40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan usaha penangkapan ikan nelayan payang ialah bagaimana cara memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak dan beragam dengan kualitas yang memadai dalam jangka waktu tertentu sehingga menjadi pendapatan nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hasil tangkapan nelayan payang yang diperoleh harus dapat dijual tidak saja dengan harga yang layak, tetapi juga dalam waktu yang tidak terlalu lama. Karena ikan merupakan komoditi yang cepat rusak/busuk apalagi tanpa perlakuan (Ismail, 2001), padahal berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan pada umumnya nelayan payang di desa Bandengan tidak memiliki sarana penyimpanan yang dapat menjaga kualitas ikan hasil tangkapan mereka. Besar atau kecil volume hasil tangkapan nelayan payang tidak hanya ditentukan oleh sumberdaya yang mereka miliki, seperti perahu dan alat tangkap serta pengalaman mereka sebagai nelayan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan laut dan kondisi geografi di mana mereka melakukan usaha penangkapan ikan. Selain faktor lingkungan tersebut diduga terjadinya kenaikan harga BBM pun juga berpengaruh terhadap volume hasil tangkapan ikan disebabkan oleh BBM yang digunakan nelayan untuk melaut merupakan biaya melaut yang dominan dari keseluruhan biaya melaut lainnya dalam operasi penangkapan ikan sehingga untuk mengetahui besaran pendapatan dari usaha penangkapan payang maka dilakukan suatu analisis usaha penangkapan ikan nelayan payang di Desa Bandengan. 6.1 Analisis Usaha Penangkapan Payang 6.1.1 Analisis Biaya Usaha Penangkapan Payang 1. Investasi Investasi nelayan payang Desa Bandengan dalam usaha penangkapan ikan terdiri atas perahu, alat tangkap dan mesin. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap para 27 responden nelayan diperoleh perhitungan biaya investasi berupa perahu sebesar Rp 25.400.000,00, alat tangkap sebesar Rp
41 15.000.000,00 dan mesin sebesar Rp 5.000.000,00 sebagaimana yang disajikan pada Tabel 17 dan Lampiran 4. Tabel 17 Pengeluaran biaya investasi unit penangkapan payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2008 No Jenis Investasi Rata-rata Biaya Pembelian (Rp1.000) Prosentase Biaya (%) 1 Perahu 25.400 56,0 2 Alat Tangkap 15.000 33,0 3 Mesin 5.000 11,0 Jumlah 45.400 100,0 Sumber : Analisis data primer, 2008 Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap nelayan payang Desa Bandengan, ukuran perahu yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap payang mempunyai rata-rata panjang (P) 10-12 m, lebar (L) 3-3,5 m dan tinggi (D) 1,3-1,5 m, dengan tenaga penggerak digunakan umumnya berkekuatan 24 PK dan sebagian besar bermerek Dompheng. Alat tangkap payang yang digunakan dalam usaha penangkapan ini memiliki dua buah sayap yang terletak di sebelah kanan dan kiri badan payang berukuran panjang sekitar 100-200 meter, bagian badan jaring sepanjang 36-65 meter dan bagian kantong terletak di belakang bagian badan payang yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan adalah sepanjang 10-20 meter. Perahu payang yang digunakan nelayan dalam operasi penangkapan ikan di laut tidak dilengkapi palka. Tempat pembuatan perahu payang dilakukan di Desa Bandengan. Adapun alat tangkap payang, pada umumnya dibuat sendiri oleh nelayan di Desa Bandengan setelah membeli bahan alat tangkap di daerah yang sama, sedangkan tenaga penggerak berupa mesin Dompheng berasal dari Cina. Besarnya investasi pada kegiatan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang di Desa Bandengan adalah Rp 45.400.000,00. Perahu merupakan komponen biaya yang paling dominan yaitu Rp 25.400.000,00 atau 56% dibandingkan dengan seluruh biaya pengeluaran dana investasi armada payang. Hal ini disebabkan oleh bahan baku perahu terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) yang harganya cukup tinggi sehingga berpengaruh pada besarnya biaya perahu.
42 2. Biaya Operasional Penangkapan Ikan Dalam penelitian ini yang termasuk komponen biaya variabel adalah biayabiaya bahan bakar, pelumas, perbekalan konsumsi yang dibawa, air tawar dan upah yang menggunakan sistem bagi hasil ABK. Berdasarkan hasil wawancara melalui kuisioner yang dilakukan para responden nelayan berjumlah 27 orang diperoleh perhitungan biaya operasional melaut unit penangkapan payang ukuran perahu payang rata-rata panjang (P) 10-12 m, lebar (L) 3-3,5 m dan tinggi (D) 1,3-1,5 m terdiri atas biaya bahan bakar sebesar Rp 105.000,00 (Tabel 18 dan Lampiran 5) dengan jumlah BBM jenis minyak tanah oplosan per trip melaut 30 liter, biaya pelumas sebesar Rp 30.000,00 dengan jumlah pelumas per trip 4 liter, biaya perbekalan konsumsi sebesar Rp 61.0000,00 per trip dan biaya air tawar sebesar Rp 4.000,00 dengan jumlah 10 liter per trip. Upah seluruh tenaga kerja per trip berdasarkan bagi hasil diperoleh sebesar Rp 266.775,00. Tabel 18 Biaya rata-rata variabel yang dikeluarkan unit penangkapan nelayan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008 Rata-rata jumlah pengeluaran (Rp) Persentase-1 *) (%) Persentase-2 **) (%) No Jenis biaya 1. Biaya Operasi Melaut 1) Bahan bakar ***) 105.000 22,4 52,5 2) Pelumas 30.000 6,4 15,0 3) Perbekalan konsumsi 61.000 13,0 30,5 4) Air tawar 4.000 0,8 2,0 Sub Jumlah 200.000-100,0 2. Upah TK (Bagi hasil) 266.775 57,1-3. Jumlah biaya variabel 466.775 100,0 - Keterangan : *) Persentase terhadap biaya total variabel **) Persentase terhadap biaya operasi melaut ***) Jenis Minyak tanah oplosan Sumber : Data primer, 2008 Dalam hal proses bagi hasil, yang dibagi adalah hasil penjualan ikan hasil tangkapan. Setelah ikan hasil tangkapan dijual oleh tengkulak selama satu hari di Desa Bandengan kemudian dilakukan perhitungan bagi hasil antara nelayan pemilik dan tenaga kerja (ABK). Waktu-waktu perhitungan bagi hasil dilakukan setiap akhir trip sehingga para nelayan buruh menerima bagiannya setiap trip melaut.
43 Besarnya bagi hasil yang diterima nelayan pemilik dan tenaga kerja (ABK) adalah setengah-setengah, yaitu setelah hasil penjualan ikan dikurangi biaya operasional melaut, lalu dibagi dua antara nelayan pemilik dan tenaga kerja. Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan nelayan pemilik adalah sebesar Rp 466.775,00 sedangkan upah merupakan komponen biaya variabel yang paling dominan yaitu sebesar Rp 266.775,00 (57,1 %) dibandingkan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan nelayan payang pemilik perahu. Artinya sistem bagi hasil berpengaruh terhadap pendapatan nelayan pemilik payang. Nelayan pemilik yang mendapatkan 50 % dari bagi hasil sudah termasuk digunakan untuk menutupi biaya operasional melaut. Sistem bagi hasil diperoleh sebesar Rp 533.550,00 (Rp 733.550,00 Rp 200.000,00). Adapun biaya operasional melaut terdiri atas biaya bahan bakar minyak tanah, pelumas, perbekalan dan air tawar, sedangkan biaya tetap terdiri atas perawatan dan penyusutan. Seluruh biaya tanggungan dari pemilik alat dan perahu payang. Pada sistem bagi hasil, nelayan pemilik payang memperoleh bagian sebesar Rp 266.775,00 (50% Rp 533.550,00) sedangkan tenaga kerja (ABK) memperoleh bagian sebesar Rp 266.775 (50% Rp.533.550,00 ). Akan tetapi, bagian yang diterima tenaga kerja (ABK) harus dibagi lagi dengan sejumlah tenaga kerja (ABK) yang terlibat dalam aktivitas kegiatan di perahu. Semakin banyak jumlah tenaga kerja (ABK), semakin kecil bagian atau upah yang diperoleh setiap tenaga kerjanya (ABK). Dengan demikian rata-rata tenaga kerja (ABK) akan mendapatkan upah jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang diperoleh nelayan pemilik. Rendahnya upah ABK ini merupakan salah satu penyebab utama kemiskinan. Menurut (Kusnadi, 2004) salah satu penyebab kemiskinan nelayan (baca: ABK) adalah faktor yang berkaitan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Faktor-faktor internal mencakup masalah antara lain: (1) keterbatasan kualitas sumberdaya manusia nelayan; (2) keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan; (3) hubungan kerja (pemilik perahu-nelayan buruh/abk) dalam organisasi penangkapan ikan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh; (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan; (5) ketergantungan yang
44 tinggi terhadap okupasi melaut; dan (6) gaya hidup yang dipandang boros sehingga kurang berorientasi ke masa depan. Sebagaimana hal tersebut di atas maka hubungan kerja antara pemilik perahu dengan nelayan buruh dalam organisasi penangkapan ikan, khususnya mengenai sistem bagi hasil, sangat berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya pendapatan yang diperoleh nelayan. Sistem bagi hasil itu sendiri terbentuk salah satunya sebagai konsekuensi dari tingginya resiko usaha penangkapan (Satria, 2002). Selain itu kebijakan pemerintah menaikkan bahan bakar minyak pada bulan Juli tahun 2008 juga mempengaruhi pendapatan yang diperoleh nelayan. Bahan bakar minyak (BBM) memiliki pengaruh terhadap biaya operasional melaut dari total biaya variabel. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan bahan bakar yang dominan yakni sebesar Rp 105.000,00 (22,4 %) dibandingkan dengan kebutuhan melaut lainnya seperti pelumas sebesar Rp 30.000,00 (6,4 %), perbekalan konsumsi sebesar Rp 61.000,00 (13,0 %), air tawar sebesar Rp. 4.000,00 (0,8 %) dari total kebutuhan melaut sebesar Rp 200.000,00 per trip melaut. Besaran persentase biaya operasional melaut yaitu dari biaya variabel tanpa upah adalah bahan bakar minyak (BBM) sebesar 52,5 %, pelumas sebesar 15,0 %, perbekalan konsumsi sebesar 30,5 % dan air tawar sebesar 2,0 %. Komponen biaya tetap pada operasi penangkapan ikan nelayan payang terdiri dari biaya penyusutan dan perawatan. Hasil wawancara terhadap 27 responden nelayan diperoleh biaya tetap yang perinciannya dapat di lihat pada Tabel 19 di bawah ini. Tabel 19 Biaya tetap yang dikeluarkan usaha penangkapan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008 No Jenis Biaya Jumlah (Rp) 1 Penyusutan perahu 9.067 2 Penyusutan mesin 3.571 3 Penyusutan alat tangkap 17.857 4 Perawatan perahu 15.600 5 Perawatan mesin 15.000 6 Perawatan alat tangkap 31.250 Jumlah 92.345 Sumber : Data primer, 2008
45 Biaya tetap yang dikeluarkan nelayan payang per trip adalah Rp 92.345,00 dengan biaya tertinggi pada komponen perawatan alat tangkap sebesar Rp 31.250,00 atau 33,8 % dari jumlah biaya tetap yang dikeluarkan, sedangkan biaya terendah pada komponen penyusutan mesin sebesar Rp 3.571,00 atau 3,8 % dari jumlah biaya tetap yang dikeluarkan. 6.1.2. Analisis penerimaan usaha Penerimaan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang di Desa Bandengan diperoleh dari hasil penjualan ikan hasil tangkapan di Desa Bandengan. Jenis ikan hasil tangkapan yang paling utama adalah ikan tembang, sementara yang lainnya adalah ikan teri, kembung dan pepirik. Berdasarkan hasil wawancara terhadap para responden nelayan diperoleh hasil penerimaan hasil tangkapan rata-rata ikan per tripnya sebagaimana yang disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan, harga dan total penjualan nelayan payang per trip di Desa Bandengan pada bulan Juli 2008 No Jenis Ikan Rata-rata Jumlah Hasil Tangkapan per trip (kg) Rata-rata Harga Ikan (Rp)/kg Total Penjualan (Rp) 1 Tembang 271 1.500 406.500 2 Kembung 34 5.200 176.800 3 Teri 19 4.750 90.250 4 Pepetek (Pepirik) 60 1.000 60.000 Jumlah 384 12.450 733.550 Sumber : Data primer, 2008 Hasil tangkapan ikan yang paling banyak adalah jenis ikan tembang (Fringescale sardinella) rata-rata sebanyak 271 kg dengan harga per kg-nya ratarata berkisar Rp 1.500,00, sedangkan ikan yang lain adalah ikan kembung perempuan (Short-bodied mackerel) 34 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 5.200,00, ikan pepetek (Slipmouths or Pony fishes) yaitu 60 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 1.000,00 dan yang paling sedikit adalah ikan teri (Anchovies) 19 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 4.750,00. Jumlah rata-rata pendapatan yang diperoleh nelayan payang untuk satu trip rata-rata Rp 733.550,00.
46 6.1.3. Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan payang Keberhasilan suatu usaha dapat diketahui dari keuntungan yang diperoleh, yaitu penerimaan dikurangi dengan biaya-biaya. Pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan Payang per trip dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini. Tabel 21 Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan per trip nelayan Payang di Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008 I. Penerimaan hasil tangkapan per trip (TR) 1 kali trip x Rp 733.550,00 Rp 733.550,00 II. Biaya-biaya 1. Biaya investasi Rp 45.400.000,00 2. Biaya variabel per trip 2.1 Biaya operasi melaut (dikeluarkan sebelum melaut): 1) Bahan bakar 1 kali trip x Rp 105.000,00 Rp 105.000,00 2) Perbekalan 1 kali trip dengan rincian Rp 61.000,00 -Beras Rp 5.000 x 5 kg Rp 25.000,00 -Bumbu masak Rp 10.000,00 -Rokok Rp 14.000,00 -Minyak kompor 3 lt x Rp 4.000,00 Rp 12.000,00 3) Pelumas/oli 1 kali trip x Rp 30.000,00 Rp 30.000,00 4) Air tawar 1 kali trip x Rp 4.000,00 Rp 4.000,00 2.2 Upah/bagi hasil untuk TK (nelayan ABK, nakhoda, dll) 1 kali trip x (Rp 733.550,00-Rp 200.000,00) x 50 % Rp 266.775,00 Total biaya variabel (A) Rp 466.775,00 Biaya tetap per trip Penyusutan perahu (Rp 22.850.000/10th.12.21) Rp 9.067,00 Penyusutan mesin (Rp 4.500.000/5th.12.21) Rp 3.571,00 Penyusutan alat tangkap (Rp 13.500.000/3th.12.21) Rp 17.857,00 Perawatan perahu Rp 15.600,00 Perawatan mesin Rp 15.000,00 Perawatan alat tangkap Rp 31.250,00 Total biaya tetap (B) Rp 92.345,00 Total biaya usaha (A) + (B) (TC) Rp 559.120,00 Pendapatan per trip : TR-TC Rp 733.550,00 Rp 559.120.00 Rp 174.430,00 Keterangan : 12.21 * ) Payang 1 th beroperasi 12 bulan, 1 bulan 21 trip Sumber : Data primer 2008 Berdasarkan pada Tabel 21 tersebut diatas dapat dilihat bahwa penerimaan per trip setelah dikurangi biaya-biaya, keuntungan yang didapat adalah Rp 174.430,00. Keuntungan yang didapat per bulan atau setara 21 trip pada musim puncak (Februari s.d Juli ) sebesar 21 x Rp 174.430,00 = Rp 3.663.030.
47 Berdasarkan pada sistem bagi hasil, nelayan pemilik payang memperoleh bagian sebesar Rp 266.775,00 (50% Rp 533.550,00) sedangkan tenaga kerja (ABK) memperoleh bagian sebesar Rp 266.775,00 (50% Rp 533.550,00) dengan jumlah tenaga kerja (ABK) sebanyak 15 orang, maka masing-masing tenaga kerja ABK mendapatkan pendapatan sebesar Rp 17.785,00 per trip. Nelayan pemilik payang di Desa Bandengan juga merangkap sebagai nakhoda (tenaga kerja) dalam operasi penangkapan ikan di laut meskipun demikian besaran sistem bagi hasil tangkapan ikan yang diterima nelayan pemilik dan tenaga kerja (ABK) adalah sama setengah-setengah. Berdasarkan pada wawancara nelayan, pada umumnya nelayan payang di Desa Bandengan melaut pada musim puncak yaitu berkisar bulan Februari s.d Juli tahun 2008 dengan daaerah penangkapan ikan antara lain daerah perairan Bandengan, Cirebon, Losari, Klangenan dan Brebes. Pada musim puncak tersebut nelayan mendapatkan hasil tangkapan ikan antara lain ikan tembang, ikan kembung, ikan teri dan ikan pepirik. Adapun selain jenis ikan tersebut terdapat hasil tangkapan ikan sampingan yaitu ikan talang, ikan alu-alu, ikan tempul dan ikan kakap putih, namun dalam penelitian ini hanya membahas hasil tangkapan ikan yang dominan atau utama disebabkan nelayan lebih banyak mendapatkan hasil tangkapan ikan ini. Saat musim sedang yang berkisar bulan Agustus dan September tahun 2008 nelayan hanya melaut di daerah perairan Desa Bandengan dengan hanya mendapatkan jenis ikan tembang. Dan pada musim paceklik yang berkisar bulan Oktober s.d Januari tahun 2008 nelayan payang tidak melaut. Karena tidak ada pekerjaan lain selain melaut maka pada umumnya nelayan memilih aktivitas untuk memperbaiki jaring atau di rumah bersama keluarga. Nelayan payang dengan keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha penangkapan ikan di laut pada kenyataannya masih belum mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari disebabkan oleh mereka pada umumnya masih bergantung pada tengkulak sehingga harga tangkapan ikan bisa rendah karena permintaan tengkulak. Disamping itu adanya harga BBM yang masih relatif mahal bagi nelayan membuat nelayan menggunakan minyak tanah dalam kebutuhan melaut dan bahkan karena tidak terjangkaunya harga BBM ada yang tidak melaut.
48 Selain hal-hal diatas faktor kondisi cuaca seperti gelombang tinggi, curah hujan tinggi dapat mengurangi pendapatan nelayan karena pada umumnya nelayan payang tidak melaut. Masyarakat nelayan Desa Bandengan mengandalkan mata pancaharian hanya sebagai nelayan tidak berprofesi ke yang lain. Dalam penanganan hal diatas perlu adanya kepedulian dari pemerintah untuk membantu para nelayan yang sedang mengalami kesulitan yakni dengan memberikan subsidi harga BBM bagi nelayan dan mengaktifkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Bandengan, meskipun telah ada Peraturan Daerah (Perda) No 5/2002 tentang TPI, tetapi nyatanya pelelangan tidak berjalan. Padahal, pemerintah daerah telah mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membangunnya. Para nelayan Desa Bandengan meminta agar aktivitas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berjalan sehingga nelayan dapat melakukan pelelangan hasil tangkapan ikannya dan harga ikan pun stabil tidak dimonopoli oleh tengkulak. Hal ini disebabkan para nelayan tergantung kepada para tengkulak yang telah meminjamkan modal untuk biaya operasional melaut agar hasil tangkapan bisa dijual. Selain itu, nelayan Desa Bandengan mengharapkan adanya tindakan tegas dari aparat terkait banyaknya alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti garuk, arad, trawl, pukat harimau, dan apollo. 6.2 Faktor-faktor Biaya Produksi yang Mempengaruhi Perolehan Produksi Volume Hasil Tangkapan Faktor-faktor biaya produksi yang mempengaruhi volume hasil tangkapan diperoleh melalui proses perhitungan dengan membuat rank dari variabel-variabel untuk diukur denagan pengujian korelasi urutan Spearman yaitu diawali dengan menentukan formulasi hipotesis kemudian menentukan taraf nyata (α) dan nilai ρ s tabel yang ditentukan sesuai dengan besarnya n (n 30). Setelah itu menentukan kriteria pengujian H 0 diterima apabila r s ρ s (α) atau H 0 ditolak apabila r s > ρ s (α), kemudian menentukan nilai uji statistik yang merupakan nilai r s dan terakhir membuat kesimpulan apakah H 0 diterima atau ditolak.
49 Hasil perhitungan terhadap beberapa faktor yang terdiri atas bahan bakar minyak (X1), perbekalan konsumsi (X2) dan upah/bagi hasil ABK (X5) dengan pengujian korelasi urutan spearman dapat dilihat pada Tabel 22 dan Lampiran 6. Tabel 22 Hasil perhitungan Korelasi Spearman antara nilai pendapatan dengan nilai BBM, perbekalan dan bagi hasil ABK nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008 Hasil uji korelasi urutan Spearman Y X1 Y X2 Y X5 d 2 2.969,5 2.683 195 r s 0,09 0,18 0,94 Keterangan : Y = Nilai pendapatan kotor d 2 = Jumlah beda urutan dalam satu pasangan data X1 = Nilai BBM r s = Korelasi spearman X2 = Nilai perbekalan konsumsi X5 = Nilai bagi hasil ABK Sumber : Data primer, 2008 Berdasarkan pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa biaya/bagi hasil buruh nelayan (ABK) mempunyai pengaruh terhadap pendapatan nelayan pemilik. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan korelasi Spearman sebesar r s = 0,94 = 94 % (Lampiran 7) dengan nilai ρ s tabel sebesar = 0,32 = 32% sehingga tolak H 0, artinya ada hubungan antara bagi hasil ABK dengan pendapatan bila dibandingkan dengan komponen biaya BBM dan perbekalan konsumsi sebesar r s = 0.09 = 9% (Lampiran 8) dan r s = 0,18 =18% (Lampiran 9). Meskipun demikian bahan bakar dan perbekalan konsumsi dalam kebutuhan melaut memiliki faktor biaya produksi yang berpengaruh disebabkan oleh tingginya kebutuhan bahan bakar dan perbekalan konsumsi sebesar 52,5 % dan 30,5 % dalam biaya operasi melaut dibandingkan dengan yang lain sehingga pengaruh BBM cukup signifikan.