HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HIBRID BARU DAN JENIS KOMERSIAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

PRODUKTIVITAS ULAT SUTERA (Bombyx mori L) BS-09 SOPPENG DAN CANDIROTO DENGAN JENIS DAUN MURBEI BERBEDA YUNINDA ESTETIKA

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Oleh : Lincah Andadari

Lampiran 1. Peta penyebaran A. atlas (Peigler, 1989) Lampiran 2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan

RESPON PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SKRIPSI RETNO PURWANTI

Parameter yang Diamati:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

Lampiran 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

Jurnal Sainsmat, Maret 2012, Halaman 1-12 Vol. I, No. 1 ISSN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Persilangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

BAB III MATERI DAN METODE

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Lincah Andadari 1 dan Sri Sunarti 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata

HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat,

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Uji lanjut. Rata-rata K ,620 K ,380 K ,620 P 1,000 1,000 1,000. Kandang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai bobot badan optimum dalam pemeliharaan 8 minggu dibandingkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ulat sutera merupakan poikilotermis yaitu hewan berdarah dingin yang hidupnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Suhu dan kelembaban pemeliharaan ulat berkisar antara 27-28 ºC dan kelembaban sekitar 62%-64%. Rataan suhu dan kelembaban ulat kecil dan ulat besar disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Pemeliharaan Ulat Sutera Suhu dan Kelembaban UK UB I I-III A I IV B I V B Suhu (ºC) 28,12 24-30 27,67 24-25 28,21 23-34 Kelembaban (%) 63,36 70-92 63,50 75 61 70 Keterangan: UK= Ulat Kecil; UB= Ulat Besar; A= Andadari et al. (1998); B= Sihombing (1998) Suhu pemeliharaan ulat kecil berkisar 28,12 ºC sudah optimum menurut Andadari et al. (1998), namun kelembaban lebih rendah dari kelembaban optimum. Kelembaban ruang pemeliharaan dijaga selalu dengan melakukan pemercikan air secara rutin. Rendahnya kelembaban dikarenakan jendela ventilasi terbuka lebar angin terlalu kencang sehingga air dilantai cepat menguap. Suhu maupun kelembaban pada pemeliharaan ulat besar lebih rendah daripada suhu dan kelembaban optimum menurut Sihombing (1999). Sedangkan suhu dan kelembaban pemeliharaaan ulat besar berkisar 62,25 ºC dan 62,25%, menurut Sihombing (1999) data tersebut tidak optimum. Hal tersebut dikarenakan ventilasi pada ruang pemeliharaan ulat sutera terlalu lebar yang mengakibatkan suhu lingkungan diluar meningkat sehingga kelembaban ruangan pemeliharaan ulat sutera cepat menurun. Kelembaban ruangan pemeliharaan dijaga dengan melakukan pemercikan air secara rutin dan ventilasi tidak dibuka terlalu lebar. Konsumsi Kosumsi Ulat Kecil Pakan ulat sutera yang digunakan adalah M. cathayana. Pakan yang dibutuhkan ulat sutera meningkat dengan pertambahan instar. Rataan konsumsi ulat

kecil sebesar 10,51%. Atmosoedarjo et al. (2000), menyatakan bahwa kebutuhan pakan untuk larva ulat kecil adalah 10% dari kebutuhan keseluruhan pakan. Konsumsi pakan ulat kecil berkisar 740,33-858,69 mg/ekor. Menurut Wageansyah (2007), konsumsi pakan ulat kecil berkisar 746,10-778,18 mg/ekor (Tabel 2). Konsumsi ulat kecil hampir sama dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Wageansyah, 2007). Hal ini disebabkan oleh kelembabannya tidak optimum (Tabel 1). Hasil uji ANOVA menunjukan hibrid ulat kecil tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan ulat kecil, yaitu rata-rata 800,96 mg/ekor. Konsumsi pakan cukup seragam dengan keragaman berkisar 1,79%-9,88%. Ulat H2 dan H5 memiliki koefisien keragaman tinggi (9,88% dan 9,28%), sedangkan H1 memiliki koefisien keragaman rendah (1,79%). Berdasarkan peubah konsumsi H1 merupakan hibrid yang lebih baik dari lainnya karena koefisien keragaman paling rendah. Konsumsi Ulat Besar Ulat besar merupakan larva instar IV dan instar V dengan kebutuhan pakan paling banyak. Konsumsi ulat instar IV berkisar 1.538,65-2.052,65 mg/ekor. Berdasarkan uji ANOVA perbedaan hibrid tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan instar IV, dengan rataan 1.831,73 mg/ekor. Koefisien keragaman instar IV berkisar 6,69%-26,06%. H5 memiliki koefisien keragaman paling tinggi (26,06%), sedangkan H4 paling rendah (3,58%). Koefisien keragaman menunjukkan larva beradaptasi terhadap lingkungan. Galur ulat H4 lebih tahan terhadap cekaman karena respon konsumsi lebih seragam. Menurut Wageansyah (2007), bahwa konsumsi ulat instar IV berkisar 2.213,80-2.614,80 mg/ekor. Konsumsi pakan ulat instar IV lebih rendah dari Wageansyah (2007). Rataan konsumsi pakan ulat besar pada penelitian ini sebesar 89,49%. Menurut Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan bahwa larva instar V mengkonsumsi pakan kira-kira sebanyak 90% dari keperluan seluruh pakan untuk seluruh instar, hal ini berhubungan dengan cadangan makanan yang akan digunakan untuk pembentukan kelenjar sutera. Konsumsi ulat instar V berkisar 5.065,86-8.220,13 mg/ekor. Wageansyah (2007) menyatakan bahwa konsumsi pakan ulat instar V berkisar 15.669-18.687 18

mg/ekor. Konsumsi pakan ulat instar V pada penelitian sangat rendah hal ini dikarenakan suhu dan kelembaban instar V tidak optimal (Tabel 1). Keadaan lingkungan yang panas menyebabkan ulat mengkonsumsi pakan sedikit. Uji ANOVA menunjukan bahwa hibrid berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan ulat instar V. H2 dan H6 hibrid mengkonsumsi pakan paling tinggi (8.220,13-8.605,52 mg/ekor). Sedangkan hibrid H1 dan H4 paling rendah (5.065,86-5.679,83 mg/ekor) (Tabel 2). Tabel 2. Konsumsi Ulat Kecil dan Ulat Besar Pakan Ulat Kecil Pakan Ulat Besar Hibrid Instar III Akhir Instar IV Instar V KK (%) KK (%) KK (mg/ekor) (mg/ekor) (mg/ekor) (%) H1 782,97 1,79 2.023,73 6,69 5.065,86 b 30,63 (628,26) (1.623,84) (4.064,85) H2 774,73 (621,64) 9,88 2.052,56 (1.646,97) 8,25 8.605,52 a (6.905,07) 11,18 H3 740,33 (594,04) 2,63 1.757,13 (1.409,92) 11,52 6.670,12 ab (5.352,10) 17,27 H4 801,61 (643,21) 2,83 1.924,92 (1.544,56) 3,58 5.679,83 b (4.557,50) 11,48 H5 858,69 (689,01) 9,28 1.538,65 (1.234,61) 26,06 6.677,98 ab (5.358,41) 27,39 H6 847,45 (679,99) Rataan 800,96 (642,69) 5,45 1.693,39 (1.358,78) 5,31 1.831,73 (1.469,78) 8,87 8.220,13 a (6.595,83) 17,76 10,83 19,29 Keterangan: Superscript tanda yang berbeda menunjukkan konsumsi berbeda nyata (P<0,05); Angka didalam tanda kurung ( ) adalah konsumsi bahan kering Konsumsi pakan H1 dan H4 rendah karena cekaman panas dan kering, sedangkan hibrid H2 dan H6 lebih mampu beradaptasi pada cekaman tersebut. Kedua hibrid yang memiliki konsumsi tinggi (H1 dan H4) memiliki koefisien keragaman yang berbeda. H2 memiliki koefisien keragaman rendah 11,18% dan H6 memiliki koefisien keragaman 17,76%. Hal ini mengindikasikan H2 memiliki adaptasi lebih tinggi. 19

Bobot Badan Bobot Badan Ulat Kecil Data bobot badan ulat kecil diambil hanya pada awal instar I dan akhir instar III karena ulat kecil sangat rentan terhadap sentuhan. Bobot badan tiap hibrid pada awal instar I diambil satu ulangan saja, sedangkan pada akhir instar III dari semua ulangan. Uji ANOVA menunjukan bahwa bobot badan pada akhir instar III berbeda nyata (P<0,05). Ulat H2 memiliki bobot badan paling tinggi (183 mg/ekor) dengan keragaman terendah (3,15%), sedangkan ulat H5 dan H6 paling rendah (123 dan 117 mg/ekor). Ulat kecil tahan terhadap cekaman kering. H2 pada instar III memiliki kemampuan beradaptasi yang lebih tinggi dibandingkan hibrid lainya (Tabel 3). Tabel 3. Bobot Badan Ulat Kecil Ulat Kecil Hibrid Instar I Awal Instar III Akhir BB akhir Instar III/ (mg/ekor) (mg/ekor) KK (%) BB awal instar I H1 0,33 153 b 3,77 463,64 H2 0,44 183 a 3,15 415,91 H3 0,44 160 b 6,25 363,64 H4 0,51 160 b 6,25 313,73 H5 0,43 123 c 4,68 286,05 H6 0,22 117 c 4,95 531,82 Rataan 0,39 4,84 395,80 Keterangan: Superscript tanda yang berbeda menunjukkan bobot badan ulat kecil berbeda nyata (P<0,05) Bobot badan instar I berkisar 0,22-0,51 mg/ekor dengan rataan 0,39 mg/ekor. Berat badan ini lebih rendah bari berat badan ulat instar I pada umumnya yaitu 0,05 mg/ekor (Purwanti, 2007). Uji ANOVA menunjukan bahwa hibrid berbeda nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan instar III. Ulat H2 memiliki bobot badan paling tinggi (183 mg/ekor), sedangkan H6 memiliki bobot badan paling rendah dibandingkan dengan hibrid lainya. Koefisien keragaman instar III berkisar 3,15%- 6,26% (Tabel 3). 20

Bobot Badan Ulat Besar Fase ulat besar terdiri dari ulat instar IV dan instar V. Bobot badan ditimbang setiap awal instar dan akhir instar. Bobot badan instar IV awal berkisar 130-170 mg/ekor, sedangkan instar IV akhir bobot badan berkisar 520-800 mg/ekor. Bobot badan ulat instar V awal berkisar 460-730 mg/ekor, sedangkan bobot badan instar V akhir antara 2.360-3.640 mg/ekor. Bobot badan ulat besar Instar IV dan V disajikan Tabel 4. Wageansyah (2007) menyatakan bahwa bobot badan ulat instar V akhir berkisar 3.982,8-4.173,3 mg/ekor (Tabel 4). Uji statistik menunjukan bahwa bobot badan instar IV dan instar V antar hibrid berbeda nyata (P<0,05). Ulat H2 tetap memperlihatkan keunggulannya dibandingkan H6 pada akhir instar IV, terlihat dari bobot badannya yang lebih tinggi dari H6 meskipun terhadap konsumsinya sama (Tabel 2). Tabel 4. Bobot Badan Ulat Besar Ulat Besar Instar IV Instar V Hibrid Awal Akhir Awal Akhir KK KK Δ KK KK Δ (%) (%) (%) (%) H1 140 b 4,03 650 9,61 510 570 b 5,33 2760 11,27 2.190 H2 170 a 6,93 800 3,16 630 730 a 4,83 3640 6,43 2.910 H3 140 b 4,03 740 5,14 600 600 b 3,45 2930 5,52 2.330 H4 150 ab 6,67 700 5,75 550 600 b 3,49 2970 2,43 2.370 H5 130 b 11,46 520 1,92 390 460 c 8,72 2360 8,08 1900 H6 150 ab 0,00 760 1,32 610 710 a 4,32 3320 1,55 2.610 Rataan - 5,52 695 4,48 548,33-5,02 2.996,67 5,88 2.265 Keterangan: Superscript tanda yang berbeda menunjukkan bobot badan ulat besar berbeda nyata (P<0,05); Δ= BB Akhir-BB Awal; satuan = mg/ekor Bobot badan tinggi merupakan faktor untuk menentukan kwalitas kokon dan bobot pembentukan serat sutera. Bobot badan tinggi tersimpan dalam bentuk kelenjar sutera dan deposit makanan tubuh, dengan demikian bobot badan merupakan indikator untuk mengetahui kwalitas kokon segar. Berat badan larva instar IV dan Instar V menunjukan bahwa H2 memiliki bobot badan paling tinggi dibandingkan dengan larva lainya. Bobot badan instar V perlu tinggi sebagai persediaan energi selama fase pupa, karena pada akhir fase ini larva larva tidak ada kegiatan makan. Energi digunakan untuk perubahan sel-sel 21

tubuh dari larva menjadi imago. Bobot badan instar V besar sejalan dengan membesarnya kelenjar sutera sehingga menghasilkan kokon yang berkualitas (Norati, 1996). Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan instar IV berkisar 390-630 mg/ekor dan instar V berkisar 1.900-6.700 mg/ekor. Menurut Rustini (2002), pertambahan bobot badan instar IV berkisar 544,6-772,3 mg/ekor dan instar V berkisar 1398,6-2291,5 mg/ekor. Uji ANOVA menunjukan bahwa hibrid instar IV dan V berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan instar IV dan V. Pertambahan bobot badan instar IV dan instar V paling tinggi H2, sedangkan terendah H5. Hibrid H1 memiliki pertambahan bobot badan rendah di instar IV, dan instar V mengalami kenaikan. Koevisien keragaman tinggi dibandingkan dengan hibrid lainya. Koevisien keragaman tinggi menujukan bahwa hibrid tidak tahan terhadap cekaman. Pertambahan bobot badan paling rendah instar IV dan instar V yaitu H5. Hal tersebut disebabkan karena ada sebagian ulat H5 terkena penyakit Glasserie (Tabel 5). Pertambahan bobot badan ulat kecil berkisar (122,56-182,56 mg/ekor) dengan rataan 148,94 mg/ekor. Hibrid baru memiliki pertambahan bobot badan paling tinggi ke rendah H2, H3, H4, dan H1 (182,56, 159,56, 159,49, dan 152,67 mg/ekor) lebih tinggi dari ulat jenis komersial. Pertambahan bobot badan pada instar IV dan instar V nyata (P<0,05) berpengaruh terhadap perbedaan hibrid. Pertambahan bobot badan yang tinggi pada instar V sejalan dengan pertumbuhan kelenjar sutera. Pertambahan bobot badan yang tinggi pada H2 disebabkan perbesaran kelenjar sutera yang tinggi sehingga kokon yang dihasilkan juga lebih tebal. Hal ini sesuai dengan pendapat Samsijah dan Kusumaputra (1978), kelenjar sutera tumbuh sangat cepat pada saat instar V. Pertambahan bobot badan yang besar pada periode ulat besar sejalan dengan pertambahan konsumsi pakan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan berat ulat yaitu akan meningkat pesat sejalan dengan membesarnya kelenjar sutera (40% dari berat tubuh ulat sutera). Setelah melewati tahap akhir larva instar V, ulat sutera tidak makan lagi. Berat badan ulat sutera akan tergantung pada sedikit banyaknya cadangan makanan (Rangaswami et al., 1976). 22

Tabel 5. Pertambahan Bobot Badan Ulat Kecil, Instar IV, dan Instar V UK Instar IV Instar V Hibrid (mg/ekor) KK (%) KK (%) (mg/ekor) (mg/ekor) H1 152,67 510 c 12,69 2.190 bc 12,82 H2 182,56 630 a 2,75 2.190 a 9,12 H3 159,56 590 ab 7,02 2.330 bc 6,70 H4 159,49 550 ab 8,91 6.700 bc 2,32 H5 122,57 390 c 1,49 1.900 c 8,41 H6 116,78 610 ab 1,64 2.610 ab 1,67 Rataan 148,94 5,75 6,84 Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan pertambahan bobot badan berbeda nyata pada taraf 5%. Umur Ulat Pemeliharaan ulat sutera terdiri dari ulat kecil dan ulat besar. Rata-rata pemeliharaan ulat kecil adalah ulat yang berumur 1 hari hingga 12 hari, sedangkan ulat besar adalah fase sejak ulat berumur 12 hari hingga 22 hari hingga ulat memasuki fase pengokonan. Ulat kecil terdiri dari instar I (1-4 hari), instar 2 (5-7 hari) dan instar 3 (8-11 hari). Ulat besar terdiri dari ulat instar IV (12-17 hari) dan ulat instar V (18-22 hari). Tabel 6. Umur Ulat Tiap Instar Instar Hibrid I 1 I 2 I 3 I 4 I 5 Total H1 3h 7j 45m 1h 23j 20m 2h 7j 30m 3h 6j 7h 40m 24h 1j 7m H2 3h 7j 45m 1h 23j 20m 2h 7j 30m 3h 6j 7h 40m 24h 1j 7m H3 3h 7j 45m 1h 23j 20m 2h 7j 30m 3h 6j 7h 40m 24h 1j 7m H4 3h 7j 45m 1h 23j 20m 2h 7j 30m 3h 6j 7h 40m 24h 1j 7m H5 3h 7j 45m 2h 0j 25m 2h 7j 30m 3h 7j 3h 7j 23h 12j H6 3h 0j 30m 2h 8j 0m 2h 7j 30m 3h 7j 10m 6h 6j 10m 23h 1j 23m Keterangan: h= hari; j= jam; m= menit; I 1 = instar 1; I 2 = instar 2; I 3 = instar 3; I 4 = instar 4; I 5 = instar 5 (Guntoro, 1994). Rata-rata umur pemeliharaan ulat pada penelitian ini adalah instar 1 (1-4 hari), instar 2 (6-7 hari), instar 3 (10-12 hari), instar 4 (13-18 hari) dan 23

instar 5 (19-23 hari). Umur ulat setiap instar (Tabel 6). Lama pemeliharaan hibrid H2 paling cepat mengokon yaitu 23 hari 1 jam 23 menit, sedangkan H1, H2, H3 dan H4 mengokon 24 hari 1 jam 7 menit. Menurut Guntoro 1994, ulat sutera fase pengokonan dari umur sekitar 21-28 hari. Hal ini menunjukan bahwa fase mengokon ulat sesuai dengan fase pengokonan. Lama umur ulat dipengaruhi suhu dan kelembaban lingkungan. Suhu yang tinggi mempercepat umur ulat, sedangkan suhu rendah memperlambat umur ulat. Konversi Pakan Konversi pakan ulat kecil pemeliharaan ulat memliliki rataan 4,55. Sedangkan instar IV memiliki rataan konversi pakan 2,73 dan konversi ulat besar memiliki rataan 2,37 (Tabel 7). Konversi yang memiliki nilai rendah menunjukkan bahwa ulat lebih efisien mengkosumsi pakan untuk menghasilkan bobot badan. Tabel 7. Konversi Pakan Ulat Kecil, Instar IV, dan Instar V Hibrid UK Instar IV KK (%) Instar V KK (%) H1 4,12 3,18 16,55 1,86 26,87 H2 3,41 2,61 6,47 3,51 5,67 H3 3,72 2,39 17,14 2,30 10,82 H4 4,03 2,81 8,98 0,68 9,61 H5 5,62 3,17 25,80 3,35 31,75 H6 5,82 2,23 7,82 2,53 17,98 Rataan 4,45 2,73 13,79 2,37 17,12 Keterangan: UK= ulat kecil; KK= koefisien keragaman Konversi pakan merupakan total pakan yang dikonsumsi untuk menaikkan bobot badan sebesar satu satuan. Keefisienan pakan dapat dapt dilihat dari nilai konversi rendah, semakin rendah nilai konversi pakan maka efisiensi penggunaan pakan semakin tinggi. 24

Mortalitas Pemeliharaan ulat sutera periode ulat kecil memiliki mortalitas dari tinggi ke rendah H2, H3, H4, H1, H6, dan H5 (0%, 0%, 0%, 1%, 2%, dan 5%) dan mortalitas periode ulat besar dari tinggi ke rendah H5, H3, H4, H1, H6, dan H2 (8%, 4%, 3%, 3%, 3%, dan 1%). Menurut Samsijah dan Kusumaputra (1975), mortalitas pemeliharaan ulat sutera sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa mortalitas pada penelitian ini melebihi angka tersebut, yang disebabkan karena ulat H5 terkena serangan penyakit Glasserie (Gambar 8). Mortalitas ulat sutera hibrid baru lebih rendah dibandingkan dengan hibrid komersial. Mortalitas yang tinggi dapat disebabkan karena ulat tidak tahan terhadap penyakit dan tidak tahan terhadap lingkungan. Gambar 8. Ulat Sutera Terserang Glasserie Performa Ulat Sutera Hibrid Baru dan Jenis Komersial Ulat H2 memiliki konsumsi, berat badan, pertambahan bobot badan, mortalitas rendah. H2 memiliki performa paling tinggi dibandingkan dengan hibrid lainya. Ulat H2 memiliki performa rendah dikarenakan ulat terserang penyakit Glasserie di awal ulat besar (Tabel 8). Ulat sutera hibrid baru H2 memiliki performa lebih unggul dibandingkan dengan hibrid lainnya dan jenis komersial karena memiliki nilai a terbanyak selain itu H2 memiliki bobot badan dan pertambahan bobot badan tinggi dibandingkan dengan hibrid lainnya. 25

Tabel 8. Performa Ulat Sutera Hibrid Baru dan Jenis Komersial Hibrid Konsumsi BB PBB Mortalitas Konversi UK UB UK UB UK UB UK UB UK UB H1 a b b b c bc 1% 3% 4,12 2,52 H2 a a a a a a 0% 1% 3,41 2,88 H3 a ab b b ab b 0% 4% 3,72 2,73 H4 a b b b ab b 0% 3% 4,03 1,75 H5 a ab c c c c 5% 8% 5,62 3,26 H6 a a c c ab ab 2% 3% 5,82 2,38 Keterangan: a lebih baik dari b; b lebih baik dari ab; ab lebih baik dari c Nilai bobot badan dan pertambahan bobot badan merupakan indikator penentuan kwalitas kokon. Hibrid baru H2 memiliki ketahanan untuk beradaptasi terhadap lingkungan lebih tinggi dibandingkan hibrid lainnya. Ulat sutera jenis komersial kurang tahan terhadap penyakit dan adaptasi terhadap lingkungan kurang. 26