IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) TK 2 (b) TK 3 (c) TK 4 Gambar 5. Manggis dengan tingkat kematangan berbeda

dokumen-dokumen yang mirip
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur Analisa

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Manggis

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penanganan pascapanen buah yang tidak tepat di lapang dapat menimbulkan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI PASCA PANEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. Manggis (Garcinia mangostana L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

Tabel Lampiran 1. Pengaruh Suhu dan Kelembaban terhadap Resistensi Kulit Buah Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Panen dan Mutu Buah Manggis

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN

I. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam CaCl 2 terhadap Susut

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

I. PENDAHULUAN. Buah pisang tergolong buah klimakterik. Di samping harganya yang masih

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

TINJAUAN PUSTAKA Botani Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA. Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Manggis

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2014).

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

42. PENGAWETAN BUAH SEGAR

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Buah pisang merupakan buah yang banyak digemari oleh masyarakat. Pisang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis beras yang dikembangkan oleh

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tingkat Kematangan Buah Manggis Tingkat kematangan manggis yang dianalisis dalam tahap ini ada 3 yaitu tingkat kematangan 2, 3, dan 4. Tingkat kematangan 2 terlihat dari warna bercak ungu merah 25-50% setara dengan manggis yang dipetik 108 hari setelah bunga mekar, tingkat kematangan 3 dengan bercak warna ungu merah 50-75% setara dengan waktu pemetikan manggis 110 hari setelah bunga mekar, dan tingkat kematangan 4 dengan 100% warna ungu merah setara dengan waktu pemetikan 114 hari setelah bunga mekar (Salawas, 2008). (a) TK 2 (b) TK 3 (c) TK 4 Gambar 5. Manggis dengan tingkat kematangan berbeda 1. Penampakan Sepal visual Sepal atau dikenal pula dengan cupat merupakan bagian atas manggis yang berwarna hijau. Kesegaran sepal manggis menjadi salah satu parameter penentu mutu buah manggis selama penyimpanan. Buah manggis segar memiliki warna sepal hijau segar kemudian berubah menjadi coklat setelah tidak segar. Menurut Suyanti et al (1999) bahwa buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan setitik warna ungu atau setara dengan 104 hari setelah bunga mekar kesegaran sepal dapat bertahan selama enam hari peyimpanan suhu ruang. Penurunan perubahan penampakan sepal semakin tinggi dengan semakin lamanya penyimpanan. Artinya terjadi perubahan dari hijau segar manjadi coklat 32

kering. Terjadinya perubahan tersebut disebabkan oleh hilangnya warna hijau (klorofil) akibat proses degradasi struktur dan proses transpirasi sehigga sepal buah akan mengering dan berwarna kecoklatan. Pada awal pengamatan, sepal buah manggis berwarna hijau segar kemudian menjadi hijau kecoklatan dan akhirnya berwarna coklat kering. Secara kualitatif perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Pada grafik dapat dilihat bahwa perlakuan tingkat kematangan dan suhu penyimpanan mengakibatkan penurunan perubahan penampakan sepal. Laju perubahan penampakan sepal pada grafik ditunjukkan oleh nilai slope. Slope negatif menunjukkan terjadinya penurunan, semakin kecil nilai tersebut maka laju perubahan yang terjadi semakin kecil. Keterangan: : Tingkat kematangan 2, penyimpanan dingin : Tingkat kematangan 2, penyimpanan ruang : Tingkat kematangan 3, penyimpanan dingin x : Tingkat kematangan 3, penyimpanan ruang : Tingkat kematangan 4, penyimpanan dingin ο : Tingkat kematangan 4, penyimpanan ruang Gambar 6. Persentase perubahan sepal manggis terhadap hari ke 0 Buah manggis tingkat kematangan 2, 3, dan 4 perlakuan penyimpanan suhu dingin mengalami penyusutan bobot lebih kecil (3,399; 2,443; 3,276) dibandingkan dengan penyimpanan suhu ruang (6,189; 4,957; 4,019). Hal ini 18 33

menunjukkan bahwa suhu penyimpanan mampu mempertahankan penampakan sepal bauh manggis. Kecilnya laju penurunan penampakan sepal visual pada manggis tersebut disebabkan oleh kondisi penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah sehingga proses kehilangan air (transpirasi dan respirasi) relatif lebih lambat dan sepal buah manggis mampu mempertahankan kesegarannya. Buah manggis dengan tingkat kematangan 3 menunjukkan nilai penurunan penampakan sepal visual yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kematangan lainnya (Gambar 6). Hal ini disebabkan oleh proses pematangan pada buah manggis tingkat kematangan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kematangan 2 ataupun 4. Dengan kata lain proses metabolisme dan kehilangan air pada tingkat kematangan 3 terjadi lebih lambat dibandingkan dengan tingkat kematangan lainnya. 2. Susut bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Penurunan bobot buah dipengaruhi oleh respirasi dan transpirasi. Respirasi adalah proses perombakan karbohidrat menjadi CO 2, H 2 O, dan menghasilkan energi. Sedangkan transpirasi merupakan proses hilangnya air dalam bentuk uap air melalui proses penguapan. Buah manggis tingkat kematangan 2, 3, dan 4 perlakuan penyimpanan suhu dingin mengalami penyusutan bobot lebih kecil (0,014; 0,008; 0,017) dibandingkan dengan penyimpanan suhu ruang (0,03; 0,020; 0,027). Hal ini menunjukkan bahwa suhu penyimpanan mampu mempertahankan penyusutan bobot bauh manggis. Kecilnya laju susut bobot pada manggis tersebut disebabkan oleh kondisi penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah sehingga proses kehilangan air relatif lebih lambat dan penyusutan bobot yang lebih lambat pula. Buah manggis dengan tingkat kematangan 3 menunjukkan nilai laju penurunan bobot yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kematangan lainnya (Gambar 7). Hal ini disebabkan oleh proses pematangan pada buah manggis tingkat kematangan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kematangan 2 ataupun 4. Dengan kata lain proses metabolisme dan kehilangan air 34 19

pada tingkat kematangan 3 terjadi lebih lambat dibandingkan dengan tingkat kematangan lainnya. Keterangan: : Tingkat kematangan 2, penyimpanan dingin : Tingkat kematangan 2, penyimpanan ruang : Tingkat kematangan 3, penyimpanan dingin x : Tingkat kematangan 3, penyimpanan ruang : Tingkat kematangan 4, penyimpanan dingin ο : Tingkat kematangan 4, penyimpanan ruang Gambar 7. Perubahan bobot manggis selama penyimpanan Komponen kimia terbesar dari buah-buahan adalah air, yaitu berkisar antara 81-83%. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama proses respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada buah antara lain luas atau volume permukaan buah tersebut, lapisan alami permukaan buah, dan kerusakan mekanis pada kulit buah. Wills et al (1981) mengemukakan bahwa kehilangan air pada buah tergantung dari defisit tekanan uap air antara komoditas dengan udara 35 20

sekitar. Kehilangan air dari komoditas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur. Susut buah akibat respirasi dan transpirasi dapat ditekan dengan menaikan RH, menurunkan suhu, mengurangi gerakan udara, dan penggunaan kemasan. 3. Organoleptik Penilaian mutu produk pangan tidak cukup hanya berdasarkan analisis sifat-sifat objektif melainkan juga sifat-sifat indrawi. Penilaian sifat indrawi penting bagi produk panngan untuk mengetahui apakah produk tersebut dapat diterima atau dikonsumsi oleh konsumen. Pengamatan atau pengukuran indrawi dilakukan dengan menggunakan kemampuan panca indera manusia. Uji organoleptik dilakukan dengan bantuan 10 orang panelis semi terlatih. Analisis statistik menggunakan uji friedman menunjukan bahwa pada hari pengamatan ke 3 menunjukan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan warna kulit dan aroma buah (Lampiran 4). Sedangkan untuk parameter warna daging, penampakan sepal, dan rasa buah tidak berbeda nyata. Hal ini ditunjukan oleh nilai P yang lebih besar dari 0,05. Pada hari pengamatan ke 6 menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan warna kulit dan penampakan sepal. Sedangkan untuk parameter warna daging, rasa, dan aroma buah tidak berbeda nyata. Hari pengamatan ke 9 menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan warna kulit, penampakan sepal, dan aroma buah. Sedangkan untuk parameter warna daging, dan rasa buah tidak berbeda nyata. Hari pengamatan ke 12 menunjukan bahwa tingkat kematangan berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan warna kulit. Sedangkan untuk parameter warna daging, penampakan sepal, rasa, dan aroma buah tidak berbeda nyata (Lampiran 4). Hasil uji menunjukan bahwa tingkat penerimaan konsumen paling tinggi terdapat pada perlakuan buah manggis dengan tingkat kematangan 3 penyimpanan suhu dingin. Hal ini dikarenakan manggis pada penyimpanan dingin mengalami resepirasi dan transpirasi yang lebih lambat dibandingkan dengan manggis pada penyimpanan ruang. Oleh karena itu mampu bertahan dalam keadaan segar yang 2136

lebih lama. Dengan penampakan yang segar tersebut, konsumen (panelis) lebih menyukainya. Tingkat kematangan 3 memiliki warna kulit buah 50-75% ungu merah memperlihatkan penampilan yang lebih menarik dibandingkan tingkat kematangan 2 dan 4. Tingkat kematangan 2 masih memiliki kandungan getah kuning, tingkat kematangan 4 memperlihatkan waran kulit ungu kehitaman pada akhir peyimpanan. Sehingga tingkat kematangan 3 merupakan tingkat yang paling disukai karena penampakan manggis yang tidak terlalu muda tetapi tidak cepat mendekati fase pembusukan. Selain penampakan luar, parameter bagian dalam seperti warna, rasa, dan aroma daging buah umumnya memiliki korelasi positif. Artinya apabila penampakan luar bagus, maka bagian dalam buah tersebut dalam keadaan baik. Dengan demikian manggis yang paling disukai adalah manggis tingkat kematangan 3 yang disimpan pada penyimpanan suhu dingin. B. Konsentrasi Bahan Pelapis Buah Manggis Perlakuan pada tahap ini adalah menentukan konsentrasi bahan pelapis. Bahan pelapis yang digunakan dalam penelitian ini adalah lilin lebah, hormon giberelin, dan benomil. Pengujian pengaruh konsentrasi setiap bahan pelapis pada manggis dilakukan secara terpisah. Pengamatan terhadap perubahan mutu buah manggis selama penyimpanan dilakukan setiap 5 hari sampai dengan buah manggis tersebut tidak diterima konsumen (berdasarkan uji organoleptik). Perubahan mutu yang diamati meliputi sifat fisik (sepal secara visual, susut bobot, tingkat kekerasan kulit, perubahan warna kulit) dan organoleptik (warna kulit dan daging buah, penampakan sepal, rasa, dan aroma). 1. Lilin Lebah a. Penampakan Sepal Visual Jenis lilin yang digunakan dalam penelitian ini adalah lilin lebah dengan konsentrasi 4 dan 6%. Lilin lebah memiliki kelebihan dibandingkan dengan lilin jenis carnauba atau shellac. Kelebihan tersebut anatara lain; memiliki daya kilap yang tinggi, harga ekonomis, dan tidak memutih apabila disimpan pada suhu 22 37

dingin. Lilin lebah merupakan hasil sekresi lebah yang termasuk ke dalam senyawa ester dari lemak berantai panjang denagn alkohol monohidrat berantai sterol. Lilin lebah mengandung senyawa organik hidrokarbon jenuh dan tak jenuh, ester-ester dan alkohol monoester, kolesterol, dan sedikit mineral-mineral tertentu. Warna lilin bervariasi, kuning atau putih tulang, pada suhu kamar akan beku dan sedikit lunak, pada suhu dingin bersifat mudah pecah sedangkan pada suhu 85 F keadaannya lunak, tetapi tidak lengket atau melekat di kulit. Gambar 8. Perubahan penampakan sepal manggis dengan pelapis lilin lebah selama penyimpanan Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa buah manggis manggis tanpa perlakuan pelapisan menunjukkan nilai laju perubahan penampakan sepal yang lebih besar (2,857) dibandingkan dengan buah manggis yang mendapat perlakuan pelapisan lilin lebah (rata-rata 2,298). Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan lebah mampu mempertahankan kesegaran sepal. Laju perubahan penampakan sepal pada manggis yang dilapisi lilin lebah konsentrasi 4% lebih besar (2,487) dibandingkan dengan konsentrasi 6% (2,109). Lilin lebah konsentrasi 6% lebih mampu menutupi pori-pori sepal buah manggis dibandingkan dengan konsentrasi 4%, karena konsentrasinya lebih pekat sehingga proses metabolisme serta perubahan warna yang terjadi pada sepal menjadi terhambat. Oleh karena itu buah manggis yang dilapisi lilin lebah 23 38

konsentrasi 6% memperlihatkan sepal yang realif lebih segar selama penyimpanan dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. b. Susut Bobot Penyusutan bobot buah manggis selama penyimpanan dari setiap perlakuan berbeda-beda, hal ini menunjukan bahwa perlakuan konsentrasi lilin lebah berpengaruh terhadap perubahan bobotnya. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa pada semua perlakuan memperlihatkan kecenderungan penurunan bobot. Berdasarkan persamaan laju penurunan bobotnya buah manggis tanpa perlakuan pelapisan menunjukkan nilai laju penurunan bobot yang lebih besar (0,010) dibandingkan dengan buah manggis yang dilapisi lilin lebah (rata-rata 0,0075). Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan lilin lebah mampu mempertahankan bobot buah. Laju penurunan bobot buah manggis yang dilapisi lilin lebah konsentrasi 4% lebih besar (0,008) dibandingkan dengan konsentrasi 6% (0,007). Gambar 9. Perubahan bobot manggis dengan pelapis lilin lebah selama penyimpanan Kehilangan (susut) bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lentisel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis (Muchtadi, 1992). 39 24

Selama proses penyimpanan bobot manggis cenderung mangalami penyusutan. Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab susut bobot, yaitu terjadi perubahan fisikokimia berupa pelepasan air ke lingkungan. Kehilangan air ini juga berpengaruh langsung terhadap kerusakan tekstur, kandungan gizi, kelayuan, dan pengerutan. Pelilinan dan penyimpanan dalam suhu rendah mampu menghambat proses respirasi dan transpirasi yang merupakan faktor penyebab susut bobot. Oleh sebab itu manggis yang diberi perlakuan pelapisan lilin lebah mangalami laju penurunan bobot lebih kecil dibandingkan dengan manggis tanpa perlakuan pelapisan. Konsentrasi lilin lebah 6% lebih mampu mempertahankan bobot manggis daripada konsentrasi lilin lebah 4% karena konsentrasi yang lebih pekat sehingga bahan pelapis mampu menutupi pori-pori kulit buah manggis yang lebih optimal. Dengan demikian proses respirasi dan transpirasi yang terjadi pun lebih lambat sehingga proses kehilangan air lebih sedikit dan penyusutan buah manggis juga lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. c. Tingkat Kekerasan Kulit Kekerasan kulit manggis merupakan salah satu indikator kerusakan mutu manggis. Semakin keras kulit buah manggis dapat dikatakan buah telah rusak dan tidak disukai oleh konsumen karena buah menjadi sulit dibuka. Peningkatan kekerasan kulit buah disebabkan oleh penguapan air pada ruang-ruang antar sel yang menyebabkan sel menjadi kecil sehingga ruang antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan. Terjadinya pengerasan kulit buah merupakan akibat dari tingginya laju proses desikasi, sehingga kulit buah menjadi kering dan keras akhirnya sulit untuk dibelah. Desikasi merupakan kekeringan yang terjadi akibat dehidrasi secara berlebihan. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa buah manggis tanpa perlakuan pelapisan dan buah yang dilapisi lilin lebah 4% menunujukkan laju penurunan penetrasi jarum yang besar yaitu 0,018x10-3, sedangkan buah manggis yang dilapisi lilin lebah konsentrasi 6% menunjukkan nilai yang lebih kecil yaitu 0,017x10-3. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan dengan lilin lebah konsentrasi 6% mampu menghambat pengerasan buah manggis. 25 40

Gambar 10. Penetrasi jarum pada pengukuran tingkat kekerasan kulit manggis dengan pelapis lilin lebah selama penyimpanan Kulit merupakan bagian terluar buah manggis yang langsung berhubungan dengan lingkungan ruang penyimpanan. Pada kulit inilah terjadi pertukaran gas, kehilangan air, peresapan bahan kimia, tekanan suhu, kerusakan mekanik, penguapan senyawa atsiri, dan perubahan tekstural. Transpirasi merupakan proses penguapan air dari kulit atau tanaman yang berlangsung melalui mulut daun (stomata) dan kutikula. Konsentrasi lilin lebah 6% lebih mampu mempertahankan kulit dari pengerasan dibandingkan dengan 4%. Dengan adanya perlakuan pelapisan lilin lebah maka pori-pori kulit buah manggis tertutupi yang mengakibatkan proses transpirasi terhambat. Oleh sebab itu kehilangan air dan laju peningkatan kekerasan kulit pada manggis yang dilapisi lilin ebah 6% lebih kecil dibandingkan dengan manggis perlakuan lainnya. d. Warna Perubahan warna sebagai salah satu indeks mutu bahan pangan. Selain itu warna dapat mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap suatu produk. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa selama penyimpanan intensitas warna merah manggis cenderung mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi karena manggis mengalami pematangan yang berubah menjadi keunguan. Terlihat dari akhir penyimpanan (Hari ke-30) dimana posisi warna secara perlahan menjauh dari warna merah. 26 41

(a) Kontrol (b) Lilin 4% (c) Lilin 6% Gambar 11. Warna kulit manggis dengan pelapis lilin lebah selama penyimpanan Perlakuan konsentrasi lilin lebah 4% nilai rata-rata nilai chroma pada awal penyimpanan sebesar 26,03 dan pada akhir penyimpanan menjadi 20,48; lilin lebah 6% 25,96 menjadi 22,28, dan manggis tanpa perlakuan 27,78 menjadi 18,31. Penurunan intensitas warna yang paling kecil terdapat pada manggis dengan pelapis lilin lebah konsentrasi 6%. Hal ini terjadi karena sebagian poripori kulit manggis tertutupi oleh lilin lebah yang mampu menghambat respirasi. Sehingga proses metabolisme dan perubahan warna kulit juga berjalan lebih lambat dibandingkan dengan manggis tanpa pelapisan. Sama seperti laju perubahan penampakan sepal, susut bobot, dan tingkat kekerasan kulit, buah manggis yang dilapisi lilin lebah 6% menunjukkan laju perubahan intensitas warna kulit yang paling kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya. 27 42

e. Organoleptik Pengujian kesukaan (organoleptik) penting dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap manggis yang telah diberi perlakuan selama penyimpanan. Analisis statistik menggunakan uji friedman menunjukan bahwa konsentrasi lilin lebah pada hari pengamatan ke 5 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan rasa dan aroma buah. Sedangkan untuk parameter warna daging, penampakan sepal, dan rasa buah tidak berbeda nyata. Hari pengamatan ke 25 menunjukan bahwa konsentrasi lilin berpengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan aroma buah dan pada pengamatan ke 30 menunjukan bahwa konsentrasi lilin lebah berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan aroma. Tingginya tingkat kesukaan pada manggis yang telah dilapisi lilin lebah konsentrasi 6% disebabkan oleh penampakan bagian luar dan dalam buah manggis yang lebih segar dibandingkan dengan manggis perlakuan lainnya. Selain itu, warna manggis tersebut selama penyimpanan lebih stabil dibandingkan dengan warna manggis tanpa perlakuan pelapisan dan pelapis lilin lebah 4%. Berdasarkan data hasil uji organoleptik diketahui bahwa perlakuan konsentrasi lilin lebah 6% pada setiap pengamatan untuk parameter warna kulit dan daging buah, penampakan sepal, rasa, dan aroma secara dominan memiliki tingkat kesukaan paling tinggi. Terlihat dari jumlah skor penilaian panelis yang paling tinggi (Lampiran 7). 2. Hormon Giberelin Hormon giberelin adalah salah satu zat pengatur tumbuh yang merupakan senyawa yang terdiri dari satu kerangka ent-gibberellane atau kerangka gibbane. Dengan aktivitas biologisnya dapat menghambat pemucatan warna klorofil dan karoten. Giberelin biasa disingkat GA (Gibberelic acid) (Kays, 1991). Porat et al mengemukakan bahwa penggunaan giberelin dengan konsentrasi 10 ppm dapat mempertahankan warna hijau jeruk citrus. a. Penampakan Sepal Visual Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa buah manggis tanpa perlakuan pelapisan memiliki nilai laju perubahan penampakan sepal yang lebih besar 43 28

(2,857) dibandingkan dengan manggis yang dilapisi hormon giberelin (rata-rata 0,0075). Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan hormon giberelin mampu mempertahankan penampakan sepal. Laju perubahan penampakan sepal buah manggis yang dilapisi hormon giberelin konsentrasi 10 ppm lebih kecil (2,453) dibandingkan dengan konsentrasi 5 ppm (2,789) ataupun 15 ppm (2,633). Gambar 12. Perubahan penampakan sepal manggis dengan pelapis hormon giberelin selama penyimpanan Perlakuan pelapisan buah manggis dengan hormon giberelin dapat menghambat proses pemucatan klorofil pada sepal sehingga penampakan sepal relative tetap menunjukkan kesegarannya selama penyimpanan. Konsentrasi hormon giberelin 10 ppm lebih mampu mempertahankan keadaan sepal daripada konsentrasi 5 dan 15 ppm. Artinya semakin tinggi konsentrasi hormon giberelin yang digunakan untuk melapisi buah manggis belum tentu semakin mampertahankan warna hijau dan kesegaran sepal. Salah satunya disebabkan oleh semakin tinggi konsentrasi benomil yang digunakan untuk pelapisan buah manggis, kemungkinan konsentrasi tersebut terlalu pekat sehingga pori-pori sepal terlalu tertutupi yang mengakibatkan terjadinya fermentasi. Sehingga manggis yang dilapisi pelapis benomil konsentrasi 15 ppm mengalami proses pembusukan lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi 5 dan 10 ppm. 44 29

b. Susut bobot Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa buah manggis tanpa perlakuan pelapisan menunjukkan nilai perubahan susut bobot selama penyimpanan yang lebih besar (0,010) dibandingkan dengan buah manggis yang mendapat perlakuan pelapisan hormon giberelin (rata-rata 0,0016). Laju penyusutan bobot buah manggis yang dilapisi hormon giberelin konsentrasi 10 ppm lebih kecil (0,001) dibandingkan dengan konsentrasi 5 ppm (0,002) ataupun 15 ppm (0,002). Hal ini menunjukkan pelapisan hormon giberelin mampu menghambat penyusutan bobot buah. Gambar 13. Perubahan susut bobot manggis dengan pelapis hormon giberelin selama penyimpanan Sama seperti susut penampakan sepal, susut bobot buah manggis yang dilapisi hormon giberelin konsentrasi 10 ppm lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi 5 dan 15 ppm. Artinya semakin tinggi konsentrasi hormon giberelin yang digunakan untuk melapisi buah manggis belum tentu semakin mampertahankan susut bobot buah. Salah satunya disebabkan oleh semakin tinggi konsentrasi hormon giberelin yang digunakan untuk pelapisan buah manggis, kemungkinan konsentrasi tersebut terlalu pekat sehingga pori-pori buah manggis terlalu tertutupi yang mengakibatkan terjadinya fermentasi. Sehingga manggis yang dilapisi pelapis benomil konsentrasi 15 ppm mengalami proses pembusukan (kulit buah berwarna kehitaman denngan daging buah yang mengeras dan mengering) lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi 5 dan 10 ppm. Hal ini 30 45

terjadi karena jumlah air yang terdapat pada manggis berkurang sehingga bobot manggis menjadi menyusut dan penampakannya tidak segar. c. Tingkat kekerasan kulit Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa buah manggis tanpa perlakuan pelapisan memiliki nilai laju penurunan penetrasi jarum yang paling besar (1,801 x10-3 ) dibandingkan dengan buah manggis yang dilapisi hormon giberelin (ratarata 1,6473x10-3 ). Hal ini menunjukkan bahwa pelapis hormon giberelin mampu menghambat penurunan penetrasi jarum dengan kata lain mampu mempertahankan kulit buah manggis dari pengerasan. Buah manggis yang dilapisi hormon giberelin konsentrasi 10 ppm menunjukkan nilai laju penurunan penetrasi jarum yang lebih kecil (1,579x10-3 ) dibandingan dengan hormon giberelin 5 ppm (1,782 x10-3 ) dan 15 ppm (1,581x10-3 ). Gambar 14. Tingkat kekerasan kulit manggis dengan pelapis hormon giberelin selama penyimpanan Dengan demikian konsentrasi pelapis hormon giberelin 10 ppm lebih efektif daripada konsentrasi 5 ataupun 15 ppm. Terlihat dari nilai slope pada persamaan trend yang paling kecil dengan kata lain laju perubahan kekerasannya paling kecil. Kekerasan kulit manggis dipengaruhi oleh perubahan warna kulit. Semakin cepat proses perubahan warna kulit dari hijau segar menjadi ungu kering maka tingkat kekerasan kulit semakin tinggi. Hal ini terjadi karena jaringan dan 31 46 31

ruang pada kulit semakin merapat dan mengkerut. Pelapisan hormon giberelin pada manggis mampu menahan laju perubahan kekerasan kulit manggis. Hal ini terjadi karena hormon giberelin mampu memperlambat pemucatan pigmen klorofil dan karoten yang terdapat pada kulit manggis. d. Warna Ben-Arie et al mengemukakan bahwa perlakuan pascapanen dengan menggunakan giberelin dapat menunda pematangan beberapa jenis buah. Respon setiap buah terhadap giberelin berbeda-beda. Pada pisang, apricot, tomat, dan kesemek perlakuan giberelin dapat menurunkan laju respirasi dan terhambatnya klimakterik. Pada buah kesemek menunjukkan bahwa giberelin menunda dan menghambat metabolisme dalam dinding sel yang terjadi selama pematangan buah. (a) Kontrol (b) Giberelin 5 ppm (c) Giberelin 10 ppm (d) Giberelin 15 ppm Gambar 15. Warna kulit manggis dengan pelapis hormon giberelin selama penyimpanan 32 47

Perlakuan konsentrasi hormon giberelin 5 ppm nilai rata-rata chroma pada awal penyimpanan sebesar 25,26 dan pada akhir penyimpanan menjadi 14,55; giberelin 10 ppm 25,16 menjadi 22,11; giberelin 15 ppm 24,83 menjadi 23,11; dan manggis tanpa perlakuan 27,78 menjadi 18,31. Dengan nilai tersebut dapat diketahui bahwa konsentrasi giberelin 15 ppm paling mampu menghambat perubahan atau pemucatan warna kulit manggis daripada konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan manggis tanpa perlakuan pelapisan. Sama seperti pada sepal, pada kulit buah manggis juga peningkatan konsentrasi giberelin tidak menyebabkan proses pemucatan warna lebih lambat. Selain mampu menunda pemucatan klorofil, hormon giberelin juga mampu memperlambat pemucatan pigmen karoten. Oleh karena itu warna manggis dengan perlakuan pelapisan hormon giberelin lebih stabil. Terlihat dari posisi titik warna selama pengamatan yang telah diplotkan dalam diagram warna (Gambar 15). e. Organoleptik Berdasarkan data hasil uji organoleptik diketahui bahwa perlakuan konsentrasi hormon giberelin 10 ppm pada setiap pengamatan untuk parameter warna kulit dan daging buah, penampakan sepal, rasa, dan aroma secara dominan memiliki tingkat kesukaan paling tinggi. Terlihat dari jumlah skor penilaian panelis yang paling tinggi (Lampiran 9). Manggis dengan konsentrasi hormon giberelin 10 ppm memiliki tingkat kesukaan yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Hal ini dikarenakan oleh manggis dengan konsentrasi pelapis memiliki warna dan kesegaran cupat yang lebih hijau (menarik). Selain itu, warna kulit manggis tersebut lebih stabil. Analisis statistik menggunakan uji friedman menunjukan bahwa pada hari pengamatan ke 5, konsentrasi hormon giberelin tidak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter kesukaan. Pada hari pengamatan ke 10 menunjukan bahwa konsentrasi hormon giberelin berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan aroma buah. Pada hari pengamatan ke 15 konsentrasi hormon giberelin berbeda nyata terhadap tingkat penerimaan aroma buah. Hari ke 30 33 48

Konsentrasi hormon giberelin berbeda nyata terhadap warna daging dan rasa (Lampiran 10). 3. Benomil Benomil merupakan fungisida sistematik dari golongan benzimidazol, di dalam jaringan tumbuhan dapat terhidrolisis dan rantai sisi yang berupa butil karbamoil akan tersingkir kemudian membentuk karbendazim. Karbendazim yang terbentuk bersifat fitotoksik yang mampu mencegah dan mengendalikan cendawan (Nadasy dan Andrisks, 1988). a. Penampakan Sepal Visual Laju perubahan penampakan sepal manggis dengan pelapis benomil dapat dilihat pada Gambar 16. Buah manggis tanpa perlakuan pelapisan menunjukkan nilai perubahan penampakan sepal yang lebih besar (2,857) dibandingkan dengan manggis yang dilapisi benomil (rata-rata 2,3685). Hal ini menunjukkan bahwa pelapis benomil mampu mempertahankan sepal dari serangan mikroorganisme, terlihat dari penampakan sepal yang relatif lebih segar selama penyimpanan. Laju perubahan penampakan sepal buah manggis yang dilapisi benomil konsentrasi 1000 ppm lebih kecil (2,237) dibandingkan dengan konsentrasi 500 ppm (2,5). Gambar 16. Perubahan penampakan sepal manggis dengan pelapis benomil selama penyimpanan 34 49

Benomil merupakan salah satu jenis fungisida yang berperan sebagai penghambat dan pelindung tumbuhnya mikroorganisme khususnya dari kelas fungi (jamur-jamuran). Oleh sebab itu sepal buah manggis yang diberi perlakuan pelapisan benomil lebih mampu mempertahankan kesegarannya dibandingkan dengan sepal buah manggis yang tanpa pelapisan benomil. Konsentrasi benomil 1000 ppm lebih baik daripada 500 ppm. Hal ini dikarenakan oleh konsentrasi yang lebih tinggi sehingga lebih mampu melindungi sepal buah manggis dari serangan mikroorganisme khususnya dari kelompok fungi. b. Susut bobot Bobot manggis selama penyimpanan mengalami penyusutan. Bobot manggis pada awal penyimpanan berkisar antara 0,44-0,61 kg menyusut menjadi 0,42-0,44 kg. Penyebab terjadinya penyusutan tersebut dimungkinkan oleh hilangnya komponen bauh manggis yang diserang oleh kelompok cendawan. Laju perubahan bobot manggis dengan pelapis benomil dapat dilihat pada Gambar 17. Buah manggis yang dilapisi dengan pelapis benomil konsentrasi 500 ppm memiliki laju perubahan bobot yang lebih tinggi (0,012) dibandingkan dengan buah manggis tanpa perlakuan pelapisan (0,010) dan yang dilapisi benomil 1000 ppm (0,009). Gambar 17. Perubahan bobot manggis dengan pelapis benomil selama penyimpanan 35 50

Konsentrasi benomil 1000 ppm lebih mampu mempertahankan bobot manggis daripada 500 ppm. Terjadinya penyusutan bobot yang lebih besar pada buah manggis tanpa perlakuan pelapisan dibandingkan dengan yang dilapsi benomil 500 ppm dikarenakan oleh konsentrasi benomil yang terlalu rendah sehingga pelapisan tidak memberikan pengaruh khususnya terhadap susut bobot. c. Tingkat kekerasan kulit Untuk konsentrasi pelapis benomil terlihat dari Gambar 18 bahwa buah manggis dengan konsentrasi pelapis benomil 500 ppm memiliki laju penurunan nilai penetrasi jarum yang lebih besar (0.183 x10-3 ) dibandingkan dengan manggis tanpa perlakuan pelapisan dengan (0,180x10-3 ) dan manggis dengan pelapisan benomil konsentrasi 1000 ppm (0,179 x10-3 ). Gambar 18. Tingkat kekerasan kulit manggis dengan pelapis benomil selama penyimpanan Kulit buah manggis dengan selama penyimpanan umumnya menunjukkan kecenderungan peningkatan kekerasan, terlihat dari semakin kecilnya nilai penentrasi jarum penetrometer (Lampiran 11). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya serangan cendawan yang mengakibatkan kulit manggis menjadi keras. Salah satunya adalah jenis Zignoela garcinae yang bisa mengakibatkan kulit buah benjol-benjol dan mengeras (Ashari, 2006). 36 51

Salah satu penurunan mutu buah manggis adalah pengerasan kulit atau dikenal dengan penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Botrydiplodia theobromae. Ditandai dengan berubahnya kulit buah menjadi kehitam-hitaman dan mengkilat, selanjutnya warna kulit berubah menjadi hitam suram, kemudian dengan cepat meluas ke seluruh bagian buah. Penampakan buah menjadi tidak menarik dan buah menjadi keras. Setelah dibuka daging buah berair, busuk, dan lekat dengan kuit buah (Widiastuti, 2006). d. Warna Dari Gambar 19 dapat dilihat bahwa buah manggis tanpa perlakuan mengalami perubahan warna kulit yang lebih cepat dibandingkan dengan manggis yang dilapisi benomil. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan pelapisan benomil mampu menghambat perubahan warna kulit manggis. (a) Kontrol (b) Benomil 500 ppm (c) Benomil 1000 ppm Gambar 19. Warna kulit manggis dengan pelapis benomil selama penyimpanan 52 37

Perubahan warna kulit buah manggis yang dilapisi konsentrasi benomil 1000 ppm lebih lambat dibandingkan dengan konsentrasi 500 ppm. Artiya konsentrasi 1000 ppm lebih mampu melindungi kulit buah manggis dari serangan mikroorganisme, khususnya dari jenis cendawan. Secara kuantitatif diketahui bahwa perlakuan konsentrasi benomil 500 ppm nilai rata-rata chroma pada awal penyimpanan sebesar 24,55 dan pada akhir penyimpanan menjadi 19,67; benomil 1000 ppm 26,64 menjadi 24,22; dan manggis tanpa perlakuan pelapisan 27,78 menjadi 18,31 (Lampiran 11). Dengan nilai tersebut dapat diketahui bahwa konsentrasi benomil 1000 ppm paling mampu menghambat kerusakan kulit manggis yang disebabkan oleh cendawan dibandingkan dengan konsentrasi benomil 500 ppm. e. Organoleptik Berdasarkan data hasil uji organoleptik diketahui bahwa perlakuan konsentrasi benomil 1000 ppm pada setiap pengamatan untuk parameter warna kulit dan daging buah, penampakan sepal, rasa, dan aroma secara dominan memiliki tingkat kesukaan paling tinggi. Terlihat dari jumlah skor penilaian panelis yang paling tinggi (Lampiran 12). Analisis ragam menggunakan uji friedman menunjukan bahwa pada hari pengamatan ke 5 dan 10 menunjukkan bahwa konsentrasi benomil tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap semua parameter kesukaan. Pada hari pengamatan ke 15 konsentrasi benomil berbeda nyata terhadap tingkat penerimaan aroma buah. Hari pengamatan ke 20 menunjukkan bahwa konsentrasi benomil berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan warna daging. Hari pengamatan ke 25 menunjukkan bahwa konsentrasi benomil berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan aroma buah. Hari pengamatan ke 30 menunjukkan bahwa konsentrasi benomil yang memiliki pengaruh nyata terdapat pada tingkat kesukaan warna daging, rasa, dan aroma (Lampiran 13). 38 53