BAB I PENDAHULUAN I.1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemodelan tiga dimensi suatu obyek di atas permukaan bumi pada saat ini dapat dilakukan dengan cara teristris maupun non-teristris, menggunakan sensor aktif berupa laser scanner atau menggunakan sensor pasif. Ditinjau dari jenisnya, ada dua jenis fotogrametri yaitu foto teristris dan foto udara. Foto teristris atau yang dikenal dengan close range photogrammetry adalah teknik akuisisi data dengan menggunakan kamera yang terletak di darat dengan jarak kurang dari 300 m (Wolf, 1993). Aplikasi foto teristris atau foto jarak dekat, antara lain untuk kontrol kualitas barang-barang industri, seperti industri pesawat terbang atau mobil, keperluan studi deformasi, selain itu juga untuk pemotretan benda-benda arsitektur dan arkheologi. Bangunan kuno merupakan salah satu benda yang memiliki nilai historis tinggi dan bersifat unik serta perlu mendapat perhatian khusus untuk dilindungi. Taman Sari merupakan salah satu bangunan cagar budaya kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dibangun pada tahun Bentuk arsitektur yang unik karena dipengaruhi oleh berbagai elemen, yatu dari Hindu dan Budha, Jawa dan Islam, Cina, Portugis dan gaya Eropa (Tjahjani, 2005), serta nilai historisnya yang tinggi oleh karena itu Taman Sari Yogyakarta cocok dijadikan sebagai obyek penelitian pembuatan model tiga dimensi yang bertujuan sebagai bentuk pendokumentasian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2015) ditemukan bahwa pembuatan model tiga dimensi bangunan besar dan rumit akan menghasilkan data spasial berkualitas baik bila diproses dengan metode interaktif. Berdasarkan hasil perbandingan dengan obyek asli di lapangan, pembuatan model dengan metode interaktif memiliki kesalahan total sebesar 1,3 mm, sedangkan untuk metode otomatis memiliki kesalahan sebesar 10,7 cm. Metode interaktif diketahui memiliki ketelitian yang tinggi karena memungkinkan operator untuk melakukan kontrol pekerjaan selama pembuatan model, namun metode interaktif memerlukan waktu pemrosesan data yang cukup 1

2 lama. Metode otomatis diketahui memiliki kelebihan dalam segi waktu, karena pemrosesan data dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Akan tetapi, ketelitian model yang dihasilkan masih kurang dapat diyakini kualitasnya karena tidak adanya kontrol pekerjaan oleh operator dalam proses pembuatan model. Apabila dalam pembuatan model tiga dimensi membutuhkan hasil ketelitian yang tinggi namun dalam waktu yang cepat, maka diperlukan sebuah metode baru untuk penyelesaian masalah tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian pembuatan model tiga dimensi dengan metode kombinasi untuk mengetahui hasil ketelitian dimensi serta kelengkapan detil yang diperoleh. I.2. Identifikasi Masalah Penggunaan teknik foto jarak dekat dalam pekerjaan akuisisi data tiga dimensi suatu obyek di permukaan bumi dapat diandalkan, namun ada beberapa kendala yang ditemui yaitu menurut penelitian yang dilakukan oleh Janitra (2014) untuk menghasilkan ketelitian yang tinggi, satu sisi obyek harus terekam dalam satu foto sedangkan hal tersebut sulit diterapkan pada bangunan besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2015) pembuatan model tiga dimensi hasil pemrosesan menggunakan metode interaktif memiliki kualitas data spasial tiga dimensi yang lebih baik dibandingkan dengan model hasil pemrosesan otomatis. Walaupun begitu, metode otomatis dapat menghasilkan model tiga dimensi dengan kenampakan fasad yang cepat. Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, maka pada penelitian ini akan dikaji mengenai kombinasi metode interaktif dan metode otomatis untuk pembuatan model yang lengkap. I.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang disajikan, berikut adalah pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini. 1.Berapa ketelitian ukuran dimensi model tiga dimensi dengan menggabungkan metode interaktif dan metode otomatis? 2.Apakah dengan penggabungan kelebihan dua metode tersebut bisa menghasilkan kelengkapan detil seperti obyek asli di lapangan? 2

3 I.4. Cakupan Penelitian Penelitian ini mengkaji ketelitian dimensi serta kelengkapan detil dari hasil pemodelan tiga dimensi menggunakan kombinasi metode interaktif dan metode otomatis. Model tiga dimensi dihasilkan dari pemotretan jarak dekat dengan menggunakan kamera non-metrik yang kemudian diuji ketelitian dimensinya dengan pengukuran jarak langsung. Obyek penelitian adalah Taman Sari di Yogyakarta. Data utama penelitian adalah hasil foto obyek yang diperoleh dari hasil pemotretan obyek secara langsung. Hasil pemotretan kemudian digunakan sebagai data untuk pembuatan model tiga dimensi. Batasan-batasan yang didefinisikan pada penelitian yaitu: 1. Pemotretan dilakukan menggunakan kamera small format, yaitu kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex). 2. Jarak antar stasiun pemotretan tidak sama, sesuai dengan kondisi sekitar obyek di lapangan. 3. Area yang dimodelkan hanya bagian selatan bangunan. Kamera dilakukan kalibrasi untuk memperoleh parameter kalibrasi, yang merupakan hasil pengolahan foto hasil pemotretan target kalibrasi pada perangkat lunak PhotoModeler Scanner. Pemodelan tiga dimensi dilakukan dengan metode otomatis menggunakan perangkat lunak AgiSoft Photoscan Professional, sedangkan pemodelan tiga dimensi metode interaktif menggunakan perangkat lunak PhotoModeler Scanner. Kedua model tiga dimensi yang telah dihasilkan kemudian digabungkan dengan perangkat lunak Autodesk AutoCAD Hasil ketelitian dimensi diperoleh dengan cara melakukan perbandingan nilai hasil pengukuran objek di lapangan dengan nilai dimensi pada model tiga dimensi. Uji kelengkapan detil dilakukan dengan membandingkan kelengkapan detil pada model tiga dimensi yang diperoleh dari metode kombinasi dengan model tiga dimensi yang diperoleh dari metode otomatis. I.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan dan dengan mempertimbangkan cakupan penelitian maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Terbentuknya model tiga dimensi dengan metode kombinasi. 3

4 2. Mengetahui ketelitian dimensi hasil model tiga dimensi dengan metode kombinasi. 3. Menganalisis kelengkapan detil yang dihasilkan dari hasil model tiga dimensi dengan metode kombinasi. I.6. Manfaat Penelitian Penerapan fotogrametri jarak dekat untuk memodelkan bangunan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam ilmu fotogrametri jarak dekat. Hasil pemodelan tiga dimensi diharapkan dapat digunakan sebagai dokumentasi dan pemeliharaan untuk rekonstruksi dan restorasi. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa pertimbangan kepada instansi maupun individu yang ingin menggunakan metode pemrosesan tersebut. I.7. Tinjauan Pustaka Penelitian ini menerapkan metode fotogrametri jarak dekat pada obyek bangunan besar dengan detil rumit, yaitu Taman Sari Yogyakarta. Penelitian yang ada menerapkan metode fotogrametri jarak dekat untuk berbagai macam obyek dan kegunaan. Penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian fotogrametri dan kombinasi fotogrametri jarak dekat dengan metode lain juga pernah dilakukan. Maharani (2015) menyatakan bahwa metode interaktif memiliki ketelitian spasial yang baik, dengan total nilai kesalahan 1,3 milimeter. Penelitian yang telah dilaksanakan memiliki kajian objek yang sama, yaitu objek bangunan besar dengan detil yang rumit. Berlokasi di Ghra Sabha Pramana UGM, penelitian ini hanya membandingkan dua metode pembuatan model tiga dimensi, yaitu metode interaktif dan otomatis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Janitra (2014) dan Ariza (2013) ditemukan bahwa fotogrametri jarak dekat efektif digunakan untuk melakukan akuisisi data tiga dimensi suatu objek, terutama objek yang kecil. Keefektifan tersebut dinilai dari terbentuknya model tiga dimensi objek yang teliti dan memiliki dimensi mendekati objek nyata, namun untuk mendapatkan model tiga dimensi objek yang teliti, satu sisi objek harus terekam dalam satu foto. Hasil penelitian Janitra (2014), akan sulit diaplikasikan untuk objek berupa bangunan besar. Apabila dipaksakan satu sisi bangunan terekam dalam satu foto, maka foto sisi tersebut harus diambil dari jarak yang cukup jauh. Hal ini bertolak belakang 4

5 dengan penelitian yang dilakukan oleh Septifa (2013), ketelitian yang dihasilkan akan berkurang apabila jarak pemotretan yang dilakukan jauh dari objek dan untuk memperoleh ketelitian tinggi Danurwendi (2012) menyebutkan bahwa pengambilan gambar dilakukan pada sudut 60 s.d. 90 derajat. I.8. Landasan Teori I.8.1. Fotogrametri Jarak Dekat Teknologi fotogrametri adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi dari suatu proyek melalui proses pencatatan, pengukuran dan interpretasi fotogrametris. Ditinjau dari jenisnya, ada dua jenis fotogrametri yaitu foto teristris dan foto udara. Foto teristris atau yang dikenal dengan close range photogrammetry adalah teknik akuisisi data dengan menggunakan kamera yang terletak di darat dengan jarak kurang dari 300 m. Berbeda dengan foto udara, foto teristris menggunakan kamera yang mudah digunakan, sehingga dapat dilakukan pengukuran langsung untuk mendapatkan stasiun pengukuran (Wolf, 1993). Fotogrametri jarak dekat mengkombinasikan akuisisi data geometri dan tekstur suatu benda sehingga ketelitian dalam rekonstruksi suatu bangunan sangat baik. Adapun ketelitian dalam fotogrametri jarak dekat menurut Harintaka (2012) dipengaruhi oleh: 1. Base/height ratio; 2. Jumlah foto; 3. Jumlah titik kontrol; 4. Jumlah titik diukur di foto (tie point); 5. GSD pixel; 6. IOP (internal orientation parameter) dan EOP (external orientation parameter). Teknik foto jarak dekat adalah teknik foto menggunakan kamera non-metrik, yang dapat diandalkan tingkat akurasi dan visualisasinya. Kehandalan ini berdasarkan beberapa faktor, yaitu tingginya resolusi gambar yang diperoleh dari kamera SLR (Single Lens Reflex), rendahnya nilai distorsi radiometrik dan geometrik dari kamera dan desain jaringan kamera yang baik (Alsadik dkk, 2015). Dari kehandalan yang telah disebutkan, teknik fotogrametri jarak dekat tidak lepas dari kekurangan yang dimiliki, 5

6 antara lain hasil ukuran yang tidak dapat diperoleh secara langsung serta kesalahan yang terjadi pada saat pengambilan dan pemrosesan foto dapat menyulitkan pekerjaan. I.8.2. Kamera Secara umum pada teknik fotogrametri terdapat dua jenis kamera, yaitu kamera metrik dan kamera non-metrik. Foto yang dihasilkan dari kamera metrik memiliki ketelitian yang tinggi, karena kamera yang digunakan dibuat khusus untuk kebutuhan pemetaan dan memiliki resolusi citra yang baik. Kamera non-metrik adalah kamera yang umum digunakan baik oleh amatir maupun fotografer professional, dimana kualitas gambar lebih diutamakan dibandingkan dengan ketelitian geometris. Kamera non-metrik dapat dilakukan kalibrasi dan dapat digunakan dengan hasil yang memuaskan untuk aplikasi foto terestris (Wolf, 1993). Seiring berkembangnya teknologi, kamera non-metrik yang digunakan tidak lagi kamera dengan sistem analog, melainkan digital. Penggunaan kamera digital erat kaitannya dalam perkembangan era digital dan keekonomisannya untuk aplikasi fotogrametri jarak dekat. Kamera digital memiliki komponen utama yang terdiri atas lensa, sensor, dan media penyimpanan. Kamera ini memiliki karakteristik desain yang berbeda dengan kamera analog. Perbedaan utamanya ialah pada media film seluloid yang diganti oleh sensor optik elektrik seperti Charge Couple Device (CCD) atau Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS) (Maharani, 2015). Charge-Couple Device (CCD) berfungsi mengubah photon yang jatuh mengenai permukaan sensor menjadi elektron, yang selanjutnya elektron ini diakumulasikan ke dalam kapasitor dan diubah menjadi bentuk sinyal elektronik. Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS) adalah sensor yang menggunakan teknologi khusus dengan kualitas dan kepekaan cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan sensor CCD (Axis, 2010). Keuntungan dari CMOS dibandingkan CCD adalah memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap cahaya, kualitas gambar yang lebih baik dan noise yang rendah. Konsekuensi yang ditimbulkan ialah media penyimpanannya memerlukan kapasitas yang lebih besar (Suharsana, 1997). 6

7 I.8.3. Konfigurasi Kamera Dalam ilmu foto jarak dekat, dikenal ada dua jenis konfigurasi kamera, yaitu konvergen dan planar. Konfigurasi kamera konvergen adalah metode pengambilan gambar di sekeliling objek. Pada teknik foto jarak dekat kualitas proses penentuan koordinat dapat ditingkatkan dengan cara melakukan pembidikan ke objek secara konvergen. Hal ini disebabkan karena konfigurasi kamera konvergen menghasilkan perbandingan base dan height/distance yang baik. Gambar I.1 Konfigurasi kamera konvergen Berbeda dengan konfigurasi kamera planar yang mengambil foto dengan letak stasiun yang berada pada satu garis lurus atau paralel. Konfigurasi kamera planar menghasilkan foto yang memiliki kemiripan orientasi. Adanya kemiripan orientasi antar foto, membuat proses matching foto akan berhasil. Keberhasilan tersebut disebabkan oleh keberhasilan proses matching antar feature pada setiap area yang bertampalan. Gambar I.2 Konfigurasi kamera planar I.8.4. Geometri Kamera Untuk mendapatkan posisi obyek pada dunia nyata, diperlukan berkas sinar obyek dari foto lainnya, dimana kedua berkas tersebut akan berpotongan pada obyek 7

8 yang sama di dunia nyata (Leitch dan Coon, 2012). Perpotongan dari kedua berkas sinar inilah yang dinamakan dengan interseksi spasial. Jika elemen orientasi luar dari dua buah kamera dengan pusat perspektif di O1 dan O2 diketahui, maka perpotongan sinar garis dari foto satu dan foto dua akan dapat menentukan posisi koordinat suatu obyek A yang terekam dalam kedua foto tersebut (Atkinson, 1996). Gambar I.3. Ilustrasi perpotongan sinar dari dua foto (Sumber: Harintaka, 2012). I.8.5. Kalibrasi Kamera Penggunaan kamera non-metrik tidak menghasilkan ketelitian geometri yang tinggi. Salah satu kondisi yang membuat kamera non-metrik tidak sempurna adalah lensa yang digunakan pada kamera tersebut. Tidak sempurnanya lensa, membuat foto yang nantinya dihasilkan akan memiliki distorsi. Adanya distorsi pada foto, tidak akan mempengaruhi kualitas ketajaman citra yang dihasilkan (Wolf, 1993). Namun demikian distorsi foto akan menimbulkan kesalahan informasi akibat pergeseran lokasi titik yang ada pada foto dari kondisi sebenarnya di lapangan. Dengan adanya kondisi tersebut, maka perlu dilakukan proses kalibrasi kamera untuk dapat menentukan besarnya penyimpangan yang terjadi. Kalibrasi kamera dilakukan untuk menentukan unsur-unsur orientasi bagian dalam atau IOP (Interior Orientation Parameter). 8

9 I.8.6. Interior Orientation Parameter (IOP) Interior Orientation Parameter atau parameter orientasi dalam orientasi dalam merupakan suatu proses yang memerlukan nilai kalibrasi kamera, karena dalam proses ini akan terjadi koreksi pada kesalahan akibat distorsi kamera dan kesalahan lain pada kamera. Nilai kalibrasi kamera atau disebut parameter kalibrasi tersebut adalah principal distance (c), yaitu pergeseran titik pusat sesungguhnya dengan titik pusat pada foto, titik pusat fidusial foto (xo, yo), distorsi lensa (K1, K2, K3, P1 and P2), serta distorsi akibat perbedaan penyekalaan dan ketidak ortogonal antara sumbu X dan Y (b1, b2) (Fraser dan Kenneth, 2000). I.8.7. Relative Orientation Relative orientation atau orientasi relatif adalah suatu proses menentukan elemen EOP (Exterior Orientation Parameter) pada kamera. Dalam orientasi relatif, suatu foto akan dihubungkan dengan foto lain, sehingga akan tersusun posisi foto yang kondisinya sama seperti saat pemotretan. Setelah foto memiliki kondisi yang sama seperti saat pemotretan, maka foto yang saling bertampalan dapat dibuat model tiga dimensinya. Proses ini dilakukan dengan menentukan titik pada masing-masing foto, dimana setiap titik pada model merupakan perpotongan kedua arah berkas sinar dari sepasang foto. Apabila perpotongan berkas sinar dari sepasang foto tepat pada objek, maka model akan nampak tiga dimensi. Metode penyelesaian yang digunakan adalah space resection atau reseksi ruang dengan kolinearitas. Nilai sudut XL, YL, ZL, ω, φ, κ diperoleh dengan penyelesaian itu. Space Resection dengan kolinearitas memungkinkan penggunaan ulang sejumlah titik kontrol medan. Oleh karena itu dapat digunakan cara perhitungan kuadrat terkecil untuk menentukan nilai yang paling mungkin bagi keenam unsur itu. Pada perhitungan kuadrat terkecil terdapat proses iterasi, maka perhitungannya panjang dan berulang (Wolf, 1993). Konsep tersebut digambarkan dalam rumus I.1 dan I.2. x a = f m 11 (X A X L )+m 12 (Z A Z L )+m 13 (Y L Y A ) m 31 (X A X L )+m 32 (Z A Z L )+m 33 (Y L Y A ) (I.1) y a = f m 21 (X A X L )+m 22 (Z A Z L )+m 23 (Y L Y A ) m 31 (X A X L )+m 32 (Z A Z L )+m 33 (Y L Y A ) (I.2) Keterangan : xa, ya : koordinat foto. 9

10 f XA, YA, ZA m11i, m12i,.,m33 XL, YL, ZL : panjang fokus atau principal distance. : koordinat objek. : matriks rotasi. : koordinat stasiun pemotretan. I.8.8. Absolute Orientation Absolute orientation atau orientasi absolut adalah suatu proses pengikatan sistem koordinat model tiga dimensi menjadi koordinat tanah. Proses ini diselesaikan dengan metode hitung kuadrat terkecil. Terdapat tujuh parameter yang dicari yaitu: faktor skala (s), tiga sudut rotasi omega (ω), phi (φ), kappa (к), dan tiga faktor translasi TX, TY dan TZ. Hubungan antara sistem koordinat model dan sistem koordinat tanah dapat dimodelkan dalam persamaan transformasi konform. I.8.9. Root Mean Square (RMSE) RMSE (root mean square error), adalah nilai perbedaan nilai sesungguhnya dengan nilai hasil ukuran. RMS residual didapatkan dari proses pembagian antara nilai akar kuadrat total selisih ukuran kuadrat dengan jumlah ukuran yang digunakan. Nilai RMS dapat ditentukan menggunakan rumus I.3. Keterangan: RMSE X1 X n RMSE = Ʃ(X 1 X) 2...(I.3) (n 1) : Root Mean Square Error. : nilai hasil ukuran. : nilai sebenarnya. : banyak data yang digunakan. I Ground Sample Distance (GSD) GSD adalah nilai ukuran terkecil yang mampu terekam dalam satu piksel (Harintaka, 2012). Hitungan untuk memperoleh nilai GSD, dapat dilihat dari rumus I.4. Keterangan: GSD GSD = SPS X D f (I.4) : Ground Sample Distance. 10

11 SPS D f : Sensor Pixel Size. : jarak objek ke kamera. : panjang fokus kamera saat pemotretan. Foto yang dihasilkan dari pemotretan memiliki ukuran medium yang memiliki dimensi kolom baris adalah pixel. Kamera yang digunakan untuk pemotretan adalah kamera DSLR Canon 500D, yang memiliki sensor gambar CMOS dengan ukuran panjang lebar adalah 22,3 14,9 milimeter. Adanya ukuran dimensi foto dan ukuran sensor, maka nilai SPS dari foto dapat ditentukan dengan rumus I.5. milimeter. SPS = P CMOS K....(I.5) Berdasarkan rumus I.5, maka nilai SPS kamera Canon 500D sebesar I.9. Hipotesis Penerapan teknik fotogrametri jarak dekat dalam pembuatan model tiga dimensi dengan kombinasi metode interaktif dan otomatis akan meningkatkan ketelitian dimensi yang lebih baik serta memberikan kelengkapan detil sesuai objek asli dibandingkan hanya menggunakan salah satu metode saja. 11

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tersedianya data spasial, tidak lepas dari keberadaan ilmu Geodesi dan Geomatika. Ilmu Geodesi dan Geomatika memiliki kompetensi dalam penyediaan data spasial dua

Lebih terperinci

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4.

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4. DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... v PERNYATAAN... vi PERSEMBAHAN... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR ISTILAH... xvi INTISARI...

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN

I. BAB I PENDAHULUAN I. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan action camera untuk pengumpulan data geospasial menjadi sesuatu yang penting dan menjadi populer. Berbagai jenis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang American Society of Photogrammetry (Falkner dan Morgan, 2002) mendefinisikan fotogrametri sebagai seni, ilmu dan teknologi mengenai informasi terpercaya tentang objek fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 pasal 1 tentang Cagar Budaya menjelaskan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tugu Yogyakarta adalah sebuah monumen yang menjadi simbol Kota Yogyakarta. Monumen ini berada tepat di tengah perempatan Jalan Pengeran Mangkubumi, Jalan Jendral Sudirman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menyebutkan Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada era pembangunan dewasa ini, kebutuhan akan informasi mengenai posisi suatu obyek di muka bumi semakin diperlukan. Posisi suatu obyek terkait langsung dengan kualitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1 BB II DSR TEORI 2.1. Pemetaan Peta adalah penyajian grafis dari seluruh atau sebagian permukaan bumi pada suatu bidang datar dengan skala dan sistem proyeksi peta tertentu. Peta menyajikan unsurunsur di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di zaman modern ini, ilmu dan teknologi Geodesi dan Geomatika terus berkembang guna menyediakan dan mendukung tersedianya data spasial. Bukan hanya data spasial topografi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu)

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu) LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu) KALIBRASI KAMERA DENGAN SOFTWARE PHOTOMODELER SCANNER TANGGAL PRAKTIKUM : 2 Desember 2014 Disusun Oleh NAMA NIM KELAS : Nur Izzahudin : 13/347558/TK/40748 :

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAMERA NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN PEMODELAN BANGUNAN

PENGEMBANGAN KAMERA NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN PEMODELAN BANGUNAN Presentasi Tugas Akhir PENGEMBANGAN KAMERA NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN PEMODELAN BANGUNAN Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember 213 Oleh: Muhammad Iftahul

Lebih terperinci

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (20XX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1 Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan komoditas bahan tambang melimpah. Batubara merupakan salah satu komoditas bahan tambang tersebut. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK Oleh : Sarkawi Jaya Harahap 3511 1000 04 Dosen Pembimbing : Hepi Hapsari Handayani, S.T, Ms.C Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI LITERATUR

BAB 2 STUDI LITERATUR BAB 2 STUDI LITERATUR Dalam bab ini akan dibahas studi referensi dan dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini. Terutama dibahas tentang pemodelan 3D menggunakan metode fotogrametri rentang dekat

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90 BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil dari setiap proses yang telah dilakukan dan dibahas pada bab sebelumnya baik dari kalibrasi kamera sampai pada pengolahan data yang telah

Lebih terperinci

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY Husnul Hidayat*, Agung Budi Cahyono, Mohammad Avicenna Departemen Teknik Geomatika FTSLK-ITS, Kampus ITS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi pengolahan data fotogrametri semakin pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil pengolahan data fotogrametri khususnya data foto udara

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi BB 2 DSR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi Pemetaan objek tiga dimensi diperlukan untuk perencanaan, konstruksi, rekonstruksi, ataupun manajemen asset. Suatu objek tiga dimensi merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI Pada bab ini akan dijelaskan tentang perbandingan tingkat kualitas data, terutama perbandingan dari segi geometri, selain itu juga akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT. Bukit Asam (Persero) adalah salah satu BUMN di Indonesia yang bergerak dalam bidang penyedia energi yang berada di desa Tanjung Enim, kecamatan Lawang kidul, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011) BAB 2 STUDI REFERENSI Penelitian ini menggunakan metode videogrametri. Konsep yang digunakan dalam metode videogrametri pada dasarnya sama dengan konsep dalam metode fotogrametri. Konsep utamanya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Efisiensi biaya pada pemetaan menggunakan metode foto udara sangat dipengaruhi oleh jenis kamera yang digunakan. Untuk luas area yang relatif lebih kecil (±100ha) pemotretan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Objek tiga dimensi (3D) merupakan suatu objek yang direpresentasikan dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi. Data objek tiga dimensi secara spasial umumnya diperoleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di dalam dunia pertambangan tidak terlepas dari hal mengenai kelerengan. Hal ini dapat dilihat dari struktur dan bentuk dari final wall yang terbentuk akibat proses penambangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r) BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Kalibrasi Kamera Analisis kalibrasi kamera didasarkan dari hasil percobaan di laboratorium dan hasil percobaan di lapangan. 4.1.1. Laboratorium Dalam penelitian ini telah

Lebih terperinci

Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK)

Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK) A160 Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK) Mohammad Avicenna, Agung Budi Cahyono, dan Husnul Hidayat Departemen Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

Pemodelan Bangunan Dengan Memanfaatkan Kamera Non-Metrik

Pemodelan Bangunan Dengan Memanfaatkan Kamera Non-Metrik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2301-9271 1 Pemodelan Bangunan Dengan Memanfaatkan Kamera Non-Metrik Muhammad Iftahul Jannah dan Hepi Hapsari Handayani Jurasan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000 BAB 3 TAHAPAN STUDI Dalam bab ini akan dibahas rangkaian prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini yang dimulai dari peralatan yang digunakan, proses kalibrasi kamera, uji coba, dan pengambilan data

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN 3.1. Perencanaan Pekerjaan Perencanaan pekerjaan pemetaan diperlukan agar pekerjaan pemetaan yang akan dilakukan akan berhasil. Tahap pertama dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sekarang ini videografi semakin banyak digunakan, diantaranya sebagai media monitoring keadaan sekitar, pembuatan film dan peningkatan keamanan. Pada dasarnya teknik

Lebih terperinci

Fotografi 1 Dkv215. Bayu Widiantoro Progdi Desain Komunikasi Visual Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik SOEGIJAPRANATA

Fotografi 1 Dkv215. Bayu Widiantoro Progdi Desain Komunikasi Visual Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik SOEGIJAPRANATA Fotografi 1 Dkv215 Bayu Widiantoro Progdi Desain Komunikasi Visual Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik SOEGIJAPRANATA kamera Analog Film kamera Digital Sensor Sangat berpengaruh pada kamera

Lebih terperinci

Visualisasi 3D Objek Menggunakan Teknik Fotogrametri Jarak Dekat

Visualisasi 3D Objek Menggunakan Teknik Fotogrametri Jarak Dekat D7 Visualisasi 3D Objek Menggunakan Teknik Fotogrametri Jarak Dekat Sarkawi Jaya Harahap dan Hepi Hapsari Handayani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS. 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS. 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium BAB 4 HASIL DAN ANALISIS 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium Dalam percobaan metode videogrametri di laboratorium ini dilakukan empat macam percobaan yang berbeda, yaitu penentuan posisi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Posisi Titik Perbandingan Posisi Titik dari Elektronik Total Station

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Posisi Titik Perbandingan Posisi Titik dari Elektronik Total Station BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Posisi Titik Kualitas koordinat dari suatu titik dalam suatu sistem koordinat dapat dilihat setelah melakukan trasformasi koordinat ke suatu sistem koordinat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fotogrametri rentang dekat (FRD) atau Close Range Photogrammetry (CRP) adalah metode untuk mengambil data ukuran dari citra foto. Dengan metode ini kita dapat membuat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI BAB 3 PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI Bab ini menjelaskan tahapan-tahapan dari mulai perencanaan, pengambilan data, pengolahan data, pembuatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kamera

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kamera BAB II DASAR TEORI.1 Kamera Dalam ilmu fotogrametri, dilihat dari teknik pengambilan datanya, foto dibedakan menjadi dua kategori yaitu foto udara dan foto terestrial. Pada foto terestrial proses perekaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Candi Borobudur merupakan candi terbesar di Indonesia. Candi yang berada di wilayah administratif Kabupaten Magelang dan terletak di atas bukit. Candi Borobudur dikeliling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi saat ini berpengaruh besar pada bidang survei dan pemetaan. Metode pengumpulan data spasial saat ini tidak hanya dilakukan secara langsung di lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Teknologi foto udara saat ini sudah berkembang sangat pesat, yaitu dari analog menjadi digital. Hal itu merupakan upaya untuk mendapatkan gambaran permukaan bumi secara

Lebih terperinci

ANALISA DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU DENGAN TEKNIK FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT

ANALISA DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU DENGAN TEKNIK FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT TUGAS AKHIR RG091536 ANALISA DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU DENGAN TEKNIK FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT LIA EKA ELVIANI NRP 3510 100 032 Dosen Pembimbing Dr-Ing. Ir. Teguh Hariyanto, M.Sc PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH BAB 3 PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas prosedur yang dilakukan pada percobaan ini. Fokus utama pembahasan pada bab ini adalah teknik kalibrasi kamera, penentuan offset GPS-kamera, akuisisi data di lapangan,

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV -104)

SURVEYING (CIV -104) SURVEYING (CIV -104) PERTEMUAN 15 : PERENCANAAN FOTO UDARA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Format foto udara BEDA FOTO UDARA DAN PETA STEREOSKOPIS

Lebih terperinci

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan : Tujuan : KOREKSI GEOMETRIK 1. rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar kordinat citra sesuai dengan kordinat geografi 2. registrasi (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Foto Udara Format Kecil (FUFK) banyak dipakai oleh instansi pemerintah dalam menyediakan informasi geospasial untuk mendukung program pemerintah dalam menyediakan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL Nama : Rukiyya Sri Rayati Harahap NIM : 12/334353/GE/07463 Asisten : 1. Erin Cakratiwi 2. Lintang Dwi Candra Tanggal : 26 November 2013 Total:

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan

1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan manusia juga memberikan lingkungan

Lebih terperinci

Defry Mulia

Defry Mulia STUDI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY DALAM PENENTUAN VOLUME SUATU OBJEK Defry Mulia 35 09100011 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.1.1 Mengetahui perhitungan paralaks dengan menggunakan pengukkuran lembar per lembar dan orientasi stereoskopik 1.1.2 Menghitung base photo, tinggi terbang, serta skala foto

Lebih terperinci

STEREOSKOPIS PARALAKS

STEREOSKOPIS PARALAKS RENCANA TERBANG STEREOSKOPIS PARALAKS Paralaks adalah suatu istilah yang diberikan kepada adanya suatu pergerakan benda terhadap benda lainnya. Sebuah titik di A pada tanah, terpotret oleh sebuah pesawat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan Citra SPOT 4 dan IKONOS yang digunakan merupakan dua citra yang memiliki resolusi spasial yang berbeda dimana SPOT 4 memiliki resolusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta situasi skala besar biasanya diperlukan untuk perencanaan, konstruksi ataupun manajemen aset, dimana pekerjaan-pekerjaan tersebut memerlukan peta yang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi berupa ruang yang sangat luas tetapi terbatas. Keterbatasan ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang berdampak pada

Lebih terperinci

PEMBUATAN MODEL ORTOFOTO HASIL PERKAMAN DENGAN WAHANA UAV MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FOTOGRAMETRI

PEMBUATAN MODEL ORTOFOTO HASIL PERKAMAN DENGAN WAHANA UAV MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FOTOGRAMETRI PEMBUATAN MODEL ORTOFOTO HASIL PERKAMAN DENGAN WAHANA UAV MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FOTOGRAMETRI Virgus Ari Sondang 1) 1) Program Studi Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Jl.

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri BAB II DASAR TEORI 2. Fotogrametri Salah satu teknik pengumpulan data objek 3D dapat dilakukan dengan menggunakan teknik fotogrametri. Teknik ini menggunakan foto udara sebagai sumber data utamanya. Foto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Perkembangan teknologi dalam survey pemetaan pada masa kini berkembang sangat cepat. Dimulai dengan alat - alat yang bersifat manual dan konvensional, sekarang banyak

Lebih terperinci

Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo)

Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-403 Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo) Ahmad Solihuddin Al Ayyubi, Agung

Lebih terperinci

Pencocokan Citra Digital

Pencocokan Citra Digital BAB II DASAR TEORI II.1 Pencocokan Citra Digital Teknologi fotogrametri terus mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog hingga sistem fotogrametri dijital yang lebih praktis, murah dan otomatis.

Lebih terperinci

1.1 Latar belakang Di awal abad 21, perkembangan teknologi komputer grafis meningkat secara drastis sehingga mempermudah para akademisi dan industri

1.1 Latar belakang Di awal abad 21, perkembangan teknologi komputer grafis meningkat secara drastis sehingga mempermudah para akademisi dan industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di awal abad 21, perkembangan teknologi komputer grafis meningkat secara drastis sehingga mempermudah para akademisi dan industri untuk mengembangkan pengetahuan mereka

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL Nur hajizah (13111171) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika STMIK Budidarma Medan Jl.

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK A. Pendahuluan Latar Belakang Perhitungan posisi tiga dimensi sebuah obyek menggunakan citra stereo telah

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan pengambilan data, penentuan titik tengah area yang akan menjadi sampel, pengambilan sampel, penentuan ukuran window subcitra

Lebih terperinci

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Terhadap Hasil Pengolahan Data Gambar IV-1 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB 3 TAHAPAN STUDI. 3.1 Percobaan Videogrametri di Laboratorium

BAB 3 TAHAPAN STUDI. 3.1 Percobaan Videogrametri di Laboratorium BAB 3 TAHAPAN STUDI Dalam penelitian ini terdapat dua tahapan studi, yaitu percobaan metode videogrametri di laboratorium dan pengaplikasian metode videogrametri di lapangan. 3.1 Percobaan Videogrametri

Lebih terperinci

PEMANFAATAN FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DALAM BIDANG ARSITEKTUR LANSEKAP (STUDI KASUS : CAMPUS CENTER INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG)

PEMANFAATAN FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DALAM BIDANG ARSITEKTUR LANSEKAP (STUDI KASUS : CAMPUS CENTER INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG) PEMANFAATAN FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DALAM BIDANG ARSITEKTUR LANSEKAP (STUDI KASUS : CAMPUS CENTER INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG) TUGAS AKHIR Karya Tulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Prakata Bab 1 Pendahuluan 1

DAFTAR ISI. Prakata Bab 1 Pendahuluan 1 DAFTAR ISI Prakata v Bab 1 Pendahuluan 1 Definisi Fotogrametri/Sejarah Fotogrametri/Jenis Foto/ Membuat Foto Vertikal/Foto Udara yang Ada/Kegunaan Fotogrametri/Organisasi Fotogrametri Profesional/Unit

Lebih terperinci

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER.

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER. BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER. 3.1 Perangkat lunak PhotoModeler Photomodeler adalah salah satu perangkat lunak yang mempunyai kemampuan yang cukup unggul dan umum dipakai

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER ORIENTASI LUAR PADA KAMERA NON-METRIK DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM RTK-GPS

ANALISIS PARAMETER ORIENTASI LUAR PADA KAMERA NON-METRIK DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM RTK-GPS ANALISIS PARAMETER ORIENTASI LUAR PADA KAMERA NON-METRIK DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM RTK-GPS TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana oleh : Budi Heri Nugroho NIM.

Lebih terperinci

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM Pembuatan Model Elevasi Digital dari Stereoplotting Interaktif Foto Udara.....(Pranadita,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotogrametri Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh pengukuran-pengukuran yang terpercaya dari benda-benda di atas citra fotografik (Avery, 1990). Fotogrametri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemantauan dan pemeliharaan infrastruktur khususnya bangunan dapat dilakukan dengan bentuk model tiga dimensi (3D) yang diukur dengan Terrestrial Laser Scanner (TLS).

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Fotografi. Multimedia SMKN 1 Bojongsari

Dasar-Dasar Fotografi. Multimedia SMKN 1 Bojongsari Dasar-Dasar Fotografi Multimedia SMKN 1 Bojongsari Pengenalan Fotografi Fotografi artinya melukis dengan cahaya. Tanpa cahaya, tidak akan ada fotografi. Seni fotografi pada dasarnya adalah melihat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan sekitarnya melalui proses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Proses pencocokan citra dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengukur pasangan titiktitik sekawan antara citra satu dengan citra lainnya untuk objek yang sama pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

Produksi Media PR Audio-Visual

Produksi Media PR Audio-Visual Modul ke: Produksi Media PR Audio-Visual Teknik Fotografi Fakultas FIKOM Eppstian Syah As ari Program Studi Broadcasting http://www.mercubuana.ac.id Konsep dasar fotografi Pengertian fotografi Sejarah

Lebih terperinci

11/15/2013 JENIS KAMERA FOTOGRAFI KAMERA TWIN LENS REFLEX ( TLR )

11/15/2013 JENIS KAMERA FOTOGRAFI KAMERA TWIN LENS REFLEX ( TLR ) JENIS KAMERA Kamera sederhana FOTOGRAFI JENIS KAMERA Rangefinder (RF) Camera RANGEFINDER (RF) CAMERA Menggunakan dua buah alat untuk menyatukan gambar yang kita lihat. Gambar dilihat melalui viewfinder

Lebih terperinci

3. KAMERA UDARA. 12 inchi=304,8mm 8,25 inchi = 209,5 mm 6 inchi = 152,4 mm 3,5 inch = 88,9 mm Universitas Gadjah Mada

3. KAMERA UDARA. 12 inchi=304,8mm 8,25 inchi = 209,5 mm 6 inchi = 152,4 mm 3,5 inch = 88,9 mm Universitas Gadjah Mada 3. KAMERA UDARA Di dalam fotogrametri terdapat sedemikian banyak instrumen penting, hingga tidak mudah untuk menyatakan mana yang paling penting. Akan tetapi ra merupakan salah satu instrumen terpenting

Lebih terperinci

Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi

Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi 3. Metode Titik Kontrol Horisontal Dalam pekerjaan survei hidrografi di lapangan, survei topografi juga perlu dilakukan untuk menentukan kerangka kawasan pantai secara geografis. Dimana survey topografi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ]

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ] LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop Oleh : Muhamad Nurdinansa [120722420614] FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU GEOGRAFI UNIVERSITAS NEGERI MALANG Februari 2013

Lebih terperinci

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data... DAFTAR ISI 1. BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Pertanyaan Penelitian... 4 1.4 Tujuan Penelitian... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 4 2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM Pembuatan Model Elevasi Digital dari Stereoplotting Interaktif Foto Udara.....(Pranadita, S. dan Harintaka) PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 13-14 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 DEFINISI Fotogrametri berasal dari

Lebih terperinci

IV.1. Analisis Karakteristik Peta Blok

IV.1. Analisis Karakteristik Peta Blok ANALISIS PENELITIAN Materi penelitian akan dianalisis secara keseluruhan dalam bab ini. Pertama kali analisis mengenai karakteristik peta blok yang digunakan dalam penelitian, kemudian analisis mengenai

Lebih terperinci

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA EDY WINARNO fti-unisbank-smg 24 maret 2009 Citra = gambar = image Citra, menurut kamus Webster, adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda

Lebih terperinci