DAMPAK PENERIMAAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KINERJA EKONOMI DAN KEMISKINAN DI INDONESIA WILING ALIH MAHA RATRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK PENERIMAAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KINERJA EKONOMI DAN KEMISKINAN DI INDONESIA WILING ALIH MAHA RATRI"

Transkripsi

1 DAMPAK PENERIMAAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KINERJA EKONOMI DAN KEMISKINAN DI INDONESIA WILING ALIH MAHA RATRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2011 Wiling Alih Maha Ratri NIM : H

3 ABSTRACT WILING ALIH MAHA RATRI. Impact of Provincial Government Revenue and Expenditure on the Economic Performance and Poverty in Indonesia. Under direction of BONAR M. SINAGA and TONY IRAWAN. Local government expenditure has increased from year to year, although the revenue is limited and most provinces depend on central government transfers to finance their expenditure. Therefore, research to determine the allocation of government expenditure need to be done in order to increase economic performance, especially increase economic growth and employment rate, and reduce income inequality and poverty. This study uses simultaneous equations model (SEM) to identify the factors that affect local government revenues and expenditure and their impact on fiscal and economic performace of regions. This study uses Three Stage Least Squares (3SLS) method to estimate parameter coefficient. The result shows that government revenue is affected by GDRP, fiscal gap, investment, and population. Government expenditure is affected by GDRP, revenue, and spending the previous year. Increased government revenues and expenditure has a positive impact on economic performance. Expenditure on industrial sector provides the greatest impact on increase in economic growth, decrease of income inequality and poverty rate. Expenditure on agriculture sector provides the greatest impact on increase in employment rate. Keywords: government revenue, government expenditure, economic growth, employment rate, income inequality, poverty, SEM.

4 RINGKASAN WILING ALIH MAHA RATRI. Dampak Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan TONY IRAWAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan kapasitas produksi (output) suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Aktivitas pemerintah secara langsung maupun tidak langsung seharusnya mempengaruhi total output (PDB). Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, maka diharapkan tercipta lapangan pekerjaan sehingga penyerapan tenaga kerja bertambah. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen PDB. Pengeluaran publik merupakan biaya aktivitas pemerintah, termasuk di dalamnya penyediaan barang dan jasa, produksi, dan transfer penerimaan. Pengeluaran pemerintah pusat digambarkan dalam Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Negara (APBN), sedangkan pengeluaran pemerintah daerah digambarkan dalam Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Daerah (APBD). Undang-Undang yang mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yaitu Undang- Undang No 33 Tahun Undang-Undang tersebut bersama dengan Undang- Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan Undang- Undang yang dikeluarkan dalam rangka otonomi daerah sebagai pengganti Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No 25 Tahun Adanya Undang-Undang tersebut berimplikasi pada munculnya hak, wewenang, serta kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber dari pengeluaran pemerintah adalah penerimaan pemerintah. Penerimaan daerah berasal dari Penerimaan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain penerimaan yang sah. Dana perimbangan merupakan sarana untuk mewujudkan keseimbangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antar Pemerintah Daerah, yang berupa transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Sebagian besar provinsi hanya mampu menghimpun PAD sekitar 20 persen dari total penerimaannya, sehingga tergantung pada transfer dari pemerintah pusat. Berkaitan dengan hal tersebut, masalah penentuan prioritas pengeluaran pemerintah berdasarkan penerimaannya tersebut merupakan hal yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menyusun rencana anggarannya. Selain pertumbuhan ekonomi, indikator lain yang menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan fungsinya yaitu tingkat pengangguran, distribusi pendapatan, dan tingkat kemiskinan. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, maka diharapkan tercipta lapangan pekerjaan sehingga penyerapan tenaga kerja bertambah dan pengangguran berkurang. Tujuan dasar pembangunan ekonomi tidaklah semata-mata hanya untuk mengejar pertumbuhan PDB atau PDRB, namun juga untuk menciptakan pemerataan pendapatan antar masyarakat, karena ketidakmerataan distribusi pendapatan masyarakat juga merupakan permasalahan pembangunan. Jika pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi

5 gagal untuk mengurangi bahkan menghilangkan besarnya kemiskinan absolut maka pertumbuhan PDB per kapita yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah; (2) Mengevaluasi dampak penerimaan pemerintah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan; (3) Mengevaluasi dampak pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan; (4) Merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam mendorong kinerja perekonomian. Untuk meneliti dampak penerimaan dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan, dan kemiskinan digunakan metode Three Stage Least Square (3SLS). Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel endogen. Menurut Pyndick dan Rubinfeld (1983) keberadaan dua atau lebih variabel endogen memerlukan pembentukan beberapa model tambahan. Simultanitanitas dapat menyebabkan estimator parameter OLS menjadi tidak konsisten. Model pada penelitian ini mengacu pada penelitian Sumedi (2005). Untuk mengetahui dampak penerimaan dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan, dan kemiskinan maka dilakukan beberapa simulasi,dari sisi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah. Simulasi dari sisi penerimaan dilakukan dengan meningkatkan pajak, retribusi, bagi hasil SDA, bagi hasil pajak, dan DAU masing-masing sebesar 10 persen. Simulasi dari sisi pengeluaran dilakukan dengan meningkatkan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen, pengeluaran industri sebesar 100 persen, dan pengeluaran infrastruktur sebesar 7 persen. selain itu dilakukan simulasi campuran, yaitu peningkatan DAU disertai peningkatan pengeluaran pertanian, peningkatan DAU disertai peningkatan pengeluaran industri, dan peningkatan DAU disertai peningkatan pengeluaran infrastruktur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap penerimaan pajak adalah PDRB, kesenjangan fiskal, dan jumlah penduduk. Semua faktor tersebut berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Sedangkan faktor yang mempengaruhi penerimaan retribusi yaitu PDRB sektor non pertanian, kesenjangan fiskal, dan jumlah penduduk. Faktor-faktor tersebut berpengaruh positif terhadap penerimaan retribusi. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap bagi hasil pajak yaitu PDRB perkapita dan investasi, kedua faktor tersebut berpengaruh positif terhadap bagi hasil pajak. Faktor yang mempengaruhi bagi hasil SDA adalah PDRB pertambangan dan penggalian, PDRB pertambangan dan penggalian berpengaruh nyata positif terhadap bagi hasil SDA. Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil pajak adalah PDRB per kapita dan investasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi DAU secara nyata adalah kapasitas fiskal, total pengeluaran, jumlah penduduk dan luas wilayah. Selain kapasitas fiskal, semua faktor berpengaruh positif terhadap DAU. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah menurut sektor yaitu PDRB masingmasing sektor, PAD, dana perimbangan, dan pengeluaran pemerintah menurut sektor tahun sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB sektoral yaitu pengeluaran pemerintah menurut sektor, tenaga kerja sektoral, dan investasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kerja sektoral yaitu PDRB sektoral dan

6 tenaga kerja sektoral lain. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap persentase penduduk miskin adalah PDRB per kapita, garis kemiskinan, trend dan lag persentase penduduk miskin. Hasil dari analisis dampak adalah peningkatan pajak, retribusi, bagi hasil SDA, bagi hasil pajak, dan DAU berdampak positif pada peningkatan penerimaan pemerintah, dan selanjutnya berdampak positif juga terhadap pengeluaran pemerintah. Peningkatan pengeluaran pertanian, industri, dan infrastruktur berdampak positif pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dan berdampak negatif pada ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia. Peningkatan pengeluaran industri berdampak paling besar terhadap peningkatan PDRB, penurunan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia, begitu juga peningkatan DAU yang disertai peningkatan pengeluaran industri, sedangkan pengeluaran pertanian berdampak paling besar terhadap penyerapan tenaga kerja, begitu juga peningkatan DAU yang disertai peningkatan pengeluaran pertanian. Untuk provinsi di Pulau Jawa dan luar Jawa, pengeluaran industri merupakan jenis pengeluaran yang memberikan dampak terbesar terhadap PDRB. Tetapi dalam hal penyerapan tenaga kerja, pengeluaran pertanian memberikan dampak yang lebih besar dari pada pengeluaran industri. Pengeluaran industri memberikan dampak terbesar dalam penurunan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan. Kata Kunci : penerimaan pemerintah, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, ketimpangan, kemiskinan, persamaan simultan

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB

8 DAMPAK PENERIMAAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KINERJA EKONOMI DAN KEMISKINAN DI INDONESIA WILING ALIH MAHA RATRI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Judul Penelitian : Dampak Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia Nama NRP Program Studi : Wiling Alih Maha Ratri : H : Ilmu Ekonomi Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua Tony Irawan, SE,M.App.Ec Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Ujian : 28 Mei 2011 Tanggal Lulus :

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Kadarmanto

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Dampak Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia, dapat terselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Tony Irawan, SE,M.App.Ec selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono dan Dr. Lukytawati Anggraeni selaku perwakilan Program Studi Ilmu Ekonomi. Demikian juga terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen yang telah mengajar penulis dan rekan-rekan kuliah yang senantiasa membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Dedikasi para dosen yang tinggi dan dukungan rekan-rekan kuliah, telah banyak membantu penulis dalam perkuliahan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada Latif Farid Muharrom (Suami penulis), Salsabila Hassanah (Anak penulis) dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan kekuatan luar biasa kepada penulis mulai dari proses kuliah hingga penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada BPS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman BPS batch 2 telah banyak membantu penulis mulai dari proses kuliah hingga dalam menyelesaikan tesis ini. Akhir kata penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu namun namanya tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis ini maka hanya penulis yang bertanggungjawab. Kiranya hanya Allah SWT yang Maha Kuasa yang akan memberi balasan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Bogor, Mei 2011 Wiling Alih Maha Ratri

12 RIWAYAT HIDUP RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis bernama Wiling Alih Maha Ratri, dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 19 Oktober 1981 dari pasangan Samueji (Alm.) dan Indriyati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Latif Farid Muharrom, dan dikaruniai satu orang putri bernama Salsabila Hassanah. Penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Karanganyar IV pada tahun 1988 sampai dengan tahun 1994, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Karanganyar pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997, Sekolah Menengah Umum Negeri I Karanganyar pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, dan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sejak Desember 2004 sampai Desember 2006 penulis bekerja di BPS Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, kemudian dipindah ke BPS Kota Kendari, Sulawesi Tenggara pada bulan Januari Pada bulan Juni 2008 penulis dipindah ke BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, dan pada bulan Desember 2008 dipindah lagi ke BPS RI, Jakarta.

13

14 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi dan Batasan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI Fungsi Pemerintah Penerimaan Pemerintah Daerah Pengeluaran Pemerintah Daerah Pengeluaran Pemerintah di Indonesia Sebelum Reformasi Anggaran Setelah Reformasi Anggaran Klasifikasi Anggaran Baru Produk Domestik Regional Bruto Pertumbuhan Ekonomi Tenaga Kerja PDRB per Kapita Kemiskinan Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan Pertumbuhan Ekonomi Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Penyerapan Tenaga Kerja Penelitian Terdahulu Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Daerah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Daerah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Spesifikasi Model Estimasi Model Uji Asumsi Ekonometrika Validasi Model Simulasi Model Definisi Variabel GAMBARAN UMUM Kinerja Fiskal Daerah Pertumbuhan Ekonomi Tenaga Kerja i

15 4.4 PDRB per Kapita Kemiskinan HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pemerintah Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Validasi Model Dampak Simulasi Kebijakan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

16 DAFTAR TAB EL Halaman 1 Perbedaan antara Format APBN Lama dan APBN Baru Klasifikasi Ekonomi Belanja Pemerintah Keragaan Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Seluruh Indonesia Tahun Keragaan Pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Keragaan Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Indonesia Tahun Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi di Indonesia Tahun PDRB per Kapita Provinsi di Indonesia Tahun Hasil Estimasi Persamaan Pajak Hasil Estimasi Persamaan Retribusi Hasil Estimasi Persamaan Bagi Hasil SDA Hasil Estimasi Persamaan Bagi Hasil Pajak Hasil Estimasi Persamaan DAU Hasil Estimasi Persamaan Pengeluaran Pertanian Hasil Estimasi Persamaan Pengeluaran Industri Hasil Estimasi Persamaan Pengeluaran Infrastruktur Hasil Estimasi Persamaan PDRB Sektor Pertanian Hasil Estimasi Persamaan PDRB Sektor Industri Hasil Estimasi Persamaan PDRB Sektor Jasa Hasil Estimasi Persamaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Hasil Estimasi Persamaan Tenaga Kerja Sektor Industri iii

17 21 Hasil Estimasi Persamaan Tenaga Kerja Sektor Jasa Hasil Estimasi Persamaan Kemiskinan Hasil Validasi Model Fiskal dan Perekonomian Daerah di Indonesia Dampak Berbagai Simulasi Kebijakan terhadap Kinerja Fiskal, dan Ekonomi di Indonesia Tahun Dampak Berbagai Simulasi Kebijakan terhadap Kinerja Fiskal, dan Ekonomi di Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa Tahun Dampak Simulasi Kebijakan Campuran terhadap Kinerja Fiskal, dan Ekonomi di Indonesia, Jawa dan Luar Jawa Tahun iv

18 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia Tahun Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia Tahun Perkembangan Penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia Tahun Hubungan antara Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dengan Rasio Pengeluaran Pemerintah terhadap PDRB Diagram Alur Kerangka Pemikiran Daerah Batas Penerimaan Uji Durbin Watson Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Tahun Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja di Indonesia Tahun Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Sektoral di Indonesia Tahun Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun v

19 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kerangka Model Fiskal dan Perekonomian Daerah di Indonesia Keterkaitan antar Variabel Model Fiskal dan Perekonomian Daerah di Indonesia Realisasi Penerimaan Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Penerimaan Pajak Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Penerimaan Retribusi Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi PAD Lain Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Laba BUMD Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Laba PAD Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Bagi Hasil SDA Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Bagi Hasil Pajak Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Tahun Indonesia Realisasi Dana Bagi Hasil Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi DAU Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi DAK Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Dana Perimbangan Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh vi

20 Indonesia Tahun Realisasi Penerimaan Lain Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Pengeluaran Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Pengeluaran Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Pengeluaran Industri Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun Realisasi Pengeluaran Infrastruktur Provinsi dan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Tahun PDRB Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Provinsi di Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun PDRB Sektor Industri Provinsi di Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun PDRB Sektor Jasa Provinsi di Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun PDRB Provinsi di Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Tenaga Kerja Sektor Pertanian Provinsi di Indonesia Tahun Tenaga Kerja Sektor Industri Provinsi di Indonesia Tahun Tenaga Kerja Sektor Jasa Provinsi di Indonesia Tahun Total Tenaga Kerja Sektor Provinsi di Indonesia Tahun Investasi Provinsi di Indonesia Tahun Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun Persentase Penduduk Miskin Provinsi di Indonesia Tahun Garis Kemiskinan Provinsi di Indonesia Tahun PDRB per Kapita Provinsi di Indonesia Tahun Program Estimasi Model Fiskal dan Perekonomian Daerah di Indonesia vii

21 29 Hasil Estimasi Model Fiskal dan Perekonomian Daerah di Indonesia Program dan Hasil Validasi Model Fiskal dan Perekonomian Daerah di Indonesia Program Simulasi Model Fiskal dan Perekonomian Daerah di Indonesia Hasil Simulasi Model Fiskal dan Perekonomian Daerah di Indonesia viii

22 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada periode 1970 sampai dengan pertengahan tahun 1997 rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 6%. Namun pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun secara drastis pada tahun 1998 menjadi -13.2%. Lambat laun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan, pada tahun 2001 sebesar 3.64%, kemudian tahun 2004 sampai dengan 2008 rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas 5%, tetapi kembali menurun pada tahun 2009 menjadi 4.55%. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan kapasitas produksi (output) suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan penerimaan nasional. Aktivitas pemerintah secara langsung maupun tidak langsung seharusnya mempengaruhi total output (Produk Domestik Bruto/PDB) negara melalui interaksinya dengan sektor swasta, karena pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen PDB. Sehingga aktivitas pemerintah dan swasta seharusnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun dalam beberapa penelitian arah hubungan antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi ada yang negatif. Sebagai salah satu komponen PDB, pengeluaran pemerintah dapat menstimulus perekonomian melalui peningkatan konsumsi dan investasi. Pengeluaran pemerintah diatur melalui kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah selaku sektor publik. Sektor ini memiliki fungsi yang meliputi pengalokasian sumber daya, distribusi penerimaan, dan menciptakan stabilitas dalam perekonomian. Pada pelaksanaannya sektor publik berdampingan dengan sektor swasta dalam aktivitas penyediaan barang dan jasa. Dalam kondisi demikian peran sektor publik sangat dibutuhkan sebagai stimulus investasi swasta, memberi arah serta sasaran pembangunan bangsa untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran publik merupakan biaya aktivitas pemerintah, termasuk di dalamnya penyediaan barang dan jasa, produksi, dan transfer penerimaan.

23 2 Pembiayaan publik ini menyebabkan adanya kebijakan-kebijakan yang menyangkut usaha penghimpunan dana (diantaranya melalui pajak) dan pengeluaran yang diharapkan dapat menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pengeluaran pemerintah pusat digambarkan dalam Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Negara (APBN), sedangkan pengeluaran pemerintah daerah digambarkan dalam Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Daerah (APBD). Tata cara pengelolaan APBN dan APBD diatur dalam Undang-Undang. Undang- Undang yang mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yaitu Undang-Undang No 33 Tahun Undang-Undang tersebut bersama dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan Undang-Undang yang dikeluarkan dalam rangka otonomi daerah sebagai pengganti Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No 25 Tahun Adanya Undang-Undang tersebut berimplikasi pada munculnya hak, wewenang, serta kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan penerapan kedua undang-undang tersebut, manajemen pemerintah daerah mengalami pergeseran, yaitu dari sentralistis menjadi sistem desentralistis. Dampak yang langsung dirasakan adalah semakin besarnya tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam membangun daerahnya sesuai dengan kondisi daerah. Untuk itu daerah dituntut mampu menggunakan sumber daya manusianya secara optimal agar dapat mengelola anggarannya dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah memuat dua aspek penting, yaitu pendelegasian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun tugas pembangunan dan pengalokasian pengeluaran sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerahnya masing-masing. Pada prinsipnya pengeluaran dalam APBN dan APBD bertujuan untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan bagi pelayanan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran pemerintah ini secara tidak langsung merupakan investasi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sumber dari pengeluaran pemerintah adalah penerimaan pemerintah.

24 3 Penerimaan daerah berasal dari Penerimaan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain penerimaan yang sah. Dana perimbangan merupakan sarana untuk mewujudkan keseimbangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antar Pemerintah Daerah, yang berupa transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Sebagian besar provinsi hanya mampu menghimpun PAD sekitar 20 persen dari total penerimaannya, sehingga tergantung pada transfer dari pemerintah pusat. Berkaitan dengan hal tersebut, masalah penentuan prioritas pengeluaran pemerintah berdasarkan penerimaannya tersebut merupakan hal yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menyusun rencana anggarannya. Masalah pengalokasian pengeluaran publik ini merupakan pilihan yang cukup sulit, yang mana pemerintah harus menentukan komponen mana saja dari pengeluaran tersebut yang harus dikurangi atau ditambah dalam menciptakan anggaran yang efektif dan efisien. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen dalam output suatu negara. Peningkatan pengeluaran pemerintah seharusnya akan diikuti peningkatan output, sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi yang positif. Tetapi adakalanya pengeluaran pemerintah tidak optimal dalam meningkatkan output. Hal itu mungkin disebabkan oleh besarnya jenis pengeluaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga alokasi pengeluaran tersebut tidak tepat. Oleh karena itu penelitian mengenai komposisi pengeluaran pemerintah yang tepat perlu dilakukan sehingga dapat diketahui jenis pengeluaran pemerintah yang perlu ditambah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan jenis pengeluaran apa yang dapat dikurangi. Dengan kata lain untuk mengetahui jenis pengeluaran pemerintah yang memacu pertumbuhan ekonomi dan jenis pengeluaran yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain pertumbuhan ekonomi, indikator lain yang menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan fungsinya yaitu penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan, dan tingkat kemiskinan. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, maka diharapkan tercipta lapangan pekerjaan sehingga penyerapan tenaga kerja bertambah dan pengangguran berkurang. Meskipun pertumbuhan ekonomi tahun cenderung mengalami kenaikan, tetapi pertumbuhan tenaga kerja justru mengalami penurunan mulai tahun Pada tahun 2006 pertumbuhan tenaga kerja sebesar 1.07 persen, kemudian mengalami peningkatan

25 4 menjadi 4.69 persen pada tahun 2007, tetapi setelah itu berangsur-angsur mengalami penurunan menjadi 2.62 dan 2.25 persen pada tahun 2008 dan Jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 jumlah pengangguran sebesar juta orang atau persen dari angkatan kerja, pada tahun 2007 menurun menjadi 10,01 juta orang atau 9.11 persen dari angkatan kerja, kemudian menurun kembali pada tahun 2008 menjadi 9.39 juta orang atau 8.46 persen. Pada tahun 2009 jumlah pengangguran terbuka di Indonesia menjadi 8.96 juta orang atau 7.87 persen dari angkatan kerja. Kesempatan kerja penuh tercapai jika jumlah pengangguran sekitar 5-6 persen. Jika target pertumbuhan ekonomi hanya 5.5 persen, maka target full employment sulit tercapai. Pertumbuhan ekonomi setidaknya harus mencapai 7.13 persen per tahun agar mampu menyerap tenaga kerja secara optimal. Pertumbuhan sebesar itu diperlukan selama lima tahun mendatang mulai 2010 jika pemerintah ingin mengejar target kesempatan kerja penuh (full employment) 5-6 persen pada tahun Tujuan dasar pembangunan ekonomi tidaklah semata-mata hanya untuk mengejar pertumbuhan PDB atau PDRB, namun juga untuk menciptakan pemerataan pendapatan antar masyarakat, karena ketidakmerataan distribusi pendapatan masyarakat juga merupakan permasalahan pembangunan. Jika pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi gagal untuk mengurangi bahkan menghilangkan besarnya kemiskinan absolut maka pertumbuhan PDB per kapita yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Karena apa yang disebut dengan proses trickle down effect dari manfaat pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin tidak terjadi seperti yang diharapkan. Masalah distribusi pendapatan mengandung dua aspek. Aspek pertama adalah bagaimana menaikkan tingkat kesejahteraan mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan, sedang aspek kedua adalah pemerataan pendapatan secara menyeluruh dalam arti mempersempit perbedaan tingkat pendapatan antar penduduk atau rumah tangga. Keberhasilan mengatasi aspek yang pertama dapat dilihat dari penurunan persentase penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Persentase penduduk miskin di Indonesia mamang mengalami penurunan dari persen pada tahun 2007 menjadi persen pada tahun

26 5 2008, dan menurun kembali menjadi persen pada tahun Meskipun terus mengalami penurunan, ada beberapa provinsi yang persentase penduduk miskinnya meningkat, yaitu Provinsi Gorontalo, Irian Jaya Barat, dan Papua. Untuk aspek yang kedua, keberhasilan memperbaiki distribusi pendapatan secara menyeluruh adalah jika laju pertambahan pendapatan golongan miskin lebih besar dari laju pertambahan pendapatan golongan kaya. Provinsi dengan PDRB perkapita tertinggi di Indonesia yaitu DKI Jakarta, sedangkan terendah yaitu Nusa Tenggara Timur. Perbedaan PDRB per kapita keduanya sangat jauh, pada tahun 2009 PDRB per kapita DKI Jakarta sebesar Rp 40 juta, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4.13 persen, sedangkan Nusa Tenggara Timur hanya Rp 2.5 juta, dengan tingkat pertumbuhan 2.31 persen. PDRB per kapita DKI Jakarta berbeda jauh dibandingkan PDRB per kapita Nusa Tenggara Timur, selain itu PDRB per kapita DKI Jakarta tumbuh lebih cepat dari pada Nusa Tenggara Timur. Dari keadaan tersebut terlihat bahwa terjadi ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia. Ukuran agregat yang memperlihatkan kondisi perekonomian tersebut di atas merupakan indikasi dampak peningkatan jumlah dana yang dikeluarkan di daerah, baik melalui mekanisme dana desentralisasi maupun dana-dana lain di daerah, sebagaimana dikemukakan oleh Keynes (Todaro dan Smith, 2006). Oleh karena itu pemerintah daerah harus mampu berperan dalam mengelola keuangannya secara mandiri sehingga seluruh potensi harus dioptimalkan melalui mekanisme perencanaan yang efektif dan efisien. 1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah Barro (1990) mengemukakan bahwa pengeluaran pemerintah dalam bentuk investasi dan kegiatan yang produktif seharusnya mempunyai kontribusi positif terhadap pertumbuhan, sedangkan pengeluaran konsumsi yang tidak produktif diperkirakan memperlambat pertumbuhan. Bleaney et al (1999) mengelompokan pengeluaran pemerintah menjadi pengeluaran produktif dan tidak produktif. Pengeluaran yang produktif antara lain pengeluaran pelayanan umum, pertahanan, kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan telekomunikasi, pengeluaran lain, dan pengeluaran sosial. Nuryanto (2005) mengelompokkan

27 6 pengeluaran pemerintah menjadi pengeluaran pelayanan umum, pengeluaran untuk human capital, pengeluaran sosial, dan pengeluaran industri dan infrastruktur. Nuryanto mengasumsikan bahwa pengeluaran pelayanan umum dan sosial adalah pengeluaran yang tidak produktif. Evaluasi jenis pengeluaran produktif dan non-produktif perlu dilakukan agar dapat diketahui jenis pengeluaran yang memacu pertumbuhan dan jenis pengeluaran yang menghambat pertumbuhan. Tentu saja pertumbuhan yang terjadi diharapkan diikuti oleh pemerataan distribusi penerimaan. Strategi redistribusi dengan perubahan (redistribution with growth) berusaha menggabungkan usaha pemerataan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Penekanan strategi ini adalah penyaluran kembali (realokasi) dana dana investasi baru, terutama dari pemerintah ke golongan penduduk yang paling miskin, sehingga mereka dapat memupuk harta produktif yang dapat meningkatkan produktivitas dan penerimaan mereka. Dengan adanya pemerataan distribusi pendapatan, maka diharapkan tingkat kemiskinan menurun. pendidikan kesehatan sosial pertanian industri infrastruktur ESDM pekerjaan umum lainnya Sumber: Departemen Keuangan, 2010 (diolah) Gambar 1 Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia Tahun 2009 Alokasi pengeluaran pemerintah daerah menurut klasifikasi berdasarkan urusan dapat dilihat pada Gambar 1. Pengeluaran untuk sosial menempati posisi tertinggi dalam persentasenya terhadap total pengeluaran pemerintah daerah

28 7 provinsi dan kabupaten/kota, yaitu 38 persen, disusul pengeluaran untuk pendidikan sebesar 25 persen. Pengeluaran untuk kesehatan pada tahun 2009 mencapai 9 persen dari total pengeluaran pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan pengeluaran untuk pertanian dan infrastruktur masingmasing sebesar 4 dan 6 persen. Evaluasi jenis pengeluaran yang memacu kinerja perekonomian perlu dilakukan karena membantu pemerintah agar dapat mengalokasikan pengeluarannya secara efektif dan efisien. Masalah pengalokasian pengeluaran pemerintah amat penting karena kebutuhan dana per sektor setiap tahunnya selalu meningkat, di sisi lain sumber dana sangat terbatas. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa pengeluaran pemerintah daerah untuk semua alokasi anggaran mengalami peningkatan dari tahun 2008 ke Alokasi anggaran pemerintah tersebut ditujukan untuk berbagai tujuan, seperti pertanian, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Bila salah satu pos pengeluaran meningkat, sedangkan penerimaan tidak naik, akan mengakibatkan turunnya nominal anggaran pada pos pengeluaran lain Rp Pendidikan Kesehatan Sosial Pertanian Industri Infrastruktur Sumber: Departemen Keuangan, 2010 (diolah) Gambar 2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia Tahun (Ribu Rupiah) Oleh karena itu, bila pemerintah ingin meningkatkan salah satu pos pengeluaran, langkah yang dapat ditempuh ada dua, yakni mengurangi nominal

29 8 anggaran di pos pengeluaran lain dan/atau meningkatkan penerimaan. Selain dua cara tersebut, pemerintah juga dapat meningkatkan hutang, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Perkembangan penerimaan daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut dapat dikatakan bahwa penerimaan daerah lebih banyak tergantung dari anggaran pemerintah pusat, melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau dana transfer yang berjumlah antara 60 sampai 70 persen dari total penerimaan daerah. Persentase Pendapatan Asli Daerah (PAD) relatif kecil, yaitu sekitar 20 persen. Tetapi tidak semua provinsi DAU-nya sekitar 60 sampai 70 persen, misalnya Provinsi DKI Jakarta. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 Provinsi DKI Jakarta tidak mendapatkan dana transfer dari pemerintah pusat. Jadi dana yang dimiliki oleh kebanyakan daerah sedikit banyak tergantung pada pusat. Hal itu menyebabkan keterbatasan dana dalam penyelenggaraan pembangunan daerah. Adanya keterbatasan dana yang dihadapi pemerintah daerah menyebabkan masalah pemilihan alokasi anggaran menjadi amat penting. Dalam menghadapi kendala tersebut, dibutuhkan kejelian pemerintah dalam menentukan skala prioritas sektor yang mampu memberikan kontribusi optimal bagi kinerja perekonomian. 000 Rp Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah) Gambar 3 Perkembangan Penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia Tahun (Ribu Rupiah)

30 9 Berlakunya sistem otonomi daerah menyebabkan daerah memiliki wewenang untuk menyusun anggaran yang pengalokasiannya diserahkan sepenuhnya pada masing-masing daerah. Selain itu, perwujudan otonomi daerah mempunyai makna dimana suatu daerah otonom dituntut mampu menggali sumber-sumber keuangan sendiri, salah satu sumber keuangan daerah berupa PAD. Wujud kesinambungan antara masyarakat, pemerintah, dan pembangunan salah satunya tertuang dalam PAD. Hal ini terutama dari proses pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan lain-lain. Timbal balik dari hal tersebut berupa hasil dari pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat. Realisasi yang diperoleh masyarakat terwujud dalam kebijakan alokasi anggaran pengeluaran yang ditujukan pada kepentingan masyarakat, yaitu pada urusan pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain. Penelitian ini akan mencoba menganalisis dampak penerimaan dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan, dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia. Distribusi pendapatan dalam hal ini adalah ketimpangan pendapatan per kapita antar provinsi di Indonesia. Ketimpangan pendapatan per kapita dalam penelitian ini digambarkan dengan Indeks Williamson. Perilaku dan karakteristik pengeluaran pemerintah di setiap provinsi tidak sama, hal tersebut tergantung dari kemampuan sumber daya manusia dalam mengelolanya, sumber-sumber potensial keuangan, sumber daya alam, sosial budaya, dan lain-lain. Namun demikian pola pengeluaran pemerintah derah antara suatu provinsi dengan provinsi lainnya pada umumnya hampir sama sesuai dengan prinsipnya sebagai pelayanan umum atau disebut juga sebagai public service. Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran daerah 2. Bagaimana dampak penerimaan pemerintah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan 3. Bagaimana dampak pengeluaran pemerintah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan.

31 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah 2. Mengevaluasi dampak penerimaan pemerintah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, kemiskinan 3. Mengevaluasi dampak pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan 4. Merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam mendorong kinerja perekonomian. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 25 provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua pada periode Pemilihan 25 provinsi tersebut dilakukan berdasarkan ketersediaan data.

32 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Fungsi Pemerintah Pemerintah memanfaatkan pendapatannya yang berasal dari pungutan pajak serta sumber pendapatan lainnya untuk dialokasikan ke berbagai bidang secara efektif dan efisien. Fungsi pemerintah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Fungsi alokasi, yaitu mengalokasikan sumber daya yang digunakan dalam memproduksi barang yang berasal dari barang swasta atau barang publik. 2. Fungsi distribusi, yaitu peran pemerintah dalam melakukan distribusi sumber daya bagi masyarakat. 3. Fungsi stabilisasi, yaitu peran pemerintah dalam menjaga kestabilan penyerapan tenaga kerja, stabilitas harga, serta tingkat pertumbuhan ekonomi yang tepat yang berdampak pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran (Mangkoesoebroto, 2008). Dalam menjalankan fungsi stabilisasi, pemerintah menggunakan instrumen moneter maupun fiskal berupa kebijakan pada bidang-bidang fiskal dan moneter. Sebagai contoh, untuk menjaga kestabilan tingkat bunga, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter yang mengatur jumlah uang beredar yang mana pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat permintaan masyarakat. Kebijakan ini secara tidak langsung mempengaruhi tingkat bunga, harga, maupun tingkat inflasi. Sehingga instrumen uang beredar akan mempengaruhi tingkat bunga, harga, maupun tingkat inflasi. Kebijakan fiskal berhubungan dengan pengeluaran pemerintah dan penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak. Apabila pemerintah menurunkan pajak, hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan permintaan masyarakat. Namun dari sisi penerimaan pemerintah, hal ini berdampak pada peningkatan defisit anggaran. Dari sisi pengeluaran, apabila pengeluaran pemerintah naik maka permintaan terhadap barang publik dan barang swasta naik. Jadi anggaran belanja pemerintah baik dari sisi penerimaan maupun pengalokasiannya berdampak pada permintaan agregat dan tingkat aktivitas

33 12 perekonomian yang mana hal tersebut mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dan tingkat inflasi. 2.2 Penerimaan Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, penerimaan daerah terdiri dari pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan, sedangkan pembiayaan bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, misalnya hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam. DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan. DBH yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. DAU suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. Alokasi dasar dihhitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Kebutuhan pendanaan tersebut diukur berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan DBH. Jumlah keseluruhan DAU

34 13 ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah. Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian negara/departemen teknis. Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Dana darurat berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD. Pinjaman daerah ditetapkan dengan memperhatikan keadaan dan perkiraan perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman yaitu tidak lebih dari 60 persen dari PDB tahun bersangkutan. Pinjaman dapat bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat. Penerimaan pemerintah daerah dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran dari kenaikan PDRB. PDRB merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah pada tahun tertentu. PDRB bukan saja diproduksi oleh penduduk di wilayah tersebut, tetapi juga penduduk wilayah lain yang bertempat tinggal di wilayah tersebut. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan orang tersebut untuk membayar berbagai pungutan yang ditetapkan pemerintah. Dalam konsep makro dapat dianalogikan bahwa semakin besar PDRB yang diperoleh maka semakin besar pula potensi penerimaan daerah. Jadi dengan adanya peningkatan PDRB maka hal ini akan mendorong peningkatan PAD. Halim (2000) menyatakan bahwa PAD dipengaruhi oleh PDRB. Semakin tinggi PDRB, diharapkan prosentase PAD terhadap PDRB juga meningkat (tax effort). Jika tax effort kecil, maka PAD akan memberikan kontribusi yang kecil terhadap

35 14 belanja daerah. Jika tax effort ditingkatkan, maka PAD akan meningkat secara signifikan. Selain pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk juga mempengaruhi penerimaan pemerintah daerah. Penduduk merupakan orang yang bertempat tinggal menetap di suatu wilayah selama enam bulan atau lebih dan yang bertempat tinggal kurang dari enam bulan tetapi berencana menetap di suatu wilayah. Todaro dan Smith (2006) mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk bukan suatu masalah. Pengaruh jumlah penduduk pada dasarnya positif dan bermanfaat bagi pembangunan, karena semakin banyak orang maka semakin banyak ide, semakin banyak yang memiliki kretivitas, semakin banyak tenaga ahli, sehingga teknologi semakin berkembang. Sehingga akan meningkatkan kemampuan berproduksi dan PDRB meningkat. Selain itu semakin besar penduduk akan meningkatkan permintaan barang-barang konsumsi sehingga mendorong economic of scale dalam berproduksi dan akan menurunkan biaya produksi yang selanjutnya akan mengakibatkan perluasan usaha dan pendirian usaha baru. Hal itu akan menambah angkatan kerja yang bekerja sehingga pendapatan masyarakat meningkat. Dengan adanya penambahan jumlah penduduk maka akan meningkatkan pendapatan daerah (Sukirno, 2003). 2.3 Pengeluaran Pemerintah Daerah Berkaitan dengan fungsi stabilisasi di atas, pusat dari segala aktivitas operasional pemerintah adalah penerimaan (pajak) dan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah sebagai kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian dengan menjadi bagian dari permintaan agregat. Pengeluaran pemerintah digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa output dari perekonomian. Permintaan agregat terdiri dari konsumsi rumah tangga, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto. Pembelian/belanja pemerintah merupakan nilai barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Belanja pemerintah merupakan instrumen kebijakan fiskal selain pajak. Peningkatan belanja pemerintah meningkatkan pendapatan disposabel, sedangkan peningkatan pajak menurunkan pendapatan disposabel. Pengaruh kedua kebijakan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk V. PEMBAHASAN 5.1. Kinerja Ekonomi Daerah Kota Magelang Adanya penerapan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

DESENTRALISASI FISKAL, TAX EFFORT, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH: STUDI EMPIRIK KABUPATEN/KOTA SE-INDONESIA NELI AGUSTINA

DESENTRALISASI FISKAL, TAX EFFORT, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH: STUDI EMPIRIK KABUPATEN/KOTA SE-INDONESIA NELI AGUSTINA DESENTRALISASI FISKAL, TAX EFFORT, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH: STUDI EMPIRIK KABUPATEN/KOTA SE-INDONESIA 2001-2008 NELI AGUSTINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kemakmuran masyarakat dapat diukur dari pertumbuhan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengertian yang disampaikan oleh Sadono Sukirno. Menurutnya, pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu penyerahan kewenangan yang diberikan dari pemerintah pusat yang mana dalam pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu bentuk harapan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah 2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini dalam masa pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam perkembangannya senantiasa memberikan dampak baik positif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat kaitannya dengan apa yang disebut pendapatan daerah. Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks

Lebih terperinci

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian 205 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis atas data yang telah ditabulasi berkaitan dengan dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Pendapatan Pendapatan merupakan jumlah dari seluruh uang yang diterima seorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA DIREKTORAT FASILITASI DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 1 PRINSIP KEBIJAKAN PERIMBANGAN KEUANGAN Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan amanat Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA Kuliah SEI pertemuan 11 NANANG HARYONO, S.IP., M.Si DEPARTEMEN ADMINISTRASI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 Perencanaan Pembangunan Ekonomi ARTHUR LEWIS dalam buku DEVELOPMENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA. Oleh SUPARNO

DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA. Oleh SUPARNO DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA Oleh SUPARNO PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU Ahmad Soleh Fakultas Ekonomi Universitas Dehasen Bengkulu ABSTRAK Ahmad Soleh; Analisis Belanja Pemerintah Daerah Kota Bengkulu. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang telah merasakan dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah menyebabkan pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang Pemerintahan yakni perubahan struktur pemerintahan, dari sentralisasi menuju desentralisasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah proses merubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect. Judul : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil Pada Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Nama : Ni Nyoman Widiasih Nim : 1315351081 ABSTRAK Belanja modal merupakan

Lebih terperinci