BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Responden penelitian ini adalah seluruh karyawan Starbucks Coffee

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya manusia sebagai tenaga kerja tidak dapat disangkal lagi, bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk.

dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya saja dan itu dilakukan secara monoton atau tradisional dari

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

tujuan organisasi sebagai satu kesatuan yang akan dicapainya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kominfo Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Nopember

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Di sebagian besar organisasi atau perusahaan terutama yang bersifat padat

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Dewasa ini, perusahaan semakin berorientasi pada pelanggan dan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk yang cukup banyak, hal tersebut juga akan. Kondisi tersebut mendatangkan peluang-peluang bisnis yang dapat

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

Motivasi dalam Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tidaknya hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dimainkan oleh orang yaitu karyawan dalam organisasi dapat memberikan sesuatu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

Seminar Nasional dan Call for Paper, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Juni 2013; ISSN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Harman et al. (2009) mengemukakan teori tradisional turnover ini menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daripada apakah mereka tinggal (Allen dan Meyer, 1990). Maksudnya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menarik para wisatawan agar mau berkunjung. Hal ini penting dilakukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkat, pekerjaan yang dirancang dengan baik akan mampu menarik dan

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

LAMPIRAN A 1. SKALA PSIKOLOGI KETERIKATAN KERJA 2. SKALA KARAKTERISTIK PEKERJAAN 3. SKALA DUKUNGAN ORGANISASI

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kinerja karyawan dibutuhkan setiap organisasi untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

III. METODELOGI PENELITIAN. sumbernya. Dalam hal ini diperoleh dari responden yang menjawab pertanyaan

BAB II LANDASAN TEORI. landasan teori cyberloafing yang meliputi definisi, aktivitas, dan faktor-faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan

BAB I PENDAHULUAN. hanya pada sektor usaha yang berorientasi pada laba, sektor pendidikan juga

EMPLOYEE ENGAGEMENT: ANTESEDEN DAN PENGARUHNYA PADA KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Khan (dalam Schaufeli, 2012) menyatakan work engagement dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam sebuah penelitian ilmiah, tinjauan pustaka merupakan bagian yang penting untuk diuraikan sebagai dasar pijakan dalam membangun suatu konstruk teoritis, sebagai acuan dasar dalam membangun kerangka berpikir dan menyusun hipotesis penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang mendasari masingmasing peubah, aspek-aspek dan faktor-faktor yang mempengaruhi peubah. Selain itu juga dijelaskan mengenai hasil-hasil penelitian sebelumnya, model penelitian serta hipotesis penelitian. 2.1 Keterikatan Kerja (Work Engagement) Dalam sub pokok bahasan ini akan dijelaskan mengenai pengertian keterikatan kerja, teori keterikatan kerja, aspek keterikatan kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja. 2.1.1 Pengertian Keterikatan Kerja Keterikatan kerja memiliki beberapa istilah dalam penggunaannya antara lain job engagement, employee engagement dan work engagement. Pada penelitian ini, penulis memakai istilah work engagement. Penulis menggunakan istilah work engagement Schaufeli et al. (2002 dalam Seppala et al. 2009) sebagai penjelas keterikatan karyawan karena pengertian yang ada pada work engagement telah merangkum dua pengertian dari job engagement dan employee engagement. Employee engagement maupun work engagement keduanya memiliki karakteristik dan aspek pembentuk yang sama. Secara garis besar, kedua istilah tersebut 19

dibentuk oleh beberapa aspek yang sama yaitu vigor, dedication dan absorption. Menurut Kahn (1990) keterikatan kerja dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Keterikatan yang demikian itu sangat diperlukan untuk mendorong timbulnya semangat kerja karyawan. Keterikatan kerja adalah sebuah kondisi dimana seseorang memiliki pikiran yang positif sehingga mampu mengekspresikan dirinya baik secara fisik, kognitif dan afektif dalam melakukan pekerjaannya (Schaufeli & Bakker, 2004). Saks (2006) menjelaskan bahwa keterikatan sebagai konstruk yang menggunakan komponen kognitif, emosi dan perilaku yang diasosiasikan dengan tanggung jawab pekerjaannya. Taylor (2012) juga menyatakan bahwa keterikatan kerja adalah perasaan keikutsertaan aspek kognitif, emosional, dan fisik karyawan dalam aktivitas pekerjaan, kinerja dan keluaran organisasional. Sementara itu, Bakker & Xanthopoulou (2013) menyatakan bahwa keterikatan kerja merupakan suatu hal yang positif, terpenuhi, pengalaman yang berhubungan dengan pekerjaan meliputi tiga dimensi yang saling melengkapi yaitu energi (vigor), afektif (dedication) dan dimensi kognitif (absorption). Berdasarkan beberapa uraian dalam definisi di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan pengertian keterikatan kerja menurut Schaufeli & Bakker (2004) yaitu keterikatan kerja sebagai sebuah kondisi dimana seseorang memiliki pikiran yang positif sehingga mampu mengekspresikan dirinya baik secara fisik, kognitif dan afektif dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan pengertian tersebut sesuai 20

dengan tujuan penelitian penulis karena dianggap telah mencangkup pengertian yang komprehensif dan mudah dipahami. 2.1.2 Teori Keterikatan Kerja Teori keterikatan di dunia kerja pertama kali diperkenalkan oleh Kahn pada tahun 1990. Kahn (1990) mendefinisikan keterikatan kerja sebagai usaha yang digunakan karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaan dengan cara menggunakan ekspresi diri, kognitif dan emosi mereka sehingga karyawan yang terikat akan memiliki usaha ekstra dalam bekerja. Sedangkan personal disengagement sama dengan melepaskan diri dari tugas dan tanggung jawabnya, tidak merasa terikat baik secara fisik, kognitif atau emosi selama bekerja. Kahn (1990) dalam teorinya tentang keterikatan dan ketidakterikatan mengemukakan bahwa bentuk keterikatan merupakan ekspresi diri yang diinginkan oleh seseorang dan sekaligus bentuk hubungan yang diinginkannya dengan orang lain. Keterikatan kerja (work engagement) selanjutnya juga berkembang ke tingkat dimana konstruk psikologis ini dapat dipenuhi. Dalam teori ini, identifikasi dan pemenuhan dari kebutuhan individu diakui sebagai komponen penting dari keterikatan karyawan, namun pemahaman tentang kebutuhan individu belum sepenuhnya dieksplorasi atau dihubungkan dalam sebuah konseptualisasi. Sementara itu, teori motivasi dari Maslow juga menyediakan sebuah kerangka kerja konseptual untuk dapat memahami kebutuhan dasar manusia serta memberikan konteks untuk konseptualisasi keterikatan karyawan (Saks, 2006). Teori mengenai keterikatan kerja juga dikemukakan oleh Schaufeli et al., (2002) yaitu suatu kondisi pikiran yang positif, memiliki motivasi, 21

dan berhubungan dengan pekerjaan yang ditandai dengan semangat (vigor), dedikasi (dedication) dan absorpsi (absorption). Berdasarkan perspektif praktis, keterikatan kerja telah memberikan kontribusi untuk bidang psikologi positif dengan meningkatkan pengetahuan tentang bagaimana sumber yang berasal dari pekerjaan dan faktor pribadi berpotensi dalam mempengaruhi kesehatan serta mengoptimalkan fungsi tersebut. Berdasarkan perspektif praktis, keterikatan kerja juga menjadi relevan bagi organisasi dan praktisi karena keterkaitannya dengan performance dan indikator positif lainnya seperti extra-role behavior dan meningkatkan komitmen (Bakker et al., 2008). Penulis berasumsi bahwa keterikatan kerja didasarkan pada bagaimana cara individu mengelola motivasi dan memahami kebutuhan dasar pekerjaannya. Oleh karena itu, dibutuhkan keterikatan kerja karyawan ketika karyawan bekerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori keterikatan kerja yang dikemukakan oleh Schaufeli et al., (2002) yaitu suatu kondisi pikiran yang positif, memiliki motivasi, dan berhubungan dengan pekerjaan yang ditandai dengan semangat (vigor), dedikasi (dedication) dan absorpsi (absorption) sesuai dengan tujuan penulis. Alasannya, dalam upaya untuk meningkatkan keterikatan kerja karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal sesuai dengan visi, misi dan tujuan maka diperlukan peran serta karyawan yang dapat ditunjukkan melalui adanya semangat, dedikasi dan absorpsi. 2.1.3 Aspek Keterikatan Kerja Schaufeli et al., (2002) menyatakan bahwa terdapat tiga aspek yang dapat menandakan individu memiliki keterikatan dengan pekerjaan yaitu: 22

a. Semangat (Vigor) Vigor ditandai dengan tingkatan energi dan resiliensi mental yang tinggi saat bekerja, kemauan untuk memberikan usaha dalam suatu pekerjaan, memiliki kemampuan untuk tidak mudah lelah dan tekun terutama saat menghadapi kesulitan. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada aspek ini pada umumnya memiliki banyak energi, semangat dan stamina ketika bekerja. Sementara itu, orang-orang yang memiliki skor rendah pada aspek ini memiliki energi, semangat dan stamina yang rendah ketika bekerja. b. Dedikasi (Dedication) Dedication ditandai dengan perasaan yang berarti, perasaan antusias, bangga terhadap pekerjaan dan merasa terinspirasi serta tertantang dengan pekerjaan. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada aspek ini mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaan dengan sangat kuat karena pekerjaan tersebut dialami secara bermakna, menginspirasi dan menantang serta pada umumnya merasa antusias dan bangga dengan pekerjaan. Sementara itu, orang-orang yang memiliki skor rendah tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena tidak mengalaminya secara bermakna, menginspirasi dan menantang serta tidak merasa antusias ataupun bangga dengan pekerjaannya. c. Absorpsi (Absorption) Absorption ditandai dengan berkonsentrasi penuh, senang, merasa terpikat dengan pekerjaan, merasa waktu berjalan dengan cepat dan sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaan. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada aspek ini pada umumnya merasakan senang, terbenam dan sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaan. 23

Sebagai konsekuensinya, segala sesuatu yang berada disekitarnya akan terlupakan dan waktu terasa berlalu begitu cepat. Sementara itu, orang-orang yang memiliki skor rendah tidak merasa tertarik dan tidak kesulitan untuk melepaskan diri dari pekerjaannya, merasa tidak melupakan apapun yang ada di sekeliling termasuk waktu. Berdasarkan uraian yang dikemukakan, penulis menggunakan aspek-aspek keterikatan kerja yang dikemukakan oleh Schaufeli et al., (2002) karena sesuai dengan kebutuhan penulis. Karyawan yang memiliki keterikatan kerja ditentukan berdasarkan semangat (vigor), dedikasi (dedication) dan absorpsi (absorption). Hal ini tentu akan berimplikasi pada peningkatan produktivitas sesuai dengan visi, misi dan tujuan organisasi. Dengan demikian, ketiga aspek ini akan digunakan penulis untuk mengukur keterikatan kerja karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. 2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterikatan Kerja Kahn (1990) menganalisa tiga hal yang dapat dijadikan prediktor keterikatan kerja, yaitu: a. Kebermaknaan (Meaningfulness) Meaningfulness psychological dapat dilihat sebagai perasaan bahwa seseorang menerima pengembalian atas investasinya pada organisasi berupa harga atau pembayaran, energi kognitif maupun energi emosional. Hal-hal yang mempengaruhi kebermaknaan yaitu tugas, peran dan interaksi kerja. b. Keamanan (Safety) Keamanan, kenyamanan, jaminan perlindungan yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya 24

tanpa takut, kebebasan berekspresi, kejujuran, sehingga tercipta kondisi dimana seseorang dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Hal-hal yang dapat mempengaruhi keamanan yaitu hubungan interpersonal, dinamika kelompok, gaya dan proses manajemen, serta norma dan organisasi. c. Ketersediaan (Availability) Ketersediaan secara fisik, emosional, serta psikologis dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Memiliki kapabilitas untuk mengelola fisik, energi emosional, dan intelektual dalam melakukan pekerjaannya. Hal-hal yang mempengaruhi ketersediaan adalah energi fisik, emosional, keamanan dan kehidupan luar. Sementara itu, faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja karyawan menurut Saks (2006) yang didasari oleh penelitian Khan, yaitu: a. Karakteristik Pekerjaan (Job Characteristic) Berdasarkan pendapat Hackman & Oldham (1980) job characteristic memiliki lima inti yang terdiri dari skill variety task identity, task significance dan feedback form job (Saks, 2006). Beban kerja serta kondisi pengawasan juga merupakan hal penting dalam karakteristik pekerjaan dan menurut Maslach et al., (2001) kedua hal tersebut dapat mempengaruhi keterikatan. Pada kenyataannya, karakteristik pekerjaan khususnya umpan balik dan otonomi, secara konsisten berhubungan dengan rasa hormat. b. Penghargaan dan Pengakuan (Reward and Recognition) Timbal balik atas investasi yang diberikan oleh karyawan dapat berasal dari penghargaan eksternal serta pengakuan atas kinerjanya. Oleh karena itu, seorang karyawan umumnya lebih memilih pekerjaan 25

yang mendapatkan penghargaan dan pengakuan yang lebih besar atas kinerjanya. Berdasarkan pendapat Maslach et al., (2001) rendahnya penghargaan atas kinerja karyawan dapat mengarah pada rendahnya loyalitas, oleh karena itu pengakuan dan penghargaan adalah faktor penting dalam keterikatan karyawan (Saks, 2006). c. Dukungan Organisasi (Perceived Organizational Support) Menurut Rhoades & Eisenberger (2002) menyatakan bahwa dukungan organisasi mengacu pada kepercayaan pada organisasi yang menghargai kontribusi dan memperhatikan kesejahteraan karyawan. Secara khusus, dukungan organisasi menciptakan kewajiban organisasi dalam menciptakan kesejahteraan karyawan yang selanjutnya hal tersebut akan membantu organisasi mencapai tujuan (Saks, 2006). Lebih lanjut, Rhoades et al., (2001) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki dukungan organisasi lebih tinggi, memiliki kemungkinan untuk lebih terikat terhadap pekerjaan dan terhadap organisasi. d. Dukungan Pengawas (Perceived Supervisor Support) Para karyawan umumnya cenderung melihat supervisor mereka sebagai indikasi atas dukungan organisasi dari organisasi yang dinaungi. Menurut Maslach et al., (2001) minimnya dukungan supervisor menjadi faktor yang sangat penting terkait dengan burnout (Saks, 2006). Selain itu, supervisor dipercaya sebagai faktor yang sangat penting untuk membangun keterikatan dan merupakan akar jika terjadi ketidakterikatan. (Bates, 2004; Frank et al., 2004). 26

e. Prosedural dan Keadilan Distributif (Prosedural and Distributive Justice) Bagi organisasi, sangat penting untuk dapat memprediksi serta konsisten dalam hal bagaimana prosedur mengalokasikan dan mendistribusikan rewards bagi karyawan (Colquit, 2001). Sementara itu, pendistribusian terkait dengan persepsi atas keadilan dari keputusan yang dihasilkan, prosedur mengacu pada keadilan yang dirasakan dari cara dan proses yang digunakan untuk menentukan jumlah dan distribusi kepada sumber dayanya (Saks, 2006). Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh beberapa peneliti di atas, penulis menggunakan faktor-faktor keterikatan kerja dari Saks (2006) yang meliputi karakteristik pekerjaan, penghargaan dan pengakuan, dukungan organisasi, dukungan pengawas, prosedural dan keadilan distributif. Dalam penelitian ini, penulis memilih dua faktor, yaitu karakteristik pekerjaan dan dukungan organisasi. Kedua faktor ini digunakan untuk menentukan pengaruhnya terhadap keterikatan kerja karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal dengan asumsi: setiap karyawan memiliki karakteristik pekerjaan yang berbeda-beda, oleh karena itu setiap karyawan harus mampu mengidentifikasi karakteristik tugas dari pekerjaannya. Dengan demikian, karakteristik pekerjaan merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh karyawan. Selain itu, dengan adanya dukungan organisasi akan menjadi bukti bahwa perusahaan menghargai kontribusi karyawan. Maka, dukungan organisasi juga merupakan faktor penting yang menjadi bentuk respon karyawan terhadap dukungan yang diberikan oleh perusahaan. 27

2.2 Karakteristik Pekerjaan (Job Characteristic) Dalam sub pokok bahasan ini akan dijelaskan mengenai pengertian karakteristik pekerjaan, teori karakteristik pekerjaan, dimensi karakteristik pekerjaan dan peran karakteristik pekerjaan. 2.2.1 Pengertian Karakteristik Pekerjaan Menurut Hackman & Oldham (1980) karakteristik pekerjaan merupakan atribut-atribut variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik pekerjaan. Berry (1998) menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan adalah suatu rancangan pekerjaan yang digunakan untuk memberikan kesempatan pada individu untuk mengembangkan kreativitas dalam melakukan pekerjaan. Robbins (2002) menjelaskan bahwa karakteristik pekerjaan merupakan aspek internal dari suatu pekerjaan yang mengacu pada isi dan kondisi dari pekerjaan. Karakteristik pekerjaan juga merupakan upaya mengidentifikasi karakteristik tugas dari pekerjaan, bagaimana karakteristik itu digabung untuk membentuk pekerjaan-pekerjaan yang berbeda. Menurut Kreitner & Kinicki (2005) model karakteristik pekerjaan adalah suatu pendekatan yang lebih mutakhir untuk merancang pekerjaaan. Model ini adalah suatu perkembangan yang luar biasa terhadap pengayaan pekerjaan. Sementara itu Herzberg (1959 dalam Kreitner & Kinicki, 2005) menyatakan bahwa dalam karakteristik pekerjaan setiap karyawan memerlukan variasi pekerjaan agar karyawan memiliki kesempatan untuk dapat berprestasi, mendapat pengakuan, dorongan kerja, tanggung jawab dan kemajuan dalam pekerjaan. Berdasarkan beberapa uraian yang dikemukakan oleh beberapa peneliti diatas, penulis menggunakan pengertian karakteristik pekerjaan menurut Hackman & Oldham (1980) yaitu karakteristik pekerjaan 28

merupakan atribut-atribut variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik pekerjaan. Hal ini dikarenakan pengertian tersebut sesuai dengan tujuan penelitian penulis karena dianggap telah mencangkup pengertian yang komprehensif dan mudah dipahami. 2.2.2 Teori Karakteristik Pekerjaan Robbins (2002) menjelaskan bahwa terdapat tiga teori karakteristik pekerjaan yang paling penting yaitu Teori Atribut Tugas Wajib (Requisite Task Attributes Theory), Teori Model Karakteristik Pekerjaan dan Model Pemrosesan Informasi Sosial. Selain itu, Robbins (2002) juga mengelompokkan teori karakteristik pekerjaan dari Hackman & Oldham sebagai teori sains perilaku bersama-sama dengan Skinner, Clellad, Fieldler dan Herzberg. Teori sains perilaku ini didasarkan pada riset objektif dari perilaku manusia dalam organisasi. Dalam teori ini diusahakan pengembangan desain riset yang teliti yang dapat diulang oleh ilmuwan perilaku lain, dengan harapan dapat ditegakkan suatu sains perilaku organisasional. Menurut teori model karakteristik pekerjaan (Hackman & Oldham, 1975; 1976; Hackman, 1980), karakteristik pekerjaan terdiri atas atributatribut variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik pekerjaan. Sementara itu, otonomi tugas dan umpan balik dari pekerjaan akan menghasilkan keadaan psikologis tertentu. Otonomi berhubungan dengan pengalaman tanggung jawab terhadap hasil kerja, sementara umpan balik dari pekerjaan juga sangat berhubungan dengan pengetahuan mengenai hasil nyata dari kegiatan bekerja. Dengan demikian, penulis memilih teori karakteristik pekerjaan dari Hackman & Oldham (1980) yaitu karakteristik pekerjaan terdiri atas 29

atribut-atribut variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik pekerjaan. Hal ini dikarenakan teori yang dikemukakan sesuai dengan tujuan penulis. Alasannya, dengan adanya karakteristik pekerjaan yang terarah berdasarkan variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik maka karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal akan lebih mudah untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. 2.2.3 Dimensi Karakteristik Pekerjaan Hackman & Oldham (1980) mengungkapkan ada lima dimensi karakteristik pekerjaan, yaitu: a. Variasi Ketrampilan (Skill Variety) Merupakan tingkat variasi kegiatan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh karyawan dalam menyelesaikan tugasn. Semakin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, maka tingkat kebosanan pekerjaan tersebut pun berkurang. Pekerjaan dengan variasi yang minim akan mengakibatkan kebosanan, semakin tinggi tingkat kebosanan akan mengakibatkan kelelahan yang berujung pada kesalahan dalam melakukan pekerjaan (Werther & Davis, 1993). b. Identitas Tugas (Task Identity) Merupakan sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Melalui identitas tugas, memungkinkan karyawan untuk melaksanakan tugas dengan utuh. Produktivitas dan kepuasan karyawan akan meningkat saat karyawan merasa bertanggung jawab untuk tugas-tugas yang teridentifikasi dan masuk akal. 30

c. Signifikansi Tugas (Task Significance) Merupakan tingkatan sejauh mana sebuah pekerjaan memiliki dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. d. Otonomi (Autonomy) Merupakan tingkat kebebasan karyawan atau pemegang kerja, yang memiliki pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan serta memutuskan prosedur seperti apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannnya. Pekerjaan yang memberikan kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. e. Umpan Balik (Feedback from job) Merupakan tingkat aktivitas kerja yang memberikan informasi kepada individu tentang bagaimana efektivitas dari kinerja individu tersebut dalam melakukan pekerjaan. Saat karyawan mendapatkan umpan balik atas seberapa berhasil dirinya mengerjakan pekerjaan, maka akan merasa mendapat bimbingan dan memotivasi untuk berkinerja lebih baik. Model Karakteristik Pekerjaan (Job Characteristic Model-JCM) yang dikembngkan oleh Hackman & Oldham (1980) disajikan dalam Gambar 2.1. 31

Dimensi-dimensi pekerjaan inti Keadaan-keadaan psikologis yang penting Hasil-hasil pribadi dan pekerjaan Variasi ketrampilan Identitas tugas Signifikansi tugas Otonomi Umpan balik Mengalami kepenuhartian dari pekerjaan Mengalami tanggung jawab atas hasil-hasil pekerjaan Pengetahuan akan hasilhasil yang aktual dari aktivitas-aktivitas pekerjaan Motivasi kerja internal yang tinggi Kinerja pekerjaan berkualitas tinggi Kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaan Ketidakhadiran dan perputaran yang rendah Kekuatan kebutuhan pertumbuhan karyawan Gambar 2.1 Model Karakteristik Pekerjaan Berdasarkan uraian yang dikemukakan, penulis menggunakan dimensi-dimensi karakteristik pekerjaan yang dikemukakan oleh Hackman & Oldham (1980) karena sesuai dengan kebutuhan penulis. Karyawan yang memiliki karakteristik pekerjaan ditentukan berdasarkan variasi ketrampilan (skill variety), identitas tugas (task identity), signifikansi tugas (task significance), otonomi (autonomy) dan umpan balik (feedback for job). Dengan adanya dimensi-dimensi tersebut, karyawan akan mudah untuk merancang pekerjaannya secara lebih efektif. Dengan demikian, kelima dimensi ini akan digunakan penulis untuk mengukur karakteristik pekerjaan karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. 32

2.2.4 Peran Karakteristik Pekerjaan Karakteristik pekerjaan menjadi sebuah pendekatan dalam merancang pekerjaan yang menunjukkan bagaimana pekerjaan dideskripsikan ke dalam lima dimensi inti yaitu variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik (Robbins & Judge, 2007). Pendekatan karakteristik pekerjaan merupakan tindak lanjut dari proses rancangan pekerjaan. Selanjutnya model karakteristik pekerjaan ini yang akan berupaya untuk menjelaskan situasi dan merancang pekerjaan efektif bagi individu dengan menggunakan pendekatan contingency (Kreitner & Kinicki, 2005). Pekerjaan yang rutin dan monoton akan menimbulkan kebosanan pada karyawan. Perbedaan karakteristik yang melekat pada pekerjaan memerlukan tipe-tipe pekerja yang tepat sesuai dengan spesifikasi kerja yang ada. Apabila masing-masing karyawan sudah mengetahui jenis pekerjaan apa yang diminati, maka karyawan akan menghadapi dan dapat menangani dengan cara yang khusus. Oleh karena itu, peran karakteristik pekerjaan menjadi hal penting dalam meningkatkan keterikatan kerja karyawan. 2.3 Dukungan Organisasi (Perceived Organizational Support) Dalam sub pokok bahasan ini akan dijelaskan mengenai pengertian dukungan organisasi, teori dukungan organisasi, dimensi dukungan organisasi dan peran dukungan organisasi. 2.3.1 Pengertian Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi menunjukkan bahwa karyawan memiliki keyakinan yang bersifat luas mengenai kepedulian organisasi dalam menilai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan. 33

Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Eisenberger et al., (1986, h.502) yang mengungkapkan the overall extent to which employees believe that their organization values their contribution and cares about their well-being. Rhoades & Eisenberger (2002) juga menyatakan bahwa dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi, memberi dukungan dan peduli kepada kesejahteraan karyawan. Sementara itu, Allen et al., (2003) juga mendefinisikan bahwa dukungan organisasi sebagai suatu keyakinan global karyawan terhadap organisasi tentang seberapa besar organisasi menghargai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraannya. Hal tersebut juga didukung oleh Robbins (2002, dalam Robbins & Judge, 2007) yang mengemukakan bahwa dukungan organisasi adalah suatu tingkat sampai dimana karyawan yakin organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan karyawan. Berdasarkan beberapa uraian dalam pengertian di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan pengertian dukungan organisasi menurut Rhoades & Eisenberger (2002) yaitu dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi, memberi dukungan, dan peduli kepada kesejahteraan mereka. Hal ini dikarenakan pengertian tersebut sesuai dengan tujuan penelitian penulis karena dianggap telah mencangkup pengertian yang komprehensif dan mudah dipahami. 2.3.2 Teori Dukungan Organisasi Dukungan organisasi menjelaskan bagaimana kepercayaan karyawan bahwa organisasi atau perusahaan menghargai kontribusi dan kesejahteraannya. Teori dukungan organisasi (Eisenberger et al., 1986) 34

mengasumsikan bahwa atas dasar norma timbal balik, maka karyawan akan merasa berkewajiban untuk membantu organisasi mencapai tujuannya karena orgnisasi juga peduli terhadap kesejahteraan karyawan. Berakar pada teori pertukaran sosial, teori dukungan oganisasi mengasumsikan bahwa hubungan karyawan dengan organisasi dapat diperkuat melalui hasil positif antara karyawan dengan organisasi (Eder & Eisenberger, 2008). Selain itu, teori dukungan organisasi juga menyatakan bahwa perkembangan dukungan organisasi didukung oleh kecenderungan karyawan dalam menentukan karakteristik kemanusiaan dari organisasi (Eisenberger et al., 1986). Di dalam organisasi, atasan memiliki peran sebagai wakil dari organisasi. Peran atasan sebagai wakil dari organisasi membuat penerimaan karyawan terhadap perlakuan atau tindakan yang menyenangkan dari atasan dapat mendukung timbulnya dukungan organisasi. Kekuatan dan hubungan ini bergantung pada tingkat karyawan dalam mengidentifikasikan perlakuan atau tindakan atasan sebagai perlakuan atau tindakan dari organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002). Dukungan organisasi juga dinilai sebagai jaminan bahwa organisasi akan menyediakan bantuan untuk menyelesaikan sebuah tugas secara efektif dan saat menghadapi kondisi penuh dengan stres (Rhoades & Einsenberger, 2002). Penulis berasumsi bahwa dukungan organisasi didasarkan pada bagaimana persepsi karyawan terhadap organisasi untuk menilai kontribusi yang telah diberikan, yaitu dengan peduli terhadap kesejahteraan karyawan. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan organisasi ketika karyawan bekerja. Dapat disimpulkan bahwa teori dukungan organisasi yang dikemukakan oleh Rhoades & Einsenberger (2002) sesuai 35

dengan tujuan penulis. Alasannya, dalam upaya untuk meningkatkan keterikatan kerja karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal maka diperlukan dukungan organisasi sebagai bukti bahwa organisasi peduli terhadap karyawan. 2.3.3 Dimensi Dukungan Organisasi Sebuah meta-analisis yang dilakukan oleh Rhoades & Eisenberger (2002) mengindikasikan bahwa tiga dimensi utama dari perlakuan yang dipersepsikan oleh karyawan berhubungan dengan dukungan organisasi. Ketiga dimensi utama ini adalah sebagai berikut: 1. Keadilan Keadilan prosedural menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan bagaimana mendistribusikan sumber daya diantara karyawan (Cropanzo & Greenberg, 1997 dalam Rhoades & Eiseberger 2002). Cropanzo & Greenberg (1997 dalam Rhoades & Eisenberger, 2002) membagi keadilan prosedural menjadi aspek keadilan struktural dan aspek sosial. Aspek struktural mencakup peraturan formal dan keputusan mengenai karyawan. Sedangkan aspek sosial seringkali disebut dengan keadilan interaksional yang meliputi bagaimana memperlakukan karyawan dengan penghargaan terhadap martabat dan penghormatan mereka. 2. Dukungan Atasan Karyawan mengembangkan pandangan umum tentang sejauh mana atasan menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Kottke & Sharafinski, 1988 dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). 36

3. Penghargaan Organisasi dan Kondisi Pekerjaan Bentuk dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan ini yakni seperti gaji, pengakuan dan promosi, keamanan dalam bekerja, kemandirian, peran stressor serta pelatihan. Berdasarkan uraian yang dikemukakan, penulis menggunakan dimensi-dimensi dukungan organisasi yang dikemukakan oleh Rhoades & Eisenberger (2002) karena sesuai dengan kebutuhan penulis. Persepsi dukungan organisasi dapat ditentukan berdasarkan keadilan, dukungan atasan, penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan. Adanya dimensidimensi tersebut, akan dapat melihat persepsi karyawan bahwa perusahaan telah menghargai kontribusinya ketika bekerja. Dengan demikian, ketiga aspek ini akan digunakan penulis untuk mengukur dukungan organisasi pada karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk. 2.3.4 Peran Dukungan Organisasi Dukungan organisasi memiliki peranan penting dalam memberikan dukungan terhadap karyawan, yang pada akhirnya akan berdampak pada keterikatan kerja karyawan. Eisenberger (1986 dalam Fuller, 2003) menyarankan bahwa peran dukungan organisasi adalah untuk memperhatikan dan menghargai usaha karyawan dalam membantu keberhasilan sebuah perusahaan. Oleh karena itu, dukungan organisasi yang dimiliki oleh seorang karyawan secara psikologis dapat mempengaruhi keterikatan kerja karyawan tersebut. Peran dukungan organisasi juga dinilai oleh karyawan sebagai pertemuan dari kebutuhan emosi sosial, menyediakan indikasi dari kesiapan organisasi untuk peningkatan kerja dan kecenderungan organisasi untuk menyediakan 37

bantuan saat dibutuhkan untuk mengerjakan sebuah pekerjaan yang efektif (Eisenberger, 1986 dalam Fuller, 2003). Berdasarkan teori dukungan organisasi menunjukkan bahwa adanya proses psikologis mendasari konsekuensi dari persepsi dukungan organisasi, yaitu berdasarkan atas norma timbal balik. Maka dukungan organisasi akan menumbuhkan perasaan berkewajiban untuk peduli terhadap kesejahteraan dan dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. Sementara itu, penerimaan yang bersahabat dan saling menghormati mampu memenuhi kebutuhan emosional karyawan. Dukungan organisasi juga dapat menguatkan keyakinan karyawan bahwa pengakuan dari organisasi serta penghargaan (reward) yang diperoleh akan meningkatkan performansi kerja karyawan. Oleh karena itu, peran dukungan organisasi menjadi hal penting dalam meningkatkan keterikatan kerja karyawan. 2.4 Jenis Kelamin 2.4.1 Pengertian Jenis Kelamin Baron & Byrne (2000) mengartikan bahwa jenis kelamin merupakan sebagian dari konsep diri yang melibatkan identifikasi individu sebagai seorang laki-laki atau perempuan. Badudu & Zain (2001) menjelaskan bahwa jenis kelamin adalah pembedaan atas laki-laki dan perempuan atau jantan dan betina. Jenis kelamin mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan (Santrock, 2003). Sementara itu, Hungu (2005) mengemukakan bahwa jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Sasongko (2009) juga menyatakan bahwa jenis kelamin atau seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. 38

Menurut Wahab (2012), manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara kodrat dibedakan menjadi dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Antara dua jenis kelamin tersebut terdapat perbedaan karakteristik yang khas yang dapat membedakan satu dengan yang lainnya, baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi psikis. Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin merupakan identifikasi individu sebagai perbedaan antara lakilaki dan perempuan yang mengacu pada dimensi biologis. 2.5 Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya Keterikatan kerja karyawan terhadap perusahaan merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah perusahaan. Semakin baik keterikatan kerja maka pelaksanaan tugas pekerjaan akan menjadi lebih optimal. Tanpa keterikatan kerja yang baik dari karyawan, perusahaan akan mengalami kesulitan dalam mencapai hasil yang maksimal. Keterikatan kerja yang baik terhadap perusahaan dapat mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepada karyawan. Hal ini dapat membantu tercapainya tujuan organisasi dan kemajuan dari sebuah perusahaan. Penelitian sebelumnya sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Oleh sebab itu, berbagai penelitian sebelumnya telah menemukan hasil analisa bahwa karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi dan jenis kelamin menjadi faktor yang memiliki keterkaitan dengan keterikatan kerja. 2.5.1 Pengaruh Karakteristik Pekerjaan dan Dukungan Organisasi terhadap Keterikatan Kerja Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dan sejauh penelusuran penulis pada berbagai hasil penelitian maupun jurnal melalui 39

internet dan cetakan, hingga saat ini belum ada studi mengenai karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi dan keterikatan kerja yang diteliti secara bersama-sama (simultan). Oleh karena itu, hal tersebut yang menjadikan alasan penulis ingin meneliti pengaruh karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi terhadap keterikatan kerja. 2.5.2 Pengaruh Karakteristik Pekerjaan terhadap Keterikatan Kerja Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, dapat dilihat bahwa hasil penelitian Anggun (2012), kepada 76 orang karyawan kantor pusat PT Wika Beton dengan status pegawai tetap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari karakteristik pekerjaan dan keterikatan karyawan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,522 dan koefisien determinasi sebesar 0,272 (27,2%). Dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin baik karakteristik pekerjaan, maka semakin baik pula keterikatan karyawan terhadap perusahaan. Dan sebaliknya, jika karakterisik pekerjaan karyawan rendah, maka keterikatan karyawan akan menurun. Sementara itu, Reeves (2010) juga melakukan penelitian pada 161 karyawan dari beragam organisasi. Hasil yang didapat yaitu karakteristik pekerjaan secara signifikan juga berhubungan dengan keterikatan karyawan ketika bekerja. Penelitian yang dilakukan Supardi (2014) menyatakan bahwa ada hubungan positif signifikan antara karakteristik pekerjaan (p value < 0,05, R= 0,477) dengan keterikatan pada perawat. Faktor yang memberikan pengaruh terhadap tingkat keterikatan perawat adalah karakteristik pekerjaan (standar koefisien beta = 0,424). Hasil penelitian-penelitian tersebut juga sejalan dengan dengan survai yang dilakukan oleh 40

Wildermuth & Pauken (2008), kedua peneliti ini melakukan studi lapangan menggunakan wawancara dengan hasil bahwa ada karyawan yang merasa terikat karena efek dari pekerjaan yaitu dapat membantu rekan kerjanya, ada pula karyawan yang merasa terikat jika pekerjaan yang dilakukan memiliki manfaat bagi perusahaan yang dinaungi. Temuan Kahn (1990) juga menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan memiliki pengaruh positif atas tingkat keterikatan karyawan. Naomi & Fathul (2014) lewat penelitiannya juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang menjadi prediktor dari keterikatan kerja adalah karakteristik pekerjaan. Hasil penelitian Saragih dan Meily (2013) pada 164 karyawan perbankan di kota Bandung dan Jakarta menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan tidak berpengaruh dengan keterikatan kerja dan keterikatan organisasi. Penelitian Mugo et al., (2004) menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan menjelaskan 95,2% dari keterikatan karyawan negara di Kenya dan tingkat keterikatan untuk karyawan berada di atas rata-rata. Hasil temuan Nusatria (2012) pada karyawan PT Telkom di Kota Semarang menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan berpengaruh signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Fitriani (2012) pada karyawan di PT Bank Mandiri, Tbk menunjukkan nilai R kuadrat sebesar 0,429 yang berarti bahwa 42,9% keterikatan karyawan dapat dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan. 2.5.3 Pengaruh Dukungan Organisasi terhadap Keterikatan Kerja Berdasarkan hasil penelitian Grace & Hadi (2013) pada guru SMA Swasta di Surabaya dengan subjek 128 orang yang terdiri dari 92 orang perempuan dan 36 orang laki-laki mendapatkan temuan bahwa dukungan organisasi dan keterikatan kerja memiliki hubungan positif lemah dengan 41

nilai R= 0,237 (p<0,01) yang berarti tingginya persepsi terhadap dukungan organisasi memiliki hubungan dengan tingginya keterikatan kerja seseorang. Hasil temuan Seyed et al., (2014) terhadap 291 orang pimpinan di Universitas Iranian menyatakan bahwa ada hubungan positif signifikan antara dukungan organisasi dengan keterikatan karyawan dengan nilai path coefficient = 0,90 dan T-value = 12,77. Hal ini didukung dengan penelitian Tanudjaja (2013) bahwa dukungan organisasi memiliki hubungan positif dengan keterikatan kerja dengan nilai p=0,020 (p<0,05), F=0,245. Hasil penelitian Stefani (2015) juga menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan organisasi dan keterikatan kerja (rxy= 0,528, p<0,01). Hal tersebut mengindikasikan bahwa hipotesis penelitian diterima dan dukungan organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 27,8% terhadap keterikatan kerja (R= 0,278). Penelitian Supardi (2014) menyatakan bahwa ada hubungan positif lemah antara dukungan supervisor dengan keterikatan perawat (p value < 0,05, R=0,193). Hasil temuan Sekarwangi & Sito (2013) terhadap 186 karyawan tetap Direktorat Produksi PT Pupuk Kalimantan Timur menyatakan bahwa peubah keadilan organisasi, dimana keadilan organisasi merupakan dimensi dari dukungan organisasi secara signifikan terbukti menjadi prediktor keterikatan dengan hasil R=0,267; F=7,018 dan nilai signifikansi=0,01. Sementara itu, temuan Nusatria (2012) pada karyawan PT Telkom di Kota Semarang menyatakan bahwa tidak adanya pengaruh dalam hubungan dukungan organisasi terhadap pembentukan keterikatan karyawan. Hal ini berarti, dukungan organisasi yang diterima karyawan tidak memiliki pengaruh dalam keterikatan karyawan ketika bekerja. Saks 42

(2006); Rich et al., (2010) lewat penelitiannya tentang keterikatan menunjukkan bahwa dukungan organisasi merupakan salah satu prediktor terhadap munculnya keterikatan karyawan. Hasil penelitian Fitriani (2012) pada karyawan di PT Bank Mandiri, Tbk menunjukkan nilai R kuadrat sebesar 0,313 yang berarti bahwa 31,3% keterikatan karyawan dapat dipengaruhi oleh dukungan organisasi. Hal ini didukung oleh temuan Saragih & Meily (2013) pada 164 karyawan perbankan di Bandung dan Jakarta bahwa dukungan organisasi yang diterima karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterikatan karyawan. 2.5.4 Pengaruh Keterikatan Kerja terhadap Jenis Kelamin Berdasarkan penelitian sebelumnya, ada pandangan yang bertentangan mengenai hal keterikatan kerja yaitu siapa yang lebih terikat dengan perusahaan, antara laki-laki dan perempuan. Penelitian Gallup menemukan bahwa wanita cenderung untuk menemukan lebih banyak kepuasan dalam pekerjaan mereka dan merupakan hasil yang wajar ketika perempuan lebih memiliki keterikatan daripada laki-laki (Johnson, 2004). Peneliti yang sama tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam tingkat keterikatan kerja karyawan saat penelitian dilakukan pada karyawan di negara Thailand. Kapoor & Anthony (2013, dalam Gard, 2014) menyimpulkan penelitiannya bahwa karyawan laki-laki pekerja pabrik memiliki keterikatan yang tinggi ketika bekerja daripada karyawan perempuan. Hasil penelitian Sprang et al., (2007) juga menyatakan bahwa karyawan perempuan terlihat lebih sering mengalami burn out disebabkan karena kurang memiliki keterikatan dibandingkan dengan karyawan laki-laki. Penelitian Ariani (2013) pada industri jasa di kota Yogyakarta menyatakan 43

bahwa tidak ada perbedaan antar jenis kelamin pada keterikatan karyawan ketika bekerja. 2.6 Dinamika Hubungan Antar Peubah Keterikatan kerja merupakan sifat dan perilaku seorang karyawan dalam bekerja dimana karyawan mengekspresikan diri secara total baik secara fisik, kognitif, afektif dan emosional. Berdasarkan pada kajian dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya, penulis berasumsi bahwa karakteristik pekerjaan memiliki pengaruh terhadap keterikatan kerja. Hal ini berarti semakin tinggi keterikatan kerja karyawan, semakin tinggi pula karakteristik pekerjaan yang dimiliki karyawan. Pekerjaan dengan tingkat karakteristik kerja yang tinggi melengkapi individu-individu dengan ruang dan insentif untuk membawa diri ke dalam pekerjaan atau menjadi lebih terikat (Kahn, 1990; Saks, 2006). Karyawan yang mengetahui karakteristik pekerjaannya akan lebih menguasai hal apapun yang terkandung pada pekerjaan, sehingga akan mudah terikat pada setiap pekerjaan yang diberikan. Karakteristik pekerjaan dirancang dengan menggunakan lima dimensi pekerjaan pokok yaitu variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik. Kelima dimensi tersebut bertujuan agar kebutuhan psikologis karyawan ketika bekerja dapat terpenuhi sehingga akan memotivasi karyawan dalam bekerja dan kemudian akan meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Karyawan dengan karakteristik kerja yang baik maka akan merasa memiliki keterikatan pada aspek pekerjaan yang dihadapi. Karakteristik kerja yang beragam dan menantang akan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menggunakan 44

keahliannya. Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas, pentingnya karakteristik pekerjaan akan membuat karyawan bisa menemukan kepuasan serta akan lebih meningkatkan keterikatannya ketika bekerja. Selain karakteristik pekerjaan, berdasarkan pada kajian dan hasil penelitian yang telah diuraikan, penulis juga berasumsi bahwa dukungan organisasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan dengan keterikatan kerja karyawan. Hal ini berarti semakin tinggi persepsi dukungan organisasi, semakin tinggi pula keterikatan kerja yang dimiliki oleh karyawan. Karyawan yang terikat secara psikologis dan emosional pada perusahaan, akan membuat hasil kerja karyawan semakin cemerlang dan kinerjanya pun meningkat. Eisenberger et al., (1990) memaparkan bahwa karyawan yang memiliki persepsi bahwa organisasi memberikan dukungan dan peduli terhadap kesejahteraannya, maka dapat ditunjukkan dengan tingkat absensi yang menurun serta akan selalu berusaha terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Ketika karyawan percaya bahwa perusahaan tempat bekerja memperhatikan kesejahteraan, karyawan juga akan memenuhi kewajiban dan tanggung jawab nya pada perusahaan dengan menjadi lebih terikat. Peran dukungan organisasi mempengaruhi terjadinya keterikatan kerja, karena adanya perhatian dari perusahaan dapat menimbulkan keterikatan kerja yang baik. Oleh karena itu, dengan adanya dukungan organisasi yang positif maka akan mampu menciptakan keterikatan kerja yang positif juga. 2.7 Model Penelitian Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu, maka model penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 45

Y Gambar 2.2 Model Penelitian Keterangan: = Karakteristik Pekerjaan = Dukungan Organisasi = Jenis Kelamin Y = Keterikatan Kerja 2.8 Hipotesis Penelitian Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan model penelitian yang ada, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh Karakteristik Pekerjaan dan Dukungan Organisasi secara simultan terhadap Keterikatan Kerja karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. 2. Ada perbedaan signifikan Keterikatan Kerja ditinjau dari Jenis Kelamin karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. 46