6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi"

Transkripsi

1 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan ukuran kapal di daerah lain yaitu bagan perahu di perairan Barru, selat Makassar berukuran 29 2,53 2,43 m (Sudirman, 2003), bagan perahu di perairan Sumatera Barat berukuran 20 3,5 2,2 m (Zebri, 2003). Ukuran alat tangkap yang digunakan pada umumnya sama di setiap daerah, demikian juga dengan ukuran mesh size 0,5 cm. Hal ini disebabkan karena hasil tangkapan sebagai target tangkap adalah sama yaitu jenis ikan pelagis kecil yang fototaksis positif. Sehingga spesies yang menjadi target tangkap operasi penangkapan ikan yang dilakukan antara nelayan di sekitar Polewali dengan nelayan di wilayah perairan Indonesia lainnya relatif sama. Pengoperasian bagan perahu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar pada umumnya sama dengan bagan di daerah lain yaitu secara garis besar adalah persiapan menuju fishing ground, setting, hauling dan penanganan hasil tangkapan. Namun lamanya waktu operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan bagan di Polewali berbeda dengan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh pengoperasian bagan di daerah lain. Waktu operasi penangkapan yang dibutuhkan oleh nelayan bagan di Polewali sekitar ± 4-5 jam, namun hal ini tidak dapat dijadikan sebagai patokan dasar karena lamanya jaring di bawah air, tergantung dari banyaknya ikan yang terlihat di bawah air atau di sekitar bagan. 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi Aspek teknis merupakan aspek yang bertujuan untuk mengetahui input (faktor teknis produksi) penangkapan ikan dengan menggunakan bagan perahu yang berpengaruh terhadap output (hasil tangkapan bagan dalam satuan ton/tahun). Faktor teknis produksi yang digunakan meliputi : jumlah tenaga kerja (X1) dengan satuan orang, jumlah bahan bakar (X2) dengan satuan liter/ tahun, panjang

2 94 jaring (X3) dengan satuan meter, tinggi jaring (X4) dengan satuan meter, jumlah hari penangkapan/ jumlah trip penangkapan (X5) dengan satuan hari/tahun, ukuran kapal (X6) dengan satuan GT dan jumlah lampu (X7), serta jumlah hasil tangkapan ikan (Y) yang dinyatakan dalam (ton/tahun). Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda dan hasil program SPSS 12, faktor yang memberikan pengaruh secara langsung terhadap jumlah hasil tangkapan (Y) secara berturut-turut yaitu jumlah lampu (X7), bahan bakar (X2), dan ukuran kapal (X6) pada tingkat kepercayaan 95%, sedangkan jumlah anak buah kapal (X1), panjang jaring (X3), tinggi jaring (X4), jumlah hari penangkapan/ jumlah trip penangkapan (X5) tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Hasil perhitungan dengan uji t, faktor teknis jumlah lampu berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Koefesien regresi faktor teknis jumlah lampu (X7) sebesar 8,466 yang berarti searah dengan peningkatan jumlah hasil tangkapan. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya penggunaan lampu dalam pengoperasian bagan perahu, maka hasil tangkapan akan semakin meningkat. Lampu yang dipakai untuk bagan perahu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berkisar antara buah. Lampu tersebut dipergunakan sebagai alat bantu untuk menarik dan mengumpulkan gerombolan ikan sehingga memudahkan operasi penangkapan. Penggunaan lampu ini memanfaatkan sifat ikan pelagis kecil yang fototaksis positif terhadap cahaya, artinya jika terdapat sumber cahaya, maka ikan akan mendekati sumber cahaya tersebut. Sehingga dengan jumlah lampu yang semakin banyak, maka daerah yang dipengaruhi oleh cahaya akan semakin luas, sehingga ikan yang datang mendekati catchable area juga semakin besar. Dengan demikian, maka ikan tersebut lebih mudah untuk tertangkap. Ayodhyoa (1981) menyatakan bahwa mekanisme tertariknya ikan terhadap cahaya belum diketahui dengan jelas, namun diduga berkumpulnya ikan-ikan tersebut disebabkan oleh keinginan mencari intensitas cahaya yang sesuai. Sehingga faktor utama yang berperan penting dalam penangkapan bagan perahu untuk mendapatkan banyaknya hasil tangkapan adalah banyaknya lampu yang digunakan dalam penangkapan.

3 95 Koefesien regresi faktor teknis bahan bakar sebesar 0,12 yang berarti searah dengan peningkatan jumlah hasil tangkapan, bahwa setiap penambahan satu satuan bahan bakar akan meningkatkan hasil tangkapan sebesar 0,12 dalam keadaan cateris peribus. Berdasarkan perhitungan dengan uji t, faktor teknis bahan bakar berbeda nyata terhadap hasil tangkapan. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya bahan bakar yang digunakan maka operasi penangkapan semakin jauh dan semakin luas sehingga kemungkinan banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh pun semakin meningkat. Penggunaan bahan bakar pada operasi penangkapan bagan yaitu untuk kebutuhan penyalaan lampu dan untuk kebutuhan tenaga penggerak kapal. Jumlah kebutuhan BBM yang digunakan hampir sama sehingga dalam perhitungan statistik, penggunaan BBM digabung menjadi satu. Faktor teknis ukuran kapal (X6) sebesar 80,14 yang berarti berbanding lurus dengan peningkatan jumlah hasil tangkapan, bahwa setiap penambahan satu satuan ukuran kapal penangkapan akan meningkatkan hasil tangkapan sebesar satu satuan 80,144 dalam keadaan cateris peribus. Berdasarkan perhitungan dengan uji t, faktor teknis ukuran kapal (GT) berbeda nyata terhadap hasil tangkapan. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya ukuran kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan maka semakin besar peluang penampungan untuk ikan hasil tangkapan sehingga menyebabkan jumlah hasil tangkapan semakin meningkat. Persamaan produksi yang diperoleh menunjukkan pengaruh antar faktor teknis produksi terhadap hasil tangkapan. Semua koefesien regresi dalam persamaan tersebut tidak semuanya bernilai positif. Sehingga peningkatan setiap faktor produksi tidak selalu berdampak pada peningkatan produksi. Hal ini mengingat ada batas untuk setiap faktor teknis produksi. Misalnya panjang jaring (X3), tinggi jaring (X4) dan hari penangkapan (X5). Panjang jaring dan tinggi jaring dibatasi oleh kapasitas atau ruang tersedia kapal. Kapasitas atau ruang akan berhubungan dengan ukuran kapal yang digunakan. Daerah penangkapan ikan juga menjadi pembatas. Jauh dekat daerah penangkapan ikan juga ditentukan dari ukuran jaring yang digunakan pada saat operasi penangkapan, baik untuk panjang maupun tinggi jaring.

4 Aspek Biologi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Status produksi ikan di Kabupaten Polewali Mandar Informasi tentang status potensi sumberdaya yang tersedia sangat perlu diketahui untuk pengelolaan sumberdaya secara optimal tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya yang ada. Nikijuluw (2002) menyatakan, bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan perlu kehati-hatian agar tidak sampai pada kondisi kelebihan penangkapan (over fishing). Hasil analisis produksi ikan dengan menggunakan model surplus produksi menunjukkan bahwa nilai Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar ,45 kg per tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar ,91 trip per tahun. Hasil tangkapan pada tahun 2003 sebesar kg per tahun dan upaya penangkapan sebesar trip per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2003 mencapai 101,59%. Pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Polewali Mandar dalam kurung waktu sepuluh tahun terakhir ( ) belum mencapai titik Maximum Sustainable Yield (MSY) (Gambar 25), namun tahun 2003 sedikit melewati batas maksimum MSY. Kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut memberikan dugaan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan masih memungkinkan untuk dieksploitasi mengingat belum mencapai batas potensi lestari, sehingga memberikan peluang untuk meningkatkan produksi. Pauly (1979) dan Panayotou (1982) diacu dalam Atmaja dan Haluan (2003), menggunakan MSY sebagai titik sasaran acuan pengelolaan perikanan, terutama ketidakpastian sehubungan dengan kekurangan data pada laju penangkapan ikan. Maximum Sustainable Yield (MSY) menurut Cunningham (1981) diacu dalam Atmaja dan Haluan (2003) hanya digunakan sebagai titik sasaran acuan pengelolaan sumberdaya ikan dalam jangka waktu pendek. Upaya penangkapan optimum (E opt ) dari unit penangkapan ikan setelah dianalisis diperoleh nilai sebesar ,91 trip per tahun, sementara upaya penangkapan pada tahun 2003 sebesar trip per tahun, hal ini berarti belum melampaui upaya optimum atau tingkat pengupayaan pada tahun 2003 sebesar 82,86%.

5 97 Kondisi hasil tangkapan dan upaya penangkapan di Kabupaten Polewali Mandar yang belum melewati batas Maximum Sustainable Yield (MSY) yang memberikan dugaan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan masih memungkinkan untuk dieksploitasi mengingat batas potensi lestari belum tercapai, sehingga memberikan peluang untuk meningkatkan produksi. Cara yang dapat ditempuh dengan kondisi peluang peningkatan eksploitasi yang masih cukup tinggi dan tingkat pengupayaan ikan yang produktif. Maka untuk mencapai produksi yang direkomendasikan maka perlu dilakukan penambahan alat tangkap. Penambahan unit penangkapan juga perlu dilakukan kehati-hatian agar produksi tidak melewati titik kritis MSY dan upaya penangkapan tidak melampaui upaya penangkapan optimum. Untuk mencapai kondisi produksi dan upaya penangkapan tersebut ada dua hal yang dapat dilakukan, yaitu penambahan unit penangkapan dan perbaikan teknologi. Perubahan teknologi lebih diarahkan untuk mewujudkan unit penangkapan ikan yang lebih unggul dan produktif. Adapun kekurangan penelitian ini, kaitannya dengan pengkajian pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil yaitu penelitian dilakukan pada kondisi perikanan yang multispesies padahal salah satu kelemahan pendekatan MSY yaitu sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis (multispesies) (Fauzi, 2004). Selain itu kondisi aktual yang dipakai yaitu kondisi aktual tahun 2003 yang seharusnya kondisi aktual tahun 2006, hal ini disebabkan adanya pemekaran Kabupaten yaitu Kabupaten Polewali Mandar. 6.4 Aspek Sosial Penyerapan tenaga kerja untuk satu unit bagan berkisar antara 9-10 orang termasuk kapten kapal. Setiap nelayan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam operasi penangkapan ikan. Namun diluar dari kegiatan operasi penangkapan bagan, maka banyak tenaga kerja yang diserap oleh bagan misalnya kuli angkut, penjual ikan, pedagang makan dan tenaga kerja yang lain. Tingkat pendidikan nelayan bagan di Polewali masih relatif rendah yaitu mayoritas SD dan SLTP dan hanya sebagian tamat SLTA. Hal ini disebabkan karena nelayan berasal dari keluarga sederhana bahkan ada dari keluarga yang tidak mampu. Sehingga nelayan tidak dapat bersekolah kejenjang yang lebih

6 98 tinggi. Rendahnya pendidikan yang dimiliki menggambarkan tingkat kemampuan dalam melakukan penangkapan ikan juga relatif rendah. Pendidikan merupakan salah satu indikator untuk melihat mutu sumberdaya nelayan. Secara teoritis, makin tinggi pendidikan formal seseorang, maka semakin mudah untuk memahami informasi yang diterima dan semakin rasional pula ia dalam berfikir serta mempunyai wawasan yang luas. Keberadaan unit penangkapan bagan di Polewali memberikan respon yang positif bagi nelayan khususnya masyarakat setempat begitu pun dengan nelayan alat tangkap lain. Masyarakat setempat banyak yang bergantung hidupnya sebagai nelayan yaitu penjual ikan, kuli angkut, pedagang, dan profesi yang lain. Sehingga banyak menyerap tenaga kerja dan secara tidak langsung membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Persepsi nelayan lain tentang keberadaan bagan yaitu memberikan respon yang posistif artinya tidak pernah terjadi konflik antara nelayan lain. Kelembagaan perikanan bagan meliputi lembaga pemerintah dan lembaga permodalan. Lembaga dapat diartikan sebagai suatu oganisasi yang bertujuan mengelola suatu kegiatan. Dalam sistem bisnis perikanan, keberadaan lembaga pendukung sangat penting dalam rangka menciptakan integrasi diantara subsistem untuk tujuan pengembangan, khususnya pengembangan bagan perahu. Lembaga pemerintah sangat dominan peranannya karena berfungsi sebagai fasilitator dalam perikanan bagan. Adapun program kerja pemerintah untuk perikanan termasuk perikanan bagan di Polewali yaitu dititik beratkan pada pembinaan SDM nelayan, perkuatan modal serta peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung bagi nelayan. Sedangkan untuk kelembagaan permodalan meliputi bank, koperasi dan kelompok nelayan. Adapun bank yang sering digunakan untuk peminjaman modal yaitu BNI dan BRI. Namun untuk koperasi di Polewali tidak berjalan dengan baik hal ini disebabkan karena sifat peminjaman koperasi yang masih memberatkan nelayan, jangka waktu pinjaman yang terlalu singkat dan nelayan lebih senang meminjam modal pada keluarga terdekat sebagai modal dalam berusaha. 6.5 Analisis Bio-ekonomi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Jumlah upaya penangkapan ikan dengan bagan pada tingkat MEY adalah sebanyak ,33 trip per tahun dengan jumlah produksi sebanyak ,65

7 99 kg per tahun. Untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pada kondisi ini dibutuhkan total biaya sebesar Rp Jumlah penerimaan yang diperoleh sebesar Rp , sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp Jumlah keuntungan pada kondisi ini lebih besar daripada yang diperoleh pada kondisi aktual dan open access. Jumlah keuntungan yang diperoleh pada kondisi aktual yaitu sebesar Rp dan pada kondisi open access tidak lagi diperoleh keuntungan, tetapi hanya mencapai titik balik modal. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 17 menunjukkan bahwa produksi hasil tangkapan yang didapat pada kondisi MSY sebesar ,45 kg per tahun. Hasil tangkapan tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan hasil tangkapan yang didapat pada kondisi pengelolaan open access sebesar ,42 kg per tahun dan pada kondisi MEY sebesar ,65 kg per tahun. Hasil ini berarti kondisi sumberdaya ikan pelagis di Kabupaten Polewali Mandar masih lestari (sustainable) karena hasil tangkapan ikan pelagis kecil tersebut belum melewati batas pada kondisi MSY. Jumlah effort alat tangkap bagan pada kondisi aktual adalah sebesar trip per tahun dengan jumlah produksi sebesar kg per tahun. Nilai ini sedikit melewati jumlah effort pada kondisi MSY yaitu sebesar ,91 trip per tahun dengan total produksi ,45 kg per tahun. Ketika hasil tangkapan melampaui MSY, maka pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil akan mengarah terjadinya biological over fishing. Namun berdasarkan analisis bahwa total produksi secara umum dari tahun ke tahun belum melampaui produksi MSY sehingga masih dikategorikan lestari (sustainable). Oleh karena itu kontrol terhadap effort sangat diperlukan. Jumlah effort tidak boleh melebihi effort pada kondisi pengusahaan MSY (99.590,91 trip per tahun) agar rente ekonomi yang diterima optimum yaitu sebesar Rp Jadi untuk mencapai pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil di Kabupaten Polewali Mandar pengurangan effort yang harus dilakukan sebanyak 140 trip pada tahun 2003 supaya efesiensi secara ekonomi dan kelestarian sumberdaya ikan pelagis kecil di Kabupaten Polewali Mandar tetap terjaga. Untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil agar tetap lestari harus diperhatikan jumlah kemampuan alat tangkap serta upaya yang optimum

8 100 agar dapat menghasilkan jumlah keuntungan yang maksimum pula. Walaupun sumberdaya ikan memiliki kemampuan rekrutmen, namun apabila dilakukan penambahan jumlah effort yang meningkat tajam setiap tahunnya, hingga pada kondisi open access maka akan berdampak pada jumlah stok dan hasil tangkapan yang menurun sehingga pendapatan para nelayan akan berkurang pula. Pada kondisi open access tidak ada batasan bagi nelayan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di laut. Jika ditinjau dari segi ekonomi pengusahaan sumberdaya pada kondisi open access tidak lagi menguntungkan karena keuntungan komparatif sumberdaya akan terus habis. Oleh karena sifat dari pemanfaatan sumberdaya ikan yang open access maka nelayan akan cenderung mengembangkan jumlah armada penangkapannya maupun tingkat upaya untuk mendapatkan hasil yang sebanyak-banyaknya. Secara ekonomi hal ini tidak efesien karena keuntungan yang diperoleh akan berkurang atau bahkan tidak memperoleh keuntungan sama sekali. Agar kegiatan usaha penangkapan ikan tidak mengalami open access sebaiknya pemerintah memberlakukan suatu kebijakan tentang batasan jumlah alat tangkap yang diizinkan beroperasi di kabupaten Polewali Mandar. 6.6 Analisis Kelayakan Usaha Analisis usaha merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Analisis usaha penangkapan bagan yang dianalisis meliputi analisis finansial dan analisis investasi. Perhitungan analisis usaha penangkapan bagan yaitu hanya kegiatan penangkapan ikan, sehingga jumlah trip yang dihitung pada saat menangkap ikan. Investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan untuk melakukan usaha. Biaya investasi yang dikeluarkan oleh nelayan pemilik untuk melakukan usaha penangkapan dalam satu tahun sebesar Rp yang terdiri atas biaya perahu, alat tangkap, serta biaya perlengkapan (Lampiran 7). Biaya usaha merupakan pengeluaran dari kegiatan usaha penangkapan yang harus dikeluarkan. Biaya usaha terdiri atas biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya tetap yang harus dikeluarkan meskipun tidak melakukan kegiatan penangkapan. Biaya tetap

9 101 (fixed cost) yang dikeluarkan oleh nelayan pemilik setiap tahunnya meliputi biaya perawatan dan biaya penyusutan unit penangkapan bagan perahu. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk setiap tahunnya sebesar Rp (Lampiran 7). Biaya tidak tetap (variabel cost) adalah biaya yang hanya dikeluarkan pada saat melakukan kegiatan penangkapan ikan. Biaya tidak tetap (variabel cost) yang dikeluarkan pada saat kegiatan operasi berlangsung meliputi: biaya bahan bakar (minyak tanah, bensin, oli), ransum dan retribusi. Rata-rata biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam satu trip sebesar Rp , dengan jumlah trip dalam satu tahun sebanyak 288 trip, sehingga biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam satu tahun sebesar Rp , termasuk biaya retribusi. Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui keuntungan usaha yang diterima nelayan, mengetahui hasil penjualan minimal atau hasil tangkapan minimal dari sebuah unit penangkapan bagan. Selain itu juga untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis usaha, besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat nilai NPV dari usaha sama dengan nol. Analisis usaha dilakukan untuk mengetahui keuntungan usaha yang diterima nelayan, hasil penjualan minimum atau hasil tangkapan minimal (BEP) dari sebuah unit penangkapan bagan selama satu tahun usaha. Analisis usaha yang digunakan yaitu nilai BEP dan ROI. BEP (Break Event Point) merupakan jumlah dan nilai minimal yang harus diperoleh agar dapat menutup total biaya. Berdasarkan hasil perhitungan BEP diperoleh nilai produksi per tahun sebesar Rp ,97 dengan volume produksi per tahun sebesar ,67 ton. Hasil perhitungan terhadap ROI adalah 51,20%. Hal ini berarti setiap investasi sebesar Rp 100 akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 51,20. Nilai ini juga menjelaskan tingkat keuntungan atas investasi sebesar 51,20%. Tentunya angka tersebut relatif memberikan gambaran terhadap bagusnya prospek investasi terhadap sektor perikanan khususnya perikanan bagan perahu. Nilai ROI sebesar 51,20 artinya nilai ROI tersebut tergolong kategori baik yaitu jika nilai ROI > 25%.

10 102 Usaha perikanan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat khususnya dengan alat tangkap bagan merupakan salah satu usaha ekonomi yang berpotensi untuk dapat dikembangkan. Berdasarkan hasil analisis finansial dengan mempertimbangkan kriteria investasi, maka usaha perikanan bagan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat layak dikembangkan. Hal ini jelas terlihat dari nilai kelayakan usaha serta adanya peluang pengembangan usaha perikanan bagan. Hasil perhitungan kelayakan usaha menunjukkan bahwa semua hal yang terkait dengan usaha penangkapan mendapat keterangan layak untuk diusahakan. Hasil analisis pendapatan produksi bagan, hasilnya dapat menutupi biaya operasi serta upah yang diterima oleh para karyawan kapal, mulai dari juragan kapal sampai ABK lainnya diatas standar upah minimum yang ditetapkan oleh daerah semakin memperjelas bahwa usaha perikanan bagan layak untuk dikembangkan.

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unit Penangkapan Mini Purse Seine di Kabupaten Jeneponto 4.1.1 Kapal Kapal yang dipergunakan untuk pengoperasian alat tangkap mini purse seine di Desa Tanru Sampe dan Tarowang

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet Metode surplus produksi telah banyak diaplikasikan dalam pendugaan stok perikanan tangkap, karena metode ini menerapkan integrasi berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

penangkapan (Berkes et a/., 2001 dalam Wiyono dan Wahju, 2006). Secara de

penangkapan (Berkes et a/., 2001 dalam Wiyono dan Wahju, 2006). Secara de I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine merupakan salah satu metoda pernanfaatan ikan-ikan pelagis yang ada di suatu perairan. Alat tangkap purse seine

Lebih terperinci

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :..

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :.. 173 Lampiran 34 Daftar Kuisioner Jenis Pertanyaan : Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator.. I Identitas Responden Nama

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian 21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak 5 PEMBAHASAN Hasil penghitungan pemanfaatan kapasitas penangkapan dengan menggunakan single output (total tangkapan) berdasarkan bulan ( Agustus 2007 Juli 2008) menunjukkan bahwa hanya ada 1 2 unit kapal

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan alasan dan kriteria

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku 155 5 PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku Penangkapan ikan pada dasarnya merupakan aktifitas eksploitasi sumberdaya ikan di laut. Pemanfaatan potensi sumberdaya

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

4 HASIL. 4.1 Kondisi Perikanan Ikan Layang di Maluku Utara

4 HASIL. 4.1 Kondisi Perikanan Ikan Layang di Maluku Utara 65 4 HASIL 4.1 Kondisi Perikanan Ikan Layang di Maluku Utara 4.1.1 Deskripsi Unit Penangkapan Ikan Unit penangkapan ikan yang dominan menghasilkan ikan layang di perairan Maluku Utara adalah mini purse

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PRODUKSI KAPAL PENAMPUNG IKAN DI DAERAH SULAWESI UTARA Oleh: M. MARTHEN OKTOUFAN N. N.R.P. 4106 100 074 Dosen Pembimbing: Sri Rejeki Wahyu Pribadi, ST, MT

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian adalah nelayan yang menangkap ikan atau beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI Wonokerto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sendang Biru merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi prioritas dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa Tmur. Pengembangan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 37 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Kapasitas Penangkapan (Fishing Capacity) Dalam menganalisis kapasitas penangkapan purse seine berdasarkan bulan, data adalah data pendaratan ikan dari kapal-kapal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal 9 PEMBAHASAN UMUM Aktivitas perikanan tangkap cenderung mengikuti aturan pengembangan umum (common development pattern), yaitu seiring dengan ditemukannya sumberdaya perikanan, pada awalnya stok sumberdaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT DAN TINGKAT KERAGAAN EKONOMI PENANGKAPAN IKAN (KASUS DI TPI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG)

PENDUGAAN POTENSI SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT DAN TINGKAT KERAGAAN EKONOMI PENANGKAPAN IKAN (KASUS DI TPI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG) PENDUGAAN POTENSI SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT DAN TINGKAT KERAGAAN EKONOMI PENANGKAPAN IKAN (KASUS DI TPI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG) Hulaifi (hulaifi@ut.ac.id) Jurusan Biologi Universitas Terbuka ABSTRACT

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Usaha Penangkapan Ikan Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan

Lebih terperinci

5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan yang akan menjawab berbagai pertanyaan dan tujuan penelitian ini dan juga rekomendasi berupa implikasi kebijakan

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78 800 ton per tahun yang terdiri dari 74 000 ton per tahun untuk

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu jenis ikan endemik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP Lampiran 1. Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten Bangka Selatan No Uraian Total I Investasi 1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.. 2. Mesin 15.. 3. Mesin Jenset 5.. 4. Perlengkapan

Lebih terperinci

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN ANALISIS MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD MENGGUNAKAN BIO-EKONOMIK MODEL STATIS GORDON-SCHAEFER DARI PENANGKAPAN SPINY LOBSTER DI WONOGIRI 1 (Analysis of Maximum Sustainable Yield and

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER Oleh : Moh. Erwin Wiguna, S.Pi., MM* Yogi Bachtiar, S.Pi** RINGKASAN Penelitian ini mengkaji

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 23 a aa a 5.1 Analisis Teknis Perikanan Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal gillnet millenium yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM PENELITIAN. Kecamatan Labuhan Haji merupakan Kecamatan induk dari pemekaran

IV. KEADAAN UMUM PENELITIAN. Kecamatan Labuhan Haji merupakan Kecamatan induk dari pemekaran 19 IV. KEADAAN UMUM PENELITIAN 4.1. Keadaan Tempat Penelitian Kecamatan Labuhan Haji merupakan Kecamatan induk dari pemekaran Labuhan Haji Barat dan Labuhan Haji Timur yang dilakukan pemekaran pada tahun

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 6 0'0"S 6 0'0"S 6 0'0"S 5 55'0"S 5 50'0"S 28 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada Maret 2011. Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Fluktuasi Hasil Tangkapan ( Catch ) Ikan Lemuru

5 PEMBAHASAN 5.1 Fluktuasi Hasil Tangkapan ( Catch ) Ikan Lemuru 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Fluktuasi Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Berdasarkan Gambar 4, hasil tangkapan ikan lemuru pada tahun 2004-2008 mengalami peningkatan sejak tahun 2006 hingga mencapai puncak tertinggi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 263-274 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON-SCHAEFER STUDI KASUS PEMANFAATAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI PERAIRAN UMUM

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON SCHAEFER SUMBERDAYA IKAN WADER (Rasbora sp) DI RAWA PENING, KABUPATEN SEMARANG

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON SCHAEFER SUMBERDAYA IKAN WADER (Rasbora sp) DI RAWA PENING, KABUPATEN SEMARANG ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON SCHAEFER SUMBERDAYA IKAN WADER (Rasbora sp) DI RAWA PENING, KABUPATEN SEMARANG Bioeconomic Analysis of Gordon Schaefer Model for Rasbora (Rasbora sp) Resources in Rawa

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SD ALAM PULIH (kasus SD Ikan) Luh Putu Suciati

PENGELOLAAN SD ALAM PULIH (kasus SD Ikan) Luh Putu Suciati PENGELOLAAN SD ALAM PULIH (kasus SD Ikan) Luh Putu Suciati Beda antara SDA pulih & tak pulih kemampuan regenerasi atau reproduksi Pertanyaan ekonomi mendasar : seberapa ekstraksi yg harus diambil saat

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci

Produksi (Ton) Trip Produksi (Ton) Pukat Cincin ,

Produksi (Ton) Trip Produksi (Ton) Pukat Cincin , Lampiran 1. Produksi per alat tangkap per tahun Tabel 11. Produksi ikan tembang per upaya penangkapan tahun 2008-2012 Jenis Alat 2008 2009 2010 2011 2012 Tangkap Upaya Penangkapan Produksi (Ton) Upaya

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Selanjutnya menurut Dahuri (2002), ada enam alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan perlu dibangun.

1.1 Latar Belakang Selanjutnya menurut Dahuri (2002), ada enam alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan perlu dibangun. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia telah menjadi krisis multidimensional yang dampaknya masih dirasakan dalam setiap aspek kehidupan bangsa. Untuk itu agenda

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 213 dari seluruh luas wilayah Indonesia. Luas perairan yang mencapai 5,8 juta km2 yang terbagi atas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 5 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 49 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan Kegiatan usaha penangkapan dimulai dari operasi penangkapan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat

Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat Budi Susanto, Zuzy Anna, dan Iwang Gumilar Universitas Padjadjaran Abstrak Waduk Cirata memiliki potensi

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Alat Tangkap 5.1.1 Penangkapan ikan pelagis besar Unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat penangkapan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 LAMPIRAN 153 154 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 154 155 Lampiran 2 Lay out PPN Palabuhanratu Sumber: PPN Palabuhanratu, 2007 155 156 Lampiran 3 Perhitungan besaran pemanfaatan

Lebih terperinci