1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Perkembangan teknologi dalam survey pemetaan pada masa kini berkembang sangat cepat. Dimulai dengan alat - alat yang bersifat manual dan konvensional, sekarang banyak teknologi survey pemetaan yang bersifat otomatis dan canggih. Salah satunya yang berkembang saat ini adalah teknologi untuk survey suatu obyek 3 dimensi, yakni terrestrial laser scanner. Terrestrial Laser Scanner (TLS) adalah suatu teknologi metode pengukuran ground based yang mampu memberikan visual hasil dokumentasi dalam model 3 dimensi (3D) dengan proses akuisisi data yang efektif dan perekamannya secara realtime, aktual, dan dimensional (Leonardo, 2008). Alat TLS merekam sudut horizontal, sudut vertikal, dan jarak TLS terhadap obyek yang kemudian ditransformasikan menjadi koordinat kartesi 3 dimensi dan hasilnya berupa kumpulan titik - titik awan atau yang biasa disebut point clouds. Salah satu keuntungan menggunakan TLS adalah pengukuran yang relatif lebih efisien dibandingkan dengan metode survey konvensional, tingkat kedetilan yang sangat tinggi, serta user relatif lebih aman saat akuisisi data karena TLS juga menggunakan prinsip penginderaan jauh (mengambil informasi obyek tanpa bersentuhan langsung dengan obyeknya) sehingga dapat digunakan untuk melakukan pengukuran obyek yang relatif tinggi. Pada umumnya dalam penggunaan alat TLS untuk merekam obyek 3 dimensi tidak akan bisa dilakukan dari satu titik berdiri alat, sehingga diperlukan suatu proses untuk menggabungkan data hasil pengukuran TLS. Proses tersebut dinamakan dengan registrasi data. Registrasi menjadi tahapan yang sangat penting dalam pengolahan data TLS, karena tanpa dilakukannya registrasi suatu obyek 3 dimensi tidak akan dapat dimodelkan. Jenis jenis metode registrasi tersebut antara lain metode target to target registrasi, cloud to cloud registrasi, traverse registrasi, dan combination registrasi.
2 Pada penelitian ini penulis memfokuskan untuk mengkaji lebih lanjut mengenai ketelitian data hasil registrasi dari 2 metode saja, yaitu metode target to target registrasi sebagai metode yang menggunakan beberapa target buatan (planar) untuk alat registrasinya dengan metode traverse registrasi sebagai metode yang sudah terregistrasi dan tergeoreferensi secara langsung yang teknik pengukurannya kurang lebih sama dengan metode poligon pada pengukuran dengan total station. Kedua jenis registrasi tersebut perlu dikaji lebih lanjut agar dapat dijadikan referensi metode mana yang lebih baik dalam hal ketelitian data dan efektifitas dalam akuisisi datanya. Penelitian ini melanjutkan tugas akhir yang sudah ada sebelumnya, yaitu tugas akhir yang disusun oleh Vergianto (2015). Metode traverse merupakan metode pengukuran dan metode registrasi langsung di lapangan pada TLS serta point clouds yang didapatkan sudah tergeoreferensi dikarenakan sudah terikat langsung dengan koordinat tanah hasil pengukuran GPS Geodetik (Vergianto, 2015). Akan tetapi, hasil registrasi langsung di lapangan yang diperoleh kurang teliti sehingga dilakukan proses registrasi tambahan di software pengolah registrasi. Proses registrasi tambahan tersebut juga sudah dilakukan oleh Vergianto (2015), sehingga pada penelitian ini fokusnya adalah melanjutkan dengan membandingkan hasil registrasi metode traverse tersebut dengan metode target to target pada obyek dan alat yang sama. Obyek yang digunakan yakni Menara Sutet yang berada di lokasi Jl. Mega Mendung Utara, Komplek Puri Cinere, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat dan berada pada koordinat estimasi 6 19'24.97"S & 106 46'50.01"E bila dilihat dari Google Earth. Alat yang digunakan juga sama yakni TLS Leica ScanStation C10. Penulis menentukan Menara Sutet sebagai obyek penelitian dikarenakan konstruksi Menara Sutet yang terdiri dari jalinan besi - besi yang rumit sehingga cukup sulit untuk melakukan perawatan atau monitoring terhadap konstruksi Menara Sutet. Seperti yang diketahui apabila perawatan dilakukan secara langsung terhadap obyek akan berbahaya dan juga dimensi dari Menara Sutet yang tinggi menyulitkan perusahaan untuk melakukan perawatan atau monitoring secara langsung. Perawatan dan monitoring Menara Sutet perlu dilakukan untuk
3 menjaga kualitas dari energi listrik yang dihasilkan dan menjaga keamanan dari masyarakat yang tinggal di sekitar area Menara Sutet. I.2. Identifikasi Masalah Ada tiga jenis metode registrasi standard yang digunakan pada TLS, yaitu metode registrasi target to target, metode registrasi cloud to cloud, dan metode registrasi kombinasi. Selain tiga metode tersebut ada satu metode lain yang juga dapat digunakan untuk registrasi, yakni metode traverse. Perbandingan mengenai kualitas ketelitian registrasi dan efektifitas waktu akuisisi pengukuran dari jenis registrasi target to target dan registrasi traverse belum pernah dilakukan sebelumnya. I.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada perbedaan kualitas perbandingan data registrasi dari hasil pengukuran metode target to target dengan metode traverse yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Vergianto (2015)? 2. Dari kedua metode tersebut, manakah yang paling efektif jika dilihat dari efisiensi lama waktu pengukuran? I.4. Cakupan Penelitian Cakupan penelitian yang dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Obyek yang diteliti adalah Menara Sutet, yang berlokasi di Jl. Mega Mendung Utara, Komplek Puri Cinere, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat dan berada pada koordinat estimasi 6 19'24.97"S & 106 46'50.01"E bila dilihat dari Google Earth. 2. Data yang digunakan adalah data hasil pengukuran menggunakan alat Terrestrial Laser Scanner Leica ScanStation C10 milik PT. Lidar Indonesia Geospatial.
4 3. Metode pengukuran dan metode registrasi yang dilakukan adalah metode target to target sedangkan pada metode traverse menggunakan data yang sudah diukur oleh Vergianto (2015). 4. Hasil penelitian ini berupa perbandingan kualitas data hasil registrasi dan tingkat efisiensi dua metode tersebut saat pengukuran. I.5. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perbandingan kualitas ketelitian data registrasi antara metode target to target dengan metode traverse pada alat TLS. 2. Mengetahui perbandingan efektifitas waktu akuisisi data antara metode target to target dengan metode traverse pada alat TLS. I.6. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode registrasi yang paling baik dari dua metode, yaitu metode registrasi target to target sebagai metode yang menggunakan beberapa target buatan (planar) untuk alat registrasinya dengan metode registrasi traverse sebagai metode yang sudah terregistrasi dan tergeoreferensi secara langsung di lapangan. Serta nantinya dapat menjadi pertimbangan lain bagi para user dalam penggunaan dua metode registrasi ini dilihat dari kualitas ketelitian registrasi dan efektifitas proses akuisisi data di lapangan agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan. I.7. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai terrestrial laser scanner sebelumnya sudah cukup banyak dilakukan baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam penelitian - penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya bermacam - macam fokus penulis untuk studi lebih lanjut mengenai alat terrestrial laser scanner. Metode akuisisi data dengan TLS, metode registrasi dan hasil model 3D menjadi fokus utama yang banyak dijadikan bahan penelitian oleh para peneliti. Berikut beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan
5 berkaitan dengan terrestrial laser scanner yang menjadi bahan referensi penulis dalam melakukan penelitian ini. Wicaksono (2005) dalam Aplikasi HDS Laser Scanning pada Pemetaan Candi Pawon (Metode Registrasi Target To Target). Pada penelitiannya menjelaskan tentang teknik dasar pengolahan data point clouds dengan metode registrasi target to target untuk perekaman Candi Pawon menggunakan terrestrial laser scanner. Kusuma (2010) da lam Perbandingan Metode Registrasi Target To Target, Clouds To Clouds, dan Kombinasi untuk Data Hasil Pengukuran Menggunakan Terrestrial Laser Scanner. Pada penelitiannya menjelaskan mengenai studi registrasi dari alat terrestrial laser scanner dengan 3 metode yakni target to target, cloud to cloud dan kombinasi pada obyek Tugu Teknik Universitas Gadjah Mada. Lichti dkk (2004) dalam Error Propagation in Directly Georeferenced Terrestrial Laser Scanner Point Clouds for Cultural Heritage Recording. Pada penelitiannya menjelaskan mengenai analisis perambatan kesalahan dari data point clouds hasil pengukuran terrestrial laser scanner dengan georeferensi langsung untuk bangunan cagar budaya. Quintero dkk (2008) dalam Theory and practice on Terrestrial Laser Scanning. Project (3D Risk Mapping). Pada penelitian ini membahas mengenai teori dan teknik pengukuran pada alat terrestrial laser scanner menggunakan berbagai metode registrasi seperti target to target, cloud to cloud, dan surface to surface sampai dengan terbentuknya model 3 dimensi dari obyek. Reshetyuk (2009) dalam Self-calibration and Direct Georeferencing in Terrestrial Laser Scanning. Pada penelitiannya menjelaskan mengenai bagaimana cara melakukan kalibrasi pada alat terrestrial laser scanner dan melakukan georeferensi langung pada pengukuran alat TLS dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Vergianto (2015) dalam Pemodelan 3D Menara Sutet Menggunakan Terrestrial Laser Scanner Leica C10 dengan Registrasi Metode Traverse. Pada penelitiannya
6 menjelaskan mengenai teknik akuisisi data dan registrasi data dengan metode traverse, dan pemodelan 3D dari point clouds hasil registrasi dengan obyek penelitian yaitu Menara Sutet. Dari penelitian penelitian tersebut, yang memiliki pembahasan paling mendekati dengan penelitian yang akan dilakukan penulis saat ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Wira Sunu Kusuma (2010) yang berjudul Perbandingan Metode Registrasi Target to Target, Clouds To Clouds, dan Kombinasi Untuk Data Hasil Pengukuran Menggunakan Terrestrial Laser Scanner dan penelitian yang dilakukan oleh Vergianto (2015) yang berjudul Pemodelan 3D Menara Sutet Menggunakan Terrestrial Laser Scanner Leica ScanStation C10 Dengan Registrasi Metode Traverse. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2010) adalah menganalisa perbandingan data hasil registrasi dari 3 metode yang umum digunakan, yaitu target to target, clouds to clouds, dan kombinasi yang kemudian hasilnya dibandingkan dengan data hasil ukuran menggunakan pita ukur. Dalam penelitian ini, penulis menganalisa perbandingan data hasil registrasi dari metode target to target sebagai metode yang umum digunakan dengan metode traverse sebagai metode registrasi yang jarang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Vergianto (2015) adalah pengukuran dan registrasi data TLS dengan menggunakan metode traverse serta juga dilanjutkan dengan pembuatan model 3 dimensi dari hasil point clouds yang sudah terregistrasi. Alat, software pengolahan, obyek dan lokasi pada penelitian yang penulis lakukan sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Angga Vergianto. Akan tetapi, sesuai dengan tujuan penulis yaitu melakukan perbandingan ketelitian data dan efisiensi waktu pengukuran metode registrasi target to target dibandingkan dengan metode traverse yang sudah dilakukan oleh Vergianto (2015). Penelitian yang penulis lakukan ini bersifat melanjutkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dengan membandingkan hasil metode traverse dengan metode target to target. Perbandingan antara penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian
7 yang dilakukan oleh Wira Sunu Kusuma tahun 2010 dan Angga Vergianto tahun 2015 dapat lebih jelas dilihat pada Tabel I.1. Tabel I.1 Perbandingan penelitian No. Pembandingan Kusuma (2010) Vergianto (2015) Penulis 1 2 3 4 5 Alat yang digunakan Software Pengolahan Obyek yang diteliti Lokasi Penelitian Variabel Penelitian yang digunakan Optech ILRIS3D Polyworks 11 dan Polyworks 9 TLS Leica ScanStation C10 Cyclone TLS Leica ScanStation C10 Cyclone Tugu Teknik Menara Sutet Menara Sutet Sleman, D.I.Yogyakarta Perbandingan ketelitian data dari metode registrasi target to target, clouds to clouds, dan combination dibandingkan dengan data dari pita ukur Depok, Jawa Barat Pengukuran dan registrasi data TLS dengan obyek Menara Sutet menggunakan metode traverse serta dilanjutkan dengan pembuatan model solid 3D dari Menara Sutet Depok, Jawa Barat Perbandingan ketelitian data dan efisiensi waktu pengukuran metode registrasi target to target dibandingkan dengan metode traverse yang sudah dilakukan oleh Angga Vergianto tahun 2015. I.8. Landasan Teori I.8.1. Laser Laser (Light Amplification by Simulated Emission of Radiation) adalah suatu media yang menghasilkan dan memperkuat cahaya. Laser merupakan cahaya murni yang sangat kuat dengan intensitas tinggi. Laser memancarkan radiasi elektromagnetik yang umumnya berbentuk cahaya yang tidak dapat dilihat dengan penglihatan normal melalui proses pancaran stimulasi (Wibowo, 2013). Laser juga dapat melakukan pengukuran secara presisi untuk berbagai macam kebutuhan, meskipun kualitas pengukurannya masih perlu digabungkan dengan teknik
8 lain. Beberapa macam alat ukur menggunakan laser untuk melakukan pengukuran, seperti Total Station dan Terrestrial Laser Scanner. Laser yang digunakan pada alat terrestrial laser scanner beroperasi pada kisaran panjang gelombang antara 500 sampai 1500 nm (Rehsetyuk, 2009). I.8.2. Terrestrial Laser Scanner (TLS) Terrestrial Laser Scanner (TLS) adalah suatu peralatan atau teknologi pemetaan yang memanfaatkan aplikasi sinar laser untuk mengukur koordinat 3 dimensi suatu kenampakan obyek secara otomatis dan real time dengan memanfaatkan sensor aktif (Mills and Barber, 2003). Hasil dari penyiaman ini akan memperoleh suatu data yang dinamakan point clouds. Point clouds adalah kumpulan titik - titik 3 dimensi yang memiliki koordinat (X, Y dan Z) dalam suatu sistem koordinat yang sama (Sitek et al, 2006). Kelebihan alat TLS dibandingkan dengan alat ukur konvensional lainnya yaitu pengambilan data lebih cepat dan kualitas hasil pengukuran yang jauh lebih akurasi. Pada proses pengambilan data dan pengukuran juga dapat dilakukan dari jarak yang cukup jauh sehingga efisiensi dan keselamatan pekerja dapat terjamin. Densitas titik yang didapat sangat tinggi sehingga menjamin survey topografi yang lengkap dan cepat. Ada cukup banyak merk alat TLS yang beredar, salah satunya yang digunakan dalam penelitian ini adalah TLS Leica ScanStation C10. Sesuai dengan tipe alat TLS yang ditulis oleh Quintero dkk (2009) maka TLS Leica ScanStation C10 bila dilihat spesifikasinya yang mampu merekam obyek hingga mencapai jarak 300 m termasuk dalam jenis static terrestrial laser scanner tipe long range (150-1000 m). Selain itu TLS Leica ScanStation C10 juga memiliki kecepatan scanner yang cukup tinggi dalam melakukan penyiaman yakni mencapai 50000 titik/detik. Spesifikasi lebih lengkap dari alat TLS Leica ScanStation C10 dapat dilihat pada Lampiran F.
9 Tampilan alat TLS Leica ScanStation C10 beserta bagian - bagiannya dapat dilihat pada Gambar I.1 TLS Leica ScanStation C10 beserta bagian - bagiannya. Gambar I.1 TLS Leica ScanStation C10 beserta bagian - bagiannya (sumber : www.gmv.cast.uark.edu) Prinsip dasar perekaman data pada TLS adalah sinar gelombang laser dipancarkan dari alat TLS ke arah dua bagian yaitu ke sistem penerima untu memulai pengukuran waktu dan yang lainnya memancar ke arah permukaan target atau obyek yang kemudian dipantulkan kembali ke sistem penerima (Reshetyuk, 2009). Perbedaan lama waktu dari saat sinar laser dipancarkan ke obyek dan dipantulkan kembali oleh obyek hingga sampai lagi ke alat TLS yang digunakan dalam menentukan jarak ukuran dari alat TLS ke obyek. Gambar I.2 Ilustrasi prinsip pengukuran jarak pada TLS (diadaptasi dari Quintero dkk, 2008)
10 Dari Gambar I.2 dapat dijelaskan persamaan untuk menentukan jarak ukuran dari alat TLS ke obyek sebagai berikut: Distance (R) = (C x T)/2. (I.1) Dimana: R : jarak TLS dari obyek (m) C : kecepatan rambat sinar laser (3 x 10 8 m/s) T : waktu tempuh sinar laser pergi dan kembali (m) Data yang direkam berupa data sudut horizontal (α), sudut vertikal (β), dan jarak antara pusat koordinat TLS dengan obyek yang direkam (R) seperti dapat dilihat pada Gambar I.3 prinsip perekaman data scanner. Dimana hasil pengukuran maka koordinat 3D obyek yang direkam dapat ditentukan dengan persamaan berikut: X= R.cos β.sin α... (I.2) Y= R.cos β. cos α...... (I.3) Z= R.sin β...... (I.4) Dimana: R : jarak dari scanner ke titik obyek α : sudut horizontal titik obyek β : sudut vertikal obyek X,Y,Z : koordinat titik point clouds Gambar I.3 Prinsip perekaman data dengan scanner (Soeta at, 2005)
11 I.8.3. Registrasi Dalam proses pengukuran dengan alat TLS pada umumnya suatu obyek 3 dimensi tidak akan bisa dipindai seluruhnya hanya dari satu posisi berdiri alat. Sehingga diperlukan tahapan untuk menggabungkan data hasil akuisisi lapangan dengan alat TLS yang dikenal dengan proses registrasi. Registrasi adalah suatu proses transformasi dari point clouds yang dihasilkan dari beberapa scan world menjadi berada pada sistem koordinat yang sama (Wibowo, 2015). Seperti pada kegiatan foto udara atau model stereo untuk mendapatkan hasil obyek 3 dimensi diperlukan overlap pada alat terrestrial laser scanner juga diperlukan adanya overlap dari dua lokasi pengambilan data yang bersebelahan. Ilustrasi proses registrasi lebih jelas dapat dilihat pada Gambar I.4 Ilustrasi teknik registrasi dari dua scan world yang bersebelahan (Reshetyuk, 2009). Gambar I.4 Ilustrasi teknik registrasi dari dua scan world yang bersebelahan (Reshetyuk, 2009) Seperti dilihat pada Gambar I.4 Ilustrasi teknik registrasi dari dua scan world yang bersebelahan (Reshetyuk, 2009), registrasi antar dua scan world ini juga dilakukan berdasarkan transformasi koordinat sebangun 3 dimensi. Parameter - parameter yang harus dipecahkan untuk proses transformasi ini adalah 3 buah translasi ( X, Y, Z) dan 3 buah rotasi (ω, φ, κ) (Reshetyuk, 2009).
12 Menurut Reddington (2005), registrasi dapat dibedakan menjadi tiga metode sebagai berikut : 1. Metode Target to Target Pada metode registrasi ini menggunakan titik ikat berupa target yang dipasang di sekitar obyek yang akan direkam (Isnuardani, 2012). Penyebaran target harus dilakukan secara merata pada area sekitar obyek yang akan direkam. Setelah target disebar merata, maka kemudian dilakukan identifikasi target pada masingmasing target tersebut. Penyebaran target yang merata akan menghasilkan kualitas registrasi yang baik, karena pada dasarnya metode target to target membutuhkan minimal tiga target terdistribusi pada tiga titik yang tidak terletak pada satu garis untuk mendeterminasi enam parameter transformasi. Enam parameter transformasi tersebut adalah 3 rotasi (ω, φ, κ) dan 3 translasi (Tx, Ty, dan Tz) (Vergianto, 2015). Ilustrasi dari metode registrasi target to target dapat dilihat pada Gambar I.5 di bawah ini. Gambar I.5. Ilustrasi registrasi target to target dari dua scan world yang akan digabung (Reshetyuk, 2009)
13 2. Metode Cloud to Cloud Metode registrasi ini pada prinsipnya menggabungkan beberapa scan world dengan menentukan point clouds yang identik (point clouds yang sejenis dan terekam di scan world yang akan digabung). Metode ini dapat menghasilkan registrasi yang baik jika saat penyiaman antara dua scan world yang akan diregistrasi harus mempunyai overlap area umumnya 30% - 40% (Quintero dkk, 2008). Biasanya, untuk memudahkan dalam penentuan point clouds yang identik, dipilih point clouds yang berupa pojok bangunan obyek. Dengan menggunakan metode cloud to cloud pekerjaan di lapangan dapat lebih efisien karena tidak memerlukan identifikasi target. Namun juga memiliki kelemahan yaitu proses pengolahan data yang bisa memakan waktu lebih lama. Ilustrasi metode registrasi cloud to cloud dapat dilihat pada Gambar I.6. Ilustrasi penyiaman dari dua scan world untuk registrasi cloud to cloud (Rehsetyuk, 2009) Gambar I.6. Ilustrasi penyiaman dari dua scan world untuk registrasi cloud to cloud (Rehsetyuk, 2009) 3. Metode Kombinasi Metode registrasi ini pada prinsipnya merupakan penerapan metode target to target dan metode cloud to cloud secara bersamaan dalam suatu pekerjaan, oleh
14 karena itu digunakan dua macam data konstrain yaitu target konstrain dan cloud konstrain secara bertahap. Pada metode ini perlu ditentukan antara scan world apa saja yang perlu dilakukan metode target to target dan pada scan world yang mana perlu dilakukan registrasi dengan metode cloud to cloud. Ketiga metode registrasi di atas juga tergolong dalam metode registrasi indirect georeferencing (georeferensi tidak langsung). Sedangkan masih ada satu metode registrasi lagi yang tidak tercantum di atas yaitu metode registrasi traverse. Metode registrasi traverse ini adalah metode yang dijadikan pembandingan dengan metode target to target yang menjadi fokus pada penelitian ini. Berbeda dengan ketiga metode registrasi di atas, registrasi traverse tergolong dalam metode registrasi direct georeferecing (georeferensi langsung). I.8.3.1. Metode Traverse. Metode registrasi traverse adalah metode yang bisa disebut juga dengan metode poligon tertutup, yakni nilai koordinat awal sama dengan nilai koordinat akhir (Vergianto, 2015). Gambar I.7. Ilustrasi registrasi metode traverse (diadaptasi dari Vergianto, 2015) Metode poligon tersebut membutuhkan dua acuan dalam dalam satu kali berdiri alat, yaitu titik acuan tempat berdiri alat dan titik acuan di belakang (backsight), atau juga bisa dengan titik acuan di depan (foresight). Oleh karena itu, dalam pekerjaannya di lapangan diperlukan proses levelling dan centering pada titik berdiri alat dan target. Keuntungan dengan menggunakan metode traverse ini adalah untuk bentuk permukaan
15 yang rumit dan pengukuran jarak antar scan world cukup panjang, karena metode ini memudahkan dalam melakukan registrasi (Pancarka, 2016). Metode ini dimungkinkan dilaksanakan jika koordinat dari tiap titik lokasi berdiri TLS sudah diketahui, baik melalui pengukuran dengan Total Station ataupun Global Positioning System (GPS) sebelumnya (Quintero dkk, 2008). Prinsip dasar proses registrasi mengacu pada transformasi koordinat dimana parameter transformasinya diperoleh dari hubungan antar scan world dengan menggunakan data konstrain. Transformasi koordinat yang dipilih berupa transformasi koordinat sebangun (conform) 3 dimensi. Transformasi tersebut diperlukan untuk menggabungkan sistem koordinat beberapa scan world ke dalam sistem koordinat yang sama namun masih mempertahankan bentuk obyek tersebut. I.8.4. Uji ketelitian hasil registrasi Setiap pengukuran pasti tidak lepas dari kesalahan. Begitu juga dalam proses pengolahan data ukuran, yaitu proses registrasi yang juga tidak lepas dari kesalahan. Besarnya nilai kesalahan tersebut ditunjukkan dengan nilai RMSE (root mean square error). RMSE adalah suatu nilai perbedaan antara nilai sebenarnya dengan nilai hasil ukuran. Semakin besar nilai RMSE, maka semakin besar pula kesalahan hasil ukuran terhadap kondisi yang sebenarnya. RMSE didapatkan dari proses pembagian antara nilai akar kuadrat total selisih ukuran kuadrat dengan jumlah ukuran yang digunakan (ESRI, 2006). Definisi matematis dari RMSE mirip dengan simpangan baku, yaitu akar kuadrat dari rata - rata jumlah kuadrat residual. Kesalahan baku didefinisikan sebagai akar dari jumlah kuadrat residual. Rumus menghitung RMSE disajikan pada persamaan I.5. (I.5) Keterangan: RMSE : Root Mean Square Error R : Nilai yang dianggap benar
16 R1 n : nilai hasil ukuran : banyak ukuran yang digunakan Persamaan I.5 dapat dijabarkan menjadi persamaan I.6 sebagai berikut: (I.6) Keterangan: RMSE : Root Mean Square Error X : Nilai koordinat X yang dianggap benar X1 Y Y1 Z Z1 n : nilai koordinat X hasil ukuran : Nilai koordinat Y yang dianggap benar : nilai koordinat Y hasil ukuran : Nilai koordinat Z yang dianggap benar : nilai koordinat Z hasil ukuran : Jumlah point cloud yang digunakan untuk proses registrasi. Rumus tersebut digunakan untuk data populasi, sedangkan untuk data sample rumusnya tidak hanya dibagi dengan n saja, tetapi dibagi dengan n 1, dalam hal ini n 1 adalah derajat kebebasan (Widjajanti, 2011). Pada penelitian ini nilai dari toleransi kesalahan berdasar pada single point positional accuracy yang merepresentasikan nilai ketelitian posisi untuk setiap point clouds. Nilai ketelitian posisi ini didasarkan pada besarnya kesalahan pada sumbu X (dx), kesalahan pada sumbu Y (dy), dan kesalahan pada sumbu Z (dz). Besarnya nilai kesalahan pada sumbu Y identik dengan kesalahan pengukuran jarak yaitu sebesar + 4 mm, sedangkan nilai kesalahan pada sumbu X dan sumbu Z identik dengan kesalahan pengukuran sudut sebesar 60 mikroradian. Besarnya nilai dx dan dz pada jarak 50 m dapat ditentukan sebagai berikut (Reddington, 2005). Diasumsikan bahwa: 5 mikroradian = 1 arc second 60 mikroradian = 12 arc second dx = dz = sin (12 second) 50 m = 3 mm
17 Nilai single point positional accuracy dapat ditentukan sebagai berikut: τ =.(I.7) = = = 5,85 mm Besarnya nilai toleransi kesalahan ditetapkan berdasarkan tingkat kepercayaan 95%, sebagai berikut (Soeta at, 2005). Nilai toleransi kesalahan = 1,96τ... (I.8) = 1,96 (5.85 mm) = 11,46 mm Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa data hasil proses registrasi dapat dinyatakan memenuhi toleransi kesalahan apabila nilai RMSE yang diperoleh adalah < 11,46 mm (kurang dari 11,46 mm). Dalam penelitian ini dilakukan juga pengujian sample untuk mengetahui lebih jelas kualitas registrasi dari masing masing metode. Pengujian sample tersebut dihitung juga menggunakan rumus simpangan baku. Tetapi berbeda dengan simpangan baku populasi yang dilambangkan dengan (σ) atau dalam penelitian ini dilambangkan dengan RMSE sesuai dengan persamaan I.5, pada simpangan baku sample dilambangkan dengan (S) dan rumusnya tidak hanya dibagi dengan n saja, tetapi dibagi dengan n 1, dalam hal ini n 1 adalah derajat kebebasan (Widjajanti, 2011). Rumus menghitung kesalahan baku pada data sample disajikan pada persamaan I.9. S ( xi x) n 1 2... (I.9) Dengan : S = kesalahan baku x = nilai yang dianggap benar xi = nilai hasil ukuran n = jumlah pengukuran
18 I.8.4.1. Uji statistik. Uji statistik merupakan salah satu dari proses uji kualitas registrasi yang digunakan dalam penelitian ini. Proses uji kualitas ini dengan menggunakan perbandingan jarak. Jarak antar obyek pada masing-masing hasil registrasi dibandingkan dengan jarak sebenarnya dari proses pengambilan sample di lapangan. Berdasarkan hasil pengambilan sample jarak dari dua buah hasil registrasi tersebut maka dapat dilakukan analisis uji statistik. Analisis uji statistik bertujuan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran jarak tersebut masuk dalam rentang kepercayaan. Rentang kepercayaan yang diberikan pada hasil registrasi tersebut adalah sebesar 95%. Uji statistik menggunakan uji distribusi t student. Berdasarkan literatur yang digunakan maka berikut ini adalah rumus rentang batas menggunakan t-distribution pada persamaan I.10 (Widjajanti, 2011). (I.10) Keterangan : S = Simpangan baku = Nilai ukuran yang dianggap benar tdf = Derajat kebebasan α = Level signifikan yang digunakan θ = Nilai hasil ukuran n = Jumlah pengamatan
19 I.9. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Hipotesis awal (Ho) yang dikemukakan pada penelitian ini adalah metode traverse akan memiliki kualitas data registrasi yang lebih baik atau memiliki nilai simpangan baku yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil pengukuran metode target to target. Hipotesis alternatf (Ha) yang dikemukakan adalah metode target to target memiliki kualitas data registrasi lebih baik dibandingkan dengan metode traverse. Pada penelitian ini digunakan data hasil pengukuran dan registrasi dari metode traverse yang sudah dilakukan Vergianto (2015), kemudian dibandingkan dengan metode target to target yang dilakukan penulis. Hipotesisi ini dimunculkan karena pada pengukuran metode traverse yang dilakukan pada penelitian sebelumnya menggunakan data masukan berupa nilai koordinat UTM hasil pengukuran GPS yang digunakan sebagai koordinat titik referensi pengukuran. 2. Hipotesis awal (Ho) yang dikemukakan adalah metode target to target yang penulis lakukan akan memiliki waktu pengukuran yang lebih efisien dibandingkan dengan waktu pengukuran metode traverse yang sudah dilakukan Vergianto (2015). Hipotesi alternative (Ha) yang dikemukakan adalah metode traverse memiliki efisiensi waktu akuisisi data lapangan lebih cepat dibandingkan dengan metode target to target. Hipotesis ini muncul dikarenakan penelitian yang dilakukan Vergianto (2015) untuk metode traverse dibutuhkan pengukuran GPS di awal sehingga waktu yang dibutuhkan dalam akuisisi data cukup lama.