TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi
|
|
- Hartono Kusumo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Super famili : Bombycoidea Famili : Saturniidae Genus : Attacus Spesies : Attacus atlas Ulat sutera A. atlas merupakan salah satu serangga yang berukuran besar dan banyak ditemukan di hutan tropis dan subtropis. Attacus atlas bersifat polivoltin, yaitu memiliki beberapa generasi dalam satu tahun. Imago A. atlas dapat ditemui selama 12 bulan dalam satu tahun (Peigler, 1989). Attacus atlas termasuk serangga polifagus yang dapat memakan 90 golongan tumbuhan dari 48 famili seperti daun sirsak (Annona muricata Linn), dadap (Erythrina sp), alpokat (Persea americana Mil), teh (Camelia sinensis Linn), cengkeh (Zingiber purpureum), jambu biji (Psidium guajava) dan tanaman dikotil lainnya (Kalshoven, 1981). Saat ini A. atlas merupakan salah satu penghasil benang sutera yang memiliki nilai jual yang tinggi (Saleh, 2004). Serat sutera yang dihasilkan A. atlas berwarna coklat dari coklat muda hingga coklat tua dan terputus-putus, tetapi lebih panjang, lebih kuat dan memiliki daya tahan lebih lama daripada serat sutera B. mori (Wikipedia, 2008 ; Baskoro, 2008) Siklus Hidup dan Morfologi Telur Attacus atlas mengalami metamorfosis sempurna yang dimulai dari fase telur larva pupa imago. Menurut Chapman (1969) telur memiliki kerabang yang halus dan biasanya diselimuti cairan berwarna kemerahan hingga coklat yang berfungsi untuk melekatkan telur pada daun atau ranting seperti yang tampak pada Gambar 1. 4
2 Ukuran telur A. atlas, yaitu panjang 2,7 mm, lebar 2,3 mm dan tinggi 2,1 mm. Ulat sutera liar ini memiliki bentuk telur yang bulat agak pipih. Telur dapat disimpan pada ruangan dengan suhu tidak kurang dari 15 o C. Larva dari ulat sutera liar ini terdiri dari enam tahapan stadium (instar). Telur ulat sutera liar menetas setelah tujuh hari masa inkubasi (Peigler, 1989). Gambar 1. Telur Attacus atlas dan Larva yang Telah Menetas Menurut Adria dan Idris (1996) kisaran stadium telur adalah 7 13 hari. Pada umumnya telur menetas pada pagi hari sekitar pukul hingga sekitar pagi. Telur dapat diletakkan secara individu ataupun berkelompok (Awan, 2007). Larva Pada setiap instar, ciri-ciri, ukuran dan perilaku larva berbeda sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan larva. Larva akan makan dan tumbuh dengan baik jika manajemen pemeliharaan dilakukan dengan baik, pemberian pakan yang selalu segar dan sesuai dengan kebutuhan. Pergantian kulit (molting) terjadi beberapa kali pada saat-saat tertentu, karena larva bertambah besar sedangkan kulit larva yang lama mengeras dan tidak mungkin lagi untuk tumbuh kembang larva selanjutnya sehingga perlu berganti kulit (Peigler, 1989). Pergantian kulit (molting) adalah tanda pergantian masa instar. Instar pertama dimulai saat larva menetas dari telur hingga pergantian kulit yang pertama. Lama siklus atau stadium larva keseluruhan sekitar hari (Adria dan Idris, 1996). Instar pertama berlangsung selama 4-5 hari, instar kedua sampai instar keempat juga memiliki masa yang hampir sama dengan instar pertama yaitu masingmasing selama 4-5 hari, instar kelima berlangsung selama 6-8 hari dan instar keenam berlangsung selama 8-10 hari. Tubuh larva berwarna kehijauan ditutupi tepung 5
3 putih, bagian punggung terdapat tonjolan putih dan segmen badan agak panjang (Awan, 2007). Instar pertama memiliki ciri-ciri, kepala berwarna hitam dengan bagian dorsal scolus berwarna kuning pucat tanpa serbuk putih dan bagian ventral larva hitam kehijauan. Instar kedua memiliki ciri-ciri, scolus ditutupi oleh serbuk putih, kepala berwarna kecoklatan, dan bagian ventral larva masih berwarna hijau gelap. Tahapan instar dapat dilihat pada Gambar 2. Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 Instar 5 Instar 6 Gambar 2. Larva Attacus atlas Instar 1-Instar 6 Sumber: Baskoro, 2008 Instar ketiga memiliki ciri-ciri hampir sama dengan instar kedua, hanya saja ukuran tubuh lebih besar dan panjang, bubuk putih dan bercak merah di bagian lateral segmen mendominasi warna larva dan kepala berwarna merah kecoklatan. Instar keempat memiliki ciri-ciri, pada awal instar warna bagian dorsal dan ventral larva hijau kebiruan, kepala berwarna kehijauan bercak merah di bagian lateral segmen ketiga, segmen keempat dan segmen kedelapan hingga segmen kesepuluh warnanya memudar menjadi kekuningan dan diakhir instar bagian dorsal tertutupi oleh bubuk putih. Instar kelima memiliki ciri yang hampir sama dengan instar keempat, hal yang membedakan hanya pada ukuran tubuh yang semakin membesar, gemuk dan kokoh. Instar keenam merupakan tahapan terakhir stadium larva. Larva pada instar keenam memiliki ciri-ciri, pada awal instar tubuh berwarna hijau cerah dengan bintik-bintik berwarna hitam di bagian dorsal thoraks dan disekitar anal, 6
4 gerakan lebih lamban, tubuh gemuk dan kokoh dan aktivitas makan tinggi karena pada tahapan ini larva mengumpulkan cadangan makanan sebanyak-banyaknya sebelum membentuk kokon dan menjadi pupa. Menjelang berakhirnya instar keenam tubuh dominan berwarna putih di bagian dorsal dan hijau kekuningan di bagian ventral dan lateral (Peigler, 1989). Larva menjadi kurang aktif makan dan cenderung bergerak ke sudut-sudut untuk bersiap mengokon (Awan, 2007). Instar keenam diakhiri saat larva mulai merajut kokon untuk selanjutnya memasuki periode pupa. Larva instar keenam membutuhkan waktu paling lama dibandingkan dengan instar lain yang berlangsung 8-10 hari. Hal ini disebabkan pada instar keenam akan memasuki stadium pupa yang secara morfologis dan fisiologis berbeda dengan stadium lainnya. Perubahan stadium larva menjadi pupa dalam metamorposis serangga membutuhkan waktu cukup lama karena terjadinya pertumbuhan dan perubahan dari organ tertentu, terjadinya proses pengumpulan dan penimbunan cadangan makanan sebagai sumber energi guna mendukung perubahan dari pupa menjadi imago dan berlangsungnya proses sekresi protein sutera. Hampir seluruh rongga tubuh larva instar terakhir dipenuhi oleh kelenjar sutera. Ulat sutera menggunakan sebagian besar pakan yang dikonsumsinya selama stadium larva untuk mensintesis protein sutera cair (Chapman, 1969). Pupa Larva instar enam yang akan berubah menjadi pupa mulai mengeluarkan cairan sutera yang dilekatkan pada wadah pemeliharaan atau pada daun, yang akan digunakan untuk melekatkan kokon, bagian ini biasanya disebut sebagai floss. Setelah merajut floss, larva akan meneruskan pembuatan kokon pada daun tersebut, bagian inilah yang biasanya digunakan untuk dipintal menjadi benang dan biasa disebut sebagai kulit kokon tanpa floss. Pembentukan kokon ini dilakukan larva hingga terbentuk kokon utuh. Pada bagian ujung dan tepi daun akan dilipat, kemudian dihubungkan dengan serat-serat sutera sehingga akan terbentuk suatu rongga tempat pupa. Bagian kokon yang menghadap ke atas terdapat lubang sebagai tempat keluar imago. Posisi larva sebelum berubah menjadi pupa biasanya dengan kepala di bagian atas, posisi ini akan menguntungkan ketika imago keluar dari kokon. Pupa telah sempurna apabila isi kokon bergeser jika digoyangkan dan 7
5 terdapat rongga antar isi kokon dengan kokon, sedangkan apabila kokon tidak dapat bergeser berarti isi di dalam kokon masih berbentuk larva (Awan, 2007). Larva instar keenam akan membentuk kokon sesuai dengan ukuran tubuhnya, keberadaan kokon sangat diperlukan untuk menjaga pupa dari gangguan luar. Selain itu kokon berfungsi untuk menjaga agar kondisi luar pupa tetap sesuai dan menjaga dari pengaruh lingkungan buruk yang akan mengganggu perkembangan pupa. Kokon yang terbentuk sempurna berbentuk elips silindris, ujungnya membulat dan pada ujung anteriornya terdapat celah. Kokon berwarna coklat muda, coklat tua hingga coklat keemasan seperti tertera pada Gambar 3. Kokon yang baru terbentuk masih agak lemah dan agak basah, oleh pengaruh sinar matahari, gerakan angin, lama kelamaan akan lebih kuat dan lebih kering. Tekstur permukaan kokon kesat dan terkadang mengkerut (Peigler, 1989). Gambar 3. Kokon Attacus atlas Sumber: Sakinah, 2009 Stadium pupa merupakan stadium yang paling penting dalam perkembangan metamorfosis dari larva menjadi imago. Dalam stadium ini terjadi organogenesis yaitu pembentukan organ-organ imago antara lain pembentukan sayap, kaki, kepala dan struktur reproduksi. Oleh karena itu stadium pupa tidak boleh terganggu agar proses organogenesis berlangsung sempurna. Apabila dalam proses ini terganggu maka akan menyebabkan kegagalan pembentukan organ dan kemungkinan besar akan menyebabkan kematian. Pada stadium ini sudah dapat diketahui jenis kelamin imago, yaitu dengan melihat bentuk dan ukuran calon antena imago. Calon-calon organ yang lain juga sudah dapat terlihat antara lain calon kepala, sayap dan abdomen. Pada saat ini calon organ tersebut masih dalam proses pembentukan organ. Kondisi lingkungan sangat 8
6 mempengaruhi perkembangan pupa. Pupa akan berkembang menjadi imago, sedangkan imago betina akan segera bertelur untuk meneruskan generasinya (Awan, 2007). Stadium pupa dapat dilihat seperti pada Gambar 4. Imago Gambar 4. Pupa Attacus atlas Sumber: Sakinah, 2009 Imago A. Atlas merupakan salah satu ngengat terbesar di dunia, bentangan sayapnya dapat mencapai cm (Wikipedia, 2008). Imago A. atlas dapat ditemui sepanjang tahun, tidak hanya pada musim-musim tertentu saja. Attacus atlas memiliki sifat dimorfisme dimana jantan lebih kecil daripada betina (Peigler, 1989). Ngengat jantan memiliki sayap dengan ujung yang lebih meruncing, sedangkan menurut Borror et al., (1992) ngengat betina memiliki abdomen besar yang berisi telur-telur dan ukuran tubuhnya lebih besar daripada ngengat jantan seperti terlihat pada Gambar 5. Gambar 5. Imago Attacus atlas Sumber: Wikipedia, 2008 Ngengat betina memiliki panjang antena mm dan lebar 3 mm, sedangkan ngengat jantan memiliki panjang antena mm dan lebar mm (Peigler, 1989). Imago keluar melalui lubang di ujung anterior kokon yang telah terbentuk saat pembuatan kokon. Imago yang baru keluar dari kokon biasanya masih basah oleh suatu cairan yang berwarna putih keruh dan sayap belum terbentuk sempurna. Imago Betina Imago Jantan 9
7 Imago yang baru keluar akan segera mencari ranting atau dahan, kemudian menggantung dengan abdomen berada di bawah. Setelah beberapa saat sayapnya akan mulai mengembang. Sayap yang baru mengembang kondisinya masih lemah dan belum dapat digunakan untuk terbang. Sayap akan mengembang sempurna dalam beberapa jam kemudian akan segera mengeras dan cukup kuat digunakan terbang (Peigler, 1989). Siklus hidup A. atlas selengkapnya dapat dilihat pada Gambar hari 4-5 hari Telur Instar 1 Instar hari Imago Instar minggu 4-5 hari Pupa Instar hari 6-8 hari 4-5 hari Instar 6 Instar 5 Gambar 6. Siklus Hidup Attacus atlas Sumber : Baskoro, 2008 dan Sakinah,
8 Alat Pengokonan Alat pengokonan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kokon dan panjang filamen yang dihasilkan. Materi dan struktur alat pengokonan yang baik akan menghasilkan kokon dan filamen yang baik, sebaliknya materi dan struktur alat pengokonan yang tidak baik akan menghasilkan kokon dan filamen yang tidak baik pula seperti kokon rangkap, kokon kotor dan serat yang mudah putus ketika proses pemintalan (Katsumata, 1964). Alat pengokonan yang baik harus memenuhi kriteria seperti efisien, murah, memudahkan ulat sutera dalam mengokon, mudah dipakai, struktur kuat, floss yang menempel dapat dibuang dengan mudah dan tahan kelembaban tinggi. Alat pengokonan yang digunakan di setiap negara produsen sutera adalah berbeda, rotary yang terbuat dari karton sangat populer di Jepang, seriframe yang terbuat dari plastik terkenal di Korea sementara di Cina dikenal alat pengokonan dari bambu seperti yang digunakan di India yang disebut chandrike. Materi dan struktur alat pengokonan berpengaruh terhadap kualitas kokon dan benang serta kebutuhan tenaga yang diperlukan untuk mengokonkan dan panen kokon (Kaomini, 2002). Berdasarkan bentuk dan struktur, alat pengokonan dapat dibagi menjadi alat pengokonan yang berputar, spiral bambu, bentuk bergelombang dan lain-lain. Bentuk berputar adalah bentuk bersekat yang terbuat dari karton, satu larva mengisi satu tempat dan memanfaatkan sifat alami dari larva matang. Alat pengokonan dapat diisi padat dan dapat meningkatkan kualitas kokon. Bentuk alat pengokonan yang bergelombang dapat terbuat dari bambu, jerami, resin sintetis dan sebagainya. Alat pengokonan ini dapat dibuat sendiri dan dapat dilipat bila tidak digunakan (Budisantoso, 1997). Di Indonesia, alat pengokonan masih menjadi masalah, terutama di Jawa, karena yang banyak dipergunakan sekarang ini adalah seriframe dari Korea yang harganya cukup mahal. Beberapa petani mencoba membuat alat pengokonan sendiri baik dari bahan bambu, kayu maupun modifikasi alat dari plastik dengan mendaur ulang plastik sehingga harganya lebih murah (Budisantoso, 1997). Pengamatan yang dilakukan di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa alat pengokonan dari bambu menghasilkan kokon dengan kualitas yang sama baiknya dengan rotary dari Jepang. Alat pengokonan berupa rotary yang terbuat dari karton 11
9 menghasilkan persentase kokon yang paling baik (Budisantoso, 1997). Beberapa macam alat pengokonan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Alat Pengokonan Ulat Sutera Bombyx mori (1) Seriframe, (2) Rotary, (3) Bilah Kayu, (4) Stik Kayu, (5) Gulungan Tisu, (6) Chandrike Sumber : Kaomini,
10 Kualitas Kokon Penilaian kualitas kokon dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Penilaian secara kualitatif dilakukan menurut hasil pengamatan secara langsung seperti persentasi kokon cacat, warna kokon dan penampilan kokon. Penilaian kuantitatif dapat dilakukan melalui hasil pengamatan terhadap uji visual yaitu penurunan bobot tubuh saat mengokon, bobot kokon, bobot kulit kokon dan persentase kulit kokon. Karakteristik kokon meliputi warna, struktur dan bentuk kokon. Selain tergantung ras dan jenis ulat suteranya, kualitas kokon dipengaruhi pula oleh keadaan lingkungan, baik saat pemeliharaan maupun saat mengokonkan serta kualitas pakan (JOVC, 1975). Bobot Kokon Segar Kokon merupakan materi yang dibuat oleh ulat sutera pada fase pembentukan pupa (metamorfosa) yang terdiri dari kulit kokon dan pupa. Bobot kokon segar adalah bobot kokon yang tidak lagi mengandung floss. Bobot kokon segar merupakan faktor yang penting dalam hal reeling kokon. Bobot kokon bervariasi sesuai kondisi pemeliharaan dan varietas ulat sutera. Kokon dengan pupa betina biasanya lebih berat daripada kokon dengan pupa jantan (Atmosoedarjo et al., 2000). Rataan bobot kokon segar yang berasal dari larva dengan pemberian pakan daun sirsak adalah 9,46 g (Mulyani, 2008). Bobot Kulit Kokon Kulit kokon merupakan materi lapisan serat sutera yang terdiri dari serisin dan fibroin yang berfungsi sebagai pembungkus pupa. Bobot kulit kokon yaitu bobot kokon tanpa pupa. Jika bobot kulit kokon besar, berarti banyak mengandung benang sehingga baik untuk bahan pemintalan karena benangnya lebih panjang dan lebih berat (Atmosoedarjo et al., 2000). Bobot kulit kokon utuh A. atlas dari perkebunan teh di daerah Purwakarta yaitu 0,68 g/kokon (Baskoro, 2007). Rataan bobot kulit kokon yang berasal dari ulat sutera dengan pemberian pakan daun sirsak adalah 1,74 g (Mulyani, 2008). 13
11 Persentase Kulit Kokon Persentase kulit kokon merupakan perbandingan bobot kulit kokon dan bobot kokon. Nilai ini berkaitan dengan persentase filamen kokon. Semakin besar persentase kulit kokon maka semakin banyak filamen dan benang sutera yang dihasilkan (Atmosoedarjo et al., 2000). 14
BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua
BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan
Lebih terperinciUlat Sutera Liar (Attacus atlas)
TINJAUAN PUSTAKA Sutera Sutera yang telah diolah menjadi bahan tekstil memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sandang lainnya. Dari karakteristiknya keistimewaan kain sutera antara
Lebih terperinciPENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN
PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN SKRIPSI FITRI KARTIKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB
KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB SKRIPSI NUNIEK SETIORINI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei
10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KULIT KOKON SEGAR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) DARI PERKEBUNAN TEH DI DAERAH PURWAKARTA SKRIPSI ARYOKO BASKORO
KARAKTERISTIK KULIT KOKON SEGAR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) DARI PERKEBUNAN TEH DI DAERAH PURWAKARTA SKRIPSI ARYOKO BASKORO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas Ulat sutera liar Attacus atlas adalah salah satu serangga yang berukuran besar dan banyak ditemukan di wilayah Asia (Peigler, 1989). A. atlas memiliki tahapan metamorfosis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior
Lebih terperinciManfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA
2 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai bakteri yang bersifat sebagai flora normal atau berperan sebagai patogen yang terdapat pada saluran reproduksi imago betina
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera
TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim
Lebih terperinciBAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus
BAB VII PEMBAHASAN UMUM 7. 1. Polyvoltin Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah serangga polyvoltin yaitu dapat hidup lebih
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Morfologi
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Ulat Sutera Liar (Attacus Atlas) Ulat sutera liar Attacus atlas adalah serangga yang memiliki ukuran tubuh besar dan banyak ditemukan di hutan-hutan tropis dan subtropis seperti
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai
Lebih terperinciMorfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory
Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2012 Vol. 14 (1) ISSN 1907-1760 Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Y.C.
Lebih terperinciMetamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa
Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daerah Penyebaran C. trifenestrata di Indonesia Sumber: Nassig et al. (1996)
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Penyebaran Ulat Sutera Emas (C. trifenestrata) Ulat sutera emas C. trifenestrata merupakan salah satu jenis ngengat nokturnal (aktif pada malam hari). C. trifenestrata diklasifikasikan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)
TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ulat sutera merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)
TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN
PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN SKRIPSI RADEN RUVITA DESIANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam
Lebih terperinciHAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA
HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Prosedur
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus
12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian
Lebih terperinciuntuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang
untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk
Lebih terperinciParameter yang Diamati:
3 Selanjutnya, telur dikumpulkan setiap hari dalam satu cawan petri kecil yang berbeda untuk setiap induk betina fertil. Oviposisi dihitung sejak peletakan telur hari pertama hingga hari terakhir bertelur.
Lebih terperinciKarakteristik Kulit Kokon Segar Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) dari Perkebunan Teh di Daerah Purwakarta
Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2011 Vol. 13 (3) ISSN 1907-1760 Karakteristik Kulit Kokon Segar Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) dari Perkebunan Teh di Daerah Purwakarta The Characteristics of Fresh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun
TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,
TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4
TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8
Lebih terperinciGambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)
HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insekta :
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)
TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan
3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam
Lebih terperinciGambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila
I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii BABI PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian...
Lebih terperinciKARAKTERISTIK FILAMEN SUTERA (Attacus atlas) PADA USIA KOKON YANG BERBEDA SKRIPSI YULIANA FAJAR
KARAKTERISTIK FILAMEN SUTERA (Attacus atlas) PADA USIA KOKON YANG BERBEDA SKRIPSI YULIANA FAJAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 KARAKTERISTIK
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang
5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ulat Sutera Ulat sutera adalah serangga yang memiliki keuntungan ekonomis bagi manusia karena mampu menghasilkan benang sutera. Menurut Boror et al.,(1992), klasifikasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong
TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Persuteraan Alam Budi daya ulat sutera jenis Bombyx mori (Lepidoptera, Bombycidae) sudah dikembangkan di negara China sejak 2500 tahun SM, yakni pada era Dinasti Han.
Lebih terperinciPELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM
PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG
Lebih terperinciAttacus atlas SKRIPSI
PENGARUH PENYIMPANAN DAN HARI OVIPOSISI TERHADAP WAKTU PENETASAN DAN DAYAA TETAS TELUR Attacus atlas SKRIPSI ANGGISTHIA DEWI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella
Lebih terperinciACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA
ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sutera ditemukan di Cina sekitar 2700 sebelum Masehi dan teknologi budidayanya masih sangat dirahasiakan pada masa itu. Perkembangan dan persebarannya dimulai dari benua
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran
TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru
Lebih terperinciNimfa instar IV berwarna hijau, berbintik hitam dan putih. Nimfa mulai menyebar atau berpindah ke tanaman sekitarnya. Lama stadium nimfa instar IV rata-rata 4,5 hari dengan panjang tubuh 6,9 mm. Nimfa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum
TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam
Lebih terperinciTINGKAT SERANGAN HAMA PBK PADA KAKAO DI WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER Oleh : Amini Kanthi Rahayu, SP dan Endang Hidayanti, SP
TINGKAT SERANGAN HAMA PBK PADA KAKAO DI WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2013 Oleh : Amini Kanthi Rahayu, SP dan Endang Hidayanti, SP Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah
Lebih terperinciPERFORMA ULAT SUTERA LIAR
PERFORMA ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) INSTAR I-III DENGAN PEMBERIAN PAKAN DAUN SIRSAK (Annona muricata) DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN DAUN KENARI (Canarium cummune L.) SKRIPSI MEGA SULISTYANINGRUM
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.
Lebih terperinciOleh : Lincah Andadari
POTENSI HIBRID ULAT SUTERA HARAPAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI SUTERA. Oleh : Lincah Andadari Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur
TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus
TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.
Lebih terperinciStatus Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama
Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura
S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat
16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Sejarah Kelompok Tani Catur Makaryo Kelompok Tani Catur Makaryo merupakan kelompok usaha pertanian yang memiliki peranan penting dalam pengembangan dan kemajuan pertanian
Lebih terperinciL. (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DENGAN PAKAN DAUN KALIKI
BIOLOGI Attacus atlas L. (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DENGAN PAKAN DAUN KALIKI (Ricinus communis L.) DAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI LABORATORIUM NANEH MULYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciPEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata
PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Tahapan hidup C. trifenestrata terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago. Telur yang fertil akan menetas setelah hari kedelapan, sedang larva terdiri dari lima
Lebih terperinciHama penghisap daun Aphis craccivora
Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman
Lebih terperinciLepidoptera SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI
Lepidoptera SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI Lepidoptera Serangga dewasa mudah dikenal karena seluruh badan dan sayapnya ditutupi oleh sisik. Sayap berupa membran yang ditutupi oleh sisik. Imago Lepidoptera
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kubis Tanaman Brassicaceae (kubis-kubisan) memiliki ciri daun dan bunga yang berbentuk vas kembang. Umumnya bunga berwarna kuning, tetapi ada pula yang berwarna putih.
Lebih terperinciDASAR PEMELIHARAAN ULAT SUTERA
DASAR PEMELIHARAAN ULAT SUTERA Persiapan Pemeliharaan 1. Sebelurn dilakukan pemeliharaan, terlebih dahulu harus diperhatikan halhal berikut:. Ruangan dan peralatan yang diperlukan harus sudah dipersiapkan
Lebih terperinciPERFORMA REPRODUKSI IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) WINDY ALVIANTI
PERFORMA REPRODUKSI IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) WINDY ALVIANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.
4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,
Lebih terperinciII. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)
II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family
Lebih terperinciPERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TIM SUTERA BALITBANGHUT PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR 1 FAKTOR KEBERHASILAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Bangsa : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman: Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama (Bractrocera dorsalis) Menurut Deptan (2007), Lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : insecta
Lebih terperinci