IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Penyakit Pascapanen Salak Pondoh Berdasarkan pengamatan identifikasi dapat diketahui bahwa salak pondoh yang diserang oleh kapang secara cepat menjadi busuk setelah hari ke-7 masa isolasi. Setelah 7 hari masa isolasi buah salak pondoh tersebut menunjukkan gejala busuk dan dipisahkan untuk diindentifikasi. Dari tahapan pascapanen salak pondoh yang telah di isolasi dapat diketahui jenis kapang yang berkembang dan tumbuh dengan baik seperti dapat dilihat pada Tabel 6, Jenis kapang tersebut adalah Fusarrium sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, Mucor sp, Jenis kapang yang paling dominan adalah jenis Mucor sp dan Fusarrium sp. Tabel 6 Jenis kapang yang berkembang pada tahapan pascapanen salak pondoh Tahapan Pascapanen A1 (Panen tandan) A2 (Pembersihan/tanpa tandan) A3 (Penyimpanan) A4 (transportasi) Jenis Kapang Fusarrium sp Aspergillus sp Penicillium sp Mucor sp (+) (-) (-) (+) (+) (-) (-) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) menyatakan bahwa adanya cendawan, (-) menyatakan bahwa tidak adanya cendawan Beberapa jenis kapang yang tumbuh pada buah salak pondoh ini disebabkan oleh adanya kerusakan pascapanen, dimana kerusakan pascapanen merupakan penyimpangan yang melewati batas dan tidak dapat diterima secara normal oleh panca indra, seperti buah sudah layu, ditumbuhi jamur yang tampak secara visual, berbau busuk, buah menjadi lunak dan berair serta tidak lagi untuk dikunsumsi (Suter 1988). Hal ini juga terjadi pada penelitian ini, dimana kerusakan pascapanen terjadi saat pemanenan, pembersihan, penyimpanan dan transportasi. Hasil penelitian Amiarsi et al. (1996) menunjukkan bahwa kerusakan buah salak meningkat dengan bertambahnya umur simpan, kerusakan tersebut sebagai akibat keaktifan mikroba yang dikenal dengan penyakit busuk lunak karena jamur

2 32 Thielaviopsis sp. Salak juga menjadi lebih rentan terhadap Botrytis pada suhu 5 C dan meningkat dengan makin lamanya penyimpanan (Soesanto 2006). Hasil penelitian Noorhakim (1992) menyatakan bahwa kapang yang tumbuh selama penyimpanan adalah Mucor sp, dan menurut Setiono (1995) menyatakan kapang yang menyebabkan busuk lunak pada salak pondoh kupas yang tumbuh selama penyimpanan adalah Penicillium sp dan Aspergillus sp. Menurut Aminah dan Supraptim (2003) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kapang yang menyerang busuk buah pada salak segar yang terdapat di pasar tradisional dan swalayan adalah Fusarium sp. Pada Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa kapang dapat menurunkan mutu atau kualitas dari salak pondoh, sehingga umur simpan menjadi lebih pendek. Untuk mengetahui kapang yang menyerang melalui bagian lentisel buah salak pondoh dapat diidentifikasi dengan mengambil contoh kapang dari permukaan kulit buah salak dan dilihat langsung melalui mikroskop menggunakan metode "slide culture". Selanjutnya dari kapang yang di potret melalui mikroskop didapat hasil yang diperoleh dari identifikasi berdasarkan buku-buku identifikasi dari Pitt dan Hocking (1979) dan Fardiaz (1992) adalah kapang yang tumbuh dipermukaan salak pondoh diantaranya: 1) Mucor sp kolumela mycelia a spora Gambar 4 Kapang Mucor sp Gambar 4 diatas merupakan kapang yang dapat tumbuh dengan baik pada setiap tahapan pascapanen buah salak pondoh, koloni dari kapang ini tumbuh pada permukaan salak dimana pada awalnya berwarna putih mengapas dan kemudian menjadi berwarna hitam kecokelatan. Kapang tersebut memiliki ciri-ciri diantaranya mycelianya berbentuk non septat, kolumelanya berbentuk bulat (round),

3 33 sporanya berwarna hitam serta kapang tersebut tidak memiliki stolon dan rhizoid. Melalui ciri-ciri tersebut, maka dengan mencocokkan gambar atau foto yang didapat dari contoh kapang pada permukaan kulit salak dengan foto-foto kapang lainnya yang telah diketahui berdasarkan Pitt dan Hocking (1979) ternyata serupa dengan gambar Mucor sp. Jadi jelas bahwa kapang yang tumbuh di permukaan kulit salak pondoh yang menyebabkan kerusakan pada buah salak berasal dari jenis Mucor sp. Hal ini sesuai dengan pernyataan Noorhakim (1992), yang menyatakan bahwa jenis kapang yang menyerang buah salak pondoh adalah Mucor sp. Adanya kapang ini disebabkan oleh sifat pertumbuhan kapang tersebut yang dapat tumbuh dengan baik di permukaan tanah, dimana pertumbuhan buah salak pondoh juga di atas permukaan tanah, sehingga hal ini memungkinkan salak pondoh yang memang buahnya berada dekat dengan permukaan tanah dapat dengan mudah diserang oleh Mucor sp. Pernyataan ini sesuai dengan Pelczar (1976) yang melaporkan bahwa Mucor sp merupakan mikroorganisme yang secara alami amat banyak terdapat di permukaan tanah dan sangat potensial untuk merusak hasil-hasil pertanian seperti buah-buahan dan sayuran. Kapang Mucor sp menyebabkan terjadinya busuk lunak pada bagian buah salak pondoh, sehingga dapat menurunkan kualitas/mutu salak pondoh yang dipanen. 2) Aspergillus sp konidia Gambar 5 Kapang Aspergillus sp Gambar 5 merupakan kapang yang dapat tumbuh dengan baik pada tahapan pascapanen penyimpanan, dimana pada bagian buah yang terinfeksi tampak basah dan mengandung cairan kuning yang selanjutnya berubah menjadi cokelat di

4 34 bagian pangkal buah salak pondoh yang disimpan. Kapang tersebut memiliki ciriciri spesifik berupa (1) Hifa septat dan miselium bercabang, tidak berwarna, yang terdapat di bawah permukaan merupakan hifa vegetatif, sedangkan yang muncul di atas permukaan umumnya merupakan hifa fertil, (2) Koloni kompak, (3) Konidiofora septat atau nonseptat, muncul dari "foot cell" (yaitu sel miselium yang membengkak dan berdinding tebal), (4) Konidiofora membengkak menjadi vesikel pada ujungnya, membawa sterigmata di mana tumbuh konidia, (5) Sterigmata atau fialidanya sederhana, berwarna, atau tidak berwarna, dan (6) Konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, cokelat atau hitam. Berdasarkan ciri-ciri yang terdapat pada Gambar 5, maka kapang yang tumbuh di dalam ruang penyimpanan tersebut adalah kapang Aspergillus sp, identifikasi ini sesuai dengan pernyataan Soesanto (2006) yang menyatakan bahwa Aspergillus sp merupakan kapang yang dijumpai di dalam ruang simpan dan mempunyai kisaran inang yang luas terutama terhadap produk pascapanen yang disimpan, hal ini didukung dari hasil penelitian Setiono (1995), dimana kapang yang menyebabkan busuk lunak pada salak pondoh kupas yang tumbuh selama penyimpanan adalah Aspergillus sp. 3) Penicillium sp sterigmata konidia Gambar 6 Kapang Penicillium sp Seperti pada kapang Aspergillus sp, berdasarkan Gambar 6 diatas kapang tersebut dapat tumbuh dengan baik pada tahapan pascapanen penyimpanan. Bagian buah yang terinfeksi tampak daerah kecil yang busuk, yang berupa noda lunak berair. Pada gejala lanjut pada salak pondoh tampak miselium berwarna putih yang dihasilkan pada permukaan bercak, dan selanjutnya menghasilkan spora berwarna hijau zaitun.

5 35 Kapang tersebut memiliki ciri-ciri spesifik berupa (1) Hifa septat, miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, (2) Konidiofora septat dan muncul di atas permukaan, berasal dari hifa di bawah permukaan, bercabang atau tidak bercabang, (3) Kepala yang membawa spora berbentuk seperti sapu, dengan sterigmata atau fialida muncul dalam kelompok, (4) Konidia membentuk rantai karena muncul satu per satu dari sterigmata, (5) Konidia pada waktu masih muda berwarna hijau, kemudian berubah menjadi kebiruan atau kecokelatan. Berdasarkan ciri-ciri yang terdapat pada Gambar 5, maka kapang tersebut merupakan kapang Penicillium sp yang tumbuh di dalam ruang penyimpanan, identifikasi ini sesuai dengan pernyataan Soesanto (2006) yang menyatakan bahwa Penicillium sp merupakan kapang yang dijumpai di dalam ruang simpan dan mempunyai kisaran inang yang luas terutama terhadap produk pascapanen yang disimpan, hal ini didukung dari hasil penelitian Setiono (1995), dimana kapang yang menyebabkan busuk lunak pada salak pondoh kupas yang tumbuh selama penyimpanan adalah Penicillium sp. Spora kapang ini menyebabkan busuk lunak (busuk air) pada buah salak pondoh, hal ini disebabkan oleh bahan penyimpanan atau pengepakan, termasuk peralatan, ruang simpan, alat transportasi, dan bahkan tempat pemasarannya yang telah terkontaminasi oleh spora yang berasal dari kapang Penicillium sp, sehingga pada akhirnya dapat menurunkan mutu dari salak pondoh yang dipanen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa kapang Penicillium sp sering menyebabkan busuk lunak (busuk buah) pada tahapan pascapanen penyimpanan buah-buahan. 4) Fusarium sp mikrokinidia Gambar 7 Kapang Fusarium sp

6 36 Gambar 7 diatas merupakan kapang yang dapat tumbuh dengan baik pada setiap tahapan pascapanen buah salak pondoh. Kapang ini agak sulit untuk diidentifikasi karena penampakan pertumbuhannya bervariasi, namun kapang tersebut memiliki ciri-ciri spesifik diantaranya adalah terbentuknya makrokonidia yang berbentuk seperti pedang dan terdiri dari beberapa sel serta berwarna, kadang-kadang juga terbentuk mikro-konidia yang terdiri dari satu sel berbentuk oval, dan tumbuh secara terpisah atau membentuk rantai. Berdasarkan ciri-ciri yang terdapat pada Gambar 5, maka kapang tersebut merupakan kapang Fusarium sp yang tumbuh pada setiap tahapan pascapanen buah salak pondoh, identifikasi ini sesuai dengan pernyataan Aminah dan Supraptim (2003) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa kapang yang menyerang busuk buah pada salak segar yang terdapat di pasar tradisional dan swalayan adalah Fusarium sp, dimana salak pondoh sudah terinfeksi kapang tersebut sejak tahapan pemanenan hingga tahapan transportasi menuju pemasaran. Seperti pada kapang Mucor sp, kapang Fusarium sp menyebabkan terjadinya busuk lunak pada bagian buah salak pondoh, sehingga dapat menurunkan kualitas/mutu salak pondoh yang dipanen. Hal ini disebabkan oleh sifat pertumbuhan kapang tersebut yang dapat tumbuh dengan baik di permukaan tanah, dimana pertumbuhan buah salak pondoh juga di atas permukaan tanah, sehingga hal ini memungkinkan salak pondoh yang memang buahnya berada dekat dengan permukaan tanah dapat dengan mudah diserang oleh Fusarium sp. Pernyataan ini sesuai dengan Dina (1996) yang melaporkan bahwa Fusarium sp merupakan mikroorganisme yang secara alami amat banyak terdapat di permukaan tanah dan sangat potensial untuk merusak hasil-hasil pertanian seperti buahbuahan dan kacang-kacangan. Hal ini juga menunjukkan bahwa kapang yang dominan mempengaruhi mutu atau kualitas buah salak pondoh menjadi rendah adalah Fusarium sp dan Mucor sp. B. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Berdasarkan hasil identifikasi penyakit pada busuk buah salak pondoh dan melihat fungsionalitas gel Aloe vera, maka gel Aloe vera berpotensi untuk diaplikasikan dalam teknologi pelapisan (coating), karena gel tersebut terdiri dari polisakarida yang mengandung banyak komponen fungsional yang mampu

7 37 menghambat kerusakan pascapanen produk pangan segar. Selain itu, gel Aloe vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-komponen larut air (Dweck & Reynold 1999). Secara umum laju respirasi buah salak yang diberi perlakuan pada awal penyimpanan masih relatif tinggi dibandingkan pada hari-hari penyimpanan berikutnya (Gambar 8-9). Hal ini disebabkan karena adanya usaha untuk mempertahankan tetap berfungsinya organ-organ respirasi setelah buah terpisah dari inangnya. Selain itu laju respirasi yang tinggi pada awal penyimpanan juga disebabkan oleh suhu awal buah salak yang masih tinggi karena adanya panas lapang sehingga belum dapat menyesuaikan dengan suhu penyimpanan (Mahmudah 2008). Muchtadi (1992) menyimpulkan bahwa kecepatan respirasi merupakan hasil dari pengaruh suhu dimana kecepatan respirasi dari buah-buahan akan meningkat sampai dua setengah kali untuk kenaikan suhu sebesar 10 C yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh proses biologi maupun kimia. Dari Gambar 8-9 juga dapat dilihat bahwa laju respirasi buah salak yang tinggi lama kelamaan akan semakin menurun bahkan akan cenderung konstan disebabkan buah salak telah mencapai suhu yang sesuai dengan suhu penyimpanan. 1) Laju Konsumsi O 2 Berdasarkan hasil penelitian pada pengukuran laju konsumsi O 2 dengan berbagai tingkatan suhu menunjukkan bahwa laju konsumsi O 2 salak pondoh pada awalnya terlihat tinggi (Gambar 8). Laju Konsumsi O 2 (ml/kg jam) Hari ke- Aloevera 50% Suhu 10 C (A11) Aloevera 75% Suhu 10 C (A21) Aloevera 100% Suhu 10 C (A31) Tanpa Aloevera Suhu 10 C (A01) Aloevera 50% Suhu 26 C (A12) Aloevera 75% Suhu 26 C (A22) Aloevera 100% Suhu 26 C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 26 C (A02) Gambar 8 Laju Konsumsi O 2 Selama Penyimpanan

8 38 Dari hasil penelitian secara umum bahwa diperoleh bahwa laju respirasi buah salak dipengaruhi oleh konsentrasi Aloe vera dan suhu penyimpanan, dimana semakin tinggi suhu penyimpanan, laju respirasi akan semakin tinggi, demikian pula dengan penambahan Aloe vera dimana pada suhu rendah (10 o C) laju respirasinya semakin rendah. Pada akhir penyimpanan suhu ruang (hari ke-14) laju konsmsi O 2 tertinggi pada tanpa perlakuan Aloe vera adalah ml/kg jam dan terendah pada perlakuan Aloe vera 50% adalah ml/kg jam. Namun jika dilihat dari kondisi fisik salak pondoh yang kondisi kesegarannya lebih lama adalah pada konsentrasi 75% yaitu sampai 30 hari. Kemudian pada pengamatan suhu rendah diakhir penyimpanan (hari ke-30), laju konsumsi O 2 tertinggi adalah pada perlakuan Aloe vera 100% dengan laju konsumsi O 2 sebesar 3.71 ml/kg jam dan yang terendah pada perlakuan 75% yaitu sebesar 3.16 ml/kg jam. Laju respirasi yang relatif tinggi pada awal penyimpanan disebabkan karena buah salak masih menyesuaikan dengan suhu penyimpanan sehingga akan berubah menjadi konstan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso dan Purwoko (1995) diacu dalam Widiastuti (2006) yang menyatakan bahwa buah klimakterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju konsumsi O 2 bersamaan dengan waktu pemasakan. Sementara buah non klimakterik tidak menunjukkan perubahan, dimana umumnya laju kosumsi O 2 selama pemasakan akan cenderung rendah dan konstan. Selanjutnya menurut Phan et al. (1975) menyatakan bahwa suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap laju respirasi buah. Pada suhu 0-35 C umumnya laju respirasi meningkat kali untuk setiap kenaikan suhu 10 C, semakin tinggi laju respirasi semakin cepat kandungan substrat dalam buah berkurang sehingga umur simpan menjadi pendek. Berdasarkan analisa statistik laju konsumsi O 2 (Lampiran 3) diketahui bahwa laju respirasi salak selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu, dimana pada perlakuan suhu rendah terlihat pengaruhnya dalam penyimpanan. Pada penyimpanan suhu tinggi (26 o C) cepat mengalami kerusakan, namun pada penyimpanan suhu rendah (10 o C) mulai mengalami kerusakan pada akhir penyimpanan yaitu hari ke-30. Produk hortikultura seperti salak pondoh setelah dipanen akan tetap mengalami proses metabolik (respirasi) dan ini akan terus berlanjut sehingga salak

9 39 pondoh akan mengalami kebusukan yang ditandai dengan menurunnya mutu salak pondoh (dalam hal ini antara lain perubahan bau pada salak pondoh). Salveit (1996) diacu dalam Sutrisno (2007) menyebutkan komoditas dengan laju respirasi tinggi akan memiliki umur simpan lebih pendek dibanding dengan yang memiliki laju respirasi rendah seperti salak pondoh. Usaha mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan adalah dengan menekan laju respirasi serendah mungkin tanpa mengganggu proses metabolismenya (Kays 1991, diacu dalam Sutrisno, 2007). Dengan prinsip dasar inilah maka aktivitas metabolisme produk setelah dipanen dapat dijadikan sebagai indeks yang amat baik untuk mengetahui perubahan mutu pascapanen dengan perlakuan (treatment) yang baik, antara lain coating Aloe vera dan suhu penyimpanan yang rendah. 2) Laju Produksi CO 2 Buah Salak Seperti pada laju konsumsi O 2, laju produksi CO 2 menunjukkan hal yang demikian yaitu secara umum suhu penyimpanan dan aplikasi Aloe vera mempengaruhi laju produksi CO 2. Dari Gambar 9 terlihat bawah ini menunjukkan pola laju respirasi salak pondoh pada tingkatan suhu penyimpanan yang berbeda, khusus untuk suhu 26 C pengukuran sampai hari keempat belas dan untuk suhu 10 C pengukuran sampai hari ketigapuluh. Laju Produksi CO 2 (ml/kg jam) Hari ke- Aloevera 50% Suhu 10 C (A11) Aloevera 75% Suhu 10 C (A21) Aloevera 100% Suhu 10 C (A31) Tanpa Aloevera Suhu 10 C (A01) Aloevera 50% Suhu 26 C (A12) Aloevera 75% Suhu 26 C (A22) Aloevera 100% Suhu 26 C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 26 C (A02) Gambar 9 Laju Produksi CO 2 Selama Penyimpanan

10 40 Pada akhir penyimpanan suhu ruang (hari ke-14) laju produksi CO 2 tertinggi pada perlakuan Aloe vera 100% adalah ml/kg jam dan terendah pada perlakuan Aloe vera 50% adalah ml/kg jam. Namun jika dilihat dari kondisi fisik salak pondoh yang kondisi kesegarannya lebih lama adalah pada konsentrasi 75% yaitu sampai 30 hari. Kemudian pada pengamatan suhu rendah diakhir penyimpanan (hari ke-30), laju produksi CO 2 tertinggi adalah pada perlakuan Aloe vera 100% dengan laju produksi CO 2 sebesar 3.92 ml/kg jam dan yang terendah pada perlakuan 75% yaitu sebesar 3.42 ml/kg jam. Menurut Phan et al. (1975) suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap laju respirasi buah. Pada suhu 0-35 C umumnya laju respirasi meningkat kali untuk setiap kenaikan suhu 10 C. Semakin tinggi laju respirasi semakin cepat kandungan substrat dalam buah berkurang sehingga umur simpan menjadi pendek. Menurut Winarno dan Fardiaz (1981) pada suhu dingin aktivitas respirasi menurun dan pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dapat dihambat. Selama penyimpanan berlangsung, secara rata-rata laju produksi CO 2 pada suhu ruang (26 o C) nilainya diatas 10 ml/kg jam pada semua konsentrasi Aloe vera. Sementara pada suhu rendah nilainya rata-rata dibawah 10 ml/kg jam. Hal ini menunjukkan bahwa tingi rendahnya laju produksi CO 2 lebih disebabkan oleh faktor suhu, secara statistikpun menunjukkan hal yang demikian (Lampiran 5). Dari hasil uji statistik (Lampiran 5), laju respirasi salak pada awal penyimpanan dipengaruhi oleh suhu selama masa penyimpanan, dimana suhu ruang (26 o C) memiliki laju respirasi yang lebih besar daripada suhu rendah (10 o C), sehingga salak yang disimpan pada suhu rendah memiliki kualitas daya tahan simpan yang lebih baik daripada suhu ruang, dimana pada suhu rendah secara visual salak pondoh yang disimpan pada suhu rendah masih terlihat segar dibandingkan salak pondoh yang disimpan pada suhu ruang. Pada akhir penyimpanan (hari ke-30) pelapisan dengan Aloe vera menunjukkan bahwa konsentrasi Aloe vera yang tinggi maupun rendah dapat mempengaruhi proses respirasi dan transpirasi, dan hal ini menunjukkan pula bahwa konsentrasi pelapisan Aloe vera yang lebih tinggi dan lebih rendah mampu mencegah laju respirasi yang besar dari salak yang disimpan dalam suhu rendah.

11 41 C. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Perlakuan pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan berpengaruh terhadap perubahan mutu salak pondoh segar dengan melihat beberapa parameter mutu, diantaranya perubahan susut bobot, kekerasan, kadar air, dan organoleptik. Secara umum pada hari ke-21 (Tabel 7) perlakuan pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan masih dapat dilihat pengaruhnya terhadap beberapa parameter mutu. Tabel 7 Analisa Mutu Salak Pondoh pada Hari ke-21 Penyimpanan Perlakuan Susut KA Orlep Orlep Kekerasan TPT Kadar Bobot Daging Tekstur Rasa Suhu Aloe vera 0% c 2.61 a a b 4.1 d 4.8 b 10 o C 26 o C 50% a 2.24 a a b 2.8 a 3.1 a 75% b 2.37 a a a 3.3 b 3.2 a 100% 14.07d 2.24 a b a 3.5 c 3.6 a 75% f 0.51 b c c 4.5 f 4.1 b 100% e 0.52 b c c 4.9 f 4.6 b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (taraf uji 5%) Pada Tabel 7 menujukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh secara nyata hanya terhadap parameter kekerasan, namun suhu penyimpanan dan perlakuan pelapisan Aloe vera berpengaruh secara nyata terhadap parameter susut bobot, kadar air, total padatan terlarut (TPT) daging buah salak pondoh dan organoleptik rasa. Data statistik pada tabel diatas menunjukkan secara umum bahwa perlakuan pelapisan Aloe vera 50% dan suhu penyimpanan 10 o C mampu mempertahankan mutu salak selama penyimpanan. Untuk dapat melihat pengaruh perlakuan pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan terhadap masing-masing parameter dapat dilihat lebih rinci sebagai berikut: 1) Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan adanya penurunan mutu buah, dimana penurunan susut bobot dipengaruhi oleh respirasi dan transpirasi. Respirasi merupakan proses metabolisme dengan cara menggunakan O 2 dalam pembakaran senyawa yang lebih kompleks (pati, gula, protein, lemak, dan asam organik) menghasilkan molekul yaang lebih sederhana yaitu CO 2 dan H 2 O serta menghasilkan energi yang dapat digunakan oleh sel

12 42 untuk reaksi sintesa (Winarno 1981), sedangkan transpirasi merupakan proses hilangnya air dalam bentuk uap air melalui proses penguapan. Susut bobot terjadi karena selama proses penyimpanan menuju pemasakan terjadi perubahan fisikokimia berupa pelepasan air. Berdasarkan Gambar 10 secara umum nilai susut bobot salak pondoh selama penyimpanan mengalami peningkatan. 50 Susut Bobot (%) Hari ke- Aloevera 50% Suhu 10 C (A11) Aloevera 75% Suhu 10 C (A21) Aloevera 100% Suhu 10 C (A31) Tanpa Aloevera Suhu 10 C (A01) Aloevera 50% Suhu 26 C (A12) Aloevera 75% Suhu 26 C (A22) Aloevera 100% Suhu 26 C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 26 C (A02) Gambar 10 Perubahan Susut Bobot Salak Pondoh Selama Penyimpanan Gambar 10 menunjukkan bahwa pada pengamatan suhu rendah (10 o C) rata-rata susut bobotnya dibawah 20% sampai akhir penyimpanan (hari ke-30). Peningkatan susut bobot yang terjadi pada penyimpanan suhu 10 C tidak setajam pada suhu 26 C. Pada awal penyimpanan persentase susut bobot yang terendah terjadi pada perlakuan Aloe vera 100% suhu penyimpanan 10 o C (A 31 ) dengan persentase susut bobot 4.51%. Pada penyimpanan hari ke-15 dengan suhu ruang (26 o C) susut bobot tertinggi terjadi pada perlakuan tanpa pelapisan Aloe vera (28.45%) dan terendah pada pelapisan dengan Aloe vera 100% (24.21%). Pada penyimpanan suhu rendah (10 o C) nilai susut bobot yang paling rendah adalah pelapisan Aloe vera 50% (10.46%) dan susut bobot tertinggi yaitu tanpa pelapisan Aloe vera (12.50%). Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan Aloe vera dapat mengurangi susut bobot salak pondoh, dimana konsentrasi pelapisan Aloe vera dapat mempengaruhi pengurangan susut bobotnya. Pada akhir penyimpanan (hari ke-30) dengan suhu penyimpanan 10 o C persentase susut bobotnya paling rendah

13 43 adalah perlakuan pelapisan Aloe vera 75% (A 21 ) yaitu sebesar 16.81% dan yang tertinggi pelapisan Aloe vera 50% yaitu sebesar 22.22%. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan yang ditingkatkan dapat mengurangi susut bobot, fenomena ini disebabkan konsentrasi yang optimum (pelapisan Aloe vera 75%) dapat mengurangi laju respirasi yang meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kader (1985) yang menyatakan bahwa laju respirasi menyebabkan kehilangan air pada bahan. Kehilangan air ini merupakan penyebab langsung kehilangan secara kuantitatif buah yaitu susut bobot, kerusakan tekstur buah yang menyebabkan kelunakan pada buah yang menyebabkan terjadinya pengerutan buah, serta kerusakan kandungan gizi buah. Dari hasil analisis statistik pada Lampiran 7, menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan dengan Aloe vera tidak berpengaruh secara nyata selama penyimpanan, namun adanya pengaruh terhadap suhu penyimpanan dimana dari hasil tersebut memperlihatkan bahwa suhu penyimpanan tinggi (26 o C) maka susut bobot buah salak pondoh juga akan terlihat tinggi dibandingkan suhu penyimpanan rendah (10 o C), susut bobot yang tinggi ini disebabkan karena laju respirasi yang semakin tinggi. Menurut Muchtadi (1992) Kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat adanya proses penguapan dan kehilangan karbon (CO 2 ) selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan susut bobot, akan tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kehilangan air dalam jumlah banyak akan menjadi layu dan keriput. Selain itu menurut Santoso (2005) susut bobot yang disebabkan oleh kehilangan air ini dapat dicegah dengan cara pengaturan suhu ruang simpan, sehingga umur simpan dapat menjadi lebih lama. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Soedibyo (1979) penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga kedua proses ini akan berjalan lambat, sehingga akan mengakibatkan ketahanan simpan buah salak akan semakin

14 44 panjang dengan susut bobot minimal, mutu baik, dan harga jual salak pondoh tetap tinggi. 2) Kekerasan Buah Salak Pondoh Kekerasan buah merupakan salah satu ciri menurunnya kualitas buah sehingga dapat dijadikan sebagai indikator kerusakan pada buah salak pondoh. Selama penyimpanan nilai kekerasan buah salak turun dari awal hingga akhir pengamatan untuk semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa daging buah salak dari hari ke hari selama penyimpanan menjadi lebih lunak (Gambar 11). 4 Nilai Kekerasan kgf Hari ke- Aloevera 50% Suhu 10 C (A11) Aloevera 75% Suhu 10 C (A21) Aloevera 100% Suhu 10 C (A31) Tanpa Aloevera Suhu 10 C (A01) Aloevera 50% Suhu 26 C (A12) Aloevera 75% Suhu 26 C (A22) Aloevera 100% Suhu 26 C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 26 C (A02) Gambar 11 Perubahan Kekerasan Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Gambar 11 diatas memperlihatkan bahwa nilai kekerasan pada akhir penyimpanan suhu ruang (hari ke-15) yang tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100% (2.69 kgf) dan yang terendah pada perlakuan kontrol (tanpa pelapisan Aloe vera) yaitu 0.47 kgf, hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan Aloe vera dapat mengurangi susut kekerasan. Selanjutnya pada pengamatan suhu rendah pada akhir penyimpanan (hari ke-30) nilai kekerasan tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100% (2.22 kgf) dan yang terendah pada perlakuan 75% (1.89 kgf). Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan Aloe vera secara umum dapat mempertahankan terjadinya susut kekerasan. Penurunan kekerasan kulit buah salak pondoh ini

15 45 disebabkan penguapan air yang terjadi pada ruang-ruang antar sel sehingga sel menjadi mengkerut sehingga ruang antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan. Selain adanya penguapan air dari bahan, terjadi pula pengerasan pada kulit salak pondoh karena pengaruh suhu penyimpanan yang dapat menyebabkan pengerasan pada kulit buah salak. Selain adanya penguapan air pada buah salak pondoh, kemungkinan disebabkan oleh penggunaan suhu rendah, dimana reaksi-reaksi kimia atau reaksireaksi enzimatis dalam buah dapat dicegah atau diperlambat. Hal ini sesuai dengan Muchtadi (1992) yang menyatakan salah satu reaksi kimia yang dihambat dalam penyimpanan suhu rendah adalah perubahan komposisi kimia terutama senyawa pektin dalam daging buah. Senyawa pektin merupakan salah satu komponen dinding primer maupun lamela tengah pada dinding sel buah. Dalam proses pematangan buah zat pektin yang tidak larut (protopektin) berubah menjadi pektin yang larut air, sehingga pektin yang larut air bertambah dan protopektin tak larut akan berkurang. Keadaan ini menyebabkan ketegaran sel buah akan menjadi lunak. Dengan perlakuan suhu dingin reaksi perubahan protopektin menjadi pektin dapat diperlambat sehingga buah tidak cepat lunak. Lebih lanjut menurut Muchtadi (1992) menyatakan bahwa kandungan zat pektin didalam buah mempengaruhi kekerasan (tekstur), jika buah dipanaskan atau disimpan pada suhu yang tinggi, maka zat pektik yang mempunyai sifat tidak larut dalam air sebagian akan terhidrolisis menjadi pektin, sehingga akibatnya tekstur buah tersebut menjadi lunak. Dari analisa statistik kekerasan (Lampiran 9), selama penyimpanan terlihat adanya pengaruh suhu penyimpanan. Salak pada penyimpanan suhu ruang (26 o C) mempunyai nilai kekerasan lebih kecil sehingga teksturnya lebih lunak dibanding dengan penyimpanan suhu rendah (10 o C). Hal ini berhubungan dengan kandungan pektin yang terdapat pada daging buah salak pondoh, dimana Mitlitski et al. (1981) melaporkan bahwa kandungan pektin terlarut jauh lebih tinggi bila suhu lebih tinggi dan tidak ada CO 2. Hal ini juga menurut Kader (1986) menyatakan bahwa adanya pengaruh lingkungan penyimpanan terhadap tekstur, tetapi mekanismenya belum diketahui.

16 46 3) Kadar Air Daging Buah Salak Pondoh Dari pengamatan yang dilakukan selama penyimpanan pada umumnya kadar air daging buah salak cenderung menurun secara merata, kecuali untuk salak yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan dan kenaikan secara tidak konstan (Gambar 12). 90 Kandungan KA (%) Hari ke Aloevera 50% Suhu 10 C (A11) Aloevera 50% Suhu 26 C (A12) Aloevera 75% Suhu 10 C (A21) Aloevera 75% Suhu 26 C (A22) Aloevera 100% Suhu 10 C (A31) Aloevera 100% Suhu 26 C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 10 C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26 C (A02) Gambar 12 Kadar Air Daging Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar air pada daging buah salak pondoh akhir penyimpanan suhu ruang (hari ke-15) yang terendah adalah pelapisan Aloe vera 50% (70.92%) dan yang tertinggi pada perlakuan kontrol (tanpa pelapisan dengan Aloe vera) yaitu 74.33%, hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan Aloe vera 50% tidak dapat menjaga kadar air daging buah tetap tinggi, fenomena ini disebabkan penambahan konsentrasi pelapisan Aloe vera 50% belum dapat menunjukkan fungsinya sebagai penahan (barrier) yang baik terhadap oksigen (O 2 ), karbon dioksida (CO 2 ) dan uap air (H 2 O), sehingga konsentrasi Aloe vera 50% yang diaplikasikan pada salak pondoh belum dapat mempertahankan kesegaran (kadar air yang tinggi). Selanjutnya pada pengamatan suhu rendah di akhir penyimpanan (hari ke-30) kadar air daging buah salak pondoh tertinggi adalah pelapisan dengan Aloe vera 50% (78.99%) dan yang terendah pada perlakuan 75% (75.26%), hal ini menunjukkan kadar air daging buah salak pondoh dengan berbagai konsentrasi pelapisan Aloe vera tetap terjaga

17 47 baik selama penyimpanan, sehingga daging buah salak pondoh masih terlihat kesegarannya. Pencelupan dalam Aloe vera 50% dan penyimpanan pada suhu 10 C (A 11 ) dapat menekan aktivitas metabolisme buah salak pondoh seperti respirasi dan tanspirasi, selain itu juga dapat menghambat proses pembusukan oleh mikroorganisme sehingga menekan kehilangan kadar air pada buah. Transpirasi menyebabkan buah kehilangan air sehingga berpengaruh terhadap kesegaran dan kerenyahan buah. Semakin kecil transpirasi maka buah akan terlihat semakin segar dan sebaliknya. Pada suhu tinggi dan RH rendah uap air akan bergerak dari konsertasi tinggi ke konsentrasi rendah. Perbedaaan kandungan air di dalam buah dan di lingkungan atau atmosfer penyimpanan menyebabkan uap air akan bergerak keluar dari jaringan ke atmosfer. Semakin kering udara dalam ruang penyimpanan semakin cepat kehilangan air dari buah yang disimpan. Kadar air daging buah berhubungan dengan kesegaran buah salak pondoh. Berdasarkan analisa visual (Lampiran 10), kesegaran buah salak pondoh mengalami penurunan selama penyimpanan. Pelapisan dengan Aloe vera 50% dan suhu penyimpanan 10 C lebih segar dibandingkan kontrol pada suhu penyimpanan 26 C. Menurut Martoredjo (2009) suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan yang lebih cepat sehingga hasil tanaman menjadi cepat layu, berkerut-kerut dan mengering atau kesegaran buah berkurang. Pencelupan dalam Aloe vera dan penyimpanan pada suhu dingin dapat menjaga kelembaban daging buah salak pondoh dan dapat mencegah kehilangan air atau transpirasi. Berdasarkan uji statistik (Lampiran 11) pada konsentrasi Aloe vera, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap perubahan kadar air daging pada hari ke-15, dan ke-21. Uji lanjut (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan Aloe vera 50% dan penyimpanan pada suhu 10 C (A 11 ) memberikan pengaruh terhadap penurunanan kadar air daging buah salak yang tidak terlalu tinggi dibandingakan perlakuan lainnya. Menurut Apandi (1984), penurunan kadar air disebabkan terjadi penguapan air melalui pori-pori daging buah, baik melalui proses respirasi maupun proses transpirasi. Selama proses respirasi berlangsung dikeluarkan CO 2 dan air sehingga kandungan air dalam daging buah terus berkurang.

18 48 4) Total Padatan Terlarut (TPT) Kandungan TPT salak pondoh selama penyimpanan pada umumnya mengalami perubahan yang dapat dilihat pada Gambar 13 dibawah ini. Nilai Total Padatan Terlarut (Brix) Hari ke- Aloevera 50% Suhu 10 C (A11) Aloevera 75% Suhu 10 C (A21) Aloevera 100% Suhu 10 C (A31) Tanpa Aloevera Suhu 10 C (A01) Aloevera 50% Suhu 26 C (A12) Aloevera 75% Suhu 26 C (A22) Aloevera 100% Suhu 26 C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 26 C (A02) Gambar 13 Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai TPT buah salak pondoh pada akhir penyimpanan suhu ruang yang tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100% (21.18 o Brix ) dan yang terendah pada pelapisan Aloe vera 75% (19.38 o Brix), hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan konsentrasi Aloe vera yang lebih tinggi dapat meningkatkan nilai TPT buah salak pondoh. Selanjutnya pada pengamatan suhu rendah pada akhir penyimpanan (hari ke-30) nilai TPT tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 75% (18.05 o Brix) dan yang terendah pada perlakuan 50% (15.93 o Brix), Hal ini disebabkan karena selama penyimpanan buah salak mengalami pemasakan sehingga terjadi perombakan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat, protein, lemak dimana juga akan terjadi hidrolisis pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam air seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Selanjutnya pada proses penuaan yang semakin berlanjut maka kandungan total padatan terlarut akan semakin menurun. Hal ini diduga karena hidrolisis pati yang sudah sedikit, sedangkan sintesa asam yang mendegradasi gula masih berjalan terus sehingga akan menimbulkan rasa manis pada buah salak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Matto et al. (1984) diacu dalam Pantastico et al. (1986) yang menyatakan bahwa pemasakan dapat meningkatkan

19 49 junlah gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik senyawa-senyawa fenolik yang dapat mengurangi rasa sepat dan masam. TPT buah salak pondoh akan meningkat dengan cepat ketika buah mengalami pematangan dan akan terus menurun seiring dengan lama penyimpanan. Penurunan TPT selama penyimpanan disebabkan kadar gula-gula sederhana pada daging buah salak yang mengalami perubahan menjadi alkohol, aldehida. dan asam amino. Semakin lama penyimpanan, komponen gula yang terurai akan semakin banyak sehingga gula yang rnerupakan komponen utama bahan total padatan terlarut semakin menurun. Analisa statistik terhadap TPT (Lampiran 13) untuk semua perlakuan pada awal penyimpanan tidak mengalami pengaruh yang nyata dari perlakuan Aloe vera, suhu dan interaksi keduanya. Sedangkan pada penyimpanan hari ke-15 dan ke-21 adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan Aloe vera, suhu dan interaksi keduanya terhadap perubahan TPT. Hal ini disebabkan pada penyimpanan suhu ruang dan suhu rendah peningktan kegiatan respirasi tidak terjadi secara tajam dimana kegiatan respirasi melibatkan terjadinya pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan pati menjadi gula, sehingga kandungan gula dalam buah tidak mengalami peningkatan dengan cepat dan sekaligus meningkatkan kandungan TPT. Hal ini sesuai pernyataan Santoso dan Purwoko (1995), yang menyatakan bahwa kegiatan respirasi mempengaruhi perubahan rasa dan tekstur buah, jika terjadi peningkatan laju respirasi maka terjadinya pemecahan polimer karbohidrat semakin cepat. 5) Uji Organoleptik Pada umumnya konsumen mengambil keputusan untuk membeli suatu komoditi yang dalam hal ini adalah buah salak pondoh berdasarkan penilaian secara visual. Parameter yang digunakan dalam penelitian meliputi: tekstur dan rasa. a. Tekstur Data pengamatan nilai organoleptik tekstur pada buah salak pndoh yang diberi perlakuan pelapisan Aloe vera dan disimpan pada suhu rendah memperlihatkan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur buah salak pondoh

20 50 selama penyimpanan. Gambar 14 menunjukkan perubahan kesukaan terhadap tekstur buah salak pondoh selama penyimpanan suhu ruang dan penyimpanan suhu rendah, dimana pada umumnya skor uji organoleptik tekstur salak pondoh cenderung mengalami peningkatan untuk semua perlakuan selama penyimpanan. Nilai Organoleptik Hari ke Aloevera 50% Suhu 10 C (A11) Aloevera 50% Suhu 26 C (A12) Aloevera 75% Suhu 10 C (A21) Aloevera 75% Suhu 26 C (A22) Aloevera 100% Suhu 10 C (A31) Aloevera 100% Suhu 26 C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 10 C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26 C (A02) Gambar 14 Hasil Uji Organoleptik Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Gambar 14 menunjukkan bahwa nilai organoleptik tekstur buah salak pondoh pada akhir penyimpanan (hari ke-15) suhu ruang yang terendah adalah pelapisan Aloe vera dengan 100% (3.8) dan yang tertinggi pada tanpa pelapisan Aloe vera (4.5), hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan Aloe vera dapat mempertahankan nilai organoleptik tekstur tetap disukai. Selanjutnya pada pengamatan suhu rendah pada akhir penyimpanan (hari ke-30) nilai organoleptik tekstur tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100% (6.1) dan yang terendah pada perlakuan 50% (4.8), hal ini menunjukkan bahwa pada suhu penyimpanan 10 C dengan pelapisan Aloe vera atau kontrol (tanpa pelapisan Aloe vera) skor teksturnya juga terus mengalami peningkatan hingga akhir penyimpanan, dimana panelis sudah tidak menyukai lagi tekstur daging buahnya. Nilai organoleptik tekstur salak pondoh pada awal penyimpanan menunjukkan tingkat kesukaan yang masih diterima panelis, sedangkan nilai organoleptik tekstur akhir penyimpanan cenderung meningkat (tingkat ketidaksukaan yang

21 51 tinggi). Gambar 14 menunjukkan salak pondoh pada perlakuan kontrol (tanpa pelapisan Aloe vera) dan suhu penyimpanan 26 C (A 02 ) memiliki nilai organoleptik tekstur sebesar 2.3, setelah penyimpanan selama 15 hari nilai organoleptik menjadi 4.5, hal ini mengakibatkan penolakan panelis (konsumen) terhadap salak pondoh yang disimpan. Nilai organoleptik tekstur salak pondoh yang sangat disukai panelis yaitu perlakuan pelapisan dengan Aloe vera 50% dan penyimpanan pada suhu 10 C (A 11 ) sebesar 1.6, setelah penyimpanan selama 30 hari nilai organoleptiknya sebesar 4.8. Pada akhir penyimpanan (30 hari) pencelupan salak pondoh ke dalam alovera 50% dan suhu penyimpanan 10 o C (A 11 ) dapat mempertahankan nilai organoleptik tekstur yang masih diterima panelis (konsumen) sebesar 4.8. Jika dibandingkan dengan tekstur menggunakan alat Rheometer, ternyata pada awal penyimpanan (hari ke-0) buah salak mempunyai nilai kekerasan sebesar 2.4 kgf, sedangkan skor penerimaan panelis (organoleptik) bernilai 2.10 (suka). Hal ini menunjukkan nilai kekerasan yang tinggi menunjukkan nilai kesukaan yang tinggi bagi panelis/konsumen. Maka semakin lama penyimpanan maka nilai kekerasan cenderung semakin rendah sedangkan skor penolakan panelis menjadi lebih tinggi, dengan kata lain semakin lama penyimpanan maka tekstur semakin lunak dan panelis menjadi semakin tidak suka. Analisa statistik terhadap organoleptik tekstur (Lampiran 16) selama penyimpanan pengaruh perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tekstur daging buah, dimana tekstur daging buah yang disimpan pada suhu 10 o C lebih disukai panelis dari pada suhu ruang. Hal ini mungkin disebabkan proses pembentukan pektin larut air dari protopektin tak larut air pada jaringan daging buah dapat dihambat pada suhu dingin sehingga pelunakan daging buah diperlambat. Semakin lama penyimpanan maka nilai kekerasan cenderung semakin rendah dengan skor penolakan panelis yang tinggi, atau semakin lama

22 52 penyimpanan maka tekstur semakin lunak dan panelis menjadi semakin tidak suka. b. Rasa Seperti pada uji organoleptik rasa, umumnya skor uji organoleptik rasa salak pondoh cenderung mengalami peningkatan untuk semua perlakuan selama penyimpanan. Data pengamatan berdasarkan Gambar 15 menunjukkan nilai organoleptik rasa pada buah salak pndoh yang diberi perlakuan pelapisan Aloe vera dan disimpan pada sahu rendah memperlihatkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa buah salak pondoh selama penyimpanan. Nilai Organoleptik Hari ke Aloevera 50% Suhu 10 C (A11) Aloevera 50% Suhu 26 C (A12) Aloevera 75% Suhu 10 C (A21) Aloevera 75% Suhu 26 C (A22) Aloevera 100% Suhu 10 C (A31) Aloevera 100% Suhu 26 C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 10 C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26 C (A02) Gambar 15 Hasil Uji Organoleptik Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Gambar 15 menunjukkan bahwa nilai organoleptik rasa buah salak pondoh pada akhir penyimpanan suhu ruang yang terendah adalah pelapisan Aloe vera dengan 100% (3.4) dan yang tertinggi pada tanpa pelapisan Aloe vera (5.1), hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan Aloe vera dapat mempertahankan nilai organoleptik rasa tetap disukai. Selanjutnya pada pengamatan suhu rendah pada akhir penyimpanan (30 hari) nilai organoleptik rasa tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100% (6.0) dan yang terendah pada perlakuan 50% (4.8), hal ini menunjukkan bahwa pada suhu penyimpanan 10 C baik dengan pelapisan dengan Aloe vera atau kontrol (tanpa pelapisan dengan Aloe vera) skor

23 53 rasanya juga terus mengalami peningkatan hingga akhir penyimpanan, dimana panelis sudah tidak menyukai lagi rasa daging buahnya. Nilai organoleptik rasa salak pondoh pada awal penyimpanan menunjukkan tingkat kesukaan yang masih diterima panelis, sedangkan nilai organoleptik rasa akhir penyimpanan cenderung meningkat (tingkat ketidaksukaan yang tinggi). Pada Gambar 15 juga menunjukkan pada penyimpanan suhu 26 C dengan perlakuan kontrol/tanpa pelapisan Aloe vera (A 02 ) memiliki nilai organoleptik rasa di awal penyimpanan sebesar 2.3, setelah penyimpanan hari ke-15 nilai organoleptik rasa menjadi 4.5. Hal ini mengakibatkan penolakan panelis (konsumen) terhadap salak pondoh yang disimpan. Pada penyimpanan suhu rendah nilai organoleptik rasa salak pondoh yang disukai panelis yaitu dengan perlakuan pencelupan dalam Aloe vera 50% (2.4), dan setelah akhir penyimpanan (hari ke-30) nilai organoleptiknya sebesar 4.8, hal ini menunjukkan penolakan panelis (konsumen) terhadap salak pondoh yang disimpan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan perlakuan pada suhu ruang (26 o C). Pada suhu penyimpanan rendah (10 C) baik dengan perlakuan pelapisan Aloe vera atau kontrol (tanpa pelapisan dengan Aloe vera) skor rasanya juga terus naik hingga akhir penyimpanan, dimana panelis sudah tidak menyukai lagi rasa daging buahnya. Pada hari ke-27 rasa salak pondoh masih disukai panelis, dimana perlakuan pelapisan aloevera 75% (A 21 ) pelapisan aloevera 50% (A 11 ) mempunyai skor 3.9 dan 3.8 (Lampiran 17). Pada hari ke-15 pengaruh pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap rasa daging buah, dimana rasa daging buah yang disimpan pada suhu 10 o C lebih disukai panelis dari pada suhu ruang, hal ini mungkin disebabkan proses pembentukan pektin larut air dari protopektin tak larut air pada jaringan daging buah dapat dihambat pada suhu dingin sehingga pelunakan daging buah diperlambat, sehingga nilai rasanya masih sangat disukai.

24 54 Analisa statistik terhadap organoleptik rasa (Lampiran 17) untuk hari penyimpanan yaitu hari ke-15, dan ke-21 terdapat adanya pengaruh nyata dari konsentrasi Aloe vera dan interaksi suhu penyimpanan terhadap organoleptik rasa. Jika dibandingkan nilai organoleptik rasa dengan nilai TPT menggunakan alat Refraktometer, diawal penyimpanan (hari ke-0) buah salak mempunyai nilai TPT sebesar o Brix sedangkan skor penerimaan panelis bernilai 2.10 (suka). Hal ini menunjukkan nilai rasa yang tinggi menunjukkan nilai kesukaan yang tinggi bagi panelis/konsumen. Maka semakin lama penyimpanan maka nilai organoleptik rasa (penolakan panelis) cenderung menjadi lebih tinggi, dengan kata lain semakin lama penyimpanan maka rasa manis ( o Brix) semakin rendah dan panelis menjadi semakin tidak suka. Tingginya penilaian panelis terhadap rasa pada buah salak pondoh yang dilapisi Aloe vera membuktikan bahwa adanya pelapisan (coating) tidak merubah rasa buah salak pondoh. Rasa merupakan parameter yang sangat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap bahan atau produk, dimana rasa buah salak pondoh didominasi oleh perpaduan antara kandungan gula dan asam. Hal ini sesuai pada data kandungan gizi salak pondoh (Tabel 3) dimana rasa buah salak pondoh (hitam) dipengaruhi kandungan gula dan kadar asam yang tinggi (16.44% dan 0.707mg). D. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Jumlah Cendawan Pada pelapisan (coating) pada buah-buahan umumnya dimaksudkan untuk memperpanjang masa simpan, dan penggunaan fungisida akan dapat mencegah pertumbuhan kapang selama penyimpanan buah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa perlakuan pelapisan Aloe vera ternyata dapat memperpanjang masa simpan buah salak pondoh sampai 20 hari, bahkan untuk suhu penyimpanan rendah (10 o C) bisa sampai 30 hari. Ini menunjukkan bahwa Aloe vera efektif dalam memperpanjang masa simpan buah salak pondoh. Selanjutnya selain dimaksudkan untuk memperpanjang masa simpan, diharapkan penggunaan Aloe vera juga dapat mengurangi kontaminasi atau mencegah pertumbuhan kapang yang biasa terjadi pada salak pondoh yang dapat mengakibatkan busuk buah. Untuk itu, pada kajian berikutnya adalah pengamatan pertumbuhan kapang selama penyimpanan salak pondoh. Kerusakan buah salak pondoh ternyata dapat disebabkan oleh faktor mekanis, fisiologis dan

25 55 mikrobiologis (Suter 1988), sehingga buah salak pondoh dapat ditumbuhi kapang (cendawan) dan selanjutnya mengakibatkan buah menjadi busuk. Serangan kapang (cendawan) ini sebagai akibat adanya luka atau memar pada buah salak. Dengan adanya luka pada kulit atau pada pangkal buah maka terciptalah pintu gerbang bagi mikroba (kapang/jamur) untuk masuk ke dalam daging buah setelah dipetik (Rahmad 1990). Berdasarkan hasil penelitian pengaruh perlakuan Aloe vera dan suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan cendawan diperoleh hasil sebagai berikut: (Tabel 8) Tabel 8 Pengaruh pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan terhadap jumlah cendawan Suhu Penyimpanan Perlakuan Kadar Aloe vera Jumlah Cendawan (koloni/gram) 50% 9.0 x 10 6 b 10 o C 75% 1.3 x 10 5 a 100% 1.4 x 10 7 b Tabel 8 memperlihatkan bahwa pertumbuhan cendawan pada akhir penyimpanan (hari ke-30) kandungan total cendawan tertinggi terdapat pada perlakuan pelapisan Aloe vera dengan konsentrasi 100% dan suhu penyimpanan 10 o C (A 31 ) yaitu 14 x 10 6 koloni/gram dan total cendawan terendah terdapat pada pelapisan Aloe vera 75% dan suhu penyimpanan 10 o C (A 21 ) yaitu 1.3 x 10 5 koloni/gram. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi Aloe vera yang tinggi (100%) dapat meningkatkan pertumbuhan cendawan, fenomena ini diduga karena konsentrasi pelapisan Aloe vera 100% memiliki permeabilitas rendah dalam hal menutupi atau melapisi ujung buah salak sehingga lentisel tidak dapat berdifusi (pertukaran gas) dengan baik, dan ini sesuai dengan pernyataan Soesanto (2006) yang menyatakan bahwa lentisel sangat menentukan tingkat kerentanan buah terhadap serangan kapang pascapanen, dimana lentisel merupakan tempat pemasukan gas yang diperlukan bagi buah salak dan pembuangan gas serta uap air sebagai hasil samping metabolisme (respirasi) dari dalam buah salak. Jika lentisel

26 56 tidak berfungsi dengan baik, maka akan memudahkan mikkroba (kapang) untuk dapat tumbuh karena kondisi di tempat lentisel menjadi lembab sebagai akibat tertahannya pertukaran gas, peningkatan akumulasi laju respirasi ini menyebabkan buah menjadi lembab dan kandungan airnya yang tinggi, sehingga memudahkan pertumbuhan kapang, hal ini didukung pada data laju respirasi yang tinggi (laju produksi CO 2 ) yang tinggi (3.92 ml/kg jam) di bandingkan perlakuan pelapisan Aloe vera 50% dan 75% yang relatif seimbang (3.43 ml/kg jam dan 3.42 ml/kg jam). Pada konsentrasi pelapisan Aloe vera 75% merupakan konsentrasi yang baik untuk mempertahankan kualitas atau mutu dari salak pondoh terhadap pertumbuhan cendawan, hal ini disebabkan oleh konsentrasi pelapisan Aloe vera 75% dapat menyeimbangkan terjadinya pertukaran gas, dimana sifat permeabilitasnya yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roosmani (1975) dalam Utama et al. (2000) yang menyatakan bahwa pelapisan (coating) yang dilakukan harus optimal karena lapisan yang terlalu tebal dapat mengakibatkan terjadinya respirasi anerob dan menghasilkan buah yang busuk (akibat serangan kapang), sedangkan buah jika lapisan coating-nya terlalu tipis maka kurang efektif mengurangi laju respirasi dan transpirasi. Pada gambar 16 memperlihatakan pengaruh pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan terhadap tampilan buah salak pondoh dalam penyimpanan. Pada penyimpanan suhu ruang perlakuan pelapisan Aloe vera 50% (A 21 ) dan perlakuan kontrol/tanpa pelapisan Aloe vera (A 02 ) telah ditumbuhi kapang, sehingga penyimpanannya berakhir pada hari ke- 15. Pada penyimpanan suhu rendah untuk setiap perlakuan pelapisan Aloe vera masih terlihat segar, hal ini terlihat pada Gambar 16 di bawah ini. A 11 A 21 A 31 A 01 A 12 A 22 A 32 A 02 Gambar 16 Tampilan Salak Pondoh Setelah Penyimpanan 15 hari

27 57 Kapang Fusarrium sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, dan Mucor sp dapat menghasilkan mikotoksin (racun yang dikeluarkan oleh kapang yang bersifat mengganggu kesehatan) yang berbahaya bagi manusia, maka diperlukan untuk mengetahui batas pertumbuhan kapang yang aman pada komoditi pangan maupun hasil pertanian yang disimpan dapat dikonsumsi oleh manusia. Menurut Makfoeld 1993) untuk hasil pertanian yang dipanen dipermukaan atau di dalam tanah seperti kacang tanah (termasuk buah salak) memiliki batas pertumbuhan kapang koloni/gram. Dari hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan kapang yang tetap memiliki batas keamanan kesehatan manusia adalah pada pelapisan Aloe vera 75% dan suhu penyimpanan (1.3 x 10 5 koloni/gram). Selain terjadinya pertumbuhan cendawan pada permukaan kulit salak pondoh, perubahan lain yang terjadi adalah adanya noda coklat pada daging buah. Warna coklat timbul ini diduga karena terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis akibat terjadinya oksidasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2002) yang menyatakan bahwa reaksi pencoklatan terjadi akibat oksigen dapat berhubungan langsung dengan poliphenol dengan dikatalisa oleh enzim poliphenol oksidase membentuk senyawa melanin berwarna coklat, karena buah salak yang mengandung senyawa poliphenol dalam bentuk tanin, maka oksigen dapat berhubungan dengan poliphenol bila terdapat sel atau jaringan yang terbuka akibat luka. Hasil analisis statistik pada hari ke-30 (Lampiran 22) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara kombinasi perlakuan dengan tingkat pertumbuhan cendawan, yang berarti bahwa tingkat pertumbuhan cendawan lebih disebabkan karena pengaruh konsentrasi pelapisan Aloe vera. Secara nyata pengaruh konsentrasi pelapisan Aloe vera menyebabkan terhambatnya pertumbuhan cendawan yang disimpan, terutama pada penyimpanan suhu dingin (Lampiran 22), dimana pertumbuhan cendawan pada konsentrasi pelapisan Aloe vera 100% relatif lebih tinggi (14 x 10 6 koloni/gram) daripada konsentrasi pelapisan Aloe vera 75% (14 x 10 6 koloni/gram). Selain pernyataan di atas, menurut Dweck dan Reynold (1999) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan cendawan yang rendah disebabkan karena konsentrasi gel Aloe vera yang optimal mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Kulit Manggis Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu dari suatu produk hortikultura. Buah manggis merupakan salah satu buah yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ASPEK FISIKO-KIMIA SELAMA PENYIMPANAN 1. Persen Kerusakan Persen kerusakan menyatakan persentase jumlah buah yang rusak setiap pengamatan. Semakin lama penyimpanan, jumlah buah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) TK 2 (b) TK 3 (c) TK 4 Gambar 5. Manggis dengan tingkat kematangan berbeda

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) TK 2 (b) TK 3 (c) TK 4 Gambar 5. Manggis dengan tingkat kematangan berbeda IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tingkat Kematangan Buah Manggis Tingkat kematangan manggis yang dianalisis dalam tahap ini ada 3 yaitu tingkat kematangan 2, 3, dan 4. Tingkat kematangan 2 terlihat dari warna

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN i" PEadiGARUH SUHU DAM PEN6 I b ) s.,... ~. ~ ~ ~ 'i. ~ e u ( & TEWMODIFLKASI TERHWIBW'p~.~MUIU-'~~EIB~r~~$~[~2~~-'~~~N.=, -..,... ~-.- &'." SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG

Lebih terperinci

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN i" PEadiGARUH SUHU DAM PEN6 I b ) s.,... ~. ~ ~ ~ 'i. ~ e u ( & TEWMODIFLKASI TERHWIBW'p~.~MUIU-'~~EIB~r~~$~[~2~~-'~~~N.=, -..,... ~-.- &'." SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah merupakan salah satu jenis pangan yang sangat penting peranannya bagi tubuh kita, terlebih karena mengandung beberapa vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah juga

Lebih terperinci

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN PENGARUH PELILINAN BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) SELAMA PENYIMPANAN (Effect of Mangosteen Waxing during Storage) Sugiyono 1, Sutrisno 2, Bianca Dwiarsih 3 1. Alumni Program Studi Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. Buah mudah sekali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor keadaan fisik buah yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN :

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Sistem Penyimpanan Salak Sabang (Salacca edulis Sp) Dalam Rangka Peningkatan Potensi Komoditi Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak diminati konsumen. Salah satu contoh kultivar jambu yang memiliki

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Pisang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Pisang Pisang adalah salah satu jenis tanaman pangan yang sudah dibudidayakan sejak dahulu. Pisang berasal dari kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, kemudian menyebar luas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) memiliki ciri diameter sekitar 3,1 cm. Panen pisang Cavendish dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill. BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) 4.1.1 Susut Bobot Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persentase

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Salak Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini tumbuh subur di daerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam keluarga Palmae yang diduga dari Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

KAJIAN PELAPISAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MENCEGAH BUSUK BUAH PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis Reinw.) BAMBANG SUKARNO PUTRA

KAJIAN PELAPISAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MENCEGAH BUSUK BUAH PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis Reinw.) BAMBANG SUKARNO PUTRA KAJIAN PELAPISAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MENCEGAH BUSUK BUAH PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis Reinw.) BAMBANG SUKARNO PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buah dan sayuran. Salah satunya adalah buah tomat (Lycopersicon esculentum

BAB I PENDAHULUAN. buah dan sayuran. Salah satunya adalah buah tomat (Lycopersicon esculentum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah dan sayuran. Buah yang berasal dari negara subtropis dapat tumbuh baik dan mudah dijumpai di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respirasi Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Wortel Segar Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus maupun yang ditanam sembarangan di kebun atau halaman rumah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus maupun yang ditanam sembarangan di kebun atau halaman rumah. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Hampir semua lapisan masyarakat Indonesia mengenal buah pisang. Buah pisang termasuk ke dalam golongan buah klimakterik. Penyebarannya sangat luas mulai dari dataran rendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroberi (Fragaria sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Stroberi (Fragaria sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroberi (Fragaria sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang penting di dunia, terutama untuk negara-negara berikilim subtropis. Seiring perkembangan ilmu

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Susut Bobot Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran buah, semakin tinggi susut bobot maka buah tersebut semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain karena bentuknya yang eksotik, buah naga juga memiliki rasa yang manis dan beragam manfaat untuk

Lebih terperinci

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mengetahui prinsip penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui tujuan penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah pisang tergolong buah klimakterik. Di samping harganya yang masih

I. PENDAHULUAN. Buah pisang tergolong buah klimakterik. Di samping harganya yang masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah pisang tergolong buah klimakterik. Di samping harganya yang masih memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi, pisang banyak digemari masyarakat. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kosentrasi Kalsium Klorida (CaCl 2 ) terhadap Pematangan dan Kualitas Buah Pisang Ambon Kuning ( Musa paradisiaca Var Sapientum) Berdasarkan penelitian yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kemasan Alpukat Hasil Rancangan Kemasan distribusi dirancang dan dipilih terutama untuk mengatasi faktor getaran (vibrasi) dan kejutan (shock) karena faktor ini sangat berpengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambu biji (Psidium guajava L.) Crystal adalah buah yang mengandung banyak

I. PENDAHULUAN. Jambu biji (Psidium guajava L.) Crystal adalah buah yang mengandung banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jambu biji (Psidium guajava L.) Crystal adalah buah yang mengandung banyak vitamin dan mineral yang berguna untuk tubuh. Selain kandungan vitamin dan mineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

Pengawetan dengan garam, asam dan gula

Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Efek garam: saat aktivitas air menurun mikroorganisme terhambat.

Lebih terperinci