BAB I PENDAHULUAN. dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan industri dalam bidang pertanian sudah berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam kehidupan keseharian manusia tidak bisa lepas

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

BAB I PENDAHULUAN. Strategi ini dapat membuat konsumen yang berkunjung ke daerah tersebut

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

PENDAHULUAN. sebagai bahan baku atau bahan tambahan untuk membuat berbagai jenis makanan.

1 Universitas Indonesia

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sumber protein nabati, kedelai berperan penting dalam

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

UMUR SIMPAN. 31 October

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menurunkan angka pengangguran nasional. yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor (1) Pertanian,

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Baiq Rein (2010), makanan tradisional merupakan makanan yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya struktur ekonomi yang seimbang dan kokoh yang meliputi aspek

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

BAB I. PENDAHULUAN. kapita pada tahun 2012 di Indonesia sebesar 87,24 kg (Anonim a, 2012) yang tidak

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

BAB 1 PENDAHULUAN. Manisan merupakan salah satu makanan tradisional yang sudah tidak asing

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. santan dan gula kelapa. Dalam bidang pariwisata gudeg menjadi aset yang

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

I. PENDAHULUAN. Kedelai (genus Glycine) merupakan jenis tanaman pangan yang tergolong

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

I. PENDAHULUAN. pembuatan makanan dapat menghemat devisa negara (Herlina, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman.

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. sebagai bahan utamanya dan bumbu pelengkap seperti terasi, garam, asam jawa.

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bersaing dari negara lain yaitu tanaman kopi. Dari 10 negara penghasil kopi

PLASTIK SEBAGAI BAHAN KEMASAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN (oleh: Bambang S. Ariadi)

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan perkebunan salak pondoh di Kabupaten Sleman meliputi

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan semakin banyaknya produk pertanian

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

KETERANGAN TW I

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Kerangka Pemikiran, dan (7) Hipotesis Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

Transkripsi:

Produksi kedelai (ton) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempe merupakan salah satu makanan tradisional di Indonesia yang terbuat dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi kedelai di Indonesia telah mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir. Meskipun telah mengalami penigkatan hampir dari tahun ke tahun, Indonesia masih belum mampu mencukupi kebutuhan kedelai lokalnya, sehingga perlu mengimpor dari negara lain. Berikut ini disajikan grafik yang dapat dilihat pada Gambar 1.1 yang menunjukkan peningkatan produksi kedelai di Indonesia selama 5 tahun terakhir. Produksi Kedelai di Indonesia (ton) Selama 5 Tahun Terakhir 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 851286 843153 779992 954997 963099 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Tahun Produksi Kedelai (ton) Gambar 1.1 Grafik peningkatan produksi kedelai di Indonesia selama 5 tahun terakhir (Sumber : BPS, 2016) 1

2 Negara yang paling banyak mengekspor kedelai ke Indonesia yaitu, Amerika Serikat (AS), Kanada, Malaysia, China, dan Uruguay. Berikut ini disajikan daftar negara pengekspor kedelai ke Indonesia selama periode Januari hingga Agustus 2015. Tabel 1.1 Daftar negara pengekspor kedelai ke Indonesia periode Januari- Agustus 2015 Negara Pengekspor Jumlah (ton) Amerika Serikat 1.481.969 Kanada 25.573 Malaysia 9.924 China 1.684 Uruguay 2.318 Lainnya 4.278 (Sumber : Dhani, 2015) Diketahui bahwa konsumsi masyarakat mancapai 2,54 juta ton biji kering kedelai yang terdiri dari konsumsi langsung penduduk sebesar 2 juta ton biji kering kedelai, pakan ternak sebesar 3.000 ton biji kering kedelai, benih sebesar 39.000 ton biji kering kedelai, industri non makanan sebesar 446.000 ton biji kering kedelai, dan susu sebesar 49.000 ton biji kering kedelai. Meskipun produksi kedelai lokal dari tahun ke tahun terus meningkat, namun kebutuhan tersebut masih belum dapat dipenuhi terutama bagi industri tahu dan tempe. Kebutuhan untuk bahan baku tahu dan tempe adalah 62% - 70% (dari 2,5 juta ton), dan lainnya untuk makanan dan minuman (Aditiasari, 2015).

3 Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dijadikan untuk memproduksi tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain) (BSN, 2012). Berdasarkan data BPS dengan update terakhir pada 22 September 2015, konsumsi tempe rata-rata per kapita per minggu di Indonesia tahun 2014 diperkirakan mencapai 0,133 kg. Umumnya, masyarakat Indonesia mengkonsumsi tempe sebagai makanan pendamping nasi. Dalam perkembangannya, tempe diolah dan disajikan sebagai aneka panganan siap saji yang diproses dan dijual dalam kemasan. Keripik tempe, misalnya, adalah salah satu contoh panganan populer dari tempe yang banyak dijual di pasar (BSN, 2012). Keripik tempe merupakan makanan kering yang terbuat dari tempe yang diiris tipis dan diberi tepung yang telah dibumbui. Keripik tempe memiliki karakteristik kering dan renyah. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan terhadap air, udara, dan benturan agar makanan tersebut tetap terjamin kualitasnya hingga ke tangan konsumen. Salah satu jenis keripik tempe adalah keripik tempe sagu yang merupakan keripik tempe yang dibuat dengan bahan dasar kedelai dan tepung sagu yang dicampur sebelum proses fermentasi tempe berlangsung. Keripik tempe sagu tersebut merupakan pengembangan dari keripik tempe yang sebelumnya tidak menggunakan tepung sagu, dan dapat diperoleh di pasaran dengan mudah. Artinya, masyarakat sudah dapat menerima keberadaan produksi baru tersebut. Pemasaran merupakan salah satu alat bagi perusahaan untuk menjual produknya. Dengan mengidentifikasi kebutuhan konsumen, perusahaan akan

4 mampu memenuhi kebutuhan tersebut dan memperoleh keuntungan. Perusahaan harus memiliki strategi pemasaran yang baik agar produk yang ditawarkan dapat terjual dengan sendirinya. Salah satu cara untuk menarik konsumen adalah dengan mendesain kemasan produk. Kemasan, selain berfungsi untuk melindungi produk juga berfungsi sebagai silent marketing. Kemasan merupakan sarana terbaik untuk mendorong konsumen membeli produk dan membangun loyalitas konsumen terhadap produk tersebut. Oleh karena itu, kemasan produk harus dibuat semenarik mungkin. Indonesia memiliki keragaman produk makanan tradisional. Produk makanan tradisional yang dihasilkan tersebut harus mampu bersaing dengan produk makanan modern yang diproduksi secara massal oleh industri besar dalam negeri maupun luar negeri. Terlebih jika mengingat akan dilaksanakannya ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia memiliki peranan cukup penting dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia. UMKM berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia dan juga terhadap Produk Domestik Bruto. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, per akhir tahun 2012, jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 56,53 juta unit dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto 59,08 persen. Kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja adalah sekitar 97,16 persen atau 107 juta orang. Akan tetapi, kebanyakan produk yang dihasilkan oleh industri kecil dan menengah tidak memiliki inovasi terutama dalam hal pengemasannya. Kemasan produk makanan

5 tradisional masih sederhana, sehingga kurang menarik bagi konsumen. Selain itu, kemasan tersebut juga belum menggunakan label standar. Informasi umur simpan suatu produk diperlukan baik bagi produsen maupun konsumen. Dengan mengetahui umur simpan, konsumen dapat mengetahui kapan tenggat waktu produk tersebut aman dikonsumsi. Kewajiban produsen untuk mencantumkan informasi umur simpan ini diatur oleh pemerintah dalam UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, dan PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dan juga BPOM Nomor HK 03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa (umur simpan) pada setiap kemasan produk pangan. UMKM Keripik Tempe Sagu Kremes milik Bapak Maryono merupakan sebuah industri yang memproduksi keripik tempe dengan bahan dasar kedelai dan tepung sagu. UMKM ini menjual keripik tempe sagu dalam bentuk kemasan 2 kg, 500 gram, dan 250 gram. Kemasan yang ada saat ini berupa plastik PP (polypropylene), baik untuk kemasan 250 gram, kemasan 500 gram, maupun kemasan 2 kg. Gambar kemasan keripik tempe sagu yang saat ini digunakan di UMKM Keripik Tempe Sagu Kremes Pak Maryono diperlihatkan pada Gambar 1.2.

6 Gambar 1.2 Kemasan keripik tempe sagu 250 gram Di dalam kemasan tersebut hanya tercantum nama produk. Oleh karena itu, kemasan ini dapat dikatakan belum memenuhi kriteria dalam hal pelabelan, seperti yang dianjurkan pemerintah. Atribut label kemasan yang dianjurkan pemerintah antara lain tercantum dalam UU RI No. 7 tahun 1996 tentang pangan dan BPOM Nomor HK 03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang pendaftaran pangan olahan. Atribut label kemasan keripik tempe sagu kremes menurut BPOM Nomor HK 03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.2. Berdasarkan hasil wawancara dengan produsen, produk keripik tempe sagu ini pun belum pernah diuji tentang umur simpan sebelumnya, sehingga masa kadaluarsa hanya diperkirakan oleh produsen selama 2 bulan sejak produk tersebut diproduksi.

7 Tabel 1.2 Atribut label kemasan keripik tempe sagu kremes *) No. Atribut Label Kemasan Keterangan 1 Nama pangan olahan Ada 2 Berat bersih atau isi bersih Tidak ada 3 Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau yang memasukkan pangan ke wilayah Indonesia Tidak ada 4 Daftar bahan yang digunakan Tidak ada 5 Nomor pendaftaran pangan Tidak ada 6 Keterangan kadaluarsa Tidak ada 7 Kode produksi Tidak ada *) Menurut BPOM Nomor HK 03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 Jenis pengemas yang dilapisi dengan alumunium foil akan menunjukkan peningkatan sifat barrier-nya. Hal ini disebabkan oleh karena lapisan alumunium memiliki ketahanan yang tinggi terhadap gas dan uap air serta memiliki ketahanan terhadap sinar ultra violet. Alumunium foil biasanya dipakai untuk produk snack. Produk makanan snack mengandung asam lemak tak jenuh yang berasal dari minyak goreng yang dapat mudah mengalami oksidasi. Untuk meminimalkannya biasanya dipilih kemasan berlapis alumunium foil. Biasanya kemasan yang dilapisi dengan alumunium adalah jenis kemasan PET (Polyethyltereptahlene), LLDPE (Linier Low Density- Polyethylene), dan OPP (Coles et al., 2003). Penelitian ini akan berfokus pada pengembangan kemasan keripik tempe sagu. Pengemasan yang baik harus dapat memberi perlindungan terhadap produk

8 yang dikemasnya, serta dapat menjaga kualitas produk tersebut. Menurut Suyitno (1990), pengemas dapat meminimalkan masuknya air, mengendalikan suhu, dan mencegah migrasi komponen volatil. Pada penelitian ini digunakan metode value analysis dalam upaya pengembangan kemasan keripik tempe sagu. Dalam Chartered Institute of Management Accountants (CIMA), value analysis didefinisikan sebagai pengujian antar-disiplin yang bersifat sistematis dari berbagai faktor yang mempengaruhi biaya produk atau jasa, dalam rangka merancang cara untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, yaitu yang menghasilkan nilai paling ekonomis, tetapi tetap memenuhi standar kualitas dan keandalan yang diperlukan (Whittle, 2015). Melalui metode ini diharapkan akan dihasilkan desain kemasan keripik tempe sagu terbaik yang sesuai dengan harapan konsumen. Tahapan pada metode ini adalah informasi, kreativitas, analisis dan evaluasi, implementasi. Konsep desain yang akan dipilih merupakan konsep dengan nilai (value) terbaik. Pada tahap analisis dan evaluasi dilakukan pengujian terhadap umur simpan produk tersebut. Menurut Labuza (1979), berbagai pengujian terhadap umur simpan bahan pangan dapat dilakukan sesuai dengan sifat mutu utama yang terpenting dari bahan pangan tersebut, namun membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada bahan makanan keripik umur simpannya bila berada di suhu kamar sekitar 4 sampai 6 minggu. Teknik yang paling cepat untuk menera umur simpan bahan pangan memakai teknik ASLT (Accelerated Shelf Life Testing). Teknik ini dapat dilakukan secara cepat dengan memberi stimulasi perlakuan suhu yang ekstrim dan hasilnya dapat dipakai dalam mendeteksi penurunan mutu selama penyimpanan (Labuza,

9 1979). Pada penelitian ini akan digunakan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dengan pendekatan kadar air kritis. Hal ini dikarenakan sampel yang digunakan dalam penelitian merupakan bahan kering yang rentan terhadap perubahan kadar air apabila lingkungannya tidak stabil atau terlalu lembab. Melalui proses pengemasan yang baik, produk pangan akan terlindungi dari kerusakan serta dapat menarik konsumen untuk membeli. Selain itu, dengan pengemasan yang baik diharapkan dapat memperpanjang umur simpan suatu produk pangan dalam kurun waktu tertentu. 1.2 Pokok Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut : 1. Kemasan keripik tempe sagu kremes saat ini masih sederhana, dan belum memenuhi standar atribut pelabelan menurut anjuran pemerintah. 2. Keripik tempe sagu kremes belum pernah diuji dan diketahui umur simpannya. 1.3 Batasan Penelitian 1. Responden dalam kuesioner merupakan konsumen yang pernah membeli maupun mengkonsumsi keripik tempe. Pengambilan sampel dilakukan secara acak agar sampel yang diperoleh lebih merata. 2. Pelabelan yang dilakukan dalam pengembangan kemasan mengacu pada aturan BPOM Nomor HK 03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang pendaftaran pangan olahan. 3. Pengujian umur simpan produk keripik tempe sagu meliputi pengujian fisik dan kimia.

10 1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengembangkan kemasan keripik tempe sagu dengan pelabelan berdasarkan aturan BPOM Nomor HK 03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang pendaftaran pangan olahan dan pendekatan value analysis. 2. Menduga umur simpan produk keripik tempe sagu menggunakan kemasan yang telah dikembangkan. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi industri agar dapat menghasilkan produk keripik tempe sagu dengan kemasan baru yang lebih menarik dan dapat menambah daya tarik konsumen akan produk tersebut. Selain itu, konsumen akan terbantu dengan adanya label yang memuat informasi produk dan umur simpannya.