HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Penelitian. Hipotesis 1: Karakteristik peternak berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas

dokumen-dokumen yang mirip
Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Peternak Sapi Perah tentang Teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERSEPSI PETERNAK SAPI PERAH TERHADAP PEMANFAATAN TEKNOLOGI BIOGAS DI KABUPATEN ENREKANG SULAWESI SELATAN. Yusriadi ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

PENDAHULUAN. bagi masyarakat peternak di Kabupaten Pandeglang. Usaha peternakan kerbau di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang II, pembangunan sektor pertanian

I PENDAHULUAN. Kambing perah peranakan etawah (PE) merupakan ternak dwiguna yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas maupun kualitasnya. Keberhasilan pembangunan sub sektor

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

Hubungan Antara Faktor Internal dengan Faktor Eksternal... Fitriana Suciani

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman,

BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Latar Belakang PENDAHULUAN

1.PENDAHULUAN. minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORITIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir

PENDAHULUAN Latar Belakang

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. ciri skala usahanya yang kecil dan tidak ekonomis serta dilakukan dengan cara

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Mulyana (2001:167), persepsi adalah proses internal yang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam tersebut tersebar di seluruh propinsi yang ada di

Syahirul Alim, Lilis Nurlina Fakultas Peternakan

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.)

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT

KAPASITAS PETERNAK PADA TEKNOLOGI PENGOLAHAN JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN DALAM MENDUKUNG INTEGRATED FARMING SYSTEM POLA SAPI POTONG DAN PADI

PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS

Modul Perkuliahan VII Komunikasi Massa

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Peternakan sapi potong merupakan salah satu sektor penyedia bahan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMANFAATAN KOTORAN HEWAN MENJADI ENERGI BIOGAS UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN UMKM DI KABUPATEN PAMEKASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Desa Haurngombong memiliki

Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Volume 1, Nomor 3, Desember 2012, hlm 23-28

TINJAUAN PUSTAKA Biogas Pengertian Biogas

VI. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. dengan tujuan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

BAB II LANDASAN TEORI. Motivasi berasal dari kata latin motivus yang artinya : sebab, alasan, dasar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mengubah pengetahuan (cognitive), sikap (affective) dan tindakan

MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak

Transkripsi:

64 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hipotesis 1: Karakteristik peternak berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas Karakteristik peternak terdiri dari peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi peternak berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas. Koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan persepsi peternak dapat diketahui pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas No Variabel r' x2x1 r' x2x1.rx1x1 rx1x2 Hasil Perhitungan 1 Umur -0.014-0.1-0.014 2 Pendidikan 0.203-0.04 0.203 R 2 = 0.48 3 Pendapatan 0.268 0.391 0.268 4 Pengalaman 0.147 0.163 0.147 r = 0.69 5 Jumlah Ternak 0.134-0.19 0.134 6 Jumlah Keluarga -0.262-0.17-0.262 7 Partisipasi -0.125-0.16-0.125 8 Kontak dengan penyuluh 0.024 0.12 0.024 9 Jarak instalasi biogas 0.080 0.479 0.080 10 Info biogas -0.112-0.28-0.112 11 Selang waktu tahu biogas 0.104 0.136 0.104 12 Motivasi 0.421 0.555 0.421 Keterangan: r x2x1 = hasil perhitungan koefisien korelasi persepsi dengan karekteristik r x1x1 = hasil perhitungan koefisien korelasi karakteristik r x1x2 = hasil perhitungan koefisien korelasi karekteristik dengan perspsi

65 Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,69. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak akan meningkatkan persepsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,69 satuan. Selanjutnya pengaruh peubah tersebut secara bersama-sama pada persepsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,48 atau 48%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada persepsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 52%. Hipotesis 2: Karakteristik peternak berhubungan dengan sikap tentang teknologi biogas Hubungan karakteristik peternak dengan sikapnya tentang teknologi biogas diuji dengan prosedur korelasi ganda. Hipotesis 2 dijelaskan dari hasil perhitungan koefisien korelasi ganda dan dapat diketahui pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak pada sikap peternak tentang teknologi biogas No Variabel r' x3x1 r x3x1.rx1x1 rx1x3 Hasil Perhitungan 1 Umur 0.066 0.028 0.066 2 Pendidikan 0.254 0.069 0.254 R 2 = 0.38 3 Pendapatan 0.099 0.3136 0.099 4 Pengalaman 0.054 0.0837 0.054 r = 0.61 5 Jumlah Ternak -0.074-0.301-0.074 6 Jumlah Keluarga -0.257-0.187-0.257 7 Partisipasi -0.141-0.019-0.141 8 Kontak dengan penyuluh -0.095-0.055-0.095 9 Jarak instalasi biogas 0.004 0.268 0.004 10 Info biogas -0.109-0.134-0.109 11 Selang waktu tahu biogas 0.256 0.2633 0.256 12 Motivasi 0.367 0.4548 0.367 Keterangan: r x3x1 = hasil perhitungan koefisien korelasi sikap dengan karekteristik r x1x1 = hasil perhitungan koefisien korelasi karakteristik r x1x3 = hasil perhitungan koefisien korelasi karekteristik dengan sikap

66 Tabel 5 diketahui bahwa nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan sikapnya tentang teknologi biogas ialah 0,61. Hal ini berarti bahwa peningkatan satu satuan karakteristik peternak akan meningkatkan sikap peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,61 satuan. Selain itu, tabel tersebut menunjukkan bahwa pengaruh bersama peubah-peubah karakteristik dengan sikap peternak tentang teknologi biogas ialah 0,38 atau 38%. Jadi, 62% selebihnya merupakan pengaruh peubah-peubah lain pada sikap peternak yang tidak diamati dalam penelitian ini. Hipotesis 3: Karakteristik peternak berhubungan dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas Hipotesis 3 dapat dijelaskan melalui Tabel 6 di bawah ini yang menunjukkan koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas sebagai berikut: Tabel 6. Nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak pada adopsi peternak tentang teknologi biogas No Variabel r' yx1 r yx1.rx1x1 rx1y Hasil Perhitungan 1 Umur 0.088 0.306 0.088 2 Pendidikan 0.208 0.131 0.208 R 2 = 0.32 3 Pendapatan 0.117 0.251 0.117 4 Pengalaman -0.168-0.17-0.168 r = 0.57 5 Jumlah Ternak -0.073-0.26-0.073 6 Jumlah Keluarga -0.246-0.26-0.246 7 Partisipasi 0.015 0.269 0.015 8 Kontak dengan penyuluh -0.062-0.18-0.062 9 Jarak instalasi biogas -0.232-0.08-0.232 10 Info biogas -0.243-0.14-0.243 11 Selang waktu tahu biogas 0.309 0.206 0.309 12 Motivasi 0.049-0.01 0.049 Keterangan: r yx1 = hasil perhitungan koefisien korelasi adopsi dengan karekteristik r x1x1 = hasil perhitungan koefisien korelasi karakteristik r x1y = hasil perhitungan koefisien korelasi karekteristik dengan adopsi

67 Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan adopsi teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan ialah 0,57. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, akan meningkatkan adopsi teknologi biogas sebesar 0,57 satuan. Secara bersama-sama karakteristik peternak berpengaruh pada adopsi teknologi biogas sebesar 0,32 atau 32%. Selebihnya tabel tersebut menunjukkan bahwa pengaruh faktor-faktor lain pada adopsi teknologi biogas mencapai 68%. Hipotesis 4: Hubungan karakteristik, persepsi dan sikap dengan adopsi teknologi biogas Tabel 7 mengungkapkan karakteristik peternak yang terdiri peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi, persepsi dan sikap peternak yang secara kolektif berhubungan dengan adopsi teknologi biogas.

68 Tabel 7. Nilai koefisien korelasi ganda karakteristik, persepsi dan sikap peternak pada adopsi peternak tentang teknologi biogas No Variabel r' yx r yx.rxx rxy Hasil Perhitungan 1 Umur 0.088 0.258125 0.088 2 Pendidikan 0.208 0.103119 0.208 R 2 = 0.38 3 Pendapatan 0.117 0.389881 0.117 4 Pengalaman -0.168-0.10246-0.168 r = 0.62 5 Jumlah Ternak -0.073-0.31415-0.073 6 Jumlah Keluarga -0.246-0.3173-0.246 7 Partisipasi 0.015 0.199568 0.015 8 Kontak dengan penyuluh -0.062-0.11455-0.062 9 Jarak instalasi biogas -0.232 0.102305-0.232 10 Info biogas -0.243-0.25133-0.243 11 Selang waktu tahu biogas 0.309 0.235284 0.309 12 Motivasi 0.049 0.18376 0.049 13 Persepsi -0.091-0.45316-0.091 14 Sikap 0.050 0.120824 0.050 Keterangan: r yx = hasil perhitungan koefisien korelasi adopsi dengan semua variabel X r xx = hasil perhitungan koefisien korelasi karakteristik r xy = hasil perhitungan koefisien korelasi semua variabel X dengan adopsi Tabel 7 menunjukkan bahwa hubungan bersama antara karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,62. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, persepsi peternak dan sikap peternak akan meningkatkan adopsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,62 satuan. Secara bersama-sama peubah tersebut berpengaruh pada adopsi peternak tentang teknologi biogas 0,38 atau 38%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain pada adopsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 62%.

69 Pembahasan Koofisien korelasi peubah karakteristik peternak yang paling berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas diantaranya motivasi, pendapatan, pendidikan, pengalaman, jumlah ternak, selang peternak tahu sampai peternak menggunakan biogas, jarak biogas dengan dapur peternak dan kontak peternak dengan penyuluh. Hasil tersebut masih sangat lemah, sehingga dilakukan analisis dengan menggunakan korelasi ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik peternak berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,69 (lihat Tabel 4). Besarnya koefisien korelasi ini tercapai karena adanya sinergi pada peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi peternak yang secara kolektif berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas. Pengaruh karakteristik peternak pada persepsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas sebesar 48 persen. Pengaruh tersebut masih tergolong lemah, karena faktor eksternal di luar penelitian ini memiliki pengaruh yang lebih besar. Besarnya pengaruh faktor ekternal tersebut dapat berupa tanggapan atau persepsi peternak masih kurang tentang gas dari biogas yang dapat digunakan memasak untuk sehari-hari, selain itu masih kurangnya peternak yang menggunakan teknologi biogas. Hal tersebut dapat terjadi, karena peternak yang belum menggunakan biogas beranggapan bahwa biogas yang ada sekarang tidak dapat bertahan lama, akibat konstruksinya yang mudah rusak. Persepsi muncul karena seseorang mengorganisir dan menginterpretasikan kesan yang mereka tangkap memalalui indera sehingga muncul suatu makna. Hal ini senada dengan pendapat Robbins (2001) persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Perilaku orang didasarkan pada persepsi akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri.

70 Artikel yang dikutip pada Management Consulting Courses (2011) mengemukakan bahwa persepsi mengacu pada cara seseorang untuk memahami dunia sekitarnya. Persepsi merupakan kumpulan proses pada individu yang menyadari kejadian sekitar yang kemudian diinterpretasikan terkait dengan informasi yang diterima. Faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dapat berupa faktor internak dan faktor eksternal. Faktor internal berupa (a) batasandari sensor yang dimiliki, indera yang dimiliki oleh setiap manusia memiliki batasan yang berdampak pada perbedaan respon bagi tiap situasi yang dihadapi. (b) faktor psikologis, seperti keperibadian, pengalaman, masa lalu, dan proses pembelajaran serta motivasi. Faktor ekternal berupa target yang diobsevasi dan situasi pada saat seseorang melihat suatu objek atau kejadian. Besarnya koefisien korelasi karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas nampak pada (1) bertambahnya keuntungan peternak yang menggunakan biogas dibandingkan dengan yang menggunakan minyak tanah, LPG, kayu bakar atau menggunakan arang untuk memasak, (2) bertambahnya penerimaan peternak tentang teknologi biogas karena sesuai dengan nilai-nilai yang dipercaya peternak setempat, serta sesuai dengan kegiatan pengolahan limbah peternakan yang sudah ada sebelumnya, (3) bertambahnya pemahaman peternak tentang cara merakit kompor biogas, memudahkan peternak memasak menggunakan biogas, memudahkan peternak memasukkan feses ke dalam digester, memudahkan peternak mengelola limbah biogas dan memudahkan peternak merawat teknologi biogas, (4) bertambahnya keinginan peternak untuk mencoba memasukkan feses ketangki pengurai, keinginan peternak mencoba memasak menggunakan biogas bertambah, bertambahnya keinginan peternak mencoba menggunakan limbah biogas pada tanaman dan mengolah limbah biogas menjadi pupuk oleh peternak bertambah, (5) bertambahnya pengalaman peternak menggunakan biogas untuk masak, keamanan penggunaan gas dari biogas karena tidak mudah meledak, dan biogas tidak mempengaruhi bau makanan yang dimasak. Karena ini senada dengan pendapat Rogers dalam Hanafi (1971), menyatakan sifat-sifat biogas seperti: (1) keuntungan relatif yang mengadopsian suatu inovasi. Keuntungan relatif terdiri

71 dari keuntungan ekonomis, dalam bentuk rendahnya biaya awal, kecilnya resiko, ketidak-nyamanan, hemat tenaga dan waktu serta imbalan yang diterima, (2) ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol tidak akan diadopsi secepat ide yang kompatibel dengan situasi masyarakat setempat, (3) kompatibilitas bisa berupa memberi jaminan yang lebih besar dan resiko lebih kecil oleh penggunanya. Suatu inovasi mungkin kompatibel jika ada kesesuaian dengan kepercayaan sosiokultural serta tingkat kebutuhan masyarakat dengan teknologi tersebut, suatu ide baru dapat digolongkan ke dalam kontinum rumit sederhana. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan dari pihak lain tidak. (4) ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat dan (5) hasil inovasi-inovasi tertentu dapat dilihat dan dapat dikomunikasikan terhadap orang lain dan ada juga yang tidak bisa, sehingga dapat mempengaruhi adopsi seseorang. Pendapat diatas sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988), menyatakan sifat-sifat inovasi diantaranya: (1) keuntungan relatif suatu teknologi baru, (2) kompatibilitas teknologi baru dengan kebiasaan pengguna, (3) kemudahan penggunaan teknologi baru, (4) derajad kerumitan teknologi yang rendah dan (5) kemudahan melihat hasil teknologi tersebut. Selanjutnya Robbins (1996), mengemukakan persepsi merupakan suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Persepsi baik secara langsung maupun secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh latar belakang yang berbeda atau karakteristik individunya. Selain itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dibagi menjadi dua jenis yaitu (1) pengaruh dari dalam diri seseorang itu sendiri dan (2) pengaruh dari luar diri seseorang. Kedua faktor tersebut memperlihatkan persepsi sebagai proses pencarian informasi. Hasil penelitian ini senada dengan temuan Hasumati dan Ahlawat (2010) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Tingkat pendidikan, jumlah pendapatan, media massa, interaksi dengan masyarakat, kosmopolitan, adat-istiadat, suku atau bangsa, kepemilikan lahan

72 menunjukkan pengaruh positif pada persepsi. Sama halnya dengan penelitian Kaliky dan Hidayat (2002), mengemukakan bahwa karakteristik individu turut mempengaruhi pandangan/persepsi seseorang. terhadap suatu stimulus (objek). Secara psikologis setiap orang mempersepsi stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya. Karakteristik individu diantaranya meliputi: umur, pendidikan, kepemilikan ternak, pendapatan keluarga, pengalaman beternak, kosmopolitan. Selanjutnya temuan Lilis (2010), mengemukakan bahwa hubungan antara karakteristik dengan persepsi peternak sapi potong positif namun sangat lemah. Karakteristik peternak diantaranya umur, pendidikan, pengalaman, kepemilikan ternak, hubungan individu dengan instansi terkait. Sedangkan pesepsi peternak tentang teknologi IB diantaranya tingkat pengetahuan peternak, minat peternak dan penilaian peternak. Penilaian peternak terdiri dari peubah keuntungan peternak, kompatabilitas, kemudahan penerapan IB, triabilitas dan observabilitas. Sama halnya dengan pendapat Aryanti, (2008) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Penelitian ini searah dengan pendapat Kunthi (2005) bahwa terbentuknya persepsi pada diri individu dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya: (a) Perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitar sekaligus, (b) Set merupakan harapan seseorang (c) Kebutuhan, kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi bagi tiap individu. (d) Sistem Nilai, dimana sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berpengaruh pula terhadap persepsi. (e) Ciri Kepribadian, dimana pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda. Berdasarkan pernyataan yang dikutip pada www.ittelkom.ac.id (2009) bahwa persepsi adalah proses kognitif (di dalam pikiran) seseorang untuk memberi arti terhadap stimuli dari lingkungan yang dapat ditangkap melalui

73 inderanya. Tiap-tiap orang mempunyai persepsi sendirisendiri karena: (a) perbedaan kemampuan inderanya dalam menangkap stimuli, (b) perbedaan kemampuan dalam menafsirkan atau memberi arti pada stimuli tersebut. Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap persepsi: (1) Karakteristik objek: penampilan, penampilan, cara berkomunikasi dan status seseorang. (2) Karakteristik individu: konsep diri seseorang. Konseptual kognitif, pengalaman, emosi, motivasi kebutuhan. (3) Karakteristik situasional: situasi sosial, situasi organisasi dan situasi alam. Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa teori diatas menunjukkan adanya hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas. Dengan demikian penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh pemerintah setempat yaitu memperhatikan karakteristik peternak untuk menyalurkan bantuan teknologi biogas, dapat menentukan baik buruknya persepsi peternak tentang teknologi biogas. Hasil pengamatan dilapangan, peternak mengalami kendala dalam merawat instalasi biogas yang berbahan plastik. Plastik yang mudah sobek menyebabkan gas tidak dapat digunakan untuk memasak seperti gas LPG, minyak tanah dan kayu bakar. Koofisien korelasi karakteristik peternak yang paling berhubungan dengan sikap peternak tentang teknologi biogas diantaranya motivasi, selang waktu peternak tahu sampai peternak menggunakan biogas, pendidikan, pendapatan, pengalaman dan jarak biogas dengan dapur peternak. Hasil korelasi setiap variabel tersebut masih sangat lemah, sehingga dilakukan analisis dengan menggunakan korelasi ganda untuk mengetahui hubungan bersama semua variabel karakteristik tersebut (ditunjukkan pada Tabel 5). Pengaruh karakteristik peternak pada sikap peternak tentang teknologi biogas sebesar 38 persen. Pengaruh tersebut sangat lemah dibandingkan faktor eksternal yang tidak diteliti pada penelitian ini yang mencapai 62 persen. Faktor tersebut dapat berupa pengaruh dari orang lain yaitu sikap seseorang sering juga dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di sekitar terutama orang yang memiliki pekerjaan yang berbeda. Tidak adanya pendampingan, instansi terkait atau pihak yang berkepentingan perlu melakukan pendampingan teruama pada peternak yang

74 baru menggunakan teknologi biogas untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi terutama jika terdapat kebocoran. Disisi lain, pembentukan sikap seseorang tergantung juga pada budaya. Hal tersebut searah dengan temuan Fenny (2009) bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok yang bersifat konservatif yaitu orang yang paling mudah memusuhi orang lain dan mudah curiga, paling suka memaksa dan paling cepat kecewa pada orang lain. Selanjutnya menurut Sri (2008) bahwa pembentukan sikap seseorang tergantung pada budaya tempat tinggal individu tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Widiyanta (2002) yang menunjukkan bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok, pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting berpengaruh pada perubahan sikap. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ramdhani (2009), bahwa sikap dipengaruhi oleh proses evaluatif yang dilakukan individu. Oleh karena itu, mempelajari sikap berarti perlu juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaluatif, yaitu: (a) Faktor-faktor genetik dan fisiologik (umur), (b) Pengalaman Personal, (c) Pengaruh orang tua (keluarga), (d) Kelompok sebaya atau kelompok masyarakat dan (e) Media massa adalah media yang hadir di tengah tengah masyarakat. Penelitian ini juga senada dengan temuan Mei dan Kurniasari (2008), keduanya mengemukakan bahwa kemampuan seseorang untuk menentukan sikap menerima teknologi erat hubungannya dengan karakteristik internal diantaranya umur, tingkat pendidikan formal dan non formal, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja, kosmopolitan, permodalan, tata nilai adat, frekweinsi kontak dengan instansi terkait dan kerakteristik eksternal diantaranya kontak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, pengaruh tokoh masyarakat, ketersediaan sarana dan prasara. Disamping itu juga dipengaruhi oleh sifat-sifat teknologi itu sendiri seperti relative advantage, compatibility, complexcity, triability, observability dan ketersediaan input complementer. Selanjutnya hasil temuan Winarni (2001) mengemukakan bahwa karakteristik sosial ekonomi yang berbeda-beda akan membedakan respon petani

75 terhadap ragam metode penyuluhan, baik berupa respon poitif maupun negatif. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang diantaranya Umur, metode kunjungan, diskusi, ceramah, demonstrasi, pendidikan formal, pendidikan non formal petani, tingkat kekosmopolitan dan pendapatan keluarga petani. Berbeda dengan temuan di atas Fenny (2009), mengemukakan bahwa karakteristik sosial anatar lain umur, tingkat pendidikan dan kosmopolitan, begitu pula karakteristik ekonomi seperti luas lahan, ketersediaan tenaga kerja keluarga, dan pendapatan keluarga tidak memiliki hubungan nyata dengan sikap peternak. Hal yang mendasari keberhasilan program pengembangan peternakan tanpa ada pengaruh karakteristik pada sikap peternak, karena apabila peternak memperoleh kepercayaan dan kemudahan mendapatkan bantuan dan merasa yakin bahwa diri dan keluarganya akan mendapatkan manfaat besar dari setiap perbaikan yang terkandung dalam program-program pengembangan peternakan. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk khawatir bahwa peternak tidak akan responsif terhadap aneka rangsangan ekonomi dan kesempatan-kesempatan baru guna memperbaiki standar hidupnya. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Sri (2008), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya, (1) Pengalaman pribadi, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat (2) Kebudayaan, pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan (3) Orang lain yang dianggap penting (Significant Others), yaitu: orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kita (4) Media massa, berupa media cetak dan elektronik, dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita (5) Institusi/lembaga pendidikan dan agama, institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang dan (6) Faktor emosional, suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego, dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama).

76 Pendapat Rogers dalam Soekartawi, (1988), mengemukakan bahwa pengaruh cepat lambatnya seseorang dalam mengadopsi inovasi karena adanya perbedaan individu, umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan, keberanian mengambil resiko dan sikap seseorang. Hal senada dikemukakan oleh Halim (1992), bahwa karakteristik individu merupakan suatu ciri atau sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dengan semua aspek kehidupan lingkungan sosial. Karakteristik individu dapat meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, status sosial, status ekonomi, bangsa dan lain-lain. Karakteristik individu yang menentukan perilakunya dan meliputi berbagai variabel seperti, motif, nilai, sikap kepribadian dan sikap berinteraksi satu sama lain. Hampir sama dengan pendapat Kurnia (2002), yang menyatakan sikap merupakan kecendrungan seseorang untuk mengetahui, merasakan dan bertindak terhadap suatu objek. Sikap bukanlah tingkah laku, tetapi merupakan kecendrungan untu merasa, berfikir, bertindak dan bertingkah laku dengan cara tertentu terhadap suatu objek. Penentu sikap diantaranya: (1) keinginan individu yaitu keinginan seseorang untuk mencapai kepuasan, (2) informasi meliputi keinginan seseorang dalam mengembangkan pengetahuannya, (3) keyakinan individu akan suatu teknologi dan (4) kepribadian (refleksi dan kepribadian seseorang). Sama halnya dengan Soekartawi (1988), mengemukakan dalam proses pengambilan keputusan apakah seseorang menerima atau menolak inovasi adalah banyak tergantung pada sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi interen orang tersebut (misalnya pendidikan, status sosial, umur dan sebagainya) serta situasi eksteren atau situasi lingkungan (misalnya frekuensi kontak dengan sumber informasi, kesukaan mendengar radio, televisi, menghadiri temu karya dan sebagainya). Dinas Peternakan Kota Kendari (2010), menjelaskan bahwa untuk mengubah sikap petani pembinaan harus secara terprogram dan berkesinambungan sesuai dengan kondisi dan situasi wilayah bersangkutan, melalui pembinaan petani diharapkan dapat timbul kepemimpinan non formal di pedesaan yang akan mampu menghimpun, menggerakkan dan mengarahkan

77 petani dalam melaksanakan usahataninya. Pembinaan petani diperlukan sarana dan prasarana untuk penyaluran informasi pertanian, pemilikan bahan-bahan informasi harus selektif dan disesuaikan dengan kebutuhan sasaran atau pengguna. seperi jenis media penyuluhan pertanian mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga harus selalu dipertimbangkan dalam pemilikan media yang akan digunakan. Media penyuluhan pertanian diharapkan berperan sebagai sumber informasi, diharapkan mampu mempengaruhi pengetahuan, sikap, motivasi petani, dalam proses adopsi dan difusi inovasi pertanian. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif karakteristik peternak pada sikap peternak tentang teknologi biogas. Karakteristik peternak terdiri dari dimensi umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas, dan motivasi peternak. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah setempat. Untuk meningkatkan sikap peternak tentang teknologi biogas, maka perlu meningkatkan karakteristik peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Koofisein korelasi karakteristik peternak yang paling berhubungan dengan adopsi peternak tentang diantaranya selang dari tahu sampai menggunakan teknologi biogas, pendidikan, pendapatan, umur, motivasi peternak, kontak dengan anggota kelompok, dan jarak instalasi biogas dari penampung gas ke dapur. Hasil korelasi tersebut sangat lemah, sehingga dilakukan analisis dengan menggunakan korelasi ganda untuk mengetahui hubungan bersama semua variabel karakteristik. Hasilnya menunjukkan keeratan hubungan peubah karakteristik peternak dengan adopsi peternak di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan mencapai 0,57 (lihat Tabel 6). Hal tersebut disebabkan, karena setiap peubah dari karakteristik peternak secara bersama-sama memberikan konteribusi pada adopsi peternak tentang teknologi biogas dan nampak pada bertambahnya jumlah jam penggunaan peternak memasak dengan biogas.

78 Besarnya koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas terjadi karena hubungan peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas dilakukan secara bersama-sama. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988), bahwa beberapa hal yang mempengaruhi adopsi seseorang diantaranya umur, pendidikan, pola hubungan, motivasi, sifat adopsi, interaksi individual, kelompok, anggota keluarga dan sumber informasi. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ibrahim et al. (2003), bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi kecepatan seseorang mengadopsi inovasi, antara lain: umur, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, dan pola hubungan serta kegiatan penyuluhan. Senada dengan temuan Mei dan Kurniasari (2008), mengatakan bahwa kemampuan menentukan sikap menerima atau mengadopsi teknologi erat hubungannya dengan faktor internal dan eksternal pengguna. Karakteristik internal meliputi: umur, tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, alasan menggunakan teknologi, pendapatan pengguna, jumlah tenaga kerja dalam keluarga. Kemudian faktor eksternal adalah kekosmopolitan pengguna teknologi, keanggotaan dalam kelompok, frekwensi interaksi dengan lembaga, ketersediaan sarana dan prasarana serta jenis pengambila keputusan. Penelitian Mursidi et al. (2008), menjelaskan bahwa variabel umur, pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, alasan melakukan usaha, jumlah tenaga kerja, cosmopolitan, frekwensi kontak dengan penyuluh tidak memperlihatkan hubungan nyata, namun variabel pendidikan formal dan pendapatan petani memperlihatkan hubungan yang nyata dengan tingkat adopsi. Hal ini sejalan dengan penelitian Azizi dan Nasution (2008), menyatakan bahwa ada beberapa variabel yang mempunyai pengaruh terhadap teknologi, diantaranya:

79 umur, tingkat pendidikan, pendapatan per bulan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja keluarga, cosmopolitan serta kontak dengan penyuluh. Selanjutnya hasil penelitian Walekhwa et al. (2009), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adopsi biogas, faktor utama yang mempengaruhi adopsi seorang petani yaitu faktor sosial ekonomi, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh faktor pribadi (umur pengguna, pendidikan formal, ukuran keluarga, luas lahan, banyaknya jumlah ternak, jenis kelamin, pendapatan dan tempat tinggal pengguna), kelembagaan dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan temuan Suharyanto et al. (2002), menyatakan bahwa teknologi yang didesiminasikan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pengguna/petani. Sebaik apapun teknologi yang dihasilkan akan tidak berguna apabila tidak diadopsi oleh pengguna/petani. Perilaku pengguna banyak dipengaruhi, antara lain pemilihan sistem teknologinya, sangat kondisi individu, kondisi lingkungan baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial ekonomi. Selain peubah tersebut, ada beberapa peubah bebas diantaranya umur, pendidikan, pendapatan, luas lahan, sikap, pengetahuan dan norma sosial. Hasil temuan Hamalik (1999) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan seorang petani mengadopsi suatu teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka semakin mudah memahami suatu teknologi. Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas pula pengetahuannya. Zainun (2004), menyatakan motivasi adalah menggambarkan hubungan dan harapan. Keuntungan yang dirasakan dengan menggunakan suatu teknologi dapat menyebabkan seseorang termotivasi untuk menjalankan pekerjaannya. Teknologi yang sebelumnya hanya dicoba oleh seseorang akan digunakan

80 sepenuhnya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Danim (2004:15), menyatakan motivasi merupakan kekuatan yang muncul dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu atau keuntungan tertentu di lingkungan atau dunia kerjanya sendiri. Motivasi dapat mengarahkan orang dalam mengambil tindakan, sehingga motivasi merupakan proses yang mendorong manusia untuk mencapai tujuannya. Motivasi mempengaruhi seseorang dalam bekerja atau mungkin menjauhi pekerjaan, oleh karena itu beberapa unsur motivasi, seperti motivasi positif, motivasi negatif, motifasi dari dalam dan motivasi dari luar. Yunasaf et al. (2009) menyatakan bahwa kelompok peternak sekarang belum dipandang sebagai unsur strategis sebagai media atau wadah terjadinya proses tranformasi dari peternak yang tradisional menjadi sejatinya peternak (farmers). Pemahaman yang keliru dari sebagian orang yang menganggap bahwa adanya kelompok merupakan kepentingan dari dinas (pemerintah). Kelompok dapat merupakan media dalam menyampaikan suatu inovasi baru yang akan disampaikan kepada peternak. Keanggotaan dalam kelompok dapat mempengaruhi peternak dalam proses pengadopsian suatu inovasi. Disejelaskan lebih lanjut oleh Yunasaf bahwa pemahaman yang keliru dari sebagian orang yang menganggap bahwa adanya kelompok merupakan kepentingan dari dinas (pemerintah). Kelompok dapat merupakan media dalam menyampai suatu inovasi baru yang akan disampaikan kepada peternak. Bappenas (2000), menjelaskan bahwa usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak enam ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak dua ekor. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Oleh karena itu, semakin tinggi skala usaha peternakan sapi perah, semakin cepat pula peternak mengadopsi suatu teknologi. Hal senada dengan temuan Irmawati (2008), mengemukakan bahwa teknologi biogas sangat dipengaruhi oleh jumlah kepemilikan ternak, karena akan menentukan jumlah feses yang diproduksi setiap harinya. Mengetahui produksi feses, besar digester dapat disesuaikan sehingga tidak terjadi lagi kekurangan

81 feses ataupun kelebihan feces. Digester yang memiliki kapasitas lebih besar dari skala usaha peternak, maka produksi gas tidak akan optimal. Dijelaskan lebih lanjut bahwa jumlah anggota keluarga peternak menentukan banyaknya gas yang dibutuhkan untuk memasak. Anggota keluarga semakin besar jumlahnya, maka kebutuhan BBM semakin besar pula. Hal ini dihubungkan dengan kebutuhan biogas, maka semakin banyak anggota keluarga berarti semakin besar kapasitas digester yang dibutuhkan. Selain itu, anggota keluarga juga dimanfaatkan oleh peternak sebagai tenaga kerja dalam mengelola usaha ternaknya. Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa teori diatas menunjukkan adanya hubungan karakteristik peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas. Meningkatnya karakteristik peternak, akan meningkatkan jumlah jam penggunaan biogas untuk memasak oleh peternak. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi pemerintah atau instansi yang terkait, bahwa penyaluran bantuan teknologi biogas perlu dikaitkan dengan karakteristik calon penggunanya. Pengamatan di lapangan bahwa banyak teknologi biogas yang mengalami kerusakan dan tidak berfungsi lagi. Selain itu masih kecilnya perhatian pemerintah tentang kelangsungan teknologi biogas karena belum adanya solusi yang diberikan pemerinah untuk mengatasi instalasi biogas yang rusak. Desiminasi teknologi biogas haruslah digalakkan dengan melakukan pendampingan pada peternak sapi perah. Selain desiminasi dalam pengembangan teknologi biogas perlu juga dilakukan penyuluhan oleh instansi terkait. Penyuluhan diperlukan agar peternak dapat mandiri dan mampu mengatasi masalahnya sendiri. Oleh karena itu, kendala yang dihadapi selama ini khususnya yang terjadi di Kabupaten Enrekang dapat teratasi. Peubah yang berhubungan positif dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas yaitu selang waktu dari tahu sampai menggunakan teknologi biogas, pendidikan, pendapatan, umur, sikap peternak, motivasi peternak, kontak dengan anggota kelompok, dan jarak instalasi biogas dari penampung gas ke dapur, namun nilai tersebut tergolong sangat lemah. Oleh karena itu, digunakan koefisien korelasi ganda untuk mengetahui hubungan bersama karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas.

82 Koofisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa karakteristik, persepsi dan sikap peternak berhubungan dengan kemampuan peternak dalam mengadopsi teknologi biogas, dengan derajad hubungan mencapai 0,62 (dapat dilihat pada Tabel 7). Hal ini nampak pada bertambahnya jumlah jam penggunaan peternak memasak dengan biogas. Besarnya koefisien korelasi ganda karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi teknologi biogas terjadi karena hubungan peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, besarnya keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas, motivasi, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi dilakukan secara bersama-sama. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mei et al. (2008), menyatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat adopsi dipengaruhi karakteristik internal dan eksternal pengguna. Karakteristik internal terdiri dari, umur pendidikan formal, pendidikan nonformal, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja keluarga, tingkat kosmopolitan, frekwensi kunjungan penyuluh, dan jenis pengambilan keputusan. Faktor eksternal terdiri dari kehadiran dalam kelompok, sarana dan prasarana, pengaruh tokoh masyarakat, dukungan kelembagaan, asal modal usaha, pemasaran dan urutan adat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Muhidin dan Abdurrahman (2007), menjelaskan bahwa besar kecilnya nilai korelasi antara dua atau lebih variabel X dengan variabel Y, terjadi ketika salah satu bagian variabel bebasnya dianggap konstan atau dibuat tetap. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Maharani dan Hikmah (2008) mengemukakan bahwa karakteristik internal dan faktor internak pengguna dapat mempengaruhi tingkat adopsi seseorang. Temuan Mei dan Kurniasari (2008), mengemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan adopsi suatu teknologi oleh masyarakat. Faktor tersebut bukan hanya dari bentuk teknologinya, tetapi kemampuan masyarakat pengguna teknologi seperti pengetahuan, keterampilan dan permodalan serta sikap masyarakat pengguna teknologi.

83 Penelitian Syafruddin (2003), menjelaskan bahwa karakteristik responden merupakan salah satu aspek penting yang turut berpengaruh dalam mengadopsi inovasi dalam usahatani. Hasil penelitian syafruddin menemukan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi adopsi inovasi petani dalam mengadopsi suatu inovasi beternak ayam broiler dipengaruhi oleh faktor internal petani (pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak) dan faktor lain (tingkat pendidikan, pengalaman, tenaga kerja, modal, ketersediaan sarana produksi dan pasar). Sama halnya dengan hasil penelitian Bhatia (2002), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi difusi teknologi biogas di India diantaranya karakteristik teknologi, karakteristik pengguna, lingkungan makro, peran pemerintah dan organisasi-organisasi yang berkaitan. Kendala utama petani dalam pengadopsian teknologi biogas di India yaitu lingkungan sekitar serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani. Temuan Suradisastra et al. (2000:117), mengemukakan beberapa kondisi yang dapat dihimpun dari kelompok petani sebagai bahan acuan percepatan proses adopsi teknologi diantaranya, (1) perbedaan tingkat keterdedahan (exposure), (2) perbedaan jenis dan tingkat penerapan teknologi pertanian, (3) perbedaan sikap dan persepsi, (4) perbedaan produksi dan produktivitas, dan (5) persepsi positif terhadap sumber informasi. Penelitian yang dilaksanakan oleh Walekhwa et al. (2009), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adopsi biogas, faktor utama yang mempengaruhi adopsi seorang petani yaitu faktor sosial ekonomi, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh faktor pribadi (umur pengguna, pendidikan formal, ukuran keluarga, luas lahan, banyaknya jumlah ternak,jenis kelamin, pendapatan dan tempat tinggal pengguna), kelembagaan dalam masyarakat. Pendapat Suhardiyono (1992) mengemukakan bahwa masyarakat kita yang sebagian besar petani dalam menanggapi suatu ide/informasi yang baru berbeda-beda, menurut karakteristik sosial ekonomi dari petani itu sendiri, dan perbedaan yang terjadi kadang sangat beragam. Karakteristik petani meliputi tingkat pendidikan, umur, kekosmopolitanan dan tingkat kemampuan ekonominya. Dalam memperkenalkan suatu hal/teknologi baru (inovasi) kepada

84 masyarakat, maka sebelum orang tersebut mau menerapkannya, terdapat suatu proses yang disebut proses adopsi. Pada proses adopsi terdapat tahapan-tahapan sebelum petani menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri. Tahapan itu adalah: Awarenes/kesadaran, Interest/tumbuhnya minat, Evolution/penilaian, Trial/mencoba, Arsoption/menerima, Temuan Totok (2009), mengemukakan bahwa tolak ukut tingkat adopsi, yaitu: kecepatan atau selang waktu antara diterimanya informasi dan penerapan yang dilakukan, luas penerapan inovasi atau proporsi luas lahan yang telah diberi inovasi baru, serta mutu intensifikasi dengan membandingkan penerapan dengan rekomendasi yang disampaikan oleh penyuluhan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi tergantung pada proses perubahan perilaku yang diupayakan, prosesnya dapat berlangsung cepat dan dapat juga berlangsung lambat. Jika prosesnya melalui pemaksaan biasanya adopsinya berjalan cepat tetapi jika melalui pendidikan prosesnya dapat berlangsung lebih lambat. Selan itu, kecepatan adopsi dapat juga dipengaruhi sifat-sifat atau karakteristik teknologi, karakteristik calon pengguna, pengambilan keputusan adopsi, saluran atau media yang digunakan, dan kualifikasi penyuluh. Pendapat yang sama disampaikan oleh Rogers dan Shoemaker (1971), memberikan ciri-ciri dan mengelompokkan keinovatifan seseorang sebagai berikut: (a) Ciri sosial ekonomi, diantaranya, lebih berpendidikan, mempunyai status sosial yang lebih tinggi, mempunyai mobilitas yang lebih tinggi, mempunyai lading yang lebih luas, lerorientasi pada ekonomi komersial, mempunyai sikap yang lebih baik, mempunyai pekerjaan yang lebih spesifik, (b) Ciri kepribadian, memiliki simpatik lebih besar, dogmatis, mempunyai kemampuan abstraktis yang lebih besar, mempunyai sikap mau mengambil resiko, lebih tinggi intelengensinya, mempunyai sikap yang lebih berkenan terhadap perubahan, mempunyai rasionalitas yang lebih baik tarhadap pendidikan/pengetahuan, tidak menyerah pada nasib, dan motivasi dan aspirasi meningkatkan taraf hidup dan (c) Ciri komunikasi, yaitu partisipasi sosial lebih tinggi, sering mengadakan komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial lain, sering mengadakan hubungan dengan agen perubahan, lebih mengadakan

85 hubungan dengan orang asing, member motivasi lebih baik, menjadi anggota sistem sosial yang lebih modern. Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa teori diatas menunjukkan bahwa peningkatan adopsi peternak tentang teknologi biogas dapat dilakukan dengan cara yaitu (1) peningkatan pada peubah karakteristik peternak yaitu umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas, dan motivasi peternak, (2) harus ada pengelolaan dan pengembangan teknologi biogas sehingga dapat memberbaiki persepsi peternak tentang teknologi biogas dan (3) peningkatan pada peubah sikap yang tediri dari komponen kognitif, afektif dan konasi. Pengaruh karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi pada penelitian ini sebesar 38 persen, hasil masih tergolong lemah. Dengan kata lain, pengaruh peubah lain yang tidak diteliti pada penelitian ini sangat kuat. Peubah yang tidak termasuk dalam penelitian ini dapat berupa karakteristik teknologi biogas, permodalan, biogas yang ada sekarang masih merupakan sumbangan dari pemerintah maupun kurangnya pelatihan biogas. Teknologi biogas yang ada di Kabupaten Enrekang ada tiga macam, diantaranya biogas yang berbahan dasar dari drum, fiber, dan plastik PE seperti yang sekarang ini banyak digunakan di Kabupaten Enrekang. Namun teknologi biogas yang ada sekarang memiliki banyak kekurangan seperti mudah bocor karena terbuat dari plastik. Masalah yang dihadapi peternak sapi perah di lokasi penelitian yaitu kebocoran yang terjadi pada penampung gas dan kebocoran ini sulit untuk dideteksi sehingga menyebabkan banyak teknologi biogas yang terbengkalai. Faktor lain yang dapat menghambat adopsi peternak tentang teknologi biogas karena teknologinya selama ini merupakan bantuan pemerintah setempat. Akibatnya banyak peternak yang tergantung pada proyek pemerintah. Peternak selalu berharap mendapatkan bantuan teknologi biogas dari pemerintah. Fektor ekternal yang dapat mempengaruhi peternak sapi perah dalam mengadopsi

86 teknologi biogas yaitu tidak ada pelatihan khususnya biogas. Kurangnya peternak mengikuti pelatihan biogas menyebabkan pengetahuan peternak menjadi terbatas. Hal tersebut menjadi kendala utama bagi peternak dalam mengatasi kerusakan. Selain karakteristik teknologi biogas, sumber permodalan juga bisa menjadi salah satu faktor penyebab kurang berkembangnya teknologi biogas di Kabupaten Enrekang. Satu unit reaktor biogas memelukan dana kurang lebih Rp 3.500.000,-, dan banyak peternak yang merasa berat mengeluarkan biaya sebesar itu. Temuan di lapangan diketahui bahwa kondisi wilayah Kabupaten Enrekang masih banyak terdapat potensi sumber daya lokal seperti kayu. Masyarakat setempat masih banyak yang menggunakan kayu bakar untuk memasak. Ketersediaan potensi ini, menyebabkan masyarakat merasa belum kekurangan sumber energi terutama untuk bahan bakar memasak. Selain itu kayu bakar sangat mudah diperoleh dan masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab sehingga teknologi biogas kurang berkembang di Kabupaten Enrekang. Namun keadaan ini bukan tanpa masalah, pengunaan kayu bakar akan menyebabkan kebutuhan masyarakat akan kayu semakin meningkat, keadaan ini dapat menyebabkan kondisi alam sekitar menjadi rusak dan hutan menjadi gundul karena penebangan pohon. Selain itu, penggunaan kayu bakar menimbulkan asap sehingga mengganggu pernafasan, meninggalkan kerak yang berwarna hitam, dapat mempengaruhi bau makanan yang dimasak serta dapat mengkontaminasi susu yang akan dibuat dangke.