BAB II TINJAUAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORITIS"

Transkripsi

1 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Difusi Inovasi Sejumlah konsep dan teori mengenai difusi inovasi yang dirujuk dari Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) yang dikemukakan dalam subbab ini dikutip dari Mugniesyah (2006). Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) mendefinisikan difusi inovasi sebagai suatu proses melalui mana inovasi dikomunikasikan kepada anggota-anggota sistem sosial melalui saluransaluran tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Hasil empiris menunjukkan bahwa adopsi terhadap teknologi baru tidak terjadi serempak, karena seseorang bisa menerima lebih cepat atau lebih lambat dari orang lain. Hal ini ditunjukkan oleh Soewardi (1972) yang dalam penelitiannya menemukan bahwa warga petani pada lapisan atas cenderung lebih responsif terhadap inovasi Panca Usaha Pertanian dibanding mereka yang berasal dari lapisan bawah. Selanjutnya, warga lapisan atas ini menyebarkan inovasi tersebut melalui pergaulan sehari-hari kepada warga lapisan bawah. Juga dikemukakan bahwa pada kasus petani lapisan bawah tidak aktif bertanya, namun mereka meniru secara diam-diam suatu inovasi dari petani lapisan atas tersebut. Sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995), proses difusi inovasi terdiri dari empat unsur yang mempengaruhinya. Unsur pertama adalah inovasi, yang diartikan sebagai suatu gagasan, praktek atau objek yang dipandang sebagai baru oleh seorang individu. Terdapat sejumlah karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak inovasi, yaitu: keuntungan relatif (relative advantages), kompatibilitas (compatibility), kompleksitas (complexity), kemudahan untuk dicoba (trialability), dan kemudahan untuk diamati (observability). Unsur kedua adalah saluran komunikasi, yaitu cara-cara melalui mana sebuah pesan diperoleh penerima dari sumber, yang dibedakan ke dalam saluran interpersonal dan media massa. Saluran komunikasi interpersonal lebih efektif membangun dan mengubah sikap, sementara saluran media massa efektif mengubah pengetahuan tentang inovasi. Selain itu, media massa memiliki

2 9 keunggulan dalam hal kecepatan dan jumlah khalayak yang bisa dijangkau. Pada Tabel 1 disajikan perbedaan karakteristik saluran komunikasi interpersonal dan media massa. Tabel 1 Karakteristik Saluran Komunikasi Interpersonal dan Media Massa No. Karakteristik Saluran Interpersonal Saluran Media Massa 1. Arus pesan Cenderung dua arah Cenderung searah 2. Konteks komunikasi Tatap muka Melalui media 3. Tingkat umpan balik Tinggi Rendah 4. Kemampuan mengatasi Tinggi Rendah tingkat selektivitas *) 5. Kecepatan jangkauan Relatif lambat Relatif cepat terhadap khalayak banyak 6. Efek yang mungkin terjadi Perubahan dan pembentukan sikap Sumber: Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mugniesyah (2006) Keterangan: *) Terutama selektivitas (untuk) terdedah atau selective exposure Perubahan pengetahuan Unsur yang ketiga dalam difusi inovasi adalah waktu. Dalam hal waktu, ada tiga aspek penting yang berhubungan dengan proses difusi, yakni: (1) proses pengambilan keputusan inovasi (the innovation-decision process), (2) keinovativan (innovativeness), dan (3) laju adopsi suatu inovasi (innovation s rate of adoption) dalam sistem sosial. Proses pengambilan keputusan inovasi (selanjutnya ditulis PK Inovasi) yang terdiri dari lima tahapan, yaitu pengenalan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi, melibatkan waktu karena setiap tahapannya biasa terjadi dalam serangkaian tatanan waktu. Terdapat empat tipe proses PK Inovasi, yaitu opsional, kolektif, otoritas, dan kontingensi, dimana keempatnya dibedakan berdasarkan unit pengambil keputusan dan unit adopsi dalam PK Inovasi tersebut. Pada PK Inovasi opsional, individu merupakan unit pengambil keputusan dan unit adopsi inovasi, sedangkan pada PK Kolektif, baik unit pengambil keputusan maupun unit adopsi inovasinya adalah kelompok atau suatu sistem sosial. Berbeda dengan tipe sebelumnya, pada tipe otoritas, PK Inovasi dilakukan oleh seseorang yang mempunyai posisi kekuasaan atasan (superordinat) sedangkan unit adopsinya adalah anggota sistem sosial bawahannya (subordinat). Adapun pada

3 10 tipe kontingensi, pengambilan keputusan merupakan kombinasi dari dua atau lebih keputusan inovasi, atau keputusan inovasi dibuat setelah ada keputusan tipe lain yang mendahuluinya. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) keinovativan (innovativeness) adalah derajat dimana seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) secara relatif lebih dini atau lebih dahulu mengadopsi sesuatu inovasi daripada rata-rata anggota sistem sosial dimana dia menjadi anggotanya. Keinovativan yang berbeda tersebut memungkinkan untuk melihat kategori adopter suatu inovasi tertentu, yang dibedakan ke dalam inovator (innovator), penganut dini (early adopter), penganut dini terbanyak (early majority), penganut lambat terbanyak (late majority) dan penolak (laggards). Laju adopsi adalah kecepatan relatif dimana suatu inovasi diadopsi oleh anggota-anggota suatu sistem sosial. Laju adopsi ini biasanya diukur sebagai jumlah penerima yang mengadopsi inovasi dalam periode waktu tertentu. Terdapat sejumlah faktor yang menentukan laju adopsi, dan masing-masing variabel meliputi satu atau lebih unsur. Adapun hubungan beberapa variabel yang menentukan laju adopsi (independent variables) dan laju adopsi inovasinya (dependent variable) digambarkan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. Unsur keempat dalam difusi inovasi adalah sistem sosial, yang diartikan suatu seperangkat unit-unit (kolektivitas) yang berhubungan satu sama lain dalam upaya mencapai tujuan bersama, khususnya dalam penyelesaian masalah. Anggota-anggota sistem sosial bisa terdiri dari individu, kelompok informal, organisasi, dan/atau subsistem-subsistem. Sistem sosial memiliki seperangkat batasan di dalam mana inovasi menyebar. Itu sebabnya penting untuk memahami pengaruh struktur sosial dalam sistem yang mempengaruhi pola-pola difusi inovasi. Rogers dan Shoemaker, menyatakan bahwa struktur sosial mempengaruhi difusi inovasi melalui beberapa cara, di antaranya peranan tokoh pemuka pendapat dan agen perubah. Dalam konteks peranan pemuka pendapat, dimungkinkan adanya individu yang mengembangkan struktur komunikasi homofili dan heterofili. Homofili adalah derajat dimana dua orang atau lebih individu yang berinteraksi memiliki kesamaan atribut atau karakteristik tertentu, seperti kepercayaan, pendidikan, status sosial, dan lainnya. Adapun heterofili

4 11 adalah derajat dimana pasangan individu-individu yang berinteraksi memiliki karakteristik yang berbeda. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), komunikasi interpersonal yang homofili dapat menghambat proses difusi, karena memungkinkan penyebaran inovasi hanya secara horizontal, baik hanya di kalangan lapisan atas atau hanya di kalangan lapisan bawah. Variabel-variabel Pengaruh I. KARAKTERISTIK INOVASI Keuntungan Relatif Kompabilitas Kompleksitas Kemungkinan Dicoba Kemungkinan Diamati Hasilnya Variabel Terpengaruh II. TIPE KEPUTUSAN INOVASI Opsional Kolektif Otoritas III. SALURAN KOMUNIKASI Interpersonal Media Massa LAJU ADOPSI INOVASI IV. CIRI SISTEM SOSIAL Tradisional vs Modern Derajat Integrasi Komunikasi Dan lain-lain V. UPAYA PROMOSI OLEH AGEN PERUBAH Sumber: Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) dalam Mugniesyah (2006) Gambar 1 Paradigma Laju Adopsi Inovasi

5 Konsep Adopsi Berlebihan (Over Adoption) Rogers dan Shoemaker (1971) mengemukakan bahwa pada masa lalu banyak peneliti yang secara implisit mengasumsikan bahwa adopsi inovasi oleh responden mereka merupakan perilaku yang diinginkan, dan sebaliknya jika mereka menolak menjadi perilaku yang kurang diinginkan. Pendapat ini menurut mereka tidak selamanya benar, karena adanya gejala adopsi berlebihan (over adoption) yaitu adanya adopsi suatu inovasi yang dilakukan oleh seorang individu padahal menurut ahli seharusnya dia menolaknya. Terdapat beberapa alasan mengapa terjadi adopsi yang berlebihan, di antaranya adalah: (1) adopter memiliki pengetahuan yang kurang lengkap tentang inovasi tersebut, (2) ketidakmampuan adopter meramalkan konsekuensi yang terjadi, dan (3) maniak inovasi. Namun demikian, dikemukakan bahwa sulit untuk menentukan apakah seseorang harus atau tidak harus mengadopsi inovasi, karena kriteria rasionalitas tidak mudah diukur. Selain itu, seringkali yang menjadi dasar para peneliti dalam membedakan hal itu cenderung didasarkan pada faktor ekonomi, dengan alasan rasionalitasnya lebih objektif. Selanjutnya, pada Tabel 2 di bawah ini ditunjukkan hasil studi Goldstein dan Eichhorn (1961) yang menelaah rasionalitas dan irasionalitas adopsi budidaya jagung-4 baris di kalangan petani Indian, Amerika (Rogers dan Shoemaker 1971). Tabel 2 Rasionalitas dan Irasionalitas dalam Adopsi dan Menolak Penanaman Jagung-4 Baris di Kalangan Petani Indian Keputusan Inovasi Rekomendasi Ahli Bagi Individu pada Individu Adopsi Menolak Pengadopsi Berlebihan Pengadopsi Rasional Adopsi yang Irasional (37%) (11%) Penolak yang Rasional Menolak Penolak Irasional (19%) (33%) Sumber: Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mugniesyah (2006) Dalam hal faktor yang menentukan rasionalitas dan irasionalitas, Goldstein dalam Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa tipe rasional berbeda dari yang irasional oleh karena tingkat pendidikan mereka berbeda dan mereka tidak dipengaruhi kepercayaan tradisional. Dengan perkataan lain, tingkat

6 13 pendidikan menjadi salah satu faktor yang membawa individu untuk lebih rasional dan bisa membedakan penting atau tidaknya untuk memutuskan adopsi inovasi. 2.3 Hasil-hasil Studi Penggunaan Ponsel Terdapat sejumlah studi berkenaan penggunaan teknologi komunikasi, khususnya ponsel. Studi Mulyandari (2006) menemukan bahwa karakteristik personal mahasiswa, khususnya jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat terpaan media massa, tidak berhubungan dengan sikap mahasiswa terhadap penggunaan ponsel, namun tujuan mahasiswa dalam penggunaan ponsel berhubungan dengan sikapnya terhadap ponsel. Mahasiswa yang membutuhkan ponsel untuk kepentingan yang menyangkut keluarga dan kegiatan kampus cenderung memiliki sikap positif terhadap ponsel. Berbeda dengan Mulyandari, Lutfiyah (2007) menemukan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan persepsi remaja terhadap ponsel, dimana remaja laki-laki memiliki persepsi yang lebih sesuai terhadap ponsel dibandingkan dengan remaja perempuan. Adapun hasil studi Prayifto (2010) menunjukkan bahwa sikap remaja desa terhadap ponsel tidak berhubungan nyata dengan perilakunya dalam menggunakan ponsel baik untuk memperoleh informasi, berintegrasi, berinteraksi sosial dan memperoleh hiburan, karena penggunaan ponsel oleh mereka tergantung pada faktor situasional. Selanjutnya dikemukakan bahwa walaupun mereka memiliki sikap positif terhadap ponsel belum tentu tingkat perilakunya dalam menggunakan ponsel menjadi tinggi. Berbeda dari Lutfiyah yang melaporkan bahwa status ekonomi tidak berhubungan dengan persepsi remaja terhadap ponsel, hasil studi Utaminingsih (2006) menemukan bahwa tingkat penggunaan ponsel oleh remaja berhubungan positif dengan status ekonomi keluarga; semakin tinggi status ekonomi keluarga semakin memungkinkan peningkatan penggunaan ponsel terutama dalam hal penggunaan pulsa. Yang menarik, studi Utaminingsih menemukan bahwa tujuan penggunaan ponsel (faktor internal) serta keberadaan teman dekat dan kelompok sebaya (peer group), pengaruhnya sangat kuat terhadap penggunaan ponsel di kalangan remaja. Temuan lainnya adalah bahwa tingkat penggunaan ponsel oleh remaja tersebut tidak mempengaruhi interaksi sosial (tatap muka) mereka dengan lingkungan sosialnya.

7 Kerangka Pemikiran Penelitian yang berjudul Difusi Inovasi Ponsel di Perdesaan ini dilandasi sejumlah konsep dan teori difusi inovasi dari Rogers dan Shoemaker (1971) serta Rogers (1995), khususnya berkenaan keinovativan dan laju adopsi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, variabel Tingkat Keinovativan (Y1) dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (Y2) dipandang sebagai variabel terpengaruh. Mengacu pada paradigma laju adopsi inovasi (Gambar 1), diduga terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi laju adopsi ponsel, di antaranya adalah penerimaan individu terhadap karakteristik inovasi ponsel (yang selanjutnya disingkat menjadi karakteristik inovasi ponsel), tipe pengambilan keputusan inovasi, saluran komunikasi, karakteristik sistem sosial, dan promosi oleh agen promosi. Pada faktor karakteristik inovasi ponsel terdapat lima variabel yang diduga mempengaruhi kedua variabel terpengaruh dalam penelitian ini (Y1 dan Y2), yaitu: Tingkat Keuntungan Relatif (X1), Tingkat Kesesuaian (X2), Tingkat Kerumitan (X3), Tingkat Kemungkinan Dicoba (X4), dan Tingkat Kemungkinan Diamati (X5). Oleh karena di kalangan masyarakat perdesaan dimungkinkan adanya keragaman unit adopsi dan unit pengambilan keputusan ponsel, Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi (Tipe PK Inovasi) (X6) juga diduga mempengaruhi kedua variabel terpengaruh di atas. Dengan merujuk pada paradigma PK Inovasi dan sejumlah hasil penelitian terdahulu variabel pada saluran komunikasi yang diduga berpengaruh adalah Tingkat Keragaman Sumber Informasi (X7). Selanjutnya, sebagaimana diketahui, komunikasi interpersonal merupakan bagian integral dari komunikasi masyarakat perdesaan. Di pihak lain, para ahli tersebut di atas menyatakan bahwa salah satu indikator pembeda sistem sosial tradisional dan modern adalah tinggi rendahnya integrasi anggota sistem sosial yang tercermin dari keanggotaan mereka dalam beragam kelompok/organisasi serta status mereka di dalamnya. Berdasar hal itu, dalam penelitian ini terdapat dua variabel pada sistem sosial yang diduga mempengaruhi difusi inovasi ponsel, yaitu Tingkat Ketaatan Individu dalam Aktivitas Komunikasi Interpersonal disingkat Tingkat Ketaatan Individu- (X8) dan Tingkat Integrasi Sosial Individu (X9). Selanjutnya, oleh karena fakta di lapangan ada para agen penjual/jasa ponsel yang juga berperan mempromosikan

8 15 ponsel guna mempengaruhi warga masyarakat untuk membelinya (mengadopsi ponsel), maka Frekuensi Kunjungan/Pertemuan dengan Penjual/Jasa Ponsel (X10) merupakan variabel pada aspek promosi oleh agen ponsel yang juga diduga mempengaruhi difusi inovasi ponsel (Y1 dan Y2). Sebagaimana telah dikemukakan di atas, tingkat keinovativan diukur oleh jumlah individu anggota suatu sistem sosial yang mengadopsi inovasi dalam satuan waktu tertentu. Sehubungan dengan itu, karakteristik individu diduga juga mempengaruhi difusi inovasi ponsel (Y1 dan Y2). Merujuk pada pendapat kedua ahli di atas dan hasil beberapa penelitian terdahulu, variabel-variabel pada karakteristik individu yang diduga mempengaruhi tingkat keinovativan adalah Tingkat Pendidikan Formal (X11), Pola Perilaku Komunikasi (X12), Status Sosial-ekonomi (X13), dan Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi (X14). Adapun mengenai tujuan penelitian untuk mengetahui adanya gejala adopsi berlebihan (over adoption), hal tersebut akan ditelaah secara kualitatif, karena adopsi berlebihan tidak termasuk dalam unsur-unsur difusi inovasi. Berdasar pada kerangka pemikiran tersebut di atas, hubungan antara variabel pengaruh (independent variables) dan terpengaruh (dependent variables) dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

9 16 KARAKTERISTIK INOVASI PONSEL X1: Tingkat Keuntungan Relatif X2: Tingkat Kompabilitas X3: Tingkat Kerumitan X4: Tingkat Kemungkinan Dicoba X5: Tingkat Kemungkinan Diamati KARAKTERISTIK SISTEM SOSIAL X8 : Tingkat Ketaatan Individu X9 : Tingkat integrasi individu X6: Tipe PK Inovasi DIFUSI INOVASI PONSEL Y1: Tingkat Keinovativan Individu Y2: Laju Adopsi Inovasi Ponsel PROMOSI OLEH AGEN PERUBAH X10: Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual /Jasa Ponsel SALURAN KOMUNIKASI X7: Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel KARAKTERISTIK INDIVIDU X11: Tingkat Pendidikan Formal X12: Pola Perilaku Komunikasi X13: Tingkat Status Sosial-ekonomi X14: Tingkat Kebutuhan Individu Keterangan: Hubungan Pengaruh yang Diuji Gambar 2 Hubungan antara variabel pengaruh (independent variables) dengan variabel terpengaruh (dependent variables) dalam Difusi Inovasi Ponsel

10 Hipotesis Penelitian Terdapat sejumlah hipotesis dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Semakin tinggi semua variabel pada tingkat penerimaan individu terhadap karakteritik inovasi ponsel -kecuali pada tingkat kerumitan-, semakin tinggi tingkat keinovativan individu dan laju adopsi inovasi ponsel. 2. Tipe pengambilan keputusan inovasi opsional berhubungan positif dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel. 3. Semakin tinggi tingkat keragaman sumber informasi inovasi ponsel semakin tinggi tingkat keinovativan individu dan laju adopsi inovasi ponsel. 4. Semakin tinggi tingkat ketaatan individu dalam berkomunikasi secara interpersonal, maka semakin rendah tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel. 5. Semakin tinggi tingkat integrasi individu dalam kelompok/individu, semakin tinggi tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel. 6. Semakin tinggi frekuensi pertemuan individu dengan agen penjual/ jasa ponsel, semakin tinggi tingkat keinovativan dan ponsel. laju adopsi inovasi 7. Semakin tinggi semua variabel pada karakteristik individu semakin tinggi tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel. 2.6 Definisi Operasional 1. Tingkat Keinovativan (Y 1 ) adalah waktu (tahun) yang dibutuhkan individu sejak mendengar atau mengenal inovasi ponsel sampai dengan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Merujuk kepada fakta bahwa inovasi ponsel telah dikenal warga masyarakat Desa Kemang, sejak tahun 1995 atau sekitar 15 tahun yang lalu, ketika salah seorang warga mempunyai ponsel untuk pertama kalinya, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kategori: (1) rendah, jika individu mengadopsi inovasi ponsel setelah lebih dari 10 tahun sejak digunakan warga Kemang (setelah tahun 2006) (2) sedang, jika individu mengadopsi inovasi ponsel setelah lebih

11 18 dari lima tahun sejak digunakan warga (periode tahun ), dan (3) tinggi, jika individu mengadopsi inovasi ponsel pada lima tahun pertama sejak ponsel digunakan warga kemang (periode ). 2. Laju Adopsi Inovasi Ponsel (Y 2 ) adalah jumlah individu yang mengadopsi inovasi ponsel dalam periode waktu (tahun), sejak masuknya ponsel sampai dengan digunakannya oleh sebagian besar anggota sistem sosial (kampung). Dari hasil perhitungan diperoleh laju adopsi sebesar 28 persen dan 17 persen berturut-turut untuk di Kampung Beber dan Kampung Cikupa. Berdasar hal tersebut, Laju Adopsi dibedakan ke dalam kategori: (1) rendah (skor 1), untuk responden yang berasal dari Kampung Cikupa dan (2) tinggi (skor 2), untuk responden yang berasal dari Kampung Beber. 3. Tingkat Keuntungan Relatif Inovasi Ponsel (X 1 ) adalah derajat dimana inovasi ponsel dipandang memberikan keuntungan pada individu, berupa: mengurangi biaya transportasi untuk berhubungan jarak jauh, efisiensi waktu dalam berkomunikasi, meningkatkan prestise dalam pergaulan, memperlancar urusan bisnis/pekerjaan, dan menghemat biaya pencarian informasi; dibedakan dalam tiga kategori: (1) rendah, jika individu memperoleh satu sampai dua jenis keuntungan atau tidak sama sekali, (2) sedang, jika individu memperoleh tiga sampai empat jenis keuntungan, dan (3) tinggi, jika individu memperoleh seluruh jenis keuntungan. 4. Tingkat Kesesuaian Inovasi Ponsel (X 2 ) adalah derajat dimana aktivitas komunikasi antar individu menggunakan inovasi ponsel dipandang sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya, pengalaman sebelumnya, dan kebutuhan terhadap inovasi ponsel, yang meliputi: menjalin hubungan interpersonal antar individu, menyampaikan pesan secara efektif, dan memenuhi kebutuhan komunikasi. Berdasar hal tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam kategori-kategori: (1) rendah, jika ada satu jenis kesesuaian atau tidak ada sama sekali, (2) sedang, jika ada dua jenis kesesuaian, dan (3) tinggi, jika ada tiga jenis kesesuaian. 5. Tingkat Kerumitan Inovasi Ponsel (X 3 ) adalah derajat dimana sejumlah fitur pada inovasi ponsel dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan

12 19 digunakan oleh individu. Fitur pada ponsel di antaranya: telepon, SMS, MMS, game, MP3, kamera, video, internet. Mengacu pada jenis fitur tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kategori: (1) rendah, jika individu menilai sulit menggunakan satu jenis fitur atau tidak sama sekali, (2) sedang, jika individu menilai sulit menggunakan dua jenis fitur, dan (3) tinggi, jika individu menilai sulit dalam menggunakan tiga dan/atau lebih jenis fitur. 6. Tingkat Kemungkinan Dicobanya Inovasi Ponsel (X 4 ) adalah derajat dimana inovasi ponsel dianggap relatif mudah diaplikasikan oleh individu karena tersedianya sarana pendukung: jaringan ponsel, penjual pulsa, dan aliran listrik; dibedakan ke dalam tiga kategori: (1) rendah, jika hanya satu sarana pendukung yang tersedia atau tidak sama sekali, (2) sedang, jika dua sarana pendukung yang tersedia, dan (3) tinggi, jika seluruh sarana pendukung tersedia. 7. Tingkat Kemungkinan Diamatinya Inovasi Ponsel (X 5 ) adalah derajat dimana hasil-hasil penggunaan inovasi ponsel dapat diamati (dirasakan manfaatnya oleh individu), yang meliputi: memperluas pergaulan, update akan informasi, dan bergengsi. Berdasar hal ini, variabel ini dibedakan ke dalam kategori-kategori: (1) rendah, jika hanya memperoleh satu jenis manfaat atau tidak sama sekali, (2) sedang, jika memperoleh dua jenis manfaat yang dapat diamati, dan (3) tinggi, jika memperoleh semua manfaat.. 8. Tipe PK Inovasi Ponsel (X 6 ) adalah keterlibatan individu sebagai unit pengambil keputusan dan/atau unit adopsi dalam PK Inovasi Ponsel, dibedakan ke dalam (1) opsional, jika individu berperan sebagai unit pengambil keputusan sekaligus unit adopsi inovasi ponsel, (2) kolektif, jika individu bersama-sama anggota keluarganya menjadi unit pengambil keputusan dan unit adopsi inovasi ponsel, dan (3) otoritas, jika unit pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas (instruksi dari pihak di luar keluarga atau atasan di tempat individu bekerja). Berdasar kondisi tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kategori: (1) rendah, jika tipe pengambilan keputusan otoritas, (2) sedang,

13 20 jika tipe pengambilan keputusan kolektif, dan (3) tinggi, jika tipe pengambilan keputusan opsional. 9. Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel (X 7 ) adalah total skor dari jumlah sumber informasi inovasi ponsel bagi individu, yang meliputi saluran komunikasi interpersonal dan media massa. Dengan menetapkan bahwa setiap jenis sumber informasi baik dari saluran interpersonal maupun media massa diberi skor satu; maka variabel ini dibedakan ke dalam tiga kategori : (1) rendah, jika hanya satu jenis sumber informasi inovasi ponsel, (2) sedang, jika ada dua jenis sumber informasi inovasi ponsel, dan (3) tinggi, jika ada tiga jenis atau lebih sumber informasi inovasi ponsel. 10. Tingkat Ketaatan Individu Pada Aktivitas Komunikasi Interpersonal (X 8 ) adalah derajat dimana setelah individu mengadopsi ponsel, dia cenderung mempertahankan aktivitas komunikasi interpersonalnya. Berdasar batasan tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam kategori-kategori: (1) rendah, jika individu memutuskan hubungan komunikasi interpersonal, (2) sedang, jika individu mengurangi hubungan komunikasi interpersonal, dan (3) tinggi, jika individu tetap berhubungan melalui komunikasi interpersonal. 11. Tingkat Integrasi Individu (X 9 ) adalah total skor dari jumlah kelompok dan/atau organisasi yang aktivitasnya diikuti oleh individu dan status individu dalam kelompok dan/ atau organisasi tersebut. Keikutsertaan pada setiap kelompok diberi skor satu; sementara untuk status dalam kelompok/organisasi pemberian skornya berturut-turut: satu jika berstatus anggota, dua untuk pengurus namun bukan berstatus ketua dan tiga jika berstatus ketua. Berdasar hal tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kategori: (1) rendah, jika total skor keikutsertaan dan status individu dalam kelompok/organisasi kurang dari 3; (2) sedang, jika total skor keikutsertaan dan status individu dalam kelompok/ organisasi antara 3-6, dan (3) tinggi, jika total skor keikutsertaan dan status individu dalam kelompok lebih dari Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/ Jasa Ponsel (X 10 ) adalah total pertemuan dalam sebulan yang dilakukan antara individu dengan agen

14 21 penjual/ jasa ponsel; dibedakan ke dalam kategori: (1) rendah, jika pertemuan individu dengan agen penjual/ jasa ponsel sebanyak kurang dari lima kali; (2) sedang, jika pertemuan individu dengan agen penjual/ jasa ponsel antara 5-10 kali; dan (3) tinggi, jika pertemuan individu dengan agen penjual/jasa ponsel lebih dari 10 kali. 13. Tingkat Pendidikan Formal (X 11 ) adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti individu, dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika tamat dan/atau sedang SD/sederajat, (2) sedang, jika tamat dan/atau sedang SLTP/sederajat, dan (3) tinggi, jika tamat dan/atau sedang SLTA/ sederajat. 14. Pola Perilaku Komunikasi (X 12 ) adalah akumulasi interaksi individu dengan beragam sumber informasi baik melalui komunikasi interpersonal lokalit, kosmopolit maupun bermedia. Pada komunikasi interpersonal lokalit diukur dari pola interaksi dengan sumber-sumber informasi yang berdomisili sama dengan individu dalam jenjang lingkup wilayah: RT, RW, kampung, dusun, dan desa. Pada komunikasi interpersonal kosmopolit diukur dari status sumber informasi yang berinteraksi dengan individu-individu dari lingkungan pemerintahan dan kontak tani/tokoh masyarakat di lima tingkatan wilayah administratif: desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional. Baik bagi komunikasi interpersonal maupun kosmopolit, pemberian skornya adalah satu sampai dengan lima berturut-turut dari jenjang yang terendah ke tertinggi. Untuk komunikasi bermedia dibedakan menurut jenis medianya: radio, surat kabar, telepon, televisi, dan internet; dengan pemberian skor satu jika individu berkomunikasi dengan pihak lain melalui salah satu jenis media atau tidak sama sekali; skor dua jika individu berkomunikasi dengan memanfaatkan lebih dari dua jenis media; skor 3, jika individu berkomunikasi dengan memanfaatkan tiga dan/atau lebih jenis media. Selanjutnya, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kriteria: (1) rendah, jika total skor kurang dari 11, (2) sedang, jika total skor antara 11-19, dan (3) tinggi, jika total skor lebih dari 19.

15 Tingkat Status Sosial Ekonomi (X 14 ) adalah kumulatif dari faktor-faktor: status penguasaan lahan, pemilikan media elektronik dan pemilikan kendaraan bermotor. Merujuk pada Mugniesyah (2007), status penguasaan lahan dibedakan ke dalam: (1) stratum I adalah golongan rumahtangga yang tidak berlahan, (2) stratum II adalah golongan rumahtangga yang menguasai 0,1-0,7 ha lahan, (3) stratum III adalah golongan rumahtangga yang menguasai 0,7-1,5 ha lahan, dan (4) stratum IV adalah golongan rumahtangga yang menguasai lebih dari 1,5 ha lahan. Adapun skor yang diberikan berturut-turut satu sampai dengan empat untuk Stratum I, II, III, dan IV. Skor untuk pemilikan media elektronik sebesar satu sampai dengan empat untuk berturut-turut media radio, ponsel, TV berwarna, dan jaringan internet. Masing-masing diberi skor 1, 2, 3, 4. Pemilikan kendaraan bermotor dibedakan antara motor dan mobil. Skor masingmasing adalah 1 dan 2. Berdasar hal tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kriteria: (1) rendah, jika total skor yang diperoleh individu kurang dari 7, (2) sedang, jika total skor yang diperoleh individu antara 7 10, dan (3) tinggi, jika total skor yang diperoleh individu lebih dari Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel (X 16 ) adalah motivasi atau alasan individu dalam konteks tujuan individu untuk mengadopsi inovasi ponsel. Dengan merujuk pada pendapat Berlo (1960) dan Tubs dan Moss (1983) dalam Lubis (2009), tujuan komunikasi meliputi: memperoleh informasi, mendapatkan hiburan, menjalin hubungan dan membantu bisnis/pekerjaan. Berdasar hal tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kategori, (1) rendah, jika bermotivasikan satu tujuan komunikasi atau tidak sama sekali, 2) sedang, jika bermotivasikan dua tujuan komunikasi, dan (3) tinggi, bermotivasikan tiga atau lebih tujuan komunikasi.

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER 46 BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat empat unsur dalam proses difusi, yaitu: (1) inovasi, (2) saluran

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.Perbandingan Inovasi Budidaya Padi Metode SRI dan Budidaya Padi Konvensional Terdapat sejumlah perbedaan kegiatan dan/atau komponen budidaya padi menurut inovasi SRI dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di

Lebih terperinci

DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN

DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN 1 DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN (Kasus Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) Oleh: Laras Sirly Safitri I34070035 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA Adanya komponen waktu dalam proses difusi, dapat mengukur tingkat keinovativan dan laju

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi Variabel-variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh I. KARAKTERISTIK INOVASI Keuntungan Relatif Kompatibilitas Kompleksitas Kemungkinan Dicoba kemungkinan Diamati

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci

Praktikum Perilaku Konsumen

Praktikum Perilaku Konsumen Modul ke: Praktikum Perilaku Konsumen Difusi dan Inovasi Konsumen Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ade Permata Surya, S.Gz., MM. Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Definisi Inovasi dan Difusi Inovasi

Lebih terperinci

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri DIFUSI INOVASI M ETODE PENGEMBANGAN PARTISIPATIF Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi 1. Sifat inovasi (keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN. Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP

PENDIDIKAN. Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP PENDIDIKAN Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP DEFINISI Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah sebuah proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media dapat diartikan sebagai alat atau sarana yang dipergunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media dapat diartikan sebagai alat atau sarana yang dipergunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengaruh Media Cetak Media dapat diartikan sebagai alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak (Cangara, 2002), sedangkan media

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI KONTEKS BUDAYA DAN MASYARAKAT

TEORI KOMUNIKASI KONTEKS BUDAYA DAN MASYARAKAT PENYEBARAN INFORMASI DAN PENGARUH Teori Komunikasi-1, Sesi 14 Hipotesis Dua Langkah Lazarsfeld TEORI KOMUNIKASI KONTEKS BUDAYA DAN MASYARAKAT PENYEBARAN INFORMASI DAN PENGARUH: Hipotesis Dua Langkah Lazarsfeld

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

Definisi-definisi Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah se

Definisi-definisi Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah se DIFUSI INOVASI Everett M. Rogers Jat Jat Wirijadinata Definisi-definisi Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Food Safety Masuk Desa (FSMD) 2.1.1 Keamanan Pangan (Safety Food) Keamanan pangan (safety Food) diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk dikonsumsi. Keamanan pangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi masyarakat peternak di Kabupaten Pandeglang. Usaha peternakan kerbau di

PENDAHULUAN. bagi masyarakat peternak di Kabupaten Pandeglang. Usaha peternakan kerbau di 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Pandeglang merupakan sentra populasi kerbau di Provinsi Banten dengan jumlah populasi kerbau sebesar 29.106 ekor pada tahun 2012 (Arfiani, 2016). Beternak

Lebih terperinci

Modul Perkuliahan VII Komunikasi Massa

Modul Perkuliahan VII Komunikasi Massa Modul ke: 9 Modul Perkuliahan VII Komunikasi Massa Model Dampak / Pengaruh Komunikasi Massa Fakultas ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., Ph.D Program Studi Broadcasting Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

HAND-OUT MATAKULIAH INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN. (Suyantiningsih, M.Ed.)

HAND-OUT MATAKULIAH INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN. (Suyantiningsih, M.Ed.) HAND-OUT MATAKULIAH INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN (Suyantiningsih, M.Ed.) PENDAHULUAN Dalam sejarah Amerika Serikat, teori difusi inovasi telah ada sejak tahun 1950-an. Dalam konteks sejarah yang dimaksud,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam rangka ketahanan pangan penduduk Indonesia. Permintaan akan beras meningkat pesat seiring dengan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Usahatani Padi Sistem Jajar Legowo Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana mengusahakan dan mengkoodinir faktor produksi seperti lahan

Lebih terperinci

Pengertian Komunikasi Inovasi

Pengertian Komunikasi Inovasi Modul 1 Pengertian Komunikasi Inovasi Ir. M. Priono, M. Si. Dra. Nila Kusuma Widrati, M. Si. M PENDAHULUAN anusia sebagai makhluk yang memiliki daya pikir dan emosi, hidup dalam sistem sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Keberdayaan petani termasuk juga petani tebu tidak hanya ditentukan oleh kemampuan adopsi inovasi usahatani yang berbasis teknologi. Adopsi inovasi kelembagaan

Lebih terperinci

pelaksanaan dalam penyaluran KKP di pedesaan. Penelitian ini melibatkan

pelaksanaan dalam penyaluran KKP di pedesaan. Penelitian ini melibatkan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini ingin mengetahui faktor yang mempengaruhi pola pelaksanaan dalam penyaluran KKP di pedesaan. Penelitian ini melibatkan karakteristik petani,

Lebih terperinci

Komunikasi Pemasaran dan Adopsi Produk Baru

Komunikasi Pemasaran dan Adopsi Produk Baru Komunikasi Pemasaran dan Adopsi Produk Baru Hensi Margaretta, MBA. 1 Pokok Bahasan Peran utama komunikasi pemasaran dalam mempengaruhi karakteristik inovasi Peran komunikasi lisan (word of mouth) 2 Produk

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERDASARKAN PADA KATEGORI ADOPTER Oleh Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra ABSTRAK

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERDASARKAN PADA KATEGORI ADOPTER Oleh Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra ABSTRAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERDASARKAN PADA KATEGORI ADOPTER Oleh Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra ABSTRAK Pembagian anggota sistem sosial ke dalam kelompok-kelompok

Lebih terperinci

DIFUSI INOVASI JARING PENGUSIR BURUNG PADA KELOMPOK TANI SUMBER MAKMUR DI DESA KALIBELO, KECAMATAN GAMPENGREJO, KABUPATEN KEDIRI

DIFUSI INOVASI JARING PENGUSIR BURUNG PADA KELOMPOK TANI SUMBER MAKMUR DI DESA KALIBELO, KECAMATAN GAMPENGREJO, KABUPATEN KEDIRI DIFUSI INOVASI JARING PENGUSIR BURUNG PADA KELOMPOK TANI SUMBER MAKMUR DI DESA KALIBELO, KECAMATAN GAMPENGREJO, KABUPATEN KEDIRI Oleh: Gres Kurnia (071015025) - B Email: grassgresy@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi Inovasi menurut Rogers (1983) merupakan suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau kelompok pengadopsi.

Lebih terperinci

Salah satu bekal yang berguna bagi usaha memasyarakatkan inovasi atau ide-ide baru adalah pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana inovasi tersebut

Salah satu bekal yang berguna bagi usaha memasyarakatkan inovasi atau ide-ide baru adalah pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana inovasi tersebut "OPINION LEADER" PERANANNYA DALAM PROSES ADOPSI TEKNOLOGI IB TERNAK SAPI MADURA Jauhari Efendy Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Sosial Masyarakat tidak dapat dibayangkan dalam suatu keadaan yang tetap dan diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat akan selalu

Lebih terperinci

PROSES ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN PERIKANAN DR. IR HJ. KHODIJAH, M.SI

PROSES ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN PERIKANAN DR. IR HJ. KHODIJAH, M.SI PROSES ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN PERIKANAN DR. IR HJ. KHODIJAH, M.SI PROSES ADOPSI INOVASI KONSEP ADOPSI BAHLEN Dalam model proses adopsi Bahlen ada 5 tahap yang dilalui sebelum seseorang

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI MASSA

TEORI KOMUNIKASI MASSA BAB 6 Modul 9 TEORI KOMUNIKASI MASSA Tujuan Intruksional Khusus: Mahasiswa mampu menjelaskan teori dan model dasar komunikasi massa, menjelaskan teori dan model tentang pengaruh komunikasi massa terhadap

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir 49 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kemampuan masyarakat (peternak) untuk berpartisipasi dalam pembangunan harus didahului oleh suatu proses belajar untuk memperoleh dan memahami informasi,

Lebih terperinci

ATRIBUT INOVASI DAN TINGKAT KECEPATAN ADOPSI

ATRIBUT INOVASI DAN TINGKAT KECEPATAN ADOPSI 2013 ATRIBUT INOVASI DAN TINGKAT KECEPATAN ADOPSI DIFUSI INOVASI PENDIDIKAN KELOMPOK 10 1. Idham Art 2. Djatmiko 3. Rizky Fajrina 4. Riski Khoirunnisa KELOMPOK 10 DIFUSI INOVASI PENDIDIKAN 5/7/2013 KATA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 173 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menggunakan analisa deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan path analysis (analisis jalur) dengan

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Paradigma Adopsi Inovasi Paradigma lama kebijakan pembangunan selama ini mengalami distorsi terhadap pluralitas bangsa dengan melakukan perencanaan program

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN KOMUNIKASI (2)

ANALISIS PERENCANAAN KOMUNIKASI (2) MODUL PERKULIAHAN ANALISIS PERENCANAAN KOMUNIKASI (2) Pokok Bahasan 1. Model-Model Perencanaan Komunikasi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Program Pascasarjana Magister Ilmu 52024

Lebih terperinci

AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION

AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION Aksesibilitas terhadap media komunikasi cyber extension adalah peluang memanfaatkan media komunikasi cyber extension yang meliputi beberapa aspek,

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP LAYANAN NOKIA LIFE TOOL SEBAGAI INOVASI MEDIA INFORMASI PERTANIAN

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP LAYANAN NOKIA LIFE TOOL SEBAGAI INOVASI MEDIA INFORMASI PERTANIAN ISSN : 1978-4333, Vol. 04, No. 03 PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP LAYANAN NOKIA LIFE TOOL SEBAGAI INOVASI MEDIA INFORMASI PERTANIAN Students Perception in Nokia Life Tool as an Information Media of Agricultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

Modul 4 : Adopsi, Difusi dan Inovasi dalam Penyuluhan Peternakan

Modul 4 : Adopsi, Difusi dan Inovasi dalam Penyuluhan Peternakan Modul 4 : Adopsi, Difusi dan Inovasi dalam Penyuluhan Peternakan Pengertian Adopsi - Proses yg melibatkan dimensi Waktu - Berkaitan dengan pengambilan keputusan Adopsi :Proses /Peristiwa diterimanya suatu

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN TINGKAT KETERDEDAHAN

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN TINGKAT KETERDEDAHAN 47 BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN TINGKAT KETERDEDAHAN 6.1 Keterdedahan Rubin (2005) mengartikan terpaan media sebagai suatu aktivitas khalayak dalam memanfaatkan atau menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. Service mempunyai banyak karakteristik seperti, bersifat intangible dan

BAB II KERANGKA TEORITIS. Service mempunyai banyak karakteristik seperti, bersifat intangible dan BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Pengertian Service Service atau layanan sekarang ini sudah sangat berbeda dengan layanan tradisional yang dulu pernah ada. Layanan sekarang ini lebih bersifat cepat, tanggap,

Lebih terperinci

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK PERSEPSI PETANI TENTANG DETERMINAN SELEKSI SALURAN KOMUNIKASI DALAM PENERIMAAN INFORMASI USAHATANI PADI (KASUS PETANI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN) Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering muncul ketika pertama kali mengkaji inovasi adalah masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering muncul ketika pertama kali mengkaji inovasi adalah masalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Inovasi pengertian inovasi telah ditelaah dari berbagai sudut pandang dan disiplin ilmu, seperti manajemen bisnis, sosiologi, antropologi dan psikologi.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 33 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survey yang bersifat explanatory research yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi dengan menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mudah dibawa kemana saja adalah telepon seluler (handphone).

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mudah dibawa kemana saja adalah telepon seluler (handphone). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin beragamnya produk handphone yang terus berkembang di pasaran merupakan salah satu contoh persaingan yang semakin ketat dibidang bisnis handphone.

Lebih terperinci

STUDI DIFUSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI KABUPATEN TASIKMALAYA

STUDI DIFUSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI KABUPATEN TASIKMALAYA STUDI DIFUSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI KABUPATEN TASIKMALAYA (Kasus di Dusun Muhara Desa Banjarsari Kecamatan Sukaresik Provinsi Jawa Barat) Oleh: Gilang Kartiwa Nugraha I34053062

Lebih terperinci

overtime among the members of a social system), proses dimana suatu inovasi

overtime among the members of a social system), proses dimana suatu inovasi xx BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Difusi dan Inovasi Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers 1995 dalam Sciffman dan Kanuk (2010) mendefinisikan difusi sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif.

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif. 33 BAB III METODOLOGI 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif. Metode penelitian yang digunakan berupa (a) full enumeration survey, yaitu mewawancarai seluruh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di

BAB I PENDAHULUAN. bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang dimulai sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di segala bidang, terutama

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGARUH TINGKAT SES, INTENSITAS KOMUNIKASI TIM SIAGA BENCANA, INTENSITAS SOSIALISASI, DAN INTENSITAS

BAB IV ANALISIS PENGARUH TINGKAT SES, INTENSITAS KOMUNIKASI TIM SIAGA BENCANA, INTENSITAS SOSIALISASI, DAN INTENSITAS BAB IV ANALISIS PENGARUH TINGKAT SES, INTENSITAS KOMUNIKASI TIM SIAGA BENCANA, INTENSITAS SOSIALISASI, DAN INTENSITAS PEMBERITAAN BENCANA TERHADAP PERILAKU TANGGAP BENCANA Dalam bab ini akan diuraikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 17 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pola penggunaan jejaring sosial terhadap motivasi dan alokasi waktu belajar siswa SMPN 1 Dramaga, menggunakan desain

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Karakteristik demografi pemilih yang mencakup usia antara 20-49 tahun, berpendidikan SLTA dan di atasnya, memiliki status pekerjaan tetap (pegawai negeri sipil, pengusaha/wiraswasta

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 19 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Prima Tani merupakan salah satu program Badan Litbang Pertanian yang di dalamnya terdapat unsur inovasi. Sebagai suatu inovasi, Prima Tani diperkenalkan

Lebih terperinci

Latar Belakang PENDAHULUAN

Latar Belakang PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan penyuluhan pertanian yang dilaksanakan di berbagai daerah, termasuk Maluku, tidak saja mempunyai andil yang cukup penting dalam sektor pertanian, tetapi telah pula menimbulkan

Lebih terperinci

TOPIK SEMBILAN. Drs. Rudi Susilana, M.Si Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan - FIP - UPI

TOPIK SEMBILAN. Drs. Rudi Susilana, M.Si Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan - FIP - UPI TOPIK SEMBILAN TUJUAN PEMBELAJARAN Menjelaskan konsep divusi dan inovasi Mengidentifikasi ciri-ciri inovasi Mendeskripsikan masing-masing komponen inovasi Menganalisis sifat-sifat inovasi Menjelaskan inovasi

Lebih terperinci

Dalam konteks difusi inovasi menuju adopsi final itulah Rogers (1983) menawarkan karakteristik yang dapat membantu mengurangi ketidakpastian tentang

Dalam konteks difusi inovasi menuju adopsi final itulah Rogers (1983) menawarkan karakteristik yang dapat membantu mengurangi ketidakpastian tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori difusi inovasi yang dikembangkan Everett M Rogers dikenal luas sebagai teori yang membahas keputusan inovasi. Melalui buku Diffusion of Innovation (DOI), Rogers

Lebih terperinci

ADOPTION AND DIFFUSION OF INNOVATION (3)

ADOPTION AND DIFFUSION OF INNOVATION (3) 6 th Meeting ADOPTION AND DIFFUSION OF INNOVATION (3) -Anie Eka Kusumastuti, S.Pt., MP., M.Sc.- email: anieeka@ub.ac.id Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang Adopsi: Proses penerimaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Jaringan Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Jaringan Komunikasi TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Jaringan Komunikasi Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sejak lahir dan selama proses kehidupannya. Tindakan komunikasi dapat terjadi dalam berbagai konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan pendidikan pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik, setelah lulus,

Lebih terperinci

BAB I. komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass. communication (media komunikasi massa).

BAB I. komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass. communication (media komunikasi massa). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terdapat banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan oleh para ahli. Komunikasi massa adalah komunikasi yang terdiri dari media cetak dan

Lebih terperinci

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat. Berbagai terobosan yang inovatif di bidang pertanian telah dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Analisis data adalah bagian dari tahap penelitian kualitatif yang berguna untuk menelaah data yang telah diperoleh peneliti dari informan maupun dari lapangan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI Volume 11, Nomor 1, Hal. 31-37 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2009 HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Sawah Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat membawa kita pada era komunikasi massa. Komunikasi pada awalnya sederhana berubah menjadi kompleks. Sejak ditemukannya mesin cetak

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pada tahun 1960-an teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang

BAB II URAIAN TEORITIS. Pada tahun 1960-an teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Teknologi Pendidikan Pada tahun 1960-an teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang banyak mendapat perhatian di lingkungan ahli pendidikan. Pada awalnya, teknologi

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP LAYANAN NOKIA LIFE TOOLS SEBAGAI INOVASI MEDIA INFORMASI PERTANIAN

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP LAYANAN NOKIA LIFE TOOLS SEBAGAI INOVASI MEDIA INFORMASI PERTANIAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP LAYANAN NOKIA LIFE TOOLS SEBAGAI INOVASI MEDIA INFORMASI PERTANIAN (Studi pada Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura Tahun Masuk 2006, Fakultas Pertanian, Institut

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Penelitian ini dimulai dengan melihat karakteristik orang tua tunggal dan

KERANGKA PEMIKIRAN. Penelitian ini dimulai dengan melihat karakteristik orang tua tunggal dan KERANGKA PEMIKIRAN Kemandirian menentukan keberhasilan dalam kehidupan seseorang. Kemandirian meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial. Kemandirian anak ditandai dengan kemampuan berinisiatif

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM DESA KEMANG

BAB IV KEADAAN UMUM DESA KEMANG 27 BAB IV KEADAAN UMUM DESA KEMANG 4.1 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Desa Desa Kemang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

3 & 4. Modul Perkuliahan III dan IV Sosiologi Komunikasi. Proses Komunikasi Dalam Masyarakat. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm.

3 & 4. Modul Perkuliahan III dan IV Sosiologi Komunikasi. Proses Komunikasi Dalam Masyarakat. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm. Modul ke: 3 & 4 Modul Perkuliahan III dan IV Sosiologi Komunikasi Proses Komunikasi Dalam Masyarakat Fakultas ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Broadcasting Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang maknanya adalah sama. Apabila dua orang sedang berkomunikasi berarti mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi membawa konsekuensi dalam pengelolaan pendidikan, khususnya di tingkat sekolah.

Lebih terperinci

ALUR INFORMASI DAN KEPUTUSAN INOVASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR *)

ALUR INFORMASI DAN KEPUTUSAN INOVASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR *) ALUR INFORMASI DAN KEPUTUSAN INOVASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR *) INFORMATION NET AND INOVATION DECISION OF INTEGRATED PEST MANAGEMENT TECHNOLOGY IN EAST LOMBOK REGENCY

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi komunikasi dalam wujud ponsel merupakan fenomena yang paling unik dan menarik dalam penggunaannya, karena termasuk benda elektronik yang mudah digunakan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERAN PUSTAKAWAN PERGURUAN TINGGI MELALUI PROGRAM DIFUSI INFORMASI IPTEK KE MASYARAKAT

PENINGKATAN PERAN PUSTAKAWAN PERGURUAN TINGGI MELALUI PROGRAM DIFUSI INFORMASI IPTEK KE MASYARAKAT PENINGKATAN PERAN PUSTAKAWAN PERGURUAN TINGGI MELALUI PROGRAM DIFUSI INFORMASI IPTEK KE MASYARAKAT Wahid Nashihuddin Pustakawan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI Gedung A PDII-LIPI, Jl.Jend.Gatot

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Difusi Inovasi 2.1.1. Pengertian Difusi dan Inovasi Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers (1983) mendefinisikan difusi sebagai proses

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 3 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Komunikasi Massa Menurut McQuail (1987) pengertian komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan media massa untuk membuat produksi massal

Lebih terperinci

Dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi dan adopsi inovasi, ada beberapa

Dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi dan adopsi inovasi, ada beberapa , ^ BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Karakteristik Sosial Ekonomi. Karakteristik sosial ekonomi menunjukkan sumberdaya yang memiliki seseorang untuk melakukan komunikasi. la menunjukkan kemampuan omag memilih

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Usia contoh berkisar antara 14 sampai 18 tahun dan dikategorikan ke dalam kelompok remaja awal (14 sampai 16 tahun) dan remaja akhir (17 sampai 18 tahun). Dari jenis

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KOMUNIKASI. Wenny Maya Arlena, MSi

TEKNOLOGI KOMUNIKASI. Wenny Maya Arlena, MSi TEKNOLOGI KOMUNIKASI Wenny Maya Arlena, MSi Jakarta, 2011 Tehnologi? n Bahasa Latin texere ; artinya membentuk atau menumbuhkan. n Everett M. Rogers : Tehnologi adalah satu bentuk tindakan yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI

BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI 62 BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI 8.1 Hubungan Partisipasi dengan Sikap Petani terhadap Sistem Pertanian Organik Sikap seringkali mempengaruhi tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa menjadi entertainer (penghibur) yang hebat karena bisa mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa menjadi entertainer (penghibur) yang hebat karena bisa mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini media massa mengalami perkembangan yang sangat pesat, dimana kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari peranan media. Media massa menjadi sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan satu sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal.

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan satu sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. eksistensinya ditengah industri penyiaran televisi. Wawancara pun dilakukan

BAB IV ANALISIS DATA. eksistensinya ditengah industri penyiaran televisi. Wawancara pun dilakukan BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian dengan cara observasi, wawancara struktur maupun tidak berstruktur, dan dokumentasi. Obervasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan teknologi dan arus informasi yang semakin maju dan. berkembang sangat pesat mendorong masyarakat untuk lebih paham akan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan teknologi dan arus informasi yang semakin maju dan. berkembang sangat pesat mendorong masyarakat untuk lebih paham akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan teknologi dan arus informasi yang semakin maju dan berkembang sangat pesat mendorong masyarakat untuk lebih paham akan kecanggihan teknologi saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Penciptaan inovasi pertanian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Pertanian serta aplikasinya terus dilakukan melalui berbagai program penelitian

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: 10 Fakultas Ilmu Komunikasi SOSIOLOGI KOMUNIKASI MEDIA MASSA DAN PROSES SOSIALISASI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran http://mercubuana.ac.id PENGERTIAN SOSIALISASI Sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi juga dikenal sebagai media hiburan, informasi dan juga media edukasi.

BAB I PENDAHULUAN. Televisi juga dikenal sebagai media hiburan, informasi dan juga media edukasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi merupakan teknologi yang sudah di kenal akrab oleh masyarakat luas. Televisi juga dikenal sebagai media hiburan, informasi dan juga media edukasi.

Lebih terperinci