OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT"

Transkripsi

1 VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi. Perlakuan oksidasi sendiri akan dipengaruhi oleh kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat. Optimasi kadar hidrogen peroksida dan fero sufat ini tidak hanya dibutuhkan karena pertimbangan aspek teknis, tetapi juga aspek ekonomi. Dari aspek teknis, telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya (Bab III) bahwa penggunaan kedua bahan oksidator tidak hanya membuat lignin menjadi reaktif, tetapi juga dapat menyerang komponen kimia lainnya yaitu selulosa dan hemiselulosa sehingga dapat menyebabkan penurunan kekuatan papan. Oleh karena itu meskipun reaktivitas lignin dapat meningkat seiring dengan peningkatan kadar oksidator, akan tetapi pada saat yang sama juga dapat meningkatkan komponen kimia selulosa dan hemiselulosa yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu, dalam konteks ini perlu ditentukan kadar optimal oksidatornya. Lebih dari itu, ditinjau dari aspek ekonomi, tentu saja peningkatan kadar oksidator akan berimplikasi pada peningkatan biaya bahan kimia. Oleh karena itu pada level kadar yang berbeda yang menghasilkan papan dengan nilai-nilai kekuatan yang tidak berbeda secara signifikan, akan lebih disukai menggunakan kadar oksidator yang lebih rendah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka tujuan penelitian pada tahapan ini adalah untuk menentukan kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat yang optimal dalam pembuatan papan partikel tanpa perekat. Bahan dan Metode Persiapan Bahan Bahan dan kondisi serta ukuran bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan tahapan sebelumnya yaitu bambu andong dan kayu sengon pada kondisi kering udara dengan ukuran partikel lolos 1 mesh dan tertahan 2 mesh. 98

2 Pembuatan Papan dan Pengujiannya Partikel yang telah disiapkan, dioksidasi dengan kadar hidrogen peroksida dan fero sulfat yang bervariasi. Perlakuan kadar hidrogen peroksida terdiri atas 4 taraf yaitu 5%, 1%, 15%, dan 2% berdasarkan berat kering partikel, sementara kadar fero sulfat terdiri atas 2 taraf yaitu 5% dan 7,5% berdasarkan berat hidrogen peroksida. Partikel yang telah dioksidasi kemudian dikondisikan selama 15-3 menit sebelum dibentuk menjadi lembaran. Lembaran tersebut selanjutnya dikempa panas pada suhu 18 C selama 15 menit dengan tekanan spesifik 25 kgf cm -2. Ukuran papan partikel yang dibuat adalah 3 x 3 x,7 cm dengan kerapatan sasaran,75 g cm -3. Papan partikel yang telah dibuat selanjutnya dikondisikan pada suhu ruangan selama 2 minggu sebelum dipotong menjadi contoh uji. Proses pengujian papan sama dengan tahapan-tahapan sebelumnya, yaitu mengacu pada standar JIS A Adapun jumlah ulangan yang digunakan dalam tahapan ini adalah 3 kali. (a) (b) (c) (d) Gambar 49 Proses pembuatan papan partikel: (a) mat siap kempa, (b) mesin kempa panas, (c) pengkondisian papan partikel, (d) pengujian keteguhan patah papan dengan mesin instron Analisis Data Data yang diperoleh dalam tahapan penelitian ini dirata-ratakan dan dibandingkan satu sama lain. Selain itu dilakukan pula analisis statistik dengan menggunakan rancangan faktorial dalam pola acak lengkap, di mana kombinasi perlakuan adalah kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat. Apabila berdasarkan analisis ragam perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan analisis perbandingan berganda Duncan. Hasil dan Pembahasan Sebaran kerapatan papan partikel sebagaimana disajikan pada Gambar 5a menunjukkan bahwa secara umum papan partikel bambu tidak menunjukkan 99

3 kecenderungan perbedaan kerapatan papan yang berhubungan dengan kadar hidrogen peroksida. Akan tetapi, secara visual tampak bahwa papan yang dibuat dengan menggunakan kadar fero sulfat 7,5% memiliki kerapatan papan yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan papan yang dibuat dengan kadar fero sulfat 5%. Kecenderungan ini sejalan dengan hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 yang menunjukkan bahwa faktor kadar fero sulfat berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan, sementara kadar hidrogen peroksida maupun interaksi antara hidrogen peroksida dan fero sulfat tidak berpengaruh nyata. Oleh karena perlakuan fero sulfat hanya terdiri atas dua taraf, maka tidak dibutuhkan uji lanjut untuk melihat perbedaan antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. 1. Kerapatan (g cm-3) tn tn tn tn tn tn tn tn JIS A 598 Gambar 5a. Kerapatan papan partikel bambu dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Fenomena tersebut berbeda dengan yang ditemukan pada papan partikel sengon. Sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 kadar hidrogen peroksida berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan partikel sengon, akan tetapi kadar fero sulfat dan interaksi keduanya tidak berpengaruh. Hasil analisis perbandingan berganda Duncan sebagaimana disajikan pada Gambar 5b menunjukkan bahwa kerapatan papan partikel sengon cenderung menurun seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida. Kerapatan papan partikel dengan kadar hidrogen peroksida 5% tidak berbeda nyata dengan kadar 1% akan tetapi berbeda nyata dengan yang lainnya, sementara papan partikel dengan kadar hidrogen peroksida 2% berbeda nyata dengan keempat papan lainnya. Penurunan kerapatan papan 1

4 yang berlangsung seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida mengindikasikan adanya peningkatan degradasi komponen kimia kayu yang kemudian dapat menguap selama proses reaksi oksidasi maupun selama proses pengempaan panas. 1. Kerapatan (g cm -3 ) c c bc bc b b a a Kadar H2O2 (%) JIS A 598 Gambar 5b. Kerapatan papan partikel sengon dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Pengaruh kadar oksidator terhadap kadar air papan partikel bambu disajikan pada Gambar 51a. Sebagaimana disajikan pada Lampiran 18, kadar fero sulfat tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air papan partikel bambu, akan tetapi kadar hidrogen peroksida dan interaksi keduanya berpengaruh nyata. Oleh karena itu dalam analisis perbandingan berganda Duncan, yang dianalisis perbedaannya adalah interaksi antar kedua perlakuan sebagaimana disajikan pada Gambar 51a. Data pada gambar tersebut menunjukkan bahwa kadar air papan partikel bambu menurun seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida, meskipun pada kadar 2% sedikit naik pada kombinasi dengan fero sulfat 5%. Fenomena kadar air yang lebih tinggi pada kadar hidrogen peroksida yang rendah menunjukkan bahwa dengan kadar yang rendah tersebut reaksi berlangsung kurang sempurna. Fenomena yang berbeda ditemukan pada papan partikel kayu sengon di mana kadar air tertinggi justru ditemukan pada papan yang memiliki kadar hidrogen peroksida paling tinggi. Berdasarkan hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat berpengaruh nyata terhadap kadar air papan partikel, akan tetapi interaksi di antara keduanya tidak berpengaruh nyata. Oleh karena perlakuan fero sulfat hanya 11

5 terdiri atas dua taraf, maka analisis perbandingan berganda Duncan hanya dilakukan terhadap nilai tengah kadar air pada masing-masing kadar hidrogen peroksida. Naiknya kadar air papan partikel pada kadar hidrogen peroksida yang tinggi tampaknya disebabkan oleh degradasi komponen karbohidrat sebagaimana dibahas pada Bab III, sehingga kemampuan menyerap air pada saat pengkondisian meningkat. Kadar Air (%) Gambar 51a. Kadar air papan partikel bambu dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Kadar Air (%) c d a b a a bc a a a a a a a b b JIS A 598 JIS A 598 Gambar 51b. Kadar air papan partikel sengon dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Fenomena daya serap air papan partikel bambu sebagaimana disajikan pada Gambar 52a sejalan dengan kadar airnya yang menunjukkan adanya penurunan daya serap air seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida dan fero sulfat. Sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 kadar hidrogen 12

6 peroksida, kadar fero sulfat, serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan partikel bambu. Oleh karena itu, dalam analisis perbandingan berganda Duncan, uji beda nyata dilakukan terhadap nilai tengah masing-masing interaksi. Papan partikel menyerap air karena kemampuan partikel menyimpan air dalam dinding dan rongga selnya, Fenomena ini biasanya diikuti dengan kembalinya sel ke bentuk semula dari yang sebelumnya mengalami collaps akibat pengempaan dengan suhu dan tekanan tinggi. Selain itu, ruang-ruang kosong antar partikel juga dapat menjadi tempat masuknya air yang ikut berperan dalam meningkatkan daya serap air papan partikel. Namun demikian, kemampuan tersebut dapat menurun apabila daya ikat antar partikel cukup tinggi, sehingga dapat menghalangi sel untuk kembali ke bentuk semula dan selanjutnya dapat mencegah masuknya air ke ruang-ruang kosong antar partikel. Fenomena penurunan daya serap air papan partikel bambu seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida tampaknya disebabkan oleh semakin kuatnya ikatan antar partikel seiring semakin banyaknya bahan oksidator. Selain itu, banyaknya lignin yang terekspose pada permukaan partikel akibat proses oksidasi dan kempa panas tampaknya juga menjadi penghambat masuknya air dalam partikel tersebut. Daya Serap Air (%) d c bc a abc a a ab Gambar 52a. Daya serap air papan partikel bambu dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Fenomena serupa dalam hal daya serap air juga ditemukan pada papan partikel sengon. Sebagaimana disajikan pada Gambar 52b, daya serap air papan partikel cenderung menurun seiring dengan peningkatan kadar hidrogen 13

7 peroksida. Namun demikian, apabila diperhatikan angka masing-masing perlakuan, tampak bahwa selisih daya serap air pada kadar hidrogen peroksida yang berbeda-beda relatif kecil dibandingkan yang terjadi pada papan partikel bambu. Dengan kata lain, meskipun terdapat kecenderungan tertentu tetapi perubahan-perubahannya relatif kecil. Berdasarkan hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan partikel, akan tetapi interaksi di antara keduanya tidak berpengaruh nyata. Oleh karena perlakuan fero sulfat hanya terdiri atas dua taraf, maka analisis perbandingan berganda Duncan hanya dilakukan terhadap nilai tengah daya serap air pada masing-masing kadar hidrogen peroksida. 2 Daya Serap Air (%) c c b b b b a a Gambar 52b. Daya serap air papan partikel sengon dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Sebagaimana kecenderungan pada sifat penyerapan air, sifat pengembangan tebal papan partikel bambu juga menurun seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida dan fero sulfat. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kadar oksidator tidak hanya sekadar menyebabkan banyaknya lignin yang terekspos di permukaan partikel yang menghambat masuknya air dalam partikel, tetapi juga menyebabkan deformasi yang lebih permanen dalam struktur dinding sel partikel bambu, sehingga pengembangan tebal pada saat perendaman selama 24 jam menjadi lebih kecil. Hasil ini sejalan dengan yang telah ditemukan oleh Karlsson & Westermark (22) yang menunjukkan adanya penurunan pengembangan tebal yang signifikan seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida. Berdasarkan hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada 14

8 Lampiran 18, kadar hidrogen peroksida, kadar fero sulfat, serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan partikel bambu. Oleh karena itu, dalam analisis perbandingan berganda Duncan, uji beda nyata dilakukan terhadap nilai tengah masing-masing interaksi. Dari hasil analisis statistik tersebut diketahui bahwa stabilitas dimensi terbaik dimiliki oleh papan partikel yang diberi kombinasi perlakuan hidrogen peroksida 2% dan fero sulfat 7,5%, meskipun pada dasarnya tidak berbeda nyata dengan kombinasi 15% hidrogen peroksida dan 7,5% fero sulfat. Pengembangan Tebal (%) JIS A 598 g f e c d ab bc a Gambar 53a Pengembangan tebal papan partikel bambu dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Berbeda dengan papan partikel bambu yang memiliki pengembangan tebal lebih rendah pada kadar fero sulfat yang lebih tinggi, papan partikel sengon memiliki sifat pengembangan tebal yang cenderung lebih tinggi pada kadar fero sulfat yang lebih tinggi. Hal ini berarti peningkatan kadar fero sulfat ternyata berpengaruh negatif terhadap stabilitas dimensi papan partikel. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat berpengaruh nyata terhadap sifat pengembangan tebal papan partikel, akan tetapi interaksi di antara keduanya tidak berpengaruh nyata. Oleh karena kadar fero sulfat hanya terdiri atas dua taraf, maka uji perbandingan berganda Duncan hanya dilakukan terhadap kadar hidrogen peroksida. Berbeda dengan kadar fero sulfat, peningkatan kadar hidrogen peroksida berpengaruh positif terhadap stabilitas dimensi papan partikel. Meskipun 15

9 demikian apabila dilihat angka-angka pengembangan tebal pada masing-masing kadar hidrogen peroksida, tampak bahwa selisih nilainya relatif kecil dibandingkan dengan papan partikel bambu, dan nilai pengembangan tebal tersebut berada jauh di bawah standar maksimal yang ditetapkan dalam JIS A Dengan demikian, untuk kepentingan aplikasi, penggunaan kadar hidrogen peroksida pada rentang 5-2% dengan kadar fero sulfat 5% tidak akan menimbulkan masalah dalam kualitas produk papan partikel ditinjau dari stabilitas dimensinya. Oleh karena itu untuk alasan efisiensi konsumsi bahan kimia, penggunaan kadar hidrogen peroksida dan fero sulfat yang rendah (5% H 2 O 2 dan 5% FeSO 4 ) sangat memungkinkan. Pengembangan Tebal (%) c c bc bc b b a a c 5 c bc 1 bc b 15 b a 2a JIS A 598 Gambar 53b Pengembangan tebal papan partikel sengon dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Sejalan dengan sifat stabilitas dimensinya, nilai-nilai MOR papan partikel bambu juga cenderung meningkat seiring dengan peningkatan kadar oksidator. Sebagaimana disajikan pada Lampiran 18, kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat berpengaruh nyata terhadap MOR papan partikel bambu, akan tetapi interaksi di antara keduanya tidak berpengaruh nyata. Oleh karena perlakuan fero sulfat hanya terdiri atas dua taraf, maka analisis perbandingan berganda Duncan hanya dilakukan terhadap beda nyata nilai tengah MOR papan partikel. Fenomena demikian menunjukkan bahwa peningkatan kadar oksidator berperan meningkatkan stabilitas dimensi papan partikel bambu dan kekuatannya dalam memikul beban. Meskipun demikian, apabila diamati nilai-nilai MOR pada masing-masing kadar hidrogen peroksida, tampak bahwa kadar hidrogen peroksida 15% menghasilkan papan partikel yang relatif sama dengan papan 16

10 partikel yang dibuat dengan kadar hidrogen peroksida 2%. Dengan demikian, apabila aspek pertimbangan biaya bahan kimia merupakan salah satu hal penting dalam pembuatan papan partikel ini, maka kombinasi kadar hidrogen peroksida 15% dan fero sulfat 7,5% akan lebih menguntungkan. MOR (Kgf cm -2 ) JIS A 598 a a b b c c bc bc Gambar 54a MOR papan partikel bambu dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat 2 MOR (kgf cm -2 ) tn tn tn tn tn tn tn tn JIS A 598 Gambar 54b MOR papan partikel sengon dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Berbeda dengan papan partikel bambu, MOR papan partikel sengon memiliki selisih nilai yang relatif kecil pada berbagai kadar hidrogen peroksida dan fero sulfat. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa kadar hidrogen peroksida, kadar fero sulfat, maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap MOR papan partikel sengon. Apabila ditinjau dari nilai-nilai pada masing-masing kadar hidrogen peroksida, 17

11 maka tampak bahwa meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, akan tetapi ada kecenderungan penurunan nilai MOR seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida. Seperti halnya dengan sifat pengembangan tebal dan MOR, nilai-nilai MOE papan partikel bambu juga meningkat seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa kadar hidrogen peroksida, dan kadar fero sulfat, berpengaruh nyata terhadap MOE papan partikel bambu, akan tetapi interaksi di antara keduanya tidak berpengaruh nyata. Oleh karena fero sulfat hanya terdiri atas dua taraf perlakuan, maka analisis perbandingan berganda Duncan hanya dilakukan terhadap beda nyata nilai tengah MOE papan partikel. Sebagaimana disajikan pada Gambar 54a, nilai MOE tertinggi ditemukan pada papan partikel dengan kombinasi 15% hidrogen peroksida dan 7,5% fero sulfat. Nilai tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan papan partikel yang dibuat dengan kombinasi 2% hidrogen peroksida dan 7,5% fero sulfat meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini berarti titik optimal kadar oksidator dalam pembuatan papan partikel bambu untuk parameter MOE sama dengan parameter pengembangan tebal dan MOR, yaitu kombinasi 15% hidrogen peroksida dan 7,5% fero sulfat. MOE (x 1 kgf cm -2 ) JIS A 598 a a b b c c c c Kadar H 2 O 2 Gambar 55a MOE papan partikel bambu dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Nilai-nilai MOE papan partikel sengon disajikan pada Gambar 55b. Sebagaimana disajikan pada gambar tersebut, nilai MOE cenderung lebih tinggi pada kadar fero sulfat yang lebih rendah (5%) dibandingkan dengan kadar fero 18

12 sulfat yang lebih tinggi (7,5%). Sebaliknya nilai MOE papan partikel yang menggunakan kadar hidrogen peroksida lebih tinggi cenderung menghasilkan papan partikel dengan nilai MOE yang juga lebih tinggi. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat berpengaruh nyata terhadap MOE papan partikel sengon, akan tetapi interaksi di antara keduanya tidak berpengaruh nyata. Oleh karena fero sulfat hanya terdiri atas dua taraf perlakuan, maka analisis perbandingan berganda Duncan hanya dilakukan terhadap beda nyata nilai tengah MOE papan partikel. Hasil analisis perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa papan partikel yang dibuat dengan kadar hidrogen peroksida 2% memiliki nilai MOR yang berbeda nyata dengan papan yang dibuat dengan kadar hidrogen peroksida 5% maupun 1%. Meskipun demikian, sesungguhnya nilai-nilai MOE tersebut sudah jauh melampaui standar yang ditetapkan dalam JIS A 598, yaitu 2. kgf cm -2. Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi papan partikel tanpa perekat dengan perlakuan oksidasi ini mampu menghasilkan papan dengan nilai MOE yang sangat baik. MOE (x 1 kgf cm -2 ) JIS A a a a a ab ab b b Kadar H2O2 (%) Gambar 55b MOE papan partikel sengon dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Seperti halnya karakteristik lainnya, nilai keteguhan rekat papan partikel bambu juga meningkat seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida dan fero sulfat. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa kadar hidrogen peroksida, kadar fero sulfat, serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat papan partikel bambu. 19

13 Oleh karena itu, dalam analisis perbandingan berganda Duncan, uji beda nyata dilakukan terhadap nilai tengah masing-masing interaksi. Data sebagaimana disajikan pada Gambar 56a, menunjukkan bahwa nilai keteguhan rekat tertinggi ditemukan pada papan partikel yang dibuat dengan kombinasi hidrogen peroksida 2% dan fero sulfat 7,5%. Berdasarkan hasil analisis perbandingan berganda Duncan, diketahui bahwa kombinasi tersebut tidak berbeda nyata dengan papan partikel yang dibuat dengan kombinasi 15% hidrogen peroksida dan 7,5% fero sulfat. Selain itu, nilai keteguhan rekat keduanya memenuhi standar yang ditetapkan dalam JIS A Secara visual juga dapat diamati pada gambar tersebut bahwa penggunaan kadar fero sulfat yang lebih tinggi (7,5%) menghasilkan keteguhan rekat yang jauh lebih tinggi dibandingkan papan partikel yang dibuat dengan kadar fero sulfat 5%. Hal tersebut terutama terjadi pada kadar hidrogen peroksida 15% dan 2%. Selisih nilainya masing-masing adalah 2,5 kali dan 7 kali. Fakta ini mengindikasikan bahwa penggunaan fero sulfat yang lebih tinggi amat besar perannya dalam membantu subtitusi gugus-gugus tertentu dari partikel bambu dengan gugus radikal yang dihasilkan dari reaksi antara hidrogen peroksida dan fero sulfat. Keteguhan Rekat (Kgf cm -2 ) JIS A 598 a abc abc c bc d ab d Gambar 56a Keteguhan rekat papan partikel bambu dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Berbeda dengan sifat-sifat lainnya, keteguhan rekat papan partikel sengon cenderung menurun seiring dengan meningkatnya kadar hidrogen peroksida. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa 11

14 kadar hidrogen peroksida berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat papan partikel. Akan tetapi kadar fero sulfat dan interaksi di antara keduanya tidak berpengaruh nyata. Uji lanjut dengan analisis perbandingan berganda Duncan dilakukan terhadap nilai tengah keteguhan rekat masing-masing papan pada kadar hidrogen yang berbeda-beda. Sebagaimana disajikan pada Gambar 56b, keteguhan rekat pada kadar hidrogen peroksida 5% berbeda nyata dengan papan partikel yang dibuat dengan kadar hidrogen peroksida 2%, sementara untuk kadar 1% dan 15% tidak berbeda nyata. Hal ini merupakan indikasi yang menarik karena dengan demikian tidak dibutuhkan bahan oksidator dalam jumlah besar untuk menghasilkan papan partikel dengan keteguhan rekat yang tinggi. Keteguhan Rekat (Kgf cm -2 ) JIS A b b ab ab ab ab a a Gambar 56b Keteguhan rekat papan partikel sengon dengan berbagai kadar hidrogen peroksida dan kadar fero sulfat Hasil-hasil penelitian dalam tahapan ini menunjukkan fenomena yang menarik khususnya ditinjau dari aspek jenis bahan baku. Tampak jelas bahwa papan partikel bambu membutuhkan kadar hidrogen peroksida dan fero sulfat yang lebih tinggi untuk menghasilkan papan partikel dengan sifat fisik dan mekanis yang cukup baik. Dalam hal ini, dengan mempertimbangkan hasil analisis statistik, perbandingan dengan JIS A 598, serta prospek ekonomi apabila dikembangkan menjadi produk komersial, maka dapat disimpulkan bahwa kombinasi kadar hidrogen peroksida 15% dan fero sulfat 7,5% dibutuhkan untuk menghasilkan papan partikel yang cukup baik. Fenomena ini berlawanan dengan papan partikel sengon. Meskipun dalam hal stabilitas dimensi, MOR dan MOE, terdapat kecenderungan peningkatan seiring dengan peningkatan kadar hidrogen peroksida, namun selisih nilainya 111

15 relatif kecil dan secara statistik parameter seperti MOR bahkan tidak berbeda nyata. Selain itu, apabila dibandingkan dengan JIS A 598 juga tampak bahwa baik papan yang dibuat dengan kadar hidrogen peroksida yang rendah maupun yang tinggi, kesemuanya masih memenuhi standar. Bahkan apabila ditinjau dari aspek keteguhan rekat, maka tampak bahwa papan yang dibuat dengan kadar hidrogen peroksida yang lebih rendah justru memiliki keteguhan rekat yang lebih tinggi. Perbedaan fenomena ini berkaitan dengan perbedaan reaktivitas masingmasing jenis bahan baku. Sebagaimana telah dibahas pada Bab III, sengon yang ligninnya tersusun oleh lignin siringil-guaiasil cenderung lebih reaktif dibandingkan dengan bambu yang ligninnya tersusun oleh campuran lignin p- hidroksifenil-guaiasil-siringil. Dengan perbedaan reaktivitas tersebut, penggunaan bahan oksidator dalam jumlah yang banyak, -misalnya 2% hidrogen peroksida dan 7,5% fero sulfat-, tidak hanya menyebabkan subtitusi gugus tertentu (OH atau OCH 3 ) dari lignin, akan tetapi juga dapat menyebabkan degradasi selulosa maupun hemiselulosa. Faktor ini yang kemungkinan menyebabkan keteguhan rekat papan partikel pada kadar hidrogen peroksida dan fero sulfat yang lebih rendah menjadi lebih tinggi. Pada papan partikel dari bambu, oleh karena reaktivitas komponen kimianya cenderung lebih rendah, maka dibutuhkan bahan oksidator yang lebih banyak. Penelitian serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Karlsson & Westermark (22) yang menunjukkan bahwa peningkatan kadar hidrogen peroksida dari 5%-25% menghasilkan papan partikel dengan keteguhan rekat yang semakin meningkat. Fenomena lain juga ditemukan dalam penelitian ini. Pengamatan secara visual menunjukkan adanya gradasi warna seiring dengan peningkatan kadar oksidator. Semakin tinggi kadar hidrogen peroksida, warna papan partikel yang dihasilkannya cenderung semakin gelap. Gradasi warna ini mengindikasikan adanya perubahan yang terjadi pada lignin. Tampaknya hal ini disebabkan oleh terbentuknya gugus khrophore pada lignin (Gottsching & Pakarinen 2). 112

16 2% 15% 1% 5% Gambar 57 Gradasi warna papan partikel sengon pada kadar hidrogen peroksida yang bervariasi Kesimpulan Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar hidrogen peroksida dan fero sulfat dalam proses oksidasi partikel bambu menghasilkan papan partikel tanpa perekat dengan karakteristik yang semakin baik. Namun demikian peningkatan hidrogen perosida dari 15% ke 2% tidak menghasilkan perbedaan karakteristik papan yang signifikan. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan aspek efisiensi penggunaan bahan kimia, maka kombinasi kadar hidrogen peroksida 15% dan fero sulfat 7,5% merupakan kombinasi terbaik dalam pembuatan papan partikel bambu tanpa perekat. Pada kadar oksidator tersebut seluruh parameter yang ditetapkan dalam JIS A terpenuhi kecuali untuk parameter MOR. Hal yang berbeda berlaku pada papan partikel sengon, di mana peningkatan kadar hidrogen peroksida hanya menghasilkan peningkatan yang nyata secara statistik pada parameter stabilitas dimensi dan MOE. Adapun parameter MOR relatif sama pada seluruh kadar hidrogen peroksida, sementara untuk parameter keteguhan rekat, kadar hidrogen peroksida terendah (5%) menghasilkan papan partikel dengan keteguhan rekat terbaik. Berdasarkan pertimbangan teknis dan efisiensi konsumsi bahan kimia, kombinasi kadar hidrogen peroksida dan fero sulfat terbaik untuk papan partikel sengon adalah 5% dan 5%. Pada kadar oksidator tersebut, seluruh parameter yang ditetapkan dalam JIS A telah terpenuhi. 113

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Papan partikel adalah salah satu jenis produk papan komposit yang dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan bahan baku kayu, serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan

Lebih terperinci

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU ANDONG DAN KAYU SENGON MENGGUNAKAN PERLAKUAN OKSIDASI SUHASMAN

PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU ANDONG DAN KAYU SENGON MENGGUNAKAN PERLAKUAN OKSIDASI SUHASMAN PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU ANDONG DAN KAYU SENGON MENGGUNAKAN PERLAKUAN OKSIDASI SUHASMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Kadar perekat urea formaldehida (UF) = 12% Ukuran sampel = 25 x

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia setelah Nigeria dan Thailand dengan hasil produksi mencapai lebih 23 juta ton pada tahun 2014

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL

PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL III. PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL Pendahuluan Pembuatan papan partikel tanpa perekat pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Prinsip dasar dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU

KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU Ragil Widyorini* Abstrak Berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan emisi formaldehida dari produk-produk panel.

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit telah berkembang dengan pesat di Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun 2011-2012 seluas 8,91 juta Ha 9,27 juta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu-kayu dari hutan tanaman baik hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat diperkirakan akan mendominasi pasar kayu pada masa mendatang seiring berkurangnya produktifitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Nilai kerapatan papan semen pada berbagai perlakuan Anak petak

LAMPIRAN. Lampiran 1. Nilai kerapatan papan semen pada berbagai perlakuan Anak petak LAMPIRAN Lampiran 1. Nilai kerapatan papan semen pada berbagai perlakuan (S : F : A) Tanpa katalis (kg/cm 3 ) Katalis (kg/cm 3 ) 1:2,5:1,25 1 0,8503305 1,0959684 2 0,8294807 0,9763012 3 0,8943189 0,9229823

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kayu jabon (Anthocephalus cadamba M.) memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kayu kelas kuat IV. Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dan informasi penggunaan kayu secara lokal oleh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi plastik membuat aktivitas produksi plastik terus meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Material plastik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian di laksanakan bulan September - November 2016. Penelitian ini akan dilakukan di Work Shop (WS) dan Laboratorium Teknonologi Hasil Hutan (THH) Program Studi

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI PROSIDING SEMINAR NASIONAL Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI

Lebih terperinci

Sifat-sifat papan semen partikel yang diuji terdiri atas sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan

Sifat-sifat papan semen partikel yang diuji terdiri atas sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan PARDOMUAN SJDABUTAR. E02495009. Pengaruh Macam Dan Kadar Katalis Terhadap Sifat Papan Semen Partikel Acacia nrangirtm Willd., Dibawah Bimbingan Ir. Bedyaman Tambunan dan Ir. I.M. Sulastiningsih MSc. Papan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 17 3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 3.1 Pendahuluan Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan konstruksi bangunan atau furnitur terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara

Lebih terperinci

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Mitra Rahayu1,a), Widayani1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD i PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI LAPISAN DAN BAHAN BAKU TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL LAPIS TANPA PEREKAT

PENGARUH PROPORSI LAPISAN DAN BAHAN BAKU TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL LAPIS TANPA PEREKAT PENGARUH PROPORSI LAPISAN DAN BAHAN BAKU TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL LAPIS TANPA PEREKAT Muhammad Navis Rofii dan Ragil Widyorini Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Email: navis_r@ugm.ac.id

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU DAN ECENG GONDOK

PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU DAN ECENG GONDOK Jurnal Perennial, 2012 Vol. 8 No. 2: 75-79 ISSN: 1412-7784 Tersedia Online: http://journal.unhas.ac.id/index.php/perennial PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND

Lebih terperinci

F SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN GIPSUM DARI TAN DAN KOSONG DAN SABUT KELAPA SAWIT. Oleh: RUDIHARIAWAN I FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

F SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN GIPSUM DARI TAN DAN KOSONG DAN SABUT KELAPA SAWIT. Oleh: RUDIHARIAWAN I FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN GIPSUM DARI TAN DAN KOSONG DAN SABUT KELAPA SAWIT Oleh: RUDIHARIAWAN I F31.0518 2000 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN

Lebih terperinci

F SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN GIPSUM DARI TAN DAN KOSONG DAN SABUT KELAPA SAWIT. Oleh: RUDIHARIAWAN I FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

F SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN GIPSUM DARI TAN DAN KOSONG DAN SABUT KELAPA SAWIT. Oleh: RUDIHARIAWAN I FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN GIPSUM DARI TAN DAN KOSONG DAN SABUT KELAPA SAWIT Oleh: RUDIHARIAWAN I F31.0518 2000 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Andi Aulia Iswari Syam un 1, Muhammad Agung 2 Endang Ariyanti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3.

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3. 11 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 sampai Juli 2012, Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Laboratorium Bio Komposit Departemen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis statistika hubungan antara komposisi dengan kerapatan. a. Tabel anova hubungan antara komposisi dengan nilai kerapatan.

Lampiran 1. Analisis statistika hubungan antara komposisi dengan kerapatan. a. Tabel anova hubungan antara komposisi dengan nilai kerapatan. Lampiran 1. Analisis statistika hubungan antara komposisi dengan kerapatan a. Tabel anova hubungan antara komposisi dengan nilai kerapatan Komposisi 0.001 4 0.000 1.515 0.270 Galat 0.002 10 0.000 Total

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2012 Agustus 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN KAYU JATI SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL NON PEREKAT

PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN KAYU JATI SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL NON PEREKAT BIOKOMPOSIT PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN KAYU JATI SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL NON PEREKAT Muhammad Navis Rofii dan Ragil Widyorini Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Pembuatan papan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan diuraikan analisis terhadap hasil pengolahan data. Pembahasan mengenai analisis hasil pengujian konduktivitas panas, pengujian bending, perhitungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN GIPSUM DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DAN VARIASI KADAR GIPSUM

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN GIPSUM DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DAN VARIASI KADAR GIPSUM SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN GIPSUM DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DAN VARIASI KADAR GIPSUM SKRIPSI Oleh : FAUZAN KAHFI 031203035 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20

Lebih terperinci

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Papan partikel dari campuran limbah rotan dan penyulingan PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Particle Board from Mixture of Rattan Waste and Gemor

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI RADIAL KAYU BAWANG (Dysoxylum sp.), JENIS FILLER DAN DERAJAT KELEMBUTANNYA TERHADAP KETEGUHAN REKAT

PENGARUH POSISI RADIAL KAYU BAWANG (Dysoxylum sp.), JENIS FILLER DAN DERAJAT KELEMBUTANNYA TERHADAP KETEGUHAN REKAT PENGARUH POSISI RADIAL KAYU BAWANG (Dysoxylum sp.), JENIS FILLER DAN DERAJAT KELEMBUTANNYA TERHADAP KETEGUHAN REKAT Mery Loiwatu, S.Hut., MP, Dr. Ir. E. Manuhua,M.Sc dan Ir. J. Titarsole, MP Staf Pengajar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL Pada bab ini membahas tentang analisis terhadap output yang didapatkan dan interpretasi hasil penelitian. Analisis hasil tersebut diuraikan dalam sub bab berikut ini. 5.1 ANALISIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia menyebabkan industri kehutanan mengalami krisis bahan baku.

PENDAHULUAN. Indonesia menyebabkan industri kehutanan mengalami krisis bahan baku. PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan kayu semakin meningkat dengan semakin berkembangnya pembangunan di Indonesia. Fakta menunjukkan, besarnya laju kerusakan hutan di Indonesia menyebabkan industri

Lebih terperinci

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL DARI BAMBU DENGAN PEREKAT RESIN DAMAR DARA FEGY PRATIWI

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL DARI BAMBU DENGAN PEREKAT RESIN DAMAR DARA FEGY PRATIWI PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL DARI BAMBU DENGAN PEREKAT RESIN DAMAR DARA FEGY PRATIWI DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya(suharto, 2011). Berdasarkan wujudnya limbah di kelompokkan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya(suharto, 2011). Berdasarkan wujudnya limbah di kelompokkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan, baik pada skala industri, pertambangan, rumah tangga, dan sebagainya(suharto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan bahan non kayu mulai dipertimbangkan dalam pembuatan papan partikel seiring meningkatnya produksi panel dunia dan semakin terbatasnya kayu. FAO (2013) menyebutkan

Lebih terperinci

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI SABUT KELAPA DAN LIMBAH PLASTIK BERLAPIS BAMBU DENGAN VARIASI KERAPATAN DAN LAMA PERENDAMAN

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI SABUT KELAPA DAN LIMBAH PLASTIK BERLAPIS BAMBU DENGAN VARIASI KERAPATAN DAN LAMA PERENDAMAN KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI SABUT KELAPA DAN LIMBAH PLASTIK BERLAPIS BAMBU DENGAN VARIASI KERAPATAN DAN LAMA PERENDAMAN NaOH Quality of Composite Board Made from Coconut Fiber and Waste Plastic with Bamboo

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL NATURE OF FISIS MECHANICAL PARTICLE BOARD FROM RIPSAW WASTE OF PURSUANT TO SIZE MEASURE PARTICLE Saibatul Hamdi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang A.1. Anatomi kayu Struktur anatomi kayu mencirikan macam sel penyusun kayu berikut bentuk dan ukurannya. Sebagaimana jenis kayu daun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang dilakukan manusia. Hal ini ditunjukan dari tingkat konsumsinya yang makin

Lebih terperinci

C11. SIFAT PEREKATAN KAYU AKASIA FORMIS (Acacia auriculiformis) DARI HUTAN RAKYAT PADA VARIASI ARAH AKSIAL, RADIAL DAN UMUR

C11. SIFAT PEREKATAN KAYU AKASIA FORMIS (Acacia auriculiformis) DARI HUTAN RAKYAT PADA VARIASI ARAH AKSIAL, RADIAL DAN UMUR C11 SIFAT PEREKATAN KAYU AKASIA FORMIS (Acacia auriculiformis) DARI HUTAN RAKYAT PADA VARIASI ARAH AKSIAL, RADIAL DAN UMUR Oleh : T.A. Prayitno 1), M. Navis Rofii 1) dan Upit Farida 2) 1) Staf Pengajar

Lebih terperinci

KOMBINASI PERLAKUAN OKSIDASI, PENAMBAHAN PARAFIN DAN WAKTU KEMPA PADA KUALITAS PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU TALI SUTRESNO

KOMBINASI PERLAKUAN OKSIDASI, PENAMBAHAN PARAFIN DAN WAKTU KEMPA PADA KUALITAS PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU TALI SUTRESNO KOMBINASI PERLAKUAN OKSIDASI, PENAMBAHAN PARAFIN DAN WAKTU KEMPA PADA KUALITAS PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU TALI SUTRESNO DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci