6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI"

Transkripsi

1 6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6.1 Pendahuluan Penentuan atribut pada dimensi ekonomi dalam penelitian ini menggunakan indikator yang digunakan dari Rapfish yang dituangkan dalam atribut-atribut penting pada dimensi ekonomi. Disamping itu, ada beberapa atribut yang perlu disesuaikan mengingat obyek kajian merupakan kegiatan perikanan tangkap skala kecil yang melakukan trip penangkapan satu hari (one day fishing) atau kurang dari satu hari. Keberlanjutan perikanan dalam dimensi ekonomi akan ditentukan berdasarkan 11 atribut ekonomi, yaitu tingkat pendapatan atau keuntungan, kontribusi perikanan terhadap PDRB, pendapatan per kapita daerah, sifat kepemilikan sarana penangkapan (perahu, alat tangkap, dll), tingkat subsidi, alternatif pekerjaan dan pendapatan, besarnya pemasaran perikanan, rata-rata penghasilan relatif ABK terhadap UMR, penerimaan relatif antar setiap alat tangkap terhadap waktu bekerja dan transfer keuntungan antara orang / pelaku ekonomi lokal dan orang / pelaku ekonomi luar daerah dan penyerapan tenaga kerja. Kajian ekonomi sangat penting mengingat berbagai interaksi dalam kegiatan perikanan tangkap skala kecil seperti interaksi teknologi dan sosial selalu terkait dengan alasan atau tujuan ekonomi. Berbagai referensi yang berkaitan dengan skala usaha seperti perbandingan situasi sosioekonomi-tekhnis antara nelayan tradisional dengan nelayan industrial (Kesteven, 1973), demikian juga dengan 9 ciri/karakteristik perikanan tradisional yang diungkapkan Smith (1983). Dengan demikian perikanan tangkap skala kecil dapat diklasifikasikan kedalam kondisi/karakter usaha dari nelayan sebagai operator usahanya. Dengan kata lain operator uasaha perikanan tangkap skala kecil dikalsifikasikan sebagai nelayan kecil. Undang-Undang nomor 31 tahun 2004 mendefinisikan nelayan kecil sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pendefinisian tersebut hampir sama dengan istilah subsisten yaitu sebutan untuk kegiatan meperoleh makanan secara

2 142 sederhana dan diambil sperlunya dari sumber daya yang ada, serta lebih ditujukan untuk dikonsumsi sendiri (subsistence economic) dari pada untuk tujuan pertukaran (commercial economic). Nelayan yang menggantungkan hidupnya kepada sistem ekonomi subsisten sumberdaya laut umumnya mengembangkan cara-cara menangkap ikan dengan berbagai jenis seperti pancing, tangguk, bubu, jaring, jala, pukat yang agak komplek dan bagan. Penentuan skala ekonomi pada kajian ini merupakan titik dasar dari penentuan skala usaha perikanan yang diteliti, dimana beberapa kriteria yang membatasi perikanan tangkap skala kecil yang harus dipenuhi ditentukan terlebih dahulu. Penetuan kriteria dilakukan berdasarkan kajian lapang yang dilakukan di dua lokasi penelitian yaitu perikanan pantai Pasauran Serang dan perairan pantai Tegal. Kriteria tersebut diantaranya adalah (1) total investasi awal 30 juta rupiah, (2) kepemilikan aset sendiri (bukan perusahaan milik pengusaha besar), (3) wilayah penangkapan dalam zona IA, (4) lama trip penangkapan 1 hari (one day fishing), (5) teknologi paling tinggi dalam operasi penangkapan hanya menggunakan motor tempel (10-25 PK), (6) panjang perahu yang digunakan 5-10 m. Disamping kriteria tersebut di atas penentuan skala perikanan dalam kajian ini, juga mempertimbangkan kriteria yang dibuat oleh (Kesteven, 1973) dan Smith (1983). 6.2 Metodologi Untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diterima oleh nelayan maka dilakukan analisis usaha perikanan pada setiap jenis alat tangkap yang beroperasi baik di Kabupaten Serang yaitu payang bugis dan jaring udang maupun Kabupaten Tegal yaitu bundes, jaring rampus dan payang gemplo. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kegiatan perikanan tangkap yang dianalisis masih memberikan keuntungan. Selain itu, pentingnya analisis usaha perikanan tangkap dilakukan karena input dan output dari analisis ini dapat dipergunakan untuk membandingkan serta mengetahui tingkat pendapatan nelayan, upah minimum provinsi, rata-rata penghasilan relatif ABK, sifat kepemilikan sarana, tingkat subsidi, transfer keuntungan dan penyerapan tenaga kerja.

3 143 Atribut ekonomi yang lain adalah kontribusi perikanan terhadap PDRB. Kontribusi PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumberdaya alam. Indikator ini untuk melihat seberapa penting peran sektor perikanan dalam pembangunan daerah sehingga dapat ditentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang. Metode yang digunakan dalam penelitian Bab 6 ini sama seperti yang telah dibahas pada Bab 5, yaitu gabungan antara penelitian deskriptif dan survei langsung (pengamatan dan wawancara). Data tentang keuntungan, kepemilikan, tingkat subsidi, alternatif pekerjaan dan pendapatan, besarnya pemasaran perikanan, rata-rata penghasilan relatif ABK terhadap UMR, penerimaan relatif setiap alat tangkap terhadap waktu bekerja, transfer keuntungan antara pelaku lokal dan pelaku ekonomi luar dan penyerapan tenaga kerja diperoleh berdasarkan wawancara langsung dengan nelayan dan pengamatan langsung di kedua lokasi penelitian. Data kontribusi perikanan terhadap PDRB dan pendapatan per kapita diperoleh berdasarkan laporan dinas perikanan, badan pusat statistik dan dinasdinas terkait yang berwenang mengeluarkan data-data tersebut. Pemilihan dan jumlah responden untuk wawancara langsung dilakukan sama seperti pada Bab 5 : keberlanjutan perikanan tangkap pada dimensi ekologi. Modifikasi atribut juga dilakukan pada dimensi ini sesuai dengan kondisi lapangan dengan tujuan agar hasil kajian ini dapat lebih bermanfaat dan diaplikasikan pada situasi yang lebih bervariasi. Modifikasi tersebut adalah atribut luasnya pemasaran ikan, dimana pada metode umum teknik Rapfish hanya mengenal pasar lokal, nasional dan pasar internasional dengan skor 0, 1, 2. Fakta dilapangan menunjukkan adanya pasar lokal, sebagian dipasarkan nasional, pasar nasional dan sebagian dipasarkan secara internasional serta seluruhnya dipasarkan secara internasional. Kondisi tersebut mengharuskan dilakukan modifikasi terhadap atribut aslinya sehinggan dalam analisis akan ditemui posisi diantara kedua kondisi dengan skor nilai setengah atau satu stengah dan seterusnya. Disamping membahas 11 atribut ekonomi seperti diuraikan di atas, pada bab ini juga membahas hal-hal yang berkaitan dengan dimensi ekonomi ditinjau dari perspektif keberlanjutan usaha antara lain dengan melakukan financial performance analysis. Kinerja usaha perikanan tangkap skala kecil atau financial

4 144 performance analysis dilakukan dengan mencari NPV, RTO, RTL, ROI, dan PP pada dua wilayah studi yaitu perairan Pantai Pasauran Kabupaten Serang dan perairan Pantai Kabupaten Tegal, sebagai berikut: (1) NPV (Net Present Value) merupakan selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu, yang dinyatakan dengan rumus: n Bt Ct NPV = + t t ( 1 i) keterangan : t = 1, 2,, 10; i = interest rate (discount rate); ( 1 + i) t = the discounted factor. (2) RTO (Return to Owner) yaitu untuk mengetahui net benefit yang diterima oleh pemilik RTO = Penerimaan - Total Biaya (3) RTL (Return to Labour) yaitu untuk mengetahui penerimaan yang diterima oleh masing-masing ABK pada usaha perikanan ω RTL = keterangan : ω = ( Penerimaan Biaya operasional) bagi hasil ABK (4) ROI (Return of Investment) yaitu untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik Benefit ROI = Investasi (5) PP (Payback Period) yaitu untuk mengetahui lamanya pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik Investasi PP = Benefit Analisis dilakukan terhadap setiap jenis alat tangkap. Jenis alat tangkap di Kabupaten Serang adalah payang bugis dan jaring udang lobster (jaring insang

5 145 dasar/klitik, bottom gill net/coral reef gill net). Jenis ikan dominan yang tertangkap dengan alat tangkap tersebut adalah layang, kembung, selar, tembang dan udang lobster. Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Tegal adalah payang gemplo (payang jabur), bundes dan jaring rampus. Jenis ikan dominan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap tersebut adalah teri nasi, teri jawa, rebon, peperek, tenggiri, tigawaja, leres/julung-julung, tembang, beloso, kembung, udang dan rajungan. Financial performance analysis dalam perikanan tangkap terdiri dari biaya investasi (perahu, alat tangkap dan mesin), biaya tetap (penyusutan investasi, perbaikan perahu, perbaikan mesin, dan perbaikan alat tangkap), biaya variabel (bensin, solar dan perbekalan lainnya). Penerimaan merupakan hasil perkalian dari seluruh hasil tangkapan dengan harga. Dengan menghitung total hasil tangkapan dikurangi total biaya, dapat dihitung keuntungan per bulan dan per tahun. Financial performance analysis dapat dilakukan untuk semua jenis perikanan tangkap di kedua wilayah dan pada setiap jenis alat tangkap. Dari perkiraan-perkiraan ini dapat ditentukan NPV dari perikanan tangkap setiap jenis alat tangkap di kedua wilayah studi. Dengan demikian, secara keseluruhan dapat dilihat tingkat manfaat dari kegiatan perikanan tangkap yang akan dianalisis. Metode dalam penentuan indeks keberlanjutan ekonomi perikanan tangkap dengan teknik Rapfish dilakukan melalui sistimatika yang telah ditentukan seperti telah diuraikan pada Bab 3 (Metode Umum Penelitian). Indeks status keberlanjutan ekonomi perikanan tangkap dimulai dengan pembuatan skor setiap atribut pada dimensi ekonomi berdasarkan kondisi realita data di lapangan baik dengan wawancara dan pengamatan (data primer) maupun dengan menggunakan data sekunder. Penyusunan skor ini berdasarkan acuan-acuan yang telah dibuat baik melalui literatur maupun judgment dari penulis dengan asumsi-asumsi dan dasar-dasar ilmiah. Skor yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam program microsoft excel dengan template ekonomi yang telah dipersiapkan sebelumnya kemudian di-run sehingga diperoleh nilai multidimenstional scaling dari Rapfish yang lebih dikenal dengan indeks keberlanjutan. Di samping hal-hal tersebut di atas, dalam bab 6 penelitian ini (dimensi ekonomi) penulis telah melakukan modifikasi model pendekatan Rapfish berupa

6 146 penambahan atribut rata-rata penghasilan relatif anak buah perahu (ABK) terhadap upah minimum regional (UMR). Disamping itu penulis juga menambahkan atribut penerimaan relatif setiap alat tangkap terhadap waktu bekerja dibandingkan dengan standar upah minimum provinsi (UMP), mengingat kedua hal tersebut menjadi patokan pendapatan masyarakat di Indonesia namun tidak terakomodir dalam pendekatan Rafish. 6.3 Hasil Penelitian Kegiatan perikanan tangkap Kabupaten Serang (1) Alat tangkap payang bugis Investasi awal usaha penangkapan dengan alat tangkap payang bugis ini membutuhkan biaya sebesar Rp ,00 yang terdiri dari pembelian perahu sebesar Rp ,00, mesin sebesar Rp ,00, payang bugis sebesar Rp ,00 dan rumpon sebesar Rp ,00. Umur teknis perahu dan mesin masing-masing 8 tahun, sedangkan umur teknis payang bugis adalah 3 tahun. Jenis dan nilai investasi serta umur teknis sarana perikanan tangkap dengan alat tangkap payang bugis dapat dilihat pada Tabel 6.1 dan Lampiran 9. Tabel 6.1 Jenis investasi dan nilai investasi, serta umur teknis investasi pada usaha perikanan payang bugis di perairan Pantai Pasauran Kabupaten Serang No. Jenis Investasi Nilai Investasi Umur Teknis (Rp.) (Tahun) 1 Perahu , Mesin , Payang bugis , Rumpon ,00 1 Jumlah ,00 Keterangan : (1) Nilai investasi adalah nilai rata-rata, (2) Investasi perahu, mesin dan alat tangkap adalah investasi awal dengan harga baru. Biaya tetap terdiri dari perbaikan perahu, perbaikan mesin, perbaikan payang bugis, rumpon dan pelumas. Total biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun sebesar Rp ,00 yaitu perbaikan perahu sebesar Rp ,00, perbaikan mesin sebesar Rp ,00 dan perbaikan payang bugis sebesar

7 147 Rp ,00 yang dilakukan setiap tahun sekali. Biaya tetap untuk rumpon dan pelumas dilakukan 12 kali dalam setahun, dimana untuk rumpon sebesar Rp ,00 dan pelumas Rp ,00 setiap bulannya. Rata-rata biaya tetap per tahun usaha perikanan tangkap dengan alat tangkap payang bugis dapat dilihat pada Tabel 6.2 (Lampiran 9). Tabel 6.2 Rata-rata biaya tetap per tahun usaha perikanan payang bugis di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. Jenis Biaya Tetap Biaya Tetap Per Tahun (Rp.) 1 Perbaikan Perahu ,00 2 Perbaikan Mesin ,00 3 Perbaikan Payang bugis ,00 4 Rumpon ,00 5 Pelumas ,00 Jumlah ,00 Keterangan: biaya tetap pertahun adalah biaya rata-rata yang dihitung dalam setahun Sementara itu total biaya variabel rata-rata yang dikeluarkan setiap tahun dalam 200 trip sebesar Rp ,00. Biaya variabel terdiri dari BBM sebanyak 25 liter setiap trip sehingga dalam setahun biaya untuk BBM sebesar Rp ,00 dan perbekalan konsumsi (makan, kopi dan rokok) sebesar Rp ,00 per trip atau dalam setahun sebesar Rp ,00. Rata-rata biaya variabel usaha perikanan dengan alat tangkap payang bugis dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3 Rata-rata biaya variabel usaha perikanan payang bugis setiap tahun di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. Jenis Perbekalan Ratarata/trip (Rp.) (Rp.)/tahun Harga Biaya Perbekalan 1 BBM 25 liter 2.400, ,00 2 Perbekalan Konsumsi 1 paket , ,00 Jumlah ,00 Keterangan : harga BBM dan biaya perbekalan adalah nilai pada saat penelitian. Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap payang bugis antara lain layang, kembung, selar, tembang, dan tetengkek. Rata-rata hasil tangkapan ikan dan rata-rata harga setiap tahun untuk ikan layang kg

8 148 (Rp.1.500,00), kembung kg (Rp.5.000,00), selar kg (Rp.1.000,00), tembang kg (Rp.500,00) dan tetengkek kg (Rp.5.000,00). Rata-rata total pendapatan setiap tahun untuk armada yang beroperasi dengan alat tangkap payang bugis sebesar Rp ,00 (Tabel 6.4). Tabel 6.4 Jenis ikan, rata-rata jumlah tangkapan dan harga rata-rata setiap tahun untuk usaha perikanan payang bugis di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. Jenis Ikan Tertangkap Rata-rata Jumlah Tangkapan (Kg) Harga Ratarata (Rp.) Nilai Rata-rata (Rp.) 1 Layang , ,00 2 Kembung , ,00 3 Selar , ,00 4 Tembang , ,00 5 Tetengkek , ,00 Rata-rata Total Pendapatan Setiap Tahun ,00 Sumber : data primer/responden diolah (2005) Sistem bagi hasil yang digunakan untuk payang bugis dalam setiap trip adalah 14 bagian setelah dikurangi biaya variabel yang terdiri dari perahu 2 bagian, payang bugis 2 bagian, mesin 2 bagian, nahkoda 2 bagian dan ABK 6/14 bagian (42,86 %). Dalam 1 perahu armada payang bugis mempunyai 6 orang ABK sehingga setiap ABK memperoleh 1/14 bagian (Tabel 6.5). Tabel 6.5 Sistem bagi hasil pada usaha perikanan payang bugis di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. Keterangan Jumlah Bagian Jatah/Bagi Hasil yang Diterima (%) 1 Perahu ,29 2 Mesin ,29 3 Payang bugis ,29 4 Nahkoda ,29 5 ABK ,86 Jumlah ,00 Pendapatan pemilik armada payang bugis per bulan sebesar Rp ,44 atau dalam setahun memperoleh Rp ,33, sedangkan untuk pendapatan rata-rata 1 nelayan ABK payang bugis per bulan sebesar Rp ,00 atau dalam setahun memperoleh Rp ,00 (Tabel 6.6).

9 149 Tabel 6.6 Kinerja usaha perikanan payang bugis di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. Keterangan Nilai 1 NPV Rp ,95 2 Pendapatan Rata-rata Pemilik Perbulan Rp ,44 3 Pendapatan Rata-rata Pemilik Pertahun Rp ,33 4 Pendapatan Rata-rata 1 ABK Perbulan Rp ,00 5 Pendapatan Rata-rata 1 ABK Pertahun Rp ,00 6 ROI 0,83 7 PP 1,21 Berdasarkan hasil perhitungan dan interest rate sebesar 8 % diperoleh hasil NPV dari usaha perikanan payang bugis sebesar Rp ,95. Angka ini menunjukkan bahwa hasil bersih yang diperoleh selama kurun waktu 8 tahun ke depan jika dinilai sekarang adalah sebesar Rp ,95 (Tabel 6.6, Lampiran 10). Tingkat pengembalian investasi (return of investment atau ROI) untuk perikanan payang bugis sebesar 0,83. Hal ini berarti benefit yang diterima pemilik selama 1 tahun sebesar 83 % dari investasi. Payback period (PP) yang diperoleh sebesar 1,21 yang berarti waktu pengembalian investasi yang telah dilakukan akan kembali dalam waktu 1 tahun 2,5 bulan atau 14,5 bulan. Dengan kata lain, secara financial performance analysis untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap payang bugis memberikan nilai yang positif (menguntungkan). (2) Alat tangkap jaring udang Kegiatan perikanan dengan alat tangkap jaring udang ini membutuhkan investasi sebesar Rp ,00 yang terdiri dari pembelian perahu sebesar Rp ,00 dan jaring udang sebesar Rp ,00. Umur teknis perahu selama 6 tahun dan jaring adalah 1 tahun. Total biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun untuk perbaikan perahu sebesar Rp ,00. Jenis dan nilai investasi serta umur teknis sarana kegiatan perikanan yang beroperasi dengan alat tangkap jaring udang dapat dilihat pada Tabel 6.7 dan Lampiran 11.

10 150 Tabel 6.7 Jenis dan nilai investasi serta umur teknis usaha perikanan jaring udang di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. Jenis Investasi Nilai Investasi Umur Teknis (Rp.) (Tahun) 1 Perahu , Jaring Udang ,00 1 Jumlah ,00 Jumlah trip penangkapan dengan jaring udang di Kabupaten Serang ini dalam satu tahun sebanyak 300 kali. Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap jaring udang ini antara lain udang dan ikan. Rata-rata penerimaan dari udang dalam 1 trip sebanyak 0,6 kg dengan harga rata-rata sebesar Rp ,00 per kg sehingga dalam setahun nilai produksi udang sebesar Rp ,00. Rata-rata penerimaan dari ikan dalam 1 trip sebanyak 1,83 kg dengan harga rata-rata sebesar Rp ,00 per kg, sehingga rata-rata pendapatan setiap tahun dari ikan sebesar Rp ,00. Tabel 6.8 Jenis ikan, jumlah tangkapan dan harga rata-rata setiap tahun pada usaha perikanan jaring udang di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. Jenis Ikan Tertangkap Rata-rata Produksi per Trip Harga Ratarata (Rp.) Nilai Produksi Ratarata per Tahun (Rp.) 1 Udang 0,6 kg , ,00 2 Ikan Campur 1,83 kg , ,00 Total Pendapatan Rata-rata Setiap Tahun ,00 Rata-rata total pendapatan setiap tahun dari udang dan ikan untuk alat tangkap jaring udang sebesar Rp ,00 (Tabel 6.8). Kegiatan perikanan tangkap dengan menggunakan jaring udang ini hanya dibutuhkan waktu 3 jam dalam sekali trip. Nelayan jaring udang ini biasanya berangkat jam 6 pagi dan pulang jam 9 pagi, sehingga waktu yang tersisa untuk melakukan kegiatan yang lain sebenarnya masih cukup banyak. Dalam melakukan kegiatan perikanan jaring udang menggunakan 1-2 orang nelayan yang terdiri dari 1 pemilik dan 1 ABK. Sistem bagi hasil yang

11 151 digunakan untuk usaha perikanan jaring udang yaitu 80 % untuk pemilik dan 20 % untuk ABK (Tabel 6.9). Tabel 6.9 Sistem bagi hasil pada usaha perikanan jaring udang di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. Keterangan Jumlah Bagian Bagi Hasil yang Diterima (%) 1 Pemilik 1 0,8 80,00 2 ABK 1 0,2 20,00 Jumlah 1 100,00 Rata-rata pendapatan pemilik usaha seperti usaha perikanan jaring udang per bulan adalah sebesar Rp ,67 atau dalam setahun memperoleh Rp ,00 (Tabel 6.10), sedangkan untuk pendapatan rata-rata nelayan ABK jaring udang ini per bulan sebesar Rp ,00 atau dalam setahun memperoleh Rp ,00. Peran ABK pada alat tangkap jaring udang ini memang sangat kecil, karena nelayan pemilik sebenarnya tidak membutuhkan tenaga tambahan. Tenaga tambahan atau nelayan ABK ini terlibat dalam kegiatan pemilik jaring udang karena biasanya mereka minta diikutsertakan pada saat tidak mempunyai pekerjaan atau tidak sedang melaut. Oleh karena itu bagian yang diperoleh oleh ABK jaring udang ini hanya 20 % dari keuntungan dan mereka cenderung menerima karena mata pencaharian dengan menggunakan alat tangkap jaring udang ini bukanlah mata pencaharian utama. Tabel 6.10 Kinerja usaha perikanan tangkap jaring udang di perairan Pantai Pasauran Kabupaten Serang No. Keterangan Nilai 1 NPV Rp ,33 2 Pendapatan Rata-rata Pemilik Perbulan Rp ,67 3 Pendapatan Rata-rata Pemilik Pertahun Rp ,00 4 Pendapatan Rata-rata 1 ABK Perbulan Rp ,00 5 Pendapatan Rata-rata 1 ABK Pertahun Rp ,00 6 ROI 10,13 7 PP 0,10 Berdasarkan hasil perhitungan dan interest rate sebesar 8 % diperoleh hasil NPV sebesar Rp ,33. Angka ini menunjukkan bahwa hasil bersih

12 152 yang diperoleh selama kurun waktu 8 tahun ke depan jika dinilai sekarang adalah sebesar Rp ,33 (Tabel 6.10 dan Lampiran 12). Dengan kata lain, secara finansial investasi untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap jaring udang ini memberikan manfaat bersih yang positif (menguntungkan). Tingkat pengembalian investasi (return of investment atau ROI) untuk perikanan jaring udang sebesar 10,13. Hal ini berarti benefit yang diterima pemilik selama 1 tahun sebesar 1013 % dari investasi. Tingginya ROI ini dikarenakan usaha perikanan dengan alat tangkap jaring udang ini mempunyai nilai investasi yang sangat kecil namun hasil tangkapan yang diperoleh bernilai ekonomi tinggi. Payback period (PP) yang diperoleh sebesar 0,10 yang berarti waktu pengembalian investasi yang telah dilakukan kurang dari 1 tahun atau kurang lebih 2 bulan. Dengan kata lain, secara financial performance analysis untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap jaring udang memberikan nilai yang positif (menguntungkan) Kabupaten Tegal (1) Alat tangkap rampus Investasi awal usaha penangkapan dengan alat tangkap rampus ini membutuhkan biaya sebesar Rp ,00 yang terdiri dari pembelian perahu sebesar Rp ,00, mesin sebesar Rp ,00, dan jaring rampus sebesar Rp ,00 (Tabel 6.11 dan Lampiran 13). Umur teknis perahu dan mesin masing-masing 10 tahun, sedangkan umur teknis jaring rampus adalah 1 tahun. Tabel 6.11 Jenis dan nilai investasi serta umur teknis investasi usaha perikanan jaring rampus di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Investasi Nilai Investasi Umur Teknis (Rp.) (Tahun) 1 Perahu , Mesin , Jaring Rampus ,00 1 Jumlah ,00 Biaya tetap terdiri dari perbaikan perahu, perbaikan mesin, perbaikan jaring rampus dan pelumas. Total biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun

13 153 sebesar Rp ,00 yaitu perbaikan perahu sebesar Rp ,00, perbaikan mesin sebesar Rp ,00 dan perbaikan jaring rampus sebesar Rp ,00 yang dilakukan setiap tahun sekali (Tabel 6.12). Biaya tetap pelumas dilakukan 2 kali dalam sebulan atau 24 kali dalam setahun, dimana untuk pelumas Rp ,00 setiap bulannya. Tabel 6.12 Biaya tetap per tahun usaha perikanan jaring rampus di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Biaya Tetap Biaya Tetap Per Tahun (Rp.) 1 Perbaikan Perahu ,00 2 Perbaikan Mesin ,00 3 Perbaikan Jaring Rampus ,00 4 Pelumas ,00 Jumlah ,00 Total biaya variabel rata-rata perbekalan yang dikeluarkan setiap tahun untuk usaha perikanan dengan alat tangkap jaring rampus yang beroperasi dalam 220 trip sebesar Rp ,00 (Tabel 6.13). Biaya variabel terdiri dari BBM sebanyak 12 liter setiap trip sehingga dalam setahun membutuhkan sebesar Rp ,00, es sebesar Rp ,00 per tahun, dan perbekalan konsumsi sebesar Rp ,00 per tahun. Tabel 6.13 Biaya rata-rata perbekalan usaha perikanan jaring rampus setiap tahun di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Perbekalan Banyaknya Harga Biaya Perbekalan Perbekalan (Rp.) (Rp.) 1 BBM 12 liter 2.300, ,00 2 Es 1 paket 1.000, ,00 3 Perbekalan Konsumsi 2 orang 5.500, ,00 Jumlah ,00 Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap Rampus antara lain kembung, tigawaja, petek, dan tembang. Rata-rata hasil tangkapan ikan dan rata-rata harga setiap tahun untuk ikan kembung kg (Rp.5.000,00), tigawaja kg (Rp.2.000,00), petek kg (Rp.800,00) dan tembang

14 kg (Rp.800,00). Rata-rata total pendapatan setiap tahun untuk alat tangkap Rampus sebesar Rp ,00 (Tabel 6.14). Tabel 6.14 Jenis ikan, jumlah tangkapan dan harga rata-rata setiap tahun pada usaha perikanan jaring rampus di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Ikan Tertangkap Rata-rata Jumlah Tangkapan (Kg) Harga Ratarata (Rp.) Nilai Rata-rata (Rp.) 1 Kembung , ,00 2 Tigawaja , ,00 3 Petek , ,00 4 Tembang , ,00 Rata-rata Total Pendapatan Setiap Tahun ,00 Usaha perikanan dengan alat tangkap jaring rampus dioperasikan oleh 2 orang nelayan, dimana pemilik terlibat juga sebagai nelayan (Tabel 6.15). Sistem bagi hasil yang digunakan dari penerimaan bersih setelah dikurangi biaya variabel adalah ½ bagian atau 50 % untuk pemilik dalam hal ini bagian untuk perahu, mesin dan jaring. Sementara itu ½ bagian lagi untuk 2 orang nelayan (pemilik dan ABK yang memperoleh 50 % dari ½ bagian tersebut). Tabel 6.15 Sistem bagi hasil pada usaha perikanan jaring rampus di perairan Kabupaten Tegal No Keterangan Jumlah Bagian Bagi Hasil yang Diterima (%) 1 Perahu, Mesin dan Jaring 1 ½ 50,00 Rampus 2 ABK (2 orang) 2 ½ 50,00 Jumlah 1 100,00 Rata-rata pendapatan pemilik armada jaring rampus per bulan sebesar Rp ,00 atau dalam setahun memperoleh Rp ,00 (Tabel 6.16), sedangkan untuk pendapatan rata-rata nelayan ABK jaring rampus per bulan sebesar Rp ,33 atau dalam setahun memperoleh Rp ,00.

15 155 Tabel 6.16 Kinerja usaha perikanan jaring rampus di perairan Kabupaten Tegal No. Keterangan Nilai 1 NPV Rp ,93 2 Pendapatan Rata-rata Pemilik Perbulan Rp ,00 3 Pendapatan Rata-rata Pemilik Pertahun Rp ,00 4 Pendapatan Rata-rata 1 ABK Perbulan Rp ,33 5 Pendapatan Rata-rata 1 ABK Pertahun Rp ,00 6 ROI 0,44 7 PP 2,27 Berdasarkan hasil perhitungan dan interest rate sebesar 8 % diperoleh hasil NPV sebesar Rp ,93. Angka ini menunjukkan bahwa hasil bersih yang diperoleh selama kurun waktu 10 tahun ke depan jika dinilai sekarang adalah sebesar Rp ,93 (Tabel 6.16 dan Lampiran 14). Tingkat pengembalian investasi (return of investment atau ROI) untuk perikanan dengan alat tangkap rampus sebesar 0,44. Hal ini berarti benefit yang diterima pemilik selama 1 tahun sebesar 44 % dari investasi. Payback period (PP) yang diperoleh sebesar 2,27 yang berarti waktu pengembalian investasi yang telah dilakukan selama 2 tahun 3 bulan atau 27 bulan. Secara keseluruhan financial performance analysis untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap rampus memberikan nilai yang positif (menguntungkan). (2) Alat tangkap bundes Usaha perikanan dengan alat tangkap bundes menggunakan investasi awal sebesar Rp ,00 yaitu untuk perahu Rp ,00, mesin Rp ,00 dan alat tangkap bundes Rp ,00 (Tabel 6.17 dan Lampiran 15). Umur teknis untuk perahu adalah 10 tahun dan mesin selama 8 tahun sedangkan untuk alat tangkap bundes selama 7 tahun. Tabel 6.17 Jenis dan nilai investasi serta umur teknis investasi usaha perikanan bundes di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Investasi Nilai Investasi (Rp.) Umur Teknis (Tahun) 1 Perahu , Mesin , Bundes ,00 7 Jumlah ,00

16 156 Biaya tetap terdiri dari perbaikan perahu, perbaikan mesin, perbaikan bundes dan pelumas. Total biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun sebesar Rp ,00 yaitu perbaikan perahu sebesar Rp ,00, perbaikan mesin sebesar Rp ,00 dan perbaikan bundes sebesar Rp ,00 yang dilakukan setiap tahun sekali (Tabel 6.18). Biaya tetap pelumas dilakukan 1 kali dalam sebulan atau 12 kali dalam setahun, dimana untuk pelumas Rp ,00 setiap bulannya. Tabel 6.18 Biaya tetap per tahun usaha perikanan bundes di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Biaya Tetap Jumlah Biaya Tetap Per Tahun (Rp.) 1 Perbaikan Perahu ,00 2 Perbaikan Mesin ,00 3 Perbaikan Bundes ,00 4 Pelumas ,00 Jumlah ,00 Total biaya variabel rata-rata yang dikeluarkan setiap tahun untuk usaha perikanan dengan alat tangkap bundes yang beroperasi dalam 210 trip sebesar Rp ,00. Biaya variabel terdiri dari BBM sebanyak 10 liter setiap trip sehingga dalam setahun membutuhkan sebesar Rp ,00, air tawar sebesar Rp ,00 per tahun, dan perbekalan konsumsi sebesar Rp ,00 per tahun. Pada Tabel 6.19 ditunjukkan biaya rata-rata perbekalan usaha perikanan armada perikanan alat tangkap bundes setiap tahun. Tabel 6.19 Biaya rata-rata perbekalan usaha perikanan bundes setiap tahun di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Perbekalan Banyaknya Harga Biaya Perbekalan Perbekalan / Nilai (Rp.) 1 BBM 10 liter ,00 2 Konsumsi 1 paket ,00 3 Air Tawar 1 paket ,00 Total Biaya Rata-rata Perbekalan ,00

17 157 Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap bundes ini adalah rebon. Rata-rata hasil tangkapan rebon setiap tahun sebanyak kg dengan rata-rata harga Rp ,00 per kilogramnya, sehingga total pendapatan rata-rata dalam 1 tahun untuk alat tangkap bundes mencapai Rp ,00. Usaha perikanan dengan alat tangkap bundes dioperasikan oleh 14 orang nelayan. Sistem bagi hasil yang digunakan dari penerimaan bersih setelah dikurangi biaya variabel adalah 40 bagian atau 40 % untuk pemilik dalam hal ini bagian untuk perahu, mesin dan bundes (Tabel 6.20). Sementara itu 60 bagian atau 60 % untuk 14 orang nelayan (setiap ABK memperoleh 1/14 dari 60 bagian tersebut). Tabel 6.20 Sistem bagi hasil pada usaha perikanan bundes di perairan Kabupaten Tegal No. Keterangan Jumlah Bagian Bagi Hasil yang Diterima (%) 1 Pemilik ,00 2 ABK (14 orang) ,00 Jumlah ,00 Rata-rata pendapatan pemilik armada yang mengoperasikan bundes per bulan sebesar Rp ,10 atau dalam setahun memperoleh Rp ,14. Untuk pendapatan rata-rata setiap nelayan ABK bundes per bulan sebesar Rp ,29 atau dalam setahun memperoleh Rp ,43 (Tabel 6.21). Tabel 6.21 Kinerja usaha perikanan bundes di perairan Kabupaten Tegal No. Keterangan Nilai 1 NPV Rp ,43 2 Pendapatan Rata-rata Pemilik Perbulan Rp ,10 3 Pendapatan Rata-rata Pemilik Pertahun Rp ,14 4 Pendapatan Rata-rata 1 ABK Perbulan Rp ,29 5 Pendapatan Rata-rata 1 ABK Pertahun Rp ,43 6 ROI 1,04 7 PP 0,96 Berdasarkan hasil perhitungan dan interest rate sebesar 8 % diperoleh hasil NPV sebesar Rp ,43. Angka ini menunjukkan bahwa hasil

18 158 bersih yang diperoleh selama kurun waktu 10 tahun ke depan jika dinilai sekarang adalah sebesar Rp ,43 (Tabel 6.21 dan Lampiran 16). Tingkat pengembalian investasi (return of investment atau ROI) untuk perikanan dengan alat tangkap bundes sebesar 1,04. Hal ini berarti benefit yang diterima pemilik selama 1 tahun sebesar 104 % dari investasi yang dilakukan. Payback period (PP) yang diperoleh sebesar 0,96 yang berarti waktu pengembalian investasi yang telah dilakukan selama 11,5 bulan. Secara keseluruhan dengan financial performance analysis untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap bundes memberikan nilai yang positif (menguntungkan). (3) Alat tangkap payang gemplo Usaha perikanan dengan alat tangkap gemplo menggunakan investasi awal sebesar Rp ,00 yaitu untuk perahu baru Rp ,00, mesin Rp ,00 dan alat tangkap payang gemplo Rp ,00 (Tabel 6.22 dan Lampiran 17). Umur teknis untuk perahu adalah 10 tahun sedangkan mesin dan alat tangkap payang gemplo selama 5 tahun. Tabel 6.22 Jenis dan nilai investasi serta umur teknis usaha perikanan payang gemplo di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Investasi Nilai Investasi (Rp.) Umur Teknis (Tahun) 1 Perahu , Mesin , Payang Gemplo ,00 5 Jumlah ,00 Biaya tetap terdiri dari perbaikan perahu, perbaikan mesin, perbaikan payang gemplo dan pelumas. Total biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun sebesar Rp ,00 yaitu perbaikan perahu sebesar Rp ,00, perbaikan mesin sebesar Rp ,00 dan perbaikan payang gemplo sebesar Rp ,00 yang dilakukan setiap tahun sekali (Tabel 6.23). Biaya tetap pelumas dilakukan 1 kali dalam sebulan atau 12 kali dalam setahun, dimana untuk pelumas Rp ,00 setiap bulannya.

19 159 Tabel 6.23 Biaya tetap per tahun usaha perikanan payang gemplo di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Biaya Tetap Jumlah Biaya Tetap Per Tahun (Rp.) 1 Perbaikan Perahu ,00 2 Perbaikan Mesin ,00 3 Perbaikan Bundes ,00 4 Pelumas ,00 Jumlah ,00 Total biaya variabel rata-rata setiap tahun untuk usaha perikanan dengan alat tangkap payang gemplo yang beroperasi dalam 230 trip sebesar Rp ,00. Biaya variabel ini terdiri dari BBM sebanyak 10 liter setiap trip sehingga dalam setahun sebesar Rp ,00, perbekalan konsumsi sebesar Rp ,00 per tahun, air tawar sebesar Rp ,00 per tahun dan es sebesar Rp ,00 (Tabel 6.24). Tabel 6.24 Biaya rata-rata perbekalan usaha perikanan payang gemplo setiap tahun di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Perbekalan Banyaknya Harga Biaya Perbekalan Perbekalan / Nilai (Rp.) 1 BBM 10 liter ,00 2 Konsumsi 1 paket ,00 3 Air Tawar 1 paket ,00 4 Es 1 paket Total Rata-rata Biaya Perbekalan ,00 Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap payang gemplo ini antara lain teri nasi dan teri jawa. Rata-rata hasil tangkapan teri nasi setiap tahun sebanyak kg dengan rata-rata harga Rp.7.000,00 per kilogramnya, sedangkan rata-rata hasil tangkapan teri jawa sebanyak kg dengan rata-rata harga Rp.4.500,00 per kilogramnya. Total pendapatan rata-rata dalam 1 tahun untuk alat tangkap payang gemplo mencapai Rp ,00 (Tabel 6.25).

20 160 Tabel 6.25 Jenis ikan, jumlah tangkapan dan harga rata-rata setiap tahun pada usaha perikanan payang gemplo di perairan Kabupaten Tegal No. Jenis Ikan Tertangkap Rata-rata Jumlah Tangkapan (Kg) Harga Ratarata (Rp.) Nilai Rata-rata (Rp.) 1 Teri nasi , ,00 2 Teri Jawa , ,00 Total Pendapatan Rata-rata Setiap Tahun ,00 Usaha perikanan dengan alat tangkap payang gemplo dioperasikan oleh 6 orang nelayan. Sistem bagi hasil yang digunakan dari penerimaan bersih setelah dikurangi biaya variabel adalah 40 bagian atau 40 % untuk pemilik dalam hal ini bagian untuk perahu, mesin dan bundes (Tabel 6.26). Sementara itu 60 bagian atau 60 % untuk 6 orang nelayan (Setiap ABK memperoleh 1/6 dari 60 bagian tersebut). Tabel 6.26 Sistem bagi hasil pada usaha perikanan payang gemplo di perairan Kabupaten Tegal No. Keterangan Jumlah Bagian Bagi Hasil yang Diterima (%) 1 Pemilik ,00 2 ABK (6 orang) ,00 Jumlah ,00 Pada Tabel 6.27 menunjukkan rata-rata pendapatan pemilik armada yang mengoperasikan payang gemplo per bulan sebesar Rp ,00 atau dalam setahun memperoleh Rp ,00. Untuk pendapatan rata-rata nelayan ABK payang gemplo per bulan sebesar Rp ,67 atau dalam setahun memperoleh Rp ,00. Tabel 6.27 Kinerja usaha perikanan payang gemplo di perairan Kabupaten Tegal No. Keterangan Nilai 1 NPV Rp ,37 2 Pendapatan Rata-rata Pemilik Perbulan Rp ,00 3 Pendapatan Rata-rata Pemilik Pertahun Rp ,00 4 Pendapatan Rata-rata 1 ABK Perbulan Rp ,67 5 Pendapatan Rata-rata 1 ABK Pertahun Rp ,00 6 ROI 0,19 7 PP 5,28

21 161 Berdasarkan hasil perhitungan dan interest rate sebesar 8 % diperoleh hasil NPV sebesar Rp ,37. Angka ini menunjukkan bahwa hasil bersih yang diperoleh selama kurun waktu 10 tahun ke depan jika dinilai sekarang adalah sebesar Rp ,37 (Tabel 6.27 dan Lampiran 18). Tingkat pengembalian investasi (return of investment atau ROI) untuk perikanan dengan alat tangkap payang gemplo sebesar 0,19. Hal ini berarti benefit yang diterima pemilik selama 1 tahun sebesar 19 % dari investasi yang dilakukan. Payback period (PP) yang diperoleh sebesar 5,24 yang berarti waktu pengembalian investasi yang telah dilakukan lebih dari 5 tahun 3 bulan. Secara keseluruhan dengan financial performance analysis untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap payang gemplo masih memberikan benefit, namun jika dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh tersebut memberikan manfaat yang sangat kecil baik bagi pemilik maupun bagi ABK Kondisi ekonomi dalam atribut Rapfish Penyusunan skor status keberlanjutan pada dimensi ekonomi perikanan tangkap skala kecil berdasarkan keadaan lapang daerah penelitian dan berdasarkan acuan dari kriteria yang telah dibuat. Hasil wawancara dan pengamatan lapang yang dilakukan pada dua wilayah yaitu Kabupaten Serang (Pasauran, Kecamatan Cinangka) dan Perairan Kabupaten Tegal menghasilkan variabel atau atribut yang dapat dilihat pada Tabel 6.38 dan Lampiran 8. Untuk pendefinisian kriteria data dari variabel atau atribut pada Tabel 6.38 tersebut maka dilakukan analisis data sebagai fakta atau realita data dalam atribut Rapfish Keuntungan Dalam atribut ekonomi keberlanjutan usaha perikanan tangkap faktor yang paling penting adalah profit. Faktor profit atau keuntungan inilah yang akan menentukan apakah seseorang akan bertahan atau berhenti dari usaha perikanan tangkap. Jika dilihat dari sisi pemilik maka yang akan dilihat seperti NPV, net benefit dan pendapatan (net revenue), sedangkan jika dilihat dari sisi ABK yang dilihat adalah besarnya pendapatan dan keberlanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau rumah tangganya. Dalam analisis finansial yang telah dilakukan

22 162 sebelumnya terlihat nilai-nilai yang dibutuhkan untuk terjaminnya keberlangsungan atau keberlanjutan perikanan tangkap secara ekonomi. Secara umum pada Tabel 6.28 menunjukkan semua kegiatan perikanan tangkap baik payang bugis, jaring udang, jaring rampus, bundes dan payang gemplo menunjukkan hasil yang positif dan masih menguntungkan. Faktor ekonomi yang masih positif dan menguntungkan inilah yang menyebabkan pemilik armada perikanan tangkap masih bertahan sampai saat ini. Tapi jika ditinjau lebih mendalam, positifnya nilai NPV dan net revenue (pendapatan) disebabkan oleh sistem bagi hasil yang cenderung positif (menguntungkan), dimana biaya variabel (operasional) sebagai faktor pengurang terbesar dari penerimaan ditanggung bersama antara pemilik dan nelayan ABK. Pada Tabel 6.28 terlihat perbandingan nilai keuntungan dari masingmasing alat tangkap baik di Kabupaten Serang maupun Kabupaten Tegal. Secara keseluruhan, perbandingan nilai-nilai yang diperoleh melalui analisis finansial ditunjukkan bahwa usaha perikanan yang menggunakan jaring udang (Serang) sangat menguntungkan (0). Usaha perikanan yang menggunakan alat tangkap payang bugis (Serang) dan bundes (Tegal) masih menguntungkan (1). Usaha perikanan yang mengoperasikan jaring rampus (Tegal) dapat dikatakan sedikit menguntungkan (2), sedangkan untuk alat tangkap payang gemplo (Tegal) mendekati impas atau hanya kembali modal (3). Tabel 6.28 Perbandingan kinerja usaha perikanan payang bugis, jaring udang, jaring rampus, bundes dan payang gemplo Jenis Usaha NPV ROI PP Pendapatan pemilik (Rp.) Pendapatan ABK (Rp.) Perikanan (Rp.) (%) (tahun) per tahun per bulan per tahun per bulan Payang bugis ,83 1, Jaring udang ,13 0, Rampus ,44 2, Bundes ,04 0, Payang gemplo ,19 5, Kontribusi perikanan terhadap PDRB Prestasi ekonomi suatu negara atau daerah dapat dinilai dengan berbagai ukuran agregat. Salah satu indikator yang ideal untuk mengukur tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah adalah pendapatan regional. Dalam kaitan prestasi

23 163 ekonomi suatu daerah alat ukurnya adalah PDRB yang merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah yang mampu diciptakan akibat timbulnya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu daerah. Pendapatan regional pada dasarnya merupakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dikurangi penyusutan, pajak tak langsung dan ditambah pendapatan netto yang mengalir dari daerah lain. Laju pertumbuhan PDRB merupakan suatu pendekatan indikator ekonomi makro yang menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indikator ini biasanya digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian indikator ini dapat pula dipakai untuk menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan kegiatan perekonomian begitu juga sebaliknya. Aspek lain yang perlu diperhatikan berkenaan dengan PDRB terutama sekali adalah struktur (sebaran sektor) ekonominya. Struktur ekonomi dipandang sangat penting, karena kita bisa melihat seberapa besar tiap sektor berperan dalam menghasilkan total nilai tambah, selanjutnya bisa diamati sektor-sektor mana saja yang tumbuh dan sektor-sektor apa saja yang mempunyai peluang untuk dikembangkan. Ditinjau dari perhitungan atas dasar harga berlaku, PDRB Kabupaten Serang meningkat 8,15 % yaitu dari milyar rupiah pada tahun 2002 menjadi milyar rupiah pada tahun 2003 (Tabel 6.29). Menurut perhitungan atas dasar harga konstan 1993, PDRB Kabupaten Serang meningkat dengan laju pertumbuhan PDRB sebesar 4,02 % yaitu dari milyar rupiah pada tahun 2002 menjadi milyar rupiah pada tahun Tabel 6.29 PDRB Kabupaten Serang atas dasar harga konstan (tahun dasar 1993) dari tahun No Lapangan Usaha Pertanian (juta Rupiah) Perikanan (juta Rupiah) Total PDRB Kab. Serang (juta Rupiah) % PDRB Perikanan Terhadap PDRB Pertanian 10,302 10,460 % PDRB Perikanan Terhadap Total PDRB 1,386 1,392 % PDRB Pertanian Terhadap Total PDRB 13,453 13,305 Sumber : Kabupaten Serang dalam Angka, 2004

24 164 Sumbangan subsektor perikanan terhadap total PDRB Kabupaten Serang pada tahun 2002 hanya 1,386 % dan terjadi peningkatan menjadi 1,392 % pada tahun 2003 (Tabel 6.29). Sumbangan subsektor perikanan terhadap total PDRB Kabupaten Serang memang dirasakan sangat kecil. Pada Tabel 6.30 juga ditunjukkan PDRB subsektor perikanan terhadap sektor pertanian mempunyai peran yang cukup besar dimana PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2002 mencapai 10,302 % dan mengalami peningkatan menjadi 10,460 % pada tahun Secara keseluruhan subsektor perikanan pada tahun 2003 mempunyai peran 1,392 % terhadap total PDRB kabupaten Serang sehingga dapat dikatakan bahwa PDRB subsektor perikanan masih rendah (0). Total PDRB Kabupaten Tegal pada Tahun 2003 sebesar milyar rupiah (Tabel 6.30). Sumbangan sektor pertanian terhadap total PDRB di Kabupaten Tegal sangat besar pada tahun 2003 mencapai 24,628 % atau 257 milyar rupiah. Sumbangan subsektor perikanan terhadap sektor pertanian Kabupaten Tegal memang dirasakan sangat kecil yaitu hanya mencapai 1,063 % atau 2,73 milyar rupiah.. Secara keseluruhan subsektor perikanan mempunyai peran 0,262 % pada tahun 2003 terhadap total PDRB kabupaten Tegal sehingga dapat dikatakan bahwa PDRB dari subsektor perikanan masih rendah (0). Tabel 6.30 PDRB Kabupaten Tegal atas dasar harga konstan (tahun 1993) tahun 2003 No Lapangan Usaha Pertanian (juta Rupiah) ,75 2 Perikanan (juta Rupiah) 2.734,06 Total PDRB Kab. Tegal (juta Rupiah) ,35 % PDRB Perikanan Terhadap PDRB Pertanian 1,063 % PDRB Perikanan Terhadap Total PDRB 0,262 % PDRB Pertanian Terhadap Total PDRB 24,628 Sumber : Kabupaten Tegal dalam Angka, Pendapatan per kapita Data PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumberdaya alam dan manusia serta teknologi yang dimiliki untuk terjadinya suatu proses produksi menghasilkan barang dan jasa. Sehubungan dengan keterbatasan data yang tersedia maka untuk mengukur tingkat kemajuan

25 165 perekonomian suatu daerah baru dapat digambarkan hanya dengan indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Melalui PDRB kita juga bisa mengamati ketimpangan/gap ekonomi melalui distribusi pendapatan yang diterima oleh kelompok-kelompok tertentu dari penduduk. Apakah pendapatan tersebut menyebar secara merata di seluruh kelompok penduduk atau hanya merata di beberapa kelompok saja. Pendapatan penduduk per kapita diperoleh dari total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk. PDRB Kabupaten Serang selalu meningkat baik ditinjau atas dasar harga berlaku sebesar 8,88 % maupun atas dasar harga konstan sebesar 4,19 % (Tabel 6.31). Jumlah penduduk Kabupaten Serang pada pertengahan tahun 2002 mencapai orang dan mengalami pertumbuhan sebesar 3,17 % pada tahun 2003 yang mencapai orang. Pendapatan per kapita Kabupaten Serang berdasarkan harga berlaku pada tahun 2002 sebesar Rp ,00 per tahun mengalami peningkatan 5,53 % pada tahun 2003 menjadi Rp ,00 per tahun. Tabel 6.31 Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Serang tahun 2002 dan Tahun 2003 No Uraian 2002 (Rp.) 2003 (Rp.) (%) 1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ,88 2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan ,19 3 Jumlah Penduduk Pertengahan tahun ,17 4 PDRB Per kapita atas harga berlaku ,53 5 PDRB Per kapita atas dasar harga konstan , Kebutuhan Hidup Minimum per Bulan ,69 - Sumber : Kabupaten Serang dalam Angka, 2004 Pendapatan per kapita Kabupaten Serang atas dasar harga konstan tahun 1993 pada tahun 2002 sebesar Rp ,00 per tahun dan mengalami

26 166 peningkatan 0,99 % pada tahun 2003 menjadi Rp ,00 per tahun. Namun dalam menghitung pendapatan per kapita Kabupaten Serang tahun 2003 digunakan PDRB berdasarkan atas dasar harga berlaku sebesar Rp ,00 per tahun atau Rp ,00 per bulan dibandingkan dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) Kabupaten Serang tahun 2003 sebesar Rp ,69 per bulan atau Rp ,00 per tahun (Kabupaten Serang dalam Angka, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan perkapita Kabupaten Serang hanya 73,23 % dari KHM atau masih di bawah KHM (1). Pendapatan penduduk per Kapita diperoleh dari total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk. PDRB Kabupaten Tegal selalu meningkat baik ditinjau atas dasar harga berlaku sebesar 11,37 % maupun atas dasar harga konstan sebesar 5,05 % (Tabel 6.32). Jumlah penduduk Kabupaten Tegal pada tahun 2002 mencapai orang dan mengalami pertumbuhan sebesar 0,91 % pada tahun 2003 yang mencapai orang. Pendapatan per kapita Kabupaten Tegal berdasarkan harga berlaku pada tahun 2002 sebesar Rp ,67 per tahun mengalami peningkatan 10,36 % pada tahun 2003 menjadi Rp ,46 per tahun. Tabel 6.32 Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Tegal tahun 2002 dan tahun 2003 (dalam Rupiah) No Uraian (%) 1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ,37 2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan ,05 3 Jumlah Penduduk Pertengahan tahun ,91 4 PDRB Per kapita atas harga berlaku , ,46 10,36 5 PDRB Per kapita atas dasar harga konstan , ,59 4, Kebutuhan Hidup Minimum per Bulan Sumber : Kabupaten Tegal dalam Angka, 2004

27 167 Pendapatan per kapita Kabupaten Tegal atas dasar harga konstan (tahun 1993) pada tahun 2002 sebesar Rp ,80 per tahun dan mengalami peningkatan 4,10 % pada tahun 2003 menjadi Rp ,59 per tahun. Dalam menghitung pendapatan per kapita Kabupaten Tegal tahun 2003 digunakan PDRB berdasarkan atas dasar harga berlaku sebesar Rp ,46 per tahun atau Rp ,62 per bulan dibandingkan dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) Kabupaten Tegal tahun 2003 sebesar Rp ,00 per bulan atau Rp ,00 per tahun (Kabupaten Tegal dalam Angka, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan perkapita Kabupaten Tegal hanya 49 % dari KHM atau sangat jauh dibawah KHM (0) Sifat kepemilikan sarana penangkapan (penerima keuntungan dari kepemilikan) Sifat kepemilikan sarana penangkapan pada akhirnya berhubungan dengan penerimaan keuntungan dari usaha perikanan. Kepemilikan sarana penangkapan ada yang dimiliki oleh pemilik lokal, campuran antara pemilik lokal dan nonlokal maupun pemilik nonlokal yang menanamkan modalnya di usaha perikanan pada suatu wilayah. Sifat kepemilikan sarana penangkapan ini selain menunjukkan penerimaan keuntungan juga menunjukkan tingkat kemandirian penduduk sekitar terhadap kepemilikan aset usaha perikanan yang tidak tergantung pada pihak luar. Pada penelitian di wilayah Serang dan Tegal, sifat kepemilikan sarana penangkapan semuanya dimiliki oleh pemilik lokal (0) baik untuk alat tangkap payang bugis, jaring udang, bundes, payang gemplo dan rampus Tingkat subsidi Subsidi dalam kegiatan perikanan tangkap yang menggunakan mesin sangat diperlukan. Subsidi tersebut adalah bahan bakar minyak (BBM) seperti solar, minyak tanah, dan pelumas. Jika subisidi tidak diberikan maka akan meningkatkan biaya produksi sehingga akan menurunkan penerimaan atau keuntungan para nelayan. Ada 2 hal yang dapat dilakukan agar nelayan masih tetap mendapatkan keuntungan yaitu efisiensi biaya produksi atau memperbaiki

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Dengan Jaring Insang (Gillnet) di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Dengan Jaring Insang (Gillnet) di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Dengan Jaring Insang (Gillnet) di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil The Analysis on The Financial Feasibility of Fishing and Catching Gillnet

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. 24 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal, pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP Lampiran 1. Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten Bangka Selatan No Uraian Total I Investasi 1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.. 2. Mesin 15.. 3. Mesin Jenset 5.. 4. Perlengkapan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2015, 7(1): 29-34 ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN FINANSIAL ANALYSIS OF DRIFT GILL NET IN

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai terdiri dari empat pulau besar dan berpenghuni yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan. Setelah Indonesia merdeka dan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

10 STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN SERANG DAN KABUPATEN TEGAL

10 STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN SERANG DAN KABUPATEN TEGAL 10 STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN SERANG DAN KABUPATEN TEGAL 10.1 Pendahuluan Status keberlanjutan perikanan merupakan hal penting yang sangat diperlukan dalam penentuan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON 28 5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON Perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon memiliki prasarana perikanan seperti pangkalan pendaratan ikan (PPI). Pangkalan pendaratan ikan yang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di industri pembuatan tempe UD. Tigo Putro di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Usaha Kecil Menengah (UKM) pengolahan pupuk kompos padat di Jatikuwung Innovation Center, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanankan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Juli - September 2010. Objek yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah usaha

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Pendeglang.

Gambar 3 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Pendeglang. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilakukan selama 6 bulan pada bulan Juli-Desember 2007.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istlah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE 1 THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE By Esra Gerdalena 1), Zulkarnaini 2) and Hendrik 2) Email: esragerdalena23@gmail.com 1) Students of the Faculty

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.

Lebih terperinci

Analisis Finansial Usaha Perikanan Tangkap Pancing Ulur (Hand Line) Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Analisis Finansial Usaha Perikanan Tangkap Pancing Ulur (Hand Line) Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 4, Nomor 3, September 2016 Analisis Finansial Usaha Perikanan Tangkap Pancing Ulur (Hand Line) Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No.2 Edisi April 2012 Hal 131-142 SENSITIVITAS USAHA PERIKANAN GILLNET DI KOTA TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 49 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan Kegiatan usaha penangkapan dimulai dari operasi penangkapan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan ekonomi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Usaha Penangkapan Ikan Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil pertanian siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap nasional masih dicirikan oleh perikanan tangkap skala kecil. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan perikanan tangkap di Indonesia yang masih

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data lapang penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011. Tempat penelitian berada di dua lokasi yaitu untuk kapal fiberglass di galangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 23 a aa a 5.1 Analisis Teknis Perikanan Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal gillnet millenium yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki pulau terbanyak di dunia. Dengan banyaknya pulau di Indonesia, maka banyak pula masyarakat yang memiliki mata pencaharian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA BUSINESS ANALYSIS DRIFT GILL NETS MOORING FISHING VESSEL

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) yang berlokasi di Tajur sebagai sumber informasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional.

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. PENDAPATAN NASIONAL Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. Pokok-pokok Materi: 1. Konsep Pendapatan Nasional 2. Komponen Pendapatan Nasional 3.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 46 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh di kawasan sentra nelayan dan pelabuhan perikanan yang tersebar di wilayah pesisir Indonesia. Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kabupaten Serang 4.1.1 Letak geografis dan kondisi perairan pesisir Pasauran Serang Secara geografis Kabupaten Serang terletak pada koordinassi 5 5 6 21 LS dan 105

Lebih terperinci