BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah

BAB I. PENDAHULUAN. Meningioma merupakan tumor otak primer yang berasal jaringan. meninges dan merupakan salah satu tumor primer yang cukup sering

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

HUBUNGAN KONTRASEPSI ORAL DAN KANKER PAYUDARA : STUDI KASUS KONTROL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia. kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Kontrasepsi Hormonal (PIL)

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Selama masa perkembangan tubuh, payudara juga mengalami

Hubungan Faktor Risiko Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Kanker Payudara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan kanker dengan angka. kejadian tertinggi pada wanita, sebanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini memiliki fokus pada kanker payudara usia muda pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) (1970, dalam Suratun, 2008)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering. terjadi di dunia dan kejadiannya bertambah terutama pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penelitian yang dilakukan oleh Weir et al. dari Centers for Disease Control and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

marker inflamasi belum pernah dilakukan di Indonesia.

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Poin ke 5 dalam Milenium Development Goals (MDG) adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka

HUBUNGAN ANTARA RESEPTOR PROGESTERON DENGAN Ki-67 LABELING INDEX PADA MENINGIOMA

BAB I PENDAHULUAN. dan progesteron dalam ovarium. Menopause alami ditegakkan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. jinak dengan karakter tidak nyeri, dapat digerakkan, berbatas tegas dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan dan pendesakan, serta menginvasi dura termasuk dura pada sinus (Reifenberger et. al., 2010). Karena lokasinya tersebut, tumor ini seringkali menyebabkan komplikasi serius dan kematian (Wiemels et. al., 2010). Di orbita meningioma dapat ditemukan sebagai tumor primer maupun sekunder, dengan gejala yang ditimbulkan berupa kehilangan visus ipsilateral, defek pupil aferen, gangguan pengihatan warna, gangguan lapang pandang, proptosis, edema diskus optikus, gangguan gerak bola mata, nyeri dan edema palpebra. Meningioma selubung saraf optik merupakan 1/3 tumor saraf optik primer dan 5-10% tumor orbita, sedangkan meningioma saraf optik sekunder merupakan perluasan dari intrakranial (Turbin & Pokorny, 2004). Meningioma merupakan tumor intrakranial jinak primer yang paling sering dilaporkan di Amerika (Dolecek et. al., 2012). Data insidensi meningioma yang dilaporkan di negara Asia masih terbatas. Di Indonesia, khususnya di RS Dr Sardjito Yogyakarta data dari bagian Patologi Anatomi menunjukkan bahwa meningioma adalah tumor otak terbanyak pada tahun 2001-2008 yaitu sebanyak 43,18% (Susilowati, 2010).

2 Insidensi meningioma dilaporkan 2 kali lipat lebih tinggi pada wanita dibanding pria, dengan peningkatan rasio 3,5:1 pada masa reproduksi (Wiemels et. al., 2014). Pada tahun 2007 diperkirakan lebih dari 100.000 wanita di Amerika mengalami pembedahan untuk diagnosis, dengan 9000 kasus meningioma baru (Claus et. al.,2007). Hasil yang serupa dilaporkan di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, yaitu rasio wanita dibanding pria adalah 4:1 dengan usia rata-rata 40,6 tahun (Zebua, 2011). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan masih sangat sedikit yang diketahui mengenai etiologi meningioma. Perubahan ukuran meningioma pada siklus menstruasi, kehamilan dan menopouse serta hubungannya dengan kanker payudara banyak dilaporkan oleh berbagai penelitian. Begitu juga dengan perubahan simtomatologi selama siklus menstruasi, misalnyagejala yang berhubungan dengan meningioma seperti diplopia, skotoma sentral atau ptosis dapat meningkat selama fase luteal dari siklus menstruasi (Wahab dan Al Azzawi, 2003). Berdasarkan hal tersebut hormon steroid endogen maupun eksogen diduga berhubungan dengan meningioma dan mungkin berperan dalam tumorigenesis dan progresifitas meningioma (Claus et. al., 2007). Terapi sulih hormon dan kontrasepsi adalah faktor risiko yang sering dihubungkan dengan meningioma. Penggunaan terapi sulih hormon pada wanita menopouse dilaporkan positif berhubungan dengan meningioma, sedangkan kontrasepsi oral tidak menunjukkan hasil yang konsisten (Claus et. al.,2007; Qi et. al.,2013). Hubungan tersebut terutama dengan paparan hormon yang mengandung hormon progestin. Qi, et. al., (2013)juga melaporkan peningkatan risiko

3 meningioma pada pengguna terapi sulih hormon, wanita paska menopouse, dan paritas. Pengaruh hormon pada meningioma juga didukung oleh berbagai penelitian yang melaporkan bahwa sebagian besar meningioma mengekspresikan reseptor hormon pada membran sel, dengan berbagai variasi (Marosi et. al., 2008). Lebih dari 70% meningioma mengekspresikan reseptor progesteron, dan kurang dari 31% mengekspresikan reseptor estrogen, sehingga reseptor progesteron merupakan faktor yang diduga lebih berperan pada etiologi meningioma (Wahab & Al Azzawi, 2003). Manipulasi hormon eksogen diduga menyebabkan perubahan predominansi isoform progesteron sehingga disarankan penelitian pada pasien yang menerima terapi hormon eksogen (Vadivelu & Schulder, 2012).Selain itu beberapa penelitian juga menyarankan perlu dilakukannya evaluasi terhadap penggunaan hormon eksogen dengan perhatian khusus pada jenis hormon, durasi dan usia dikaitkan dengan tipe reseptor hormon. Para ahli juga mengembangan penelitian yang menilai aktivitas faktorfaktor pertumbuhan dan angiogenesis pada meningioma yang penting untuk tatalaksana dan rekurensi meningioma. Berdasarkan vaskularitasnya meningioma merupakan tumor yang mempunyai berbagai derajat vaskularitas yang umumnya berkaitan dengan derajat edema peri tumor (Pamir, 2010). Pada penerapannya secara klinis sebuah penelitian merekomendasikan terapi dengan anti VEGF pada jaringan meningioma yang mempunyai aktivitas melawan rekurensi dan progesifitas serta mengatasi oedem otak peri tumor (Hou, et. al., 2013).

4 Penelitian oleh Baxter et. al., (2014) melaporkan ekspresi reseptor faktorfaktor pertumbuhan selain reseptor hormon pada meningioma yaitu insulin like growth factor 1 (IGF-1), epidermal growth factor receptor (EGFR) dan growth hormone receptor (GHr) pada 88-94% kasus, sedangkan reseptor VEGF di temukan pada 69% kasus. Tingginya ekspresi epithelial growth factor (EGF) dan platelet derived growth factor (PDGF) pada meningioma diduga selain berperan sebagai mitogen juga menginduksi regulasi VEGF. Berdasarkan penelitian pada hewan coba ekspresi mrna VEGF diregulasi secara hormonal pada sel yang memproduksi dan berespon terhadap steroid, oleh karena itu hubungan antara peningkatan regulasi VEGF dan kadar progesteron pada jaringan meningioma diduga penting secara molekuler (Pamir, 2010). Penggunaterapi sulih hormon di Indonesia masih sangat terbatas (Baziad, 1997). Sedangkanberdasarkan data yang dilaporkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pengguna kontrasepsi di Indonesia pada tahun 2013 sebagian besar merupakan pengguna kontrasepsi hormonal dengan metode suntikan (36%)dan pil (15,1%) yang terutama mengandung progesteron sintetik.sampai saat ini data tentang perbedaan karakteristik populasi, jenis paparan terkait faktor risikoeskpresi reseptor hormon serta aktivitas angiogenesis pada meningioma di Indonesia, khususnya di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya masih sangat terbatas.

5 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah jenis dan durasi kontrasepsi berhubungan dengan ekspresi reseptor progesteron, estrogen pada jaringan meningioma wanita? C. Keaslian Penelitian Penelitian yang pertama-tama melaporkan hubungan positif meningioma dengan paparan hormon eksogen adalah Nurse s Health Control Study (NHS). Risiko relatif wanita premenopouse yang menggunakan terapi hormon dibanding wanita post menopouse yang tidak menggunakan adalah 2,48, sedangkan pada wanita post menopouse yang menggunakan adalah 1,86. Namun dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara meningioma dan pengguna kontrasepsi oral (Jahwar et. al.,2003). Sedangkan penelitian mengenai resptor hormon sex steroid telah banyak dilakukan terkait dengan derajat histopatologi dan prognosis meningioma. Penelitian oleh Roser F et. al.,(2004) dantaghipour, et.al., (2007) menunjukkan reseptor progesteron yang positif ditemukan secara signifikan pada meningioma jinak dan berasosiasi dengan prognosis yang lebih baik. Hubungan faktor risiko hormon eksogen dengan ekspresi reseptor baru dilaporkan kemudian oleh Custer et. al., (2006) pada sebuah penelitian kasus kontrol di Amerika. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Korhonen et. al., (2010) di Finlandia. Pada kedua penelitian tersebut status hormonal, paritas, menopouse dan paparan hormon eksogen terutama penggunaan terapi sulih hormon dan kontrasepsi hormonal dianalisis hubungannya dengan status ekspresi

6 hormon estrogen dan progesteron. Pada penelitian yang dilaporkan oleh Custer et. al., (2006) ekspresi reseptor progesteron yang rendah (25%) berhubungan dengan kontrasepsi oral dan jumlah kelahiran hidup. Sedangkan penelitian oleh Korhonen et. al.,(2010)melaporkan adanya peningkatan risiko reseptor progesteron positif pada penggunaan kontrasepsi oral dan kontrasepsi hormonal lain. Penelitian mengenai keberadaan reseptor VEGF yang diduga bertanggungjawab pada angiogenesis meningioma telah banyak dipublikasikan. Jalur VEGF-A terbukti berhubungan dengan panjang kapiler tumor yang diduga berhubungan dengan oedem otak peri tumor (Nassehi et. al., 2013). VEGF-A diduga disekresikan oleh sel meningioma secara langsung untuk menginduksi angiogenesis dan edemagenesis. Keterkaitan hormon steroid pada regulasi VEGF didukung oleh penelitian secara in vitro pada kultur sel endometrium dengan reseptor progesteron positif yang menunjukkan bahwa proliferasi sel distimulasi oleh estrogen namun angiogenesis diinduksi oleh progesteron melalui peningkatan sekresi VEGF yang lebih lanjut meningkatkan vaskularitas dan aliran darah subendometrial (Wen et. al.,2009).keberadaan reseptor VEGF sendiri pada jaringan meningioma dilaporkan cukup tinggi yaitu 69%, bersama dengan 87% reseptor progesteron pada jaringan meningioma yang diperiksa (Baxter et. al., 2014). Namun keberadaan reseptor VEGF tersebut pada sel meningioma dan hubungannya dengan progesteron belum dianalisis.

7 Pada penelitian ini peneliti ingin melihat hubungan ekspresi reseptor progesteron dan estrogen pada jaringan histopatologi meningiomadalam % sel imunopositif, yang dihubungkan dengan faktor risiko jenis dan durasi paparan hormon eksogen di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jenis dan durasi kontrasepsi berhubungan dengan ekspresi reseptor progesterone dan estrogen di jaringan histopatologi meningioma wanita. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuktikan kesesuainekspresi reseptor hormon steroid progesteron dan estrogen pada wanita penderita meningioma dengan jenis dan durasi kontrasepsi dan kemungkinan peran hormon progesteron dan estrogen pada regulasi VEGF. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran lebih jelas apakah paparan hormon eksogen dapat merupakan faktor risiko meningioma pada wanita pengguna kontrasepsi hormonal melalui karakteristik reseptor hormon yang diekspresikan. Dengan demikian dapat memperjelas etiologi meningioma dan memberi masukan dalam penatalaksanaan serta pencegahan meningioma pada wanita.