BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

FOURIER Oktober 2014, Vol. 3 No. 2, KONSEP DASAR RUANG METRIK CONE. Yogyakarta

ANALISA KETUNGGALAN TITIK TETAP PADA PEMETAAN KONTRAKTIF DI RUANG METRIK LENGKAP DENGAN MEMANFAATKAN JARAK-W

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Ketunggalan titik Tetap Pemetaan Kondisi Tipe Kontraktif pada Ruang Banach

SIFAT TITIK TETAP PADA RUANG METRIK SKRIPSI

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional

BAB I PENDAHULUAN. : k N} dan A(m) menyatakan banyaknya m suku pertama (x n ) yang menjadi suku (x nk ), maka A(m)

SIFAT KELENGKAPAN RUANG METRIK BERNILAI KOMPLEKS

TEOREMA TITIK TETAP DI RUANG BANACH CONE

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann.

ANALISIS TITIK TETAP SET- VALUED FUNCTION MENGGUNAKAN METRIK HAUSDORFF TESIS

Konvergensi Barisan dan Teorema Titik Tetap

Kekontraktifan Pemetaan pada Ruang Metrik Kerucut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

PEMETAAN KONTRAKTIF LEMAH MULTIVALUED DI RUANG METRIK PARSIAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

TEOREMA TITIK TETAP DALAM RUANG 2-METRIK SEMI QUASI

SIFAT TITIK TETAP PADA JARAK-W DI RUANG METRIK LENGKAP

PROSIDING SEMINAR NASIONAL STATISTIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013 ISBN: DUA TIPE PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE

TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG BERNORMA CONE BERNILAI-

ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Misalkan diberikan suatu ruang vektor atas lapangan R atau C. Jika

BAB I PENDAHULUAN ( )

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Eksistensi Dan Ketunggalan Titik Tetap Untuk Pemetaan Kontraktif Pada Ruang Metrik-G Komplit

PEMETAAN KONTRAKSI CIRIC-MATKOWSKI PADA RUANG METRIK TERURUT. Mariatul Kiftiah

TANPA MENGGUNAKAN SIFAT KEKONTINUAN FUNGSI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Matematika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga

TEOREMA TITIK TETAP DI RUANG METRIK CONE PADA JARAK-W. Skripsi. Untuk memenuhi sebagai persyaratan. mencapai derajat Sarjana S-1

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG ULTRAMETRIK DISKRIT

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BEBERAPA TEOREMA TITIK TETAP UNTUK PEMETAAN NONSELF. Kata kunci : pemetaan nonexpansive, pemetaan condensing, pemetaan kompak.

SIFAT SUB RUANG TOPOLOGI HASIL KALI RUANG METRIK KERUCUT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

RUANG-RUANG METRIK BERNILAI KOMPLEKS

TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KAJIAN TEOREMA TITIK TETAP PEMETAAN KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK CONE LENGKAP DENGAN JARAK-W

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

RUANG LIPSCHITZ. Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. *Surel: : (, ) Ϝ

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

INTERVAL KEKONTRAKTIFAN PEMETAAN PADA RUANG BANACH. Badrulfalah 1, Khafsah Joebaedi. 2.

Teorema Titik Tetap Pada Ruang Ultrametrik Diskrit

REFLEKSIVITAS PADA RUANG ORLICZ DENGAN KEKONVERGENAN RATA-RATA

FOURIER Oktober 2014, Vol. 3, No. 2, KONSEP FUNGSI SEMIKONTINU. Malahayati 1

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Ruang Linear Metrik: Sifat Sifat Dasar Dan Struktur Ruang Dalam Ruang Linear Metrik

Sifat Barisan Subhimpunan Tutup di Ruang Metrik yang Completion-nya adalah Ruang Atsuji

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

Karakteristik Operator Positif Pada Ruang Hilbert

KONVERGENSI DAN KELENGKAPAN PADA RUANG QUASI METRIK

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

TEORI DILASI DALAM RUANG HILBERT DAN RUANG BANACH

HOMOMORFISMA DARI LEVEL SUBNEAR-RING FUZZY

SYARAT SYARAT FUNGSI DI RUANG METRIK AGAR RUANG METRIKNYA MEMILIKI ATSUJI COMPLETION

MODUL PEMBELAJARAN ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 2/22/2012 IKIP BUDI UTOMO MALANG ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

Penerapan Aproksimasi Fejer dalam Membuktikan Teorema Weierstrass

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

ISBN Prosiding SNMPM 2017 Fenomena Non-Linier dan Pembelajaran Pemodelan Matematika

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

Bab 2 Daerah Euclid. 2.1 Struktur Daerah Euclid

GRUP HOMOLOGI DARI RUANG TOPOLOGI. Denik Agustito 1, Sriwahyuni 2

HUBUNGAN MODUL TERBANGKIT MODUL-R DAN TERBANGKIT MODUL-R [ S

ITERASI TIGA LANGKAH PADA PEMETAAN ASIMTOTIK NON- EKSPANSIF

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Ruang Norm-n Berdimensi Hingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang berperan penting dalam perkembangan teknologi. Ilmu Matematika juga merupakan ilmu dasar yang banyak digunakan dalam berbagai bidang. Salah satu cabang ilmu matematika yang banyak aplikasinya adalah analisis fungsional. Analisis fungsional terus mengalami perkembangan baik dari segi teori maupun aplikasinya. Salah satu hasil penelitian bidang matematika analisis yang cukup banyak kegunaannya adalah teorema titik tetap (fixed point). Teorema titik tetap berawal dari munculnya Prinsip Kontraksi Banach (Banach Contraction Principle) pada tahun 1922 yang menyatakan bahwa eksistensi dan ketunggalan titik tetap dapat dijamin keberadaannya untuk pemetaan kontraksi (contraction) yang terdefinisi pada ruang metrik lengkap. Salah satu kegunaan dari teorema titik tetap adalah untuk menyelesaikan persamaan linear dan persamaan integral. Teorema titik tetap juga dapat digunakan untuk menyelidiki eksistensi penyelesaian masalah syarat awal dan syarat batas dari sistem persamaan diferensial serta membantu menyelesaikannya. Karena berbagai kegunaannya tersebut, banyak para ahli yang mengkaji teorema titik tetap untuk suatu fungsi sebagai salah satu metode dalam menyelesaikan masalah matematika. Berbagai kegunaan dari teorema titik tetap tersebut juga menjadikan penulis tertarik untuk menyelidiki eksistensi dan ketunggalan titik tetap berserikat dari dua pemetaan yang terdefinisi pada suatu ruang metrik. Pemetaan yang dimaksud adalah pemetaan kontinu dan pemetaan tidak kontinu. Untuk dua pemetaan yang kontinu, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar titik tetap berserikat dari pemetaan tersebut dapat dijamin eksistensi dan ketunggalannya. Beberapa sya- 1

2 rat yang harus diperhatikan menurut Gerald Junck (1976) diantaranya kelengkapan ruang metrik, kekomutatifan dua pemetaan yang kontinu, dan keanggotaan daerah hasil (range) dari dua pemetaan tersebut. Sedangkan untuk dua pemetaan yang tidak kontinu, M.Imdad dan Javid Ali (2008) menggunakan fungsi implisit untuk menyelidiki eksistensi dan ketunggalan titik tetap berserikat dari dua pemetaan tersebut. Selain fungsi implisit, beberapa syarat yang harus diperhatikan diantaranya memenuhi sifat (E.A) atau sifat (CLR) (Common Limit in Range), merupakan pemetaan kompatibel lemah, dan daerah hasil dari salah satu pemetaan merupakan subruang lengkap. Jadi ruang metrik dari pemetaan tersebut tidak diharuskan lengkap. Selanjutnya, dengan menggunakan fungsi implisit juga dapat dibentuk berbagai teorema baru yang menjamin eksistensi dan ketunggalan titik tetap berserikat dari dua pemetaan yang tidak kontinu. Dalam skripsi ini juga diselidiki eksistensi dan ketunggalan titik tetap berserikat untuk dua pemetaan pada ruang metrik bernilai kompleks yang merupakan generalisasi dari ruang metrik. 1.2. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah : 1. teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan yang kontinu pada suatu ruang metrik. 2. teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan yang tidak kontinu dan memenuhi sifat (E.A) pada suatu ruang metrik. 3. teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan yang tidak kontinu dan memenuhi sifat (CLR) pada suatu ruang metrik. 4. teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan yang memenuhi sifat (E.A) dan sifat (CLR) pada ruang metrik bernilai kompleks.

3 1.3. Batasan Masalah Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi permasalahan pada teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan kontinu dan tidak kontinu pada ruang metrik maupun ruang metrik bernilai kompleks. Skripsi ini tidak membahas penerapan teorema titik tetap berserikat tersebut. 1.4. Maksud dan Tujuan Selain untuk memenuhi syarat kelulusan Program Strata-1 (S1) Program Studi Matematika Universitas Gadjah Mada, penyusunan skripsi ini juga bertujuan untuk mempelajari teorema-teorema titik tetap berserikat yang menjamin eksistensi dan ketunggalan titik tetap dari dua pemetaan yang terdefinisi pada suatu ruang metrik dan ruang metrik bernilai kompleks. Lebih lanjut, manfaat penelitian ini secara khusus adalah untuk mengembangkan teorema-teorema titik tetap berserikat pemetaan yang memenuhi sifat (E.A) maupun sifat (CLR). 1.5. Tinjauan Pustaka Teorema titik tetap berawal dari munculnya Prinsip Kontraksi Banach (Banach Contraction Principle) pada tahun 1922 yang diperkenalkan oleh Stefan Banach. Prinsip Kontraksi Banach menyatakan bahwa setiap pemetaan kontraksi yang terdefinisi pada ruang metrik lengkap mempunyai titik tetap pada ruang metrik lengkap tersebut dan sifatnya tunggal (Agarwal, dkk, 2004). Selain itu, Agarwal, dkk (2004) memberikan beberapa teorema titik tetap yang merupakan perumuman dari Prinsip Kontraksi Banach yaitu jika pemetaan yang akan diselidiki eksistensi titik tetapnya merupakan pemetaan yang tidak diharuskan kontinu. Jungck (1976) memperkenalkan teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan kontinu yang terdefinisi pada ruang metrik lengkap. Jadi titik tetap yang dimaksud bukan hanya dimiliki oleh satu pemetaan melainkan menjadi titik tetap bersama dari dua pemetaan. Menurut Jungck (1976), terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk menjamin eksistensi titik tetap dari dua pemetaan konti-

4 nu tersebut, diantaranya kelengkapan ruang metrik, kekomutatifan dua pemetaan yang kontinu, dan keanggotaan daerah hasil (range) dari dua pemetaan tersebut. Sedangkan untuk dua pemetaan yang tidak kontinu, Imdad dan Ali (2008) menggunakan fungsi implisit dalam menyelidiki eksistensi dan ketunggalan titik tetap berserikat dari dua pemetaan yang tidak kontinu. Selain fungsi implisit, dua pemetaan yang tidak kontinu tersebut harus memenuhi sifat (E.A), kompatibel lemah, dan daerah hasil dari salah satu pemetaan merupakan subruang lengkap. Jadi titik tetap berserikat untuk dua pemetaan yang tidak kontinu tidak mengharuskan ruang metriknya lengkap melainkan dikhususkan pada kelengkapan daerah hasil dari salah satu fungsi. Sebelumnya fungsi implisit tersebut telah diperkenalkan oleh Pathak, dkk (2007) untuk menyelidiki eksistensi dan ketunggalan titik tetap berserikat dari empat pemetaan pada suatu ruang metrik yang kemudian juga digunakan oleh Altun dan Turkoglu (2009) untuk hal yang sama. Hanya saja Pathak, dkk (2007) menggunakan fungsi kontinu sedangkan Imdad dan Ali (2008) menggunakan fungsi semikontinu. Selanjutnya dengan menggunakan fungsi implisit tersebut dapat dibentuk beberapa teorema titik tetap berserikat yang baru. Salah satu teorema yang terlebih dahulu dibahas oleh Aamri dan Moutawakil (2002) ternyata juga memenuhi fungsi implisit yang diperkenalkan Imdad dan Ali (2008). Kemudian karena dua pemetaan yang memenuhi sifat (CLR) pasti memenuhi sifat (E.A), maka sifat (E.A) dapat digantikan dengan sifat (CLR) dengan ketentuan syarat tambahan yang lain dibuat tetap seperti yang dibahas oleh Kumar (2013), tetapi terdapat syarat yang harus direduksi yaitu kelengkapan daerah hasil dari salah satu pemetaan. Berawal dari beberapa contoh teorema titik tetap berserikat menggunakan fungsi implisit, Datta dan Ali (2012) membahas teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan pada suatu ruang metrik bernilai kompleks yaitu jika suatu metrik dipetakan ke himpunan semua bilangan kompleks C. Teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan pada ruang metrik bernilai kompleks yang diperkenalkan oleh Datta dan Ali (2012) merupakan akibat dari contoh-contoh fungsi implisit pada Imdad dan Ali (2008) dengan syarat tetap memenuhi sifat (E.A), kompatibel

5 lemah, dan daerah hasil dari salah satu pemetaan merupakan subruang lengkap. Pada ruang metrik bernilai kompleks, sifat (E.A) juga dapat digantikan dengan sifat (CLR) dengan ketentuan syarat tambahan yang lain dibuat tetap, seperti yang dibahas oleh Verma dan Pathak (2013) tetapi terdapat syarat yang harus direduksi yaitu kelengkapan daerah hasil dari salah satu pemetaan. Selain itu, Jitender dan Yonges (2013) juga memberikan contoh teorema titik tetap berserikat yang memenuhi sifat (E.A) dan sifat (CLR) pada ruang metrik bernilai kompleks. Sedangkan Chandok dan Kumar (2013) memberikan teorema titik tetap berserikat yang memenuhi sifat (E.A) dan sifat (CLR) pada ruang metrik bernilai kompleks menggunakan tipe kontraksi rasional. Selain memenuhi sifat (E.A) atau sifat (CLR), salah satu syarat yang lain adalah bahwa dua pemetaan yang akan diselidiki eksistensi dan ketunggalan titik tetapnya merupakan pasangan pemetaan komptibel lemah. Sebelumnya Chugh dan Kumar (2001) telah membahas teorema titik tetap berserikat untuk pemetaan kompatibel lemah. Kemudian Tiwari dan Shrivastava (2011) serta Sandeep, dkk (2011) juga menggunakan teorema titik tetap berserikat untuk empat pemetaan kompatibel lemah. Sebagai landasan teori, Bartle dan Sherbert (2011) memberikan definisi dan topologi ruang metrik, barisan pada ruang metrik dan sifat-sifatnya yang juga termuat dalam Shirali dan Vasudeva (2006). Sedangkan fungsi semikontinu yang digunakan untuk membentuk fungsi implisit termuat dalam Nachbar (2012) dan Agarwal, dkk (2009). 1.6. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah dengan melakukan studi literatur terlebih dahulu atau mempelajari beberapa buku dan jurnal yang relevan dengan topik penelitian yaitu terkait teorema titik tetap dan teorema titik tetap berserikat untuk pemetaan kontinu maupun tidak kontinu. Dalam skripsi ini penulis menggunakan paper dari Imdad dan Ali (2008) dengan judul Jungck s Common Fixed Point Theorem and E.A Property dan paper Datta dan Ali (2012) dengan judul A Common Fixed Point Theorem Under Contractive Condition in

6 Complex Valued Metric Spaces sebagai acuan utama. Di dalam skripsi ini yang dilakukan adalah melengkapi pembuktian teorema dan pembahasan contoh dalam referensi utama tersebut. Tahap awal yang dilakukan adalah mengenalkan definisi titik tetap, definisi pemetaan kompatibel lemah, sifat (E.A) dan sifat (CLR), serta fungsi kontraksi pada ruang metrik, dilanjutkan dengan membuktikan teorema titik tetap Banach. Setelah membuktikan teorema titik tetap Banach dilanjutkan dengan membuktikan teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan pada suatu ruang metrik. Dua pemetaan yang dimaksud adalah dua pemetaan kontinu maupun dua pemetaan tidak kontinu. Teorema titik tetap berserikat dua pemetaan kontinu pada suatu ruang metrik lengkap merupakan generalisasi dari teorema titik tetap Banach, sedangkan teorema titik tetap berserikat dua pemetaan yang tidak kontinu diselidiki menggunakan suatu fungsi implisit yang dilengkapi dengan sifat (E.A) dan sifat (CLR). Disamping itu, dua pemetaan yang tidak kontinu tersebut harus merupakan pemetaan kompatibel lemah. Setelah membuktikan beberapa teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan pada suatu ruang metrik, langkah selanjutnya menyelidiki eksistensi dan ketunggalan titik tetap berserikat pemetaan kompatibel lemah pada ruang metrik bernilai kompleks, yaitu generalisasi dari ruang metrik. 1.7. Sistematika Penulisan Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika sebagai berikut. BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi. BAB II DASAR TEORI Bab ini memberikan informasi mengenai teori-teori dasar yang digunakan

7 dalam pembahasan penelitian, diantaranya berupa definisi dan teorema mengenai ruang metrik, topologi pada ruang metrik, barisan di ruang metrik, dan fungsi pada ruang metrik. BAB III TEOREMA TITIK TETAP BERSERIKAT PADA RUANG METRIK Bab ini terdiri dari enam subbab yang membahas tentang teorema titik tetap Banach, teorema titik tetap berserikat dua pemetaan kontinu, dan teorema titik tetap berserikat dua pemetaan tidak kontinu. Teorema titik tetap berserikat untuk dua pemetaan yang tidak kontinu meliputi teorema titik tetap berserikat pemetaan yang memenuhi sifat (E.A) dan teorema titik tetap berserikat pemetaan yang memenuhi sifat (CLR). Selain itu, pada bagian awal bab ini juga dibahas beberapa definisi yang menjadi syarat dalam teorema-teorema titik tetap berserikat. BAB IV TEOREMA TITIK TETAP BERSERIKAT PADA RUANG METRIK BERNILAI KOMPLEKS Bab ini terdiri dari empat subbab yang masing-masing membahas tentang pengertian ruang metrik, teorema titik tetap berserikat pemetaan yang memenuhi sifat (E.A)*, dan teorema titik tetap berserikat pemetaan yang memenuhi sifat (CLR)*. Teorema yang diberikan pada bab ini merupakan perumuman dari teorema yang diberikan pada bab sebelumnya, yaitu berlaku untuk pemetaan yang terdefinisi pada ruang metrik bernilai kompleks. BAB V PENUTUP Bab ini meliputi kesimpulan berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya.