BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Wilayah-wilayah dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2014

PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA (INDONESIAN NUTRITION ASSOCIATION) PROVINSI SULAWESI SELATAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PROVINSI SULAWESI SELATANTAHUN Disusun Oleh: Denis Jakson Bimbin

Lampiran 1. Nilai Indeks Williamson PDRB per. (fi/ fi)/(yi- ỳ)^2. Kabupaten/K ota PDRB (000) (fi/ fi) (yi-ỳ) (yi-ỳ)^2.

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kesenjangan Sektor Riil dan Keuangan di Sulsel

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

Keadaan Ketenagakerjaan Sulawesi Selatan Agustus 2017

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

Indikator Sosial Ekonomi Makro Kabupaten Pinrang 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan

FORUM PEMBANGUNAN DAERAH MENUJU PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI SELATAN YANG LEBIH INKLUSIF

VI. ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

Klasifikasi Kabupaten-Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Berdasarkan Pola dan Struktur Pertumbuhan Ekonomi Menggunakan Logika Fuzzy

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2011). pemerataan, akan terjadi Ketimpangan wilayah (regional disparity), terlihat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

Tantangan dalam Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif di Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumberdaya. pendapatan perkapita yang berkelanjutan (Sukirno, 1985).

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015

Laporan Pembayaran Iuran Kehutanan DR Bulan Januari Tahun 2015 BPPHP Wilayah XV Makassar

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

Tinjauan Ekonomi. Keuangan Daerah

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN. Armiati dan Yusmasari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah suatu proses yang berkesinambungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014

BAB I PENDAHULUAN. penduduk 303 juta jiwa ( Hasil

Metodologi Quick Count

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

I. PENDAHULUAN. Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA?

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI SELATAN 2014


BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN KETIMPANGAN REGIONAL DI PROPINSI SULAWESI SELATAN TAHUN SKRIPSI

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Sulawesi Selatan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sajikan data-data yang terkait dengan sektor - sektor yang akan di teliti,

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Namun pada kenyataanya bahwa pertumbuhan ekonomi tidak selamanya diikuti pemerataan secara memadai. Di negara-negara sedang berkembang, perhatian utamanya terfokus pada dilema kompleks antara pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Keduanya samasama penting, namun hampir selalu sulit diwujutkan bersama. Pengutamaan yang satu akan menuntut dikorbankanya yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan Gross national Product (GNP) yang tinggi dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana cara memacu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melaksanakan dan berhak menikmati hasil-hasilnya. Penanggulangan kemiskinan/kesenjangan pendapatan kini merupakan masalah pokok dalam pembangunan dan sasaran utama kebijakan pembangunan di banyak negara (Todaro,2000:177).

2 Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman antar daerah yang tinggi, di mana perbedaan antar daerah merupakan suatu konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Wilayah-wilayah dengan potensi sumber daya alam dan lokasi yang menguntungkan, yang seharusnya berkembang dan menciptakan percepatan pembangunan bagi wilayah-wilayah yang tertinggal tidak hadir secara optimal. Pembangunan regional yang berimbang yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang optimal yang tercipta dari sinergitas interaksi antar wilayah juga tidak tercapai secara optimal (Anwar, 2005:56). Pada skala nasional, tingkat kesejahteraan antar wilayah menjadi tidak berimbang dengan pendekatan pertumbuhan ekonomi makro, dan sistem pemerintahan yang sentralistik yang cenderung mengabaikan terjadinya kesetaraan dan keadilan pembangunan antar-wilayah yang cukup besar. Investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah yang jauh dari perkotaan (hinterland) mengalami eksploitasi sumber daya yang berlebihan. Secara makro dapat dilihat terjadinya ketimpangan pembangunan yang signifikan misalnya antara desa-kota, antara wilayah Indonesia Timur dan wilayah Indonesia Barat, antara wilayah Jawa dan luar Jawa, dan sebagainya (Choirie, 2009:74). Menurut Anwar (2005), kecenderungan pengembangan program-program kawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah sejauh ini yang masih didominasi oleh strategi pengembangan dari sisi pasokan (supply) tanpa pengembangan strategi sisi permintaan yang cukup memadai. Strategi pembangunan wilayah harus didasarkan atas prinsip strategi keterkaitan (linkages) antar wilayah. Strategi ini dapat

3 diwujudkan dengan mengembangkan keterkaitan fisik antar wilayah dengan membangun berbagai infrastruktur fisik yang dapat menunjang pembangunan sektor perekonomian dan juga dapat menciptakan keterkaitan yang sinergis (saling memperkuat) antar wilayah. Salah satu dampak persoalan ketimpangan wilayah adalah persoalan daerah tertinggal dan masalah ketimpangan pembangunan ini merupakan permasalahan disparitas wilayah yang membahayakan kesatuan nasional terutama pada pemerintah daerah di wilayah perbatasan. Dari data Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia nomor: 001/KEP/M-PDT/II/2005, dapat dilihat pada gambar 1.1 penyebaran daerah tertinggal dalam skala nasional. Gambar 1.1 Peta Jumlah Kabupaten/Kota Daerah Tertinggal di Setiap Provinsi Sumber : Kementerian Daerah Tertinggal, 2005 Menurut Keputusan Menteri Daerah Tertinggal, nomor 001/KEP/M- PDT/I/2005, daerah tertinggal ini didasarkan pada enam kriteria:(1) perekonomian masyarakat, (2) kualitas sumber daya manusia, (3) prasarana (infrastruktur), (4) kemampuan keuangan lokal, (5) aksesibilitas dan karakteristik daerah, (6) lokasi

4 kabupaten yang berada di daerah. Berdasarkan enam kriteria itu maka dapat terlihat sebagian besar provinsi yang mempunyai kabupaten daerah tertingal terjadi di luar Jawa. Provinsi di ujung perbatasan Barat yaitu Nanggro Aceh (16) dan ujung Timur Papua (19) merupakan provinsi terbesar dengan kandungan daerah tertinggal, menyusul Kalimantan Barat di perbatasan utara (9). Tebaran daerah tertinggal memang banyak terlihat pada provinsi-provinsi yang belum tentu jauh dari pusat pusat kota nasional. Jawa, Bali merangkai kemajuan hingga Lombok dan ke Timur makin sulit, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Selatan mengandung banyak daerah tertinggal (15). Provinsi Sulawesi Selatan (13) di mana kota Makassar sebagai pusat pertumbuhan atau kolektor dan distributor Indonesia Timur, belum mampu menciptakan difusi kemajuan di wilayahnya. Sulawesi Selatan masih menyisakan banyak Kabupaten daerah tertinggal dengan jumlah yang besar yaitu 13 Kabupaten dari total 24 Kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memiliki potensi yang besar untuk berkembang dan diharapkan dapat mendorong perkembangan daerah-daerah di sekitarnya khususnya Kawasan Timur Indonesia (Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, 2005). Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Selatan atas dasar harga konstan yang berhasil diciptakan pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya. Tabel di bawah ini menyajikan pertumbuhan ekonomi dan

5 perkembangan ekonomi Sulawesi Selatan selama periode tahun 2008-2012 (BPS Sulawesi Selatan 2012 : 8). Tabel 1.1 Perkembangan dan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan, Tahun 2008-2012 TAHUN PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (milyar Rp) Pertumbuhan (persen) 2008 44.549,82 7.78 2009 47.326,08 6.23 2010 51.199,90 8,19 2011 55.098,74 7,61 2012 59.708,63 8,37 Rata-rata 7,64 Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan 2012 Selama periode 2008-2012, perekonomian Sulawesi Selatan relatif stabil dengan rata-rata pertumbuhan 7,64 persen per tahun, lebih baik dibanding rata-rata sebelumnya yang mencapai 7,23 persen per tahun. Setelah krisis ekonomi tahun 1998, kinerja ekonomi Sulawesi Selatan terus membaik sejak tahun 2001. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan yang semakin meningkat, hingga pada tahun 2008 tumbuh mencapai 7,78 persen, kemudian melambat pada tahun 2009 tumbuh 6,23 persen, dan pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan mencapai angka 2010 meningkat dengan tumbuh 8,19 persen. Selanjutnya pada tahun 2011 tumbuh melambat 7,61 persen dan di tahun 2012 perekonomian Sulawesi Selatan tumbuh meningkat cukup besar mencapai angka 8,37 persen atau tertinggi dalam lima tahun terakhir. Selama periode 2008-2012, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan relatif selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan perekonomian nasional. Pada tahun 2008 misalnya, ekonomi Sulawesi Selatan tumbuh cukup baik yakni sekitar 7,78 persen sedangkan pada level

6 nasional hanya tumbuh sekitar 6,01 persen, dan pada tahun 2012 pertumbuhan Sulawesi Selatan meningkat lagi menjadi 8,37 persen sedangkan level nasional hanya tumbuh 6,23 persen (BPS Sulawesi Selatan 2012:9). Pertumbuhan ekonomi ini bahkan terjadi ketika nilai ekspor Sulawesi Selatan justru turun. Penopang pertumbuhan ekonomi itu adalah sektor pertanian tanaman pangan yang menyumbang 39 persen dari total nilai PDRB. Pertumbuhan ekonomi 2008 berdampak besar terhadap kesejahteraan masyarakat karena sektor pertanian sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi itu adalah sektor yang menampung lebih dari 51 persen tenaga kerja di Sulawesi Selatan (BPS Sulawesi Selatan 2012:9). Berkembangnya perekonomian Sulawesi Selatan tentunya akan berdampak pada peningkatan PDRB per kapita. Namun angka tersebut belum menggambarkan penerimaan penduduk secara nyata dan merata, karena angka itu hanya merupakan angka rata-rata. Walaupun demikian angka tersebut sudah dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk melihat rata-rata tingkat kesejahteraan penduduk suatu daerah. Setiap tahun PDRB per kapita Sulawesi Selatan mengalami peningkatan cukup besar. Dalam lima tahun terakhir misalnya, dari 10,82 juta rupiah pada tahun 2008 menjadi 19,46 juta rupiah pada tahun 2012 atau meningkat 1,8 kali lipat (BPS Sulawesi Selatan 2012:10). Bila dibandingkan dengan PDB per kapita (Nasional), PDRB per kapita Sulawesi Selatan masih relatif lebih rendah. Pada tahun 2008 misalnya, PDB Per kapita Nasional telah mencapai Rp 21.013.539,00 dan pada tahun 2012 telah mencapai angka sekitar Rp 33.338.987,00 (lihat tabel 1.2).

7 Tabel 1.2 PDRB Per kapita Sulawesi Selatan dan PDB Per kapita Indonesia, 2008-2012 Tahun PDRB Per kapita Sulawesi Selatan (rupiah) PDB Per kapita Indonesia (rupiah) 2008 10.825.425 21.013.539 2009 12.567.364 23.647.682 2010 14.669.010 26.786.768 2011 16.929.022 30.424.352 2012 19.465.540 33.338.987 Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2012. Bila dibandingkan dengan daerah lain di Sulawesi maka pada tahun 2012 angka PDRB per kapita Sulawesi Selatan adalah terbesar kedua setelah Sulawesi Utara yang mencapai Rp 20.344.832,00 (lihat tabel 1.3). Tabel 1.3 PDRB dan PDRB Per kapita Provinsi di Sulawesi, 2012 PDRB atas dasar PDB Per kapita Provinsi harga Berlaku (rupiah) (Juta rupiah) Sulawesi Utara 47.198.303 20.344.832 Sulawesi Selatan 159.427.096 19.465.540 Sulawesi Tengah 51.062.073 18.709.353 Sulawesi Tenggara 36.600.745 15.785.709 Gorontalo 10.368.090 9.562.964 Sulawesi Barat 14.407.643 11.828.886 Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2012. Apabila diamati dari besarnya PDRB per kapita Kabupaten/kota Sulawesi Selatan yang ditunjukan oleh gambar 1.2, terlihat bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan. Tujuh wilayah yang memiliki PDRB per kapita tertinggi adalah

8 Kabupaten Luwu Timur, Kota Makassar, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Wajo, Kota Pare-Pare, dan Kota Palopo. Seperti terlihat pada diagram batang di bawah ini (BPS Sulawesi Selatan 2011:15). Gambar 1.2 Rata-Rata PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan 2008 hingga 2011 (juta rupiah) 35.000.000 30.000.000 25.000.000 20.000.000 15.000.000 10.000.000 5.000.000 0 Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-Pare Palopo Rata-rata PDRB per kapita 2008-2011 (juta rupiah) Sumber : Badan Pusat Statistik Privinsi Sulawesi Selatan,2011. Perbedaan tingkat pendapatan per kapita yang cukup signifikan ini dapat menjadi salah satu indikasi adanya ketimpangan pembangunan wilayah di Sulawesi Selatan sebagai akibat oleh tingginya konsentrasi aktivitas ekonomi pada pusat-pusat pertumbuhan di wilayah tersebut. Meskipun demikian, konsentrasi aktivitas ekonomi pada wilayah-wilayah tertentu tidak dapat dihindari dan bahkan cenderung dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi. Ini merupakan salah satu bagian dari proses pembangunan di mana ketimpangan wilayah merupakan konsekuensi yang wajar asalkan masih dalam batas yang layak. Sehingga perlu adanya identifikasi pemetaan ketimpangan pembangunan yang terjadi, untuk digunakan mengantisipasi

9 dan mensiasati ketimpangan yang terjadi dan terciptanya sinkronisasi perkembangan wilayah di Sulawesi Selatan. 1.2. Perumusan Masalah Ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah menjadi salah satu permasalahan yang serius di provinsi Sulawesi Selatan. Untuk mengidentifikasi pemetaan ketimpangan, sangat diperlukan untuk menyusun strategi terciptanya singkronisasi perkembangan wilayah di Sulawesi Selatan, sehingga diketahui: 1) Bagaimana ketimpangan pembangunan ekonomi antar Kabupaten/kota yang terjadi di provinsi Sulawesi Selatan tahun 2001-2011? 2) Bagaimana klasifikasi pola dan struktur pertumbuhan ekonomi antar Kabupaten/kota yang terjadi di provinsi Sulawesi Selatan tahun 2001-2011? 3) Apakah ada kecenderungan terjadinya konvergensi ekonomi antar Kabupaten/kota yang terjadi di provinsi Sulawesi Selatan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah 1) Menganalisis tingkat ketimpangan pembagunan ekonomi antar Kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan 2001-2011. 2) Mengklasifikasikan kabupaten/kota berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan 2001-2011. 3) Menganalisis kecenderungan terjadinya konvergensi ekonomi antar Kabupaten/kota yang terjadi di provinsi Sulawesi Selatan tahun 2001-2011.

10 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada : 1) Pengambil Kebijakan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketimpangan pembangunan wilayah, sehingga dapat memahami lebih jauh untuk pengambilan kebijakan selanjutnya guna menyelesaikan permasalahan ini. 2) Ilmu Pengetahuan, secara umum diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunan dan ekonomi regional. Manfaat khusus bagi ilmu pengetahuan yakni dapat melengkapi kajian ketimpangan wilayah dengan mengungkap secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhinya. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu : Bab I : PENDAHULUAN Dalam bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini meliputi tinjuan pustaka berisi pengertian ketimpangan pambangunan ekonomi dan konsep mengenai ketimpangan ekonomi, dan studi/penelitian terkait.

11 Bab III : METODE PENELITIAN Dalam bab ini meliputi metode penelitian berisikan tentang data, sumber data dan pengambilan sampel, metode analisis, tahapan penelitian dan defenisi operasional. Bab IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan tentang analisis hasil penelitian dengan mengunakan analisis ekonomi pembangunan. Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini berisi uraian mengenai kesimpulan dan implikasi kebijakan/saran dari hasil penelitian.