganisasi. 4) Karakteristik struktural yang meliputi kemajuan karier dan peluang promosi, besar atau kecilnya organisasi dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan. 2.5 Hipotesis Penelitian 2.5.1 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap OCB Penelitian yang dilakukan oleh Mahendra (2009) yang menunjukkan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja terhadap OCB. Pernyataan diatas di dukung oleh penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Hasanbasri (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB. Kelana (2009) menyatakan hal yang sama bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan OCB. Semakin tinggi kepuasan
kerja yang dimiliki oleh karyawan maka OCB yang dimiliki oleh karyawan tersebut juga meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Rohayati (2014) menyatakan bahwa variabel kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB. Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnya OCB sebagai akibat dari tinggi rendahnya kualitas kepuasan kerja yang berjalan. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kencanawati (2014) menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruhsignifikan terhadap OCB, Ini berarti semakin tinggi kepuasan kerja karyawan maka semakin tinggi pula OCB karyawan tersebut, dan sebaliknya semakin rendah kepuasan kerja maka semakin rendah pula OCB karyawan tersebut. Oleh karena itu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H1 : Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB 2.5.2 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional Luthans (2009:248) mengemukakan bahwa hubungan yang kuat antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional telah diketahui selama bertahuntahun. Shah et al. (2012) dan Sowmya dan Panchanatham (2011) juga menemukan adanya hubungan yang kuat antara kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional, yang menyatakan bahwa karyawan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan mempunyai komitmen yang tinggi pula terhadap perusahaan.penelitian yang dilakukan oleh Pradhiptya (2013) meyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kepuasan kerja akan semakin
tinggi pula komitmen organisasional. Hasil yang sama juga dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Tania dan Sutanto (2013) bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional dan penelitian yang dilakukan oleh Puspitawati dan Riana (2014) kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen organisasional. Berpengaruh positif signifikan dapat diartikan bahwa apabilakaryawan merasa puas terhadap pekerjaan maka mereka akan lebih berkomitmen pada perusahaan. Oleh karena itu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H2 : Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional 2.5.3 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kencanawati (2014) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap OCB. Penelitian yang dilakukan oleh Han, dkk. (2005) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dengan OCB. Hasil Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maharajdan Schlechter (2007) yang memperoleh hasil bahwa komitmen organisasi bepengaruh signifikan terhadap OCB. Penelitian yang dilakukan oleh Ristiani (2013) menyatakan bahwa komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Hasil penelitian ini juga didukung oleh Lavelle,dkk. (2009) yang menyatakan bahwa komitmen berpengaruh positif dan signifikan terhadapocb. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi komitmen karyawan terhadap perusahaan, maka OCB karyawan juga akan meningkat. Komitmen organisasi yang tinggi akan berakibat pada berbagai sikap dan perilaku positif yang ditunjukkan oleh karyawan seperti misalnya menghindari tindakan, perilaku dan sikap yang merugikan nama baik organisasi, kesetiaan pada pemimpin, kepada rekan setingkat dan kepada bawahan, produktivitas yang tinggi, kesediaan menyelesaikan konflik melalui musyawarah dan sebagainya. Oleh karena itu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H3 : Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB) 2.5.4 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan Komitmen Organisasional sebagai Variabel Mediasi Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widyanto, dkk (2013) menyatakan bahwa komitmen organisasional dapat menjadi variabel perantara antara kepuasan dengan OCB. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Pradhiptya (2013) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional terbukti sebagai variabel mediasi antara kepuasan kerja dengan OCB. Penelitian yang dilakukan oleh Barusman dan Mihdar (2014) menyatakan bahwa pengaruh kepuasan kerja pada OCB melalui komitmen organisasi sebagai moderator. Hasil ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan meningkatkan lebih lanjut komitmen organisasi terhadap dampak pertumbuhan OCB. Ini berarti semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan, akan meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaan dan selanjutnya komitmen tersebut akan meningkatkan OCB karyawan. Oleh karena itu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H4 : Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior(ocb) dengan komitmen organisasional sebagai variabel Mediasi 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian Kerangka berpikir adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diteliti dan diukur dengan melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka berpikir merupakan gambaran terhadap penelitian yang dilakukan serta memberikan landasan yang kuat terhadap topik yang dipilih dan disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Untuk meperjelas pengaruh kepuasan kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan komitmen organisasional sebagai variabel pemediasi maka dapat dibuat kerangka berpikir penelitian sebagai berikut. Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian Komitmen Organisasional (Y1) H2(+) H3 (+) H4 (+) Kepuasan Kerja (X) Organizational Citizenship H1 (+) Behavior (Y2)
Sumber : H1 : Hasanbari (2007), Mahendra (2009), Kelana (2009), Rohayati (2014), Kencanawati (2014). H2 : Sowmya dan Panchanatham (2011), Shah et al. (2012), Pradhiptya (2013), Tania dan Sutanto (2013), Puspitawati dan Riana (2014). H3 : Han dkk. (2005), Maharajdan Schlechter (2007), Lavelle dkk. (2009), Kencanawati (2014),Ristiani (2013). H4 : Pradhiptya (2013), Barusman dan Mihdar (2014), Persada dan Dwi (2014).