1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

DAMPAK PENERIMAAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KINERJA EKONOMI DAN KEMISKINAN DI INDONESIA WILING ALIH MAHA RATRI

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan bahwa adanya peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

Deskripsi dan Analisis

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada periode 1970 sampai dengan pertengahan tahun 1997 rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 6%. Namun pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun secara drastis pada tahun 1998 menjadi -13.2%. Lambat laun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan, pada tahun 2001 sebesar 3.64%, kemudian tahun 2004 sampai dengan 2008 rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas 5%, tetapi kembali menurun pada tahun 2009 menjadi 4.55%. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan kapasitas produksi (output) suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan penerimaan nasional. Aktivitas pemerintah secara langsung maupun tidak langsung seharusnya mempengaruhi total output (Produk Domestik Bruto/PDB) negara melalui interaksinya dengan sektor swasta, karena pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen PDB. Sehingga aktivitas pemerintah dan swasta seharusnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun dalam beberapa penelitian arah hubungan antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi ada yang negatif. Sebagai salah satu komponen PDB, pengeluaran pemerintah dapat menstimulus perekonomian melalui peningkatan konsumsi dan investasi. Pengeluaran pemerintah diatur melalui kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah selaku sektor publik. Sektor ini memiliki fungsi yang meliputi pengalokasian sumber daya, distribusi penerimaan, dan menciptakan stabilitas dalam perekonomian. Pada pelaksanaannya sektor publik berdampingan dengan sektor swasta dalam aktivitas penyediaan barang dan jasa. Dalam kondisi demikian peran sektor publik sangat dibutuhkan sebagai stimulus investasi swasta, memberi arah serta sasaran pembangunan bangsa untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran publik merupakan biaya aktivitas pemerintah, termasuk di dalamnya penyediaan barang dan jasa, produksi, dan transfer penerimaan.

2 Pembiayaan publik ini menyebabkan adanya kebijakan-kebijakan yang menyangkut usaha penghimpunan dana (diantaranya melalui pajak) dan pengeluaran yang diharapkan dapat menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pengeluaran pemerintah pusat digambarkan dalam Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Negara (APBN), sedangkan pengeluaran pemerintah daerah digambarkan dalam Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Daerah (APBD). Tata cara pengelolaan APBN dan APBD diatur dalam Undang-Undang. Undang- Undang yang mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yaitu Undang-Undang No 33 Tahun 2004. Undang-Undang tersebut bersama dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan Undang-Undang yang dikeluarkan dalam rangka otonomi daerah sebagai pengganti Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No 25 Tahun 1999. Adanya Undang-Undang tersebut berimplikasi pada munculnya hak, wewenang, serta kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan penerapan kedua undang-undang tersebut, manajemen pemerintah daerah mengalami pergeseran, yaitu dari sentralistis menjadi sistem desentralistis. Dampak yang langsung dirasakan adalah semakin besarnya tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam membangun daerahnya sesuai dengan kondisi daerah. Untuk itu daerah dituntut mampu menggunakan sumber daya manusianya secara optimal agar dapat mengelola anggarannya dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah memuat dua aspek penting, yaitu pendelegasian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun tugas pembangunan dan pengalokasian pengeluaran sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerahnya masing-masing. Pada prinsipnya pengeluaran dalam APBN dan APBD bertujuan untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan bagi pelayanan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran pemerintah ini secara tidak langsung merupakan investasi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sumber dari pengeluaran pemerintah adalah penerimaan pemerintah.

3 Penerimaan daerah berasal dari Penerimaan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain penerimaan yang sah. Dana perimbangan merupakan sarana untuk mewujudkan keseimbangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antar Pemerintah Daerah, yang berupa transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Sebagian besar provinsi hanya mampu menghimpun PAD sekitar 20 persen dari total penerimaannya, sehingga tergantung pada transfer dari pemerintah pusat. Berkaitan dengan hal tersebut, masalah penentuan prioritas pengeluaran pemerintah berdasarkan penerimaannya tersebut merupakan hal yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menyusun rencana anggarannya. Masalah pengalokasian pengeluaran publik ini merupakan pilihan yang cukup sulit, yang mana pemerintah harus menentukan komponen mana saja dari pengeluaran tersebut yang harus dikurangi atau ditambah dalam menciptakan anggaran yang efektif dan efisien. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen dalam output suatu negara. Peningkatan pengeluaran pemerintah seharusnya akan diikuti peningkatan output, sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi yang positif. Tetapi adakalanya pengeluaran pemerintah tidak optimal dalam meningkatkan output. Hal itu mungkin disebabkan oleh besarnya jenis pengeluaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga alokasi pengeluaran tersebut tidak tepat. Oleh karena itu penelitian mengenai komposisi pengeluaran pemerintah yang tepat perlu dilakukan sehingga dapat diketahui jenis pengeluaran pemerintah yang perlu ditambah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan jenis pengeluaran apa yang dapat dikurangi. Dengan kata lain untuk mengetahui jenis pengeluaran pemerintah yang memacu pertumbuhan ekonomi dan jenis pengeluaran yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain pertumbuhan ekonomi, indikator lain yang menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan fungsinya yaitu penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan, dan tingkat kemiskinan. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, maka diharapkan tercipta lapangan pekerjaan sehingga penyerapan tenaga kerja bertambah dan pengangguran berkurang. Meskipun pertumbuhan ekonomi tahun 2005-2008 cenderung mengalami kenaikan, tetapi pertumbuhan tenaga kerja justru mengalami penurunan mulai tahun 2007. Pada tahun 2006 pertumbuhan tenaga kerja sebesar 1.07 persen, kemudian mengalami peningkatan

4 menjadi 4.69 persen pada tahun 2007, tetapi setelah itu berangsur-angsur mengalami penurunan menjadi 2.62 dan 2.25 persen pada tahun 2008 dan 2009. Jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 jumlah pengangguran sebesar 10.93 juta orang atau 10.28 persen dari angkatan kerja, pada tahun 2007 menurun menjadi 10,01 juta orang atau 9.11 persen dari angkatan kerja, kemudian menurun kembali pada tahun 2008 menjadi 9.39 juta orang atau 8.46 persen. Pada tahun 2009 jumlah pengangguran terbuka di Indonesia menjadi 8.96 juta orang atau 7.87 persen dari angkatan kerja. Kesempatan kerja penuh tercapai jika jumlah pengangguran sekitar 5-6 persen. Jika target pertumbuhan ekonomi hanya 5.5 persen, maka target full employment sulit tercapai. Pertumbuhan ekonomi setidaknya harus mencapai 7.13 persen per tahun agar mampu menyerap tenaga kerja secara optimal. Pertumbuhan sebesar itu diperlukan selama lima tahun mendatang mulai 2010 jika pemerintah ingin mengejar target kesempatan kerja penuh (full employment) 5-6 persen pada tahun 2014. Tujuan dasar pembangunan ekonomi tidaklah semata-mata hanya untuk mengejar pertumbuhan PDB atau PDRB, namun juga untuk menciptakan pemerataan pendapatan antar masyarakat, karena ketidakmerataan distribusi pendapatan masyarakat juga merupakan permasalahan pembangunan. Jika pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi gagal untuk mengurangi bahkan menghilangkan besarnya kemiskinan absolut maka pertumbuhan PDB per kapita yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Karena apa yang disebut dengan proses trickle down effect dari manfaat pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin tidak terjadi seperti yang diharapkan. Masalah distribusi pendapatan mengandung dua aspek. Aspek pertama adalah bagaimana menaikkan tingkat kesejahteraan mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan, sedang aspek kedua adalah pemerataan pendapatan secara menyeluruh dalam arti mempersempit perbedaan tingkat pendapatan antar penduduk atau rumah tangga. Keberhasilan mengatasi aspek yang pertama dapat dilihat dari penurunan persentase penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Persentase penduduk miskin di Indonesia mamang mengalami penurunan dari 20.37 persen pada tahun 2007 menjadi 15.42 persen pada tahun

5 2008, dan menurun kembali menjadi 14.15 persen pada tahun 2009. Meskipun terus mengalami penurunan, ada beberapa provinsi yang persentase penduduk miskinnya meningkat, yaitu Provinsi Gorontalo, Irian Jaya Barat, dan Papua. Untuk aspek yang kedua, keberhasilan memperbaiki distribusi pendapatan secara menyeluruh adalah jika laju pertambahan pendapatan golongan miskin lebih besar dari laju pertambahan pendapatan golongan kaya. Provinsi dengan PDRB perkapita tertinggi di Indonesia yaitu DKI Jakarta, sedangkan terendah yaitu Nusa Tenggara Timur. Perbedaan PDRB per kapita keduanya sangat jauh, pada tahun 2009 PDRB per kapita DKI Jakarta sebesar Rp 40 juta, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4.13 persen, sedangkan Nusa Tenggara Timur hanya Rp 2.5 juta, dengan tingkat pertumbuhan 2.31 persen. PDRB per kapita DKI Jakarta berbeda jauh dibandingkan PDRB per kapita Nusa Tenggara Timur, selain itu PDRB per kapita DKI Jakarta tumbuh lebih cepat dari pada Nusa Tenggara Timur. Dari keadaan tersebut terlihat bahwa terjadi ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia. Ukuran agregat yang memperlihatkan kondisi perekonomian tersebut di atas merupakan indikasi dampak peningkatan jumlah dana yang dikeluarkan di daerah, baik melalui mekanisme dana desentralisasi maupun dana-dana lain di daerah, sebagaimana dikemukakan oleh Keynes (Todaro dan Smith, 2006). Oleh karena itu pemerintah daerah harus mampu berperan dalam mengelola keuangannya secara mandiri sehingga seluruh potensi harus dioptimalkan melalui mekanisme perencanaan yang efektif dan efisien. 1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah Barro (1990) mengemukakan bahwa pengeluaran pemerintah dalam bentuk investasi dan kegiatan yang produktif seharusnya mempunyai kontribusi positif terhadap pertumbuhan, sedangkan pengeluaran konsumsi yang tidak produktif diperkirakan memperlambat pertumbuhan. Bleaney et al (1999) mengelompokan pengeluaran pemerintah menjadi pengeluaran produktif dan tidak produktif. Pengeluaran yang produktif antara lain pengeluaran pelayanan umum, pertahanan, kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan telekomunikasi, pengeluaran lain, dan pengeluaran sosial. Nuryanto (2005) mengelompokkan

6 pengeluaran pemerintah menjadi pengeluaran pelayanan umum, pengeluaran untuk human capital, pengeluaran sosial, dan pengeluaran industri dan infrastruktur. Nuryanto mengasumsikan bahwa pengeluaran pelayanan umum dan sosial adalah pengeluaran yang tidak produktif. Evaluasi jenis pengeluaran produktif dan non-produktif perlu dilakukan agar dapat diketahui jenis pengeluaran yang memacu pertumbuhan dan jenis pengeluaran yang menghambat pertumbuhan. Tentu saja pertumbuhan yang terjadi diharapkan diikuti oleh pemerataan distribusi penerimaan. Strategi redistribusi dengan perubahan (redistribution with growth) berusaha menggabungkan usaha pemerataan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Penekanan strategi ini adalah penyaluran kembali (realokasi) dana dana investasi baru, terutama dari pemerintah ke golongan penduduk yang paling miskin, sehingga mereka dapat memupuk harta produktif yang dapat meningkatkan produktivitas dan penerimaan mereka. Dengan adanya pemerataan distribusi pendapatan, maka diharapkan tingkat kemiskinan menurun. pendidikan 0.384 0.253 kesehatan sosial 0.085 pertanian industri 0.163 0.057 0.006 0.008 0.040 0.003 infrastruktur ESDM pekerjaan umum lainnya Sumber: Departemen Keuangan, 2010 (diolah) Gambar 1 Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia Tahun 2009 Alokasi pengeluaran pemerintah daerah menurut klasifikasi berdasarkan urusan dapat dilihat pada Gambar 1. Pengeluaran untuk sosial menempati posisi tertinggi dalam persentasenya terhadap total pengeluaran pemerintah daerah

7 provinsi dan kabupaten/kota, yaitu 38 persen, disusul pengeluaran untuk pendidikan sebesar 25 persen. Pengeluaran untuk kesehatan pada tahun 2009 mencapai 9 persen dari total pengeluaran pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan pengeluaran untuk pertanian dan infrastruktur masingmasing sebesar 4 dan 6 persen. Evaluasi jenis pengeluaran yang memacu kinerja perekonomian perlu dilakukan karena membantu pemerintah agar dapat mengalokasikan pengeluarannya secara efektif dan efisien. Masalah pengalokasian pengeluaran pemerintah amat penting karena kebutuhan dana per sektor setiap tahunnya selalu meningkat, di sisi lain sumber dana sangat terbatas. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa pengeluaran pemerintah daerah untuk semua alokasi anggaran mengalami peningkatan dari tahun 2008 ke 2009. Alokasi anggaran pemerintah tersebut ditujukan untuk berbagai tujuan, seperti pertanian, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Bila salah satu pos pengeluaran meningkat, sedangkan penerimaan tidak naik, akan mengakibatkan turunnya nominal anggaran pada pos pengeluaran lain. 120000000000 000 Rp 100000000000 80000000000 60000000000 40000000000 20000000000 Pendidikan Kesehatan Sosial Pertanian Industri Infrastruktur 0 2008 2009 Sumber: Departemen Keuangan, 2010 (diolah) Gambar 2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia Tahun 2008-2009 (Ribu Rupiah) Oleh karena itu, bila pemerintah ingin meningkatkan salah satu pos pengeluaran, langkah yang dapat ditempuh ada dua, yakni mengurangi nominal

8 anggaran di pos pengeluaran lain dan/atau meningkatkan penerimaan. Selain dua cara tersebut, pemerintah juga dapat meningkatkan hutang, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Perkembangan penerimaan daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut dapat dikatakan bahwa penerimaan daerah lebih banyak tergantung dari anggaran pemerintah pusat, melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau dana transfer yang berjumlah antara 60 sampai 70 persen dari total penerimaan daerah. Persentase Pendapatan Asli Daerah (PAD) relatif kecil, yaitu sekitar 20 persen. Tetapi tidak semua provinsi DAU-nya sekitar 60 sampai 70 persen, misalnya Provinsi DKI Jakarta. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 Provinsi DKI Jakarta tidak mendapatkan dana transfer dari pemerintah pusat. Jadi dana yang dimiliki oleh kebanyakan daerah sedikit banyak tergantung pada pusat. Hal itu menyebabkan keterbatasan dana dalam penyelenggaraan pembangunan daerah. Adanya keterbatasan dana yang dihadapi pemerintah daerah menyebabkan masalah pemilihan alokasi anggaran menjadi amat penting. Dalam menghadapi kendala tersebut, dibutuhkan kejelian pemerintah dalam menentukan skala prioritas sektor yang mampu memberikan kontribusi optimal bagi kinerja perekonomian. 000 Rp 350000000000 300000000000 250000000000 200000000000 150000000000 100000000000 50000000000 0 2006 2007 2008 2009 Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah) Gambar 3 Perkembangan Penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia Tahun 2006-2009 (Ribu Rupiah)

9 Berlakunya sistem otonomi daerah menyebabkan daerah memiliki wewenang untuk menyusun anggaran yang pengalokasiannya diserahkan sepenuhnya pada masing-masing daerah. Selain itu, perwujudan otonomi daerah mempunyai makna dimana suatu daerah otonom dituntut mampu menggali sumber-sumber keuangan sendiri, salah satu sumber keuangan daerah berupa PAD. Wujud kesinambungan antara masyarakat, pemerintah, dan pembangunan salah satunya tertuang dalam PAD. Hal ini terutama dari proses pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan lain-lain. Timbal balik dari hal tersebut berupa hasil dari pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat. Realisasi yang diperoleh masyarakat terwujud dalam kebijakan alokasi anggaran pengeluaran yang ditujukan pada kepentingan masyarakat, yaitu pada urusan pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain. Penelitian ini akan mencoba menganalisis dampak penerimaan dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan, dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia. Distribusi pendapatan dalam hal ini adalah ketimpangan pendapatan per kapita antar provinsi di Indonesia. Ketimpangan pendapatan per kapita dalam penelitian ini digambarkan dengan Indeks Williamson. Perilaku dan karakteristik pengeluaran pemerintah di setiap provinsi tidak sama, hal tersebut tergantung dari kemampuan sumber daya manusia dalam mengelolanya, sumber-sumber potensial keuangan, sumber daya alam, sosial budaya, dan lain-lain. Namun demikian pola pengeluaran pemerintah derah antara suatu provinsi dengan provinsi lainnya pada umumnya hampir sama sesuai dengan prinsipnya sebagai pelayanan umum atau disebut juga sebagai public service. Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran daerah 2. Bagaimana dampak penerimaan pemerintah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan 3. Bagaimana dampak pengeluaran pemerintah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan.

10 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah 2. Mengevaluasi dampak penerimaan pemerintah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, kemiskinan 3. Mengevaluasi dampak pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan 4. Merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam mendorong kinerja perekonomian. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 25 provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua pada periode 2005-2009. Pemilihan 25 provinsi tersebut dilakukan berdasarkan ketersediaan data.