3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

dokumen-dokumen yang mirip
3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006

1. Tinjauan Umum

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2006

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2005

Februari 2017 RESEARCH TEAM

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

Kinerja CENTURY PRO FIXED

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2006

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009

Monthly Market Update

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi makro, maka dari itu kondisi ekonomi makro yang stabil dan baik

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2005

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2006

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

Ekonomi, Moneter dan Keuangan

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2008

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

CARLINK PRO SAFE Dana Investasi Pasar Uang

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2006

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Memen

PRUlink Quarterly Newsletter

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2006

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2005

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

3. Analisis Eksternal

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

Tinjauan Kebijakan Moneter

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS TRIWULANAN:

meningkat % (yoy) Feb'15

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

BAB I PENDAHULUAN. terkuat di dunia, dan memberikan kontribusi sekitar 20-30% dari perputaran

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

Transkripsi:

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Kondisi moneter selama triwulan IV-2006 menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Hal ini tercermin dari laju inflasi yang menurun, nilai tukar rupiah yang cenderung menguat diiringi oleh volatilitas yang lebih rendah, serta kondisi likuiditas yang cukup untuk memenuhi aktivitas ekonomi. Membaiknya kondisi moneter tersebut serta optimisme terhadap prospek ekonomi dan meningkatnya keyakinan akan terkendalinya inflasi ke depan memberikan ruang bagi penurunan kembali BI Rate. Selama triwulan IV-2006, penurunan BI Rate dilakukan sebanyak tiga kali dengan total penurunan sebesar 150 bps (basis points) hingga level BI Rate mencapai 9,75% pada akhir tahun 2006 sehingga untuk keseluruhan tahun 2006, BI Rate mengalami penurunan sebesar 300 bps. Penurunan tersebut dimulai pada bulan Mei 2006 sekaligus menandai perubahan stance kebijakan moneter dari tighted biased menjadi cautious easing. Berlanjutnya penurunan suku bunga ini direspon positif pelaku pasar dan disambut baik dunia usaha. Hal ini tercermin dari terus meningkatnya harga saham yang ditutup pada level 1.805, menurunnya suku bunga jangka panjang (yield obligasi), dan mulai tumbuhnya keyakinan konsumen. Di sisi perbankan, kinerja perbankan nasional secara umum semakin membaik dalam menjalankan fungsi intermediasi. Sampai dengan bulan November 2006, kredit bertambah sebesar Rp 78,2 triliun (10,7%) sehingga jumlah keseluruhan kredit perbankan mencapai Rp 806,3 triliun. Pertumbuhan kredit tersebut didanai oleh peningkatan dana pihak ketiga sebesar 123 triliun (10,9%) yang secara kumulatif meningkat menjadi Rp 1.251 triliun. INFLASI Laju inflasi IHK pada triwulan IV-2006 terus mengalami kecenderungan menurun dari triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi IHK terutama didorong oleh minimalnya dampak inflasi harga-harga yang dikendalikan Pemerintah (administered prices) serta terkendalinya tekanan inflasi secara fundamental. Minimalnya inflasi administered prices disebabkan oleh tidak adanya penyesuaian harga komoditas bersifat strategis yang ditetapkan pemerintah. Sementara itu dari faktor fundamental, perkembangan nilai tukar yang menguat dan terjaganya ekspektasi inflasi berdampak pada menurunnya laju inflasi inti. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK triwulan IV-2006 mencapai 6,60% (y-o-y), turun dari 14,55% (y-o-y) pada triwulan III-2006 (Grafik 3.1). Secara keseluruhan, inflasi tahun 2006 sebesar 6,60% (y-o-y) mengalami penurunan tajam dari 17,11 (y-o-y) pada tahun 2005. Penurunan tersebut didorong oleh kombinasi faktor fundamental dan nonfundamental. Dari sisi fundamental, perkembangan nilai tukar rupiah yang mengalami apresiasi, ekspektasi inflasi yang terjaga, dan kondisi permintaan domestik yang belum sepenuhnya pulih berpengaruh pada penurunan laju inflasi 14

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 %, yoy %, yoy 25 50 IHK Inti 45 20 Volatile Foods Administered Prices (skala kanan) 40 35 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Grafik 3.1 Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga Kesehatan Sandang Perumahan, Listrik, Air, Gas, dan Bahan Bakar Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Bahan Makanan 0,35 0,20 1,30 1,76 1,84 Sumbangan (qtq) Inflasi (qtq) Grafik 3.2 Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok Triwulan IV-2006 (q-t-q) 2,24 30 25 20 15 10 5 0 6,05 % 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 inti. Dari sisi nonfundamental, penundaan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada 2006 dan tidak adanya penerapan kebijakan administered prices yang strategis lainnya menyebabkan penurunan laju inflasi administered prices dengan sangat signifikan. Tekanan inflasi administered prices selama triwulan IV-2006 relatif rendah. Rendahnya inflasi administered prices sejalan dengan minimnya implementasi kebijakan administered prices yang bersifat strategis dan hilangnya dampak kenaikan harga BBM 1 Oktober 2005. Selama triwulan laporan, tekanan inflasi kelompok administered prices antara lain diakibatkan oleh kenaikan harga minyak tanah di tingkat pengecer yang dipengaruhi oleh kelangkaan pasokan akibat gangguan distribusi di beberapa daerah dan kenaikan harga rokok kretek filter. Sementara itu, penurunan harga BBM nonsubsidi selama triwulan IV-2006 juga turut mempengaruhi inflasi administered, sehubungan dengan masih tercampurnya BBM non-subsidi dalam komoditas bensin sehingga masuk ke perhitungan inflasi administered prices. Dengan demikian, inflasi administered prices pada akhir triwulan IV-2006 mencapai 0,57% (q-t-q), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan IV-2005 yang mencapai 26,99% (q-t-q), namun sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,22% (q-t-q). Secara keseluruhan, inflasi administered prices pada 2006 turun tajam menjadi 1,84% (y-o-y) dari 41,71% (y-o-y) pada tahun 2005. Laju inflasi volatile foods pada triwulan laporan mencapai 15,27% (y-o-y), menurun dibandingkan 17,57% (y-o-y) pada triwulan sebelumnya. Sementara secara triwulanan, inflasi volatile foods tercatat sebesar 7,00% (q-t-q) lebih tinggi dibandingkan 1,31% (q-t-q) pada triwulan sebelumnya. Lebih tingginya inflasi triwulanan tersebut selain disebabkan pola musiman inflasi volatile foods, juga didorong oleh kenaikan harga komoditas beras yang cukup tinggi. Peningkatan harga beras tersebut antara lain disebabkan oleh terbatasnya pasokan terkait dengan mundurnya masa tanam. Disamping itu, permintaan masyarakat diperkirakan meningkat akibat tidak ada lagi penyaluran beras raskin sejak Oktober 2006 serta perayaan hari keagamaan dan tahun baru. Faktor lain yang diperkirakan mendorong kenaikan harga beras adalah aksi spekulasi pedagang untuk mengantisipasi musim paceklik dan rencana kenaikan HPP beras pada awal 2007. Dari sisi pemerintah, secara keseluruhan tahun 2006 telah dilakukan berbagai upaya untuk menjamin kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi komoditas volatile foods untuk meredam dampak tekanan harga yang ditimbulkan harga BBM pada 1 Oktober 2005. Upaya-upaya tersebut secara umum cukup berhasil dalam mengendalikan gejolak harga komoditas volatile foods, namun belum 15

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 berdampak pada musim paceklik. Kondisi ini tercermin pada perkembangan laju inflasi volatile foods yang sangat tinggi pada awal dan akhir 2006. Inflasi inti selama triwulan IV-2006 tercatat sebesar 6,03% (y-o-y), turun dari triwulan sebelumnya sebesar 9,12% (y-o-y). Namun demikian, secara triwulanan inflasi inti mencapai 1,76% (q-t-q) di triwulan IV-2006, sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 1,50% (q-t-q). Tekanan inflasi inti pada triwulan IV-2006 terutama berasal dari ekspektasi inflasi masyarakat yang meningkat (Grafik 3.3). Sementara itu, faktor eksternal dan output gap belum memberikan tekanan terhadap inflasi inti. Dari sisi eksternal, meskipun terdapat sdikit kenaikan harga komoditas internasional khususnya harga emas dan gula pada triwulan laporan mengalami peningkatan namun tidak menimbulkan tekanan inflasi mengingat nilai tukar rupiah cenderung menguat. Sementara itu, tekanan kesenjangan output (output gap) masih minimal sehubungan dengan belum pulihnya daya beli masyarakat sehingga permintaan agregat belum kuat di tengah terjaganya pasokan. Selama tahun 2006, upaya Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan makroekonomi secara keseluruhan mampu meredam tekanan inflasi inti khususnya yang berasal dari faktor fundamental. Perkembangan nilai tukar yang mengalami apresiasi dan ekspektasi inflasi yang terjaga Indeks berdampak pada menurunnya laju inflasi inti. Selain itu, pada satu sisi, kondisi permintaan agregat yang belum sepenuhnya pulih akibat daya beli yang masih lemah berpengaruh pada minimalnya tekanan inflasi dari faktor kesenjangan output. Di sisi lain, kondisi pasokan dan distribusi barang dan jasa relatif lebih baik sehingga juga meminimalkan tekanan inflasi dari faktor kesenjangan output gap. Dengan perkembangan faktor-faktor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 fundamental tersebut, inflasi inti pada 2006 turun menjadi 2003 2004 6,03% (yoy) dari 9,75% (yoy) pada 2005. Grafik 3.3 Ekspektasi Harga Konsumen 6 Bulan Ke Depan 160 150 140 130 120 110 %, yoy 150 125 100 75 50 25 0-25 -50-75 Total Peralatan Rumah Tangga Makanan dan Tembakau Pakaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 2004 Grafik 3.4 Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran NILAI TUKAR RUPAIH Selama triwulan IV-2006 nilai tukar rupiah bergerak lebih stabil dengan kecenderungan menguat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pergerakan rupiah yang lebih stabil tercermin pada volatilitas yang menurun menjadi 0,46% dari sebesar 0,85% (Grafik 3.6). Secara point to point, rupiah bergerak menguat dari Rp 9.225/USD pada akhir triwulan III-2006 menjadi Rp 8.995/ USD pada akhir triwulan IV-2006. Secara rata-rata triwulanan, nilai tukar rupiah sedikit melemah menjadi Rp 9,132/USD dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp 9,125/USD (Grafik 3.5). Terjaganya stabilitas rupiah ditopang oleh membaiknya kondisi makroekonomi domestik dan berkurangnya tekanan dari eksternal. Beberapa indikator makroekonomi selama triwulan IV-2006 menunjukkan perbaikan, terutama inflasi. Disamping 16

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 10.500 10.000 9.500 9.000 8.500 8.000 10.000 9.750 9.500 9.250 9.000 8.750 8.500 Rp/USD 9.810 10.003 10.218 10.085 10.042 9.299 9.115 9.125 9.132 Grafik 3.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Grafik 3.6 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Rata-rata Bulanan Rata-rata Triwulanan 9.852 9.479 9.256 9.163 8.939 9.024 9.370 9.131 9.094 9.153 9.174 9.138 9.082 Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Kurs, Rp/USD Volatilitas, % Kurs Harian Volatilitas Rata-rata Volatilitas 0.85 9.225 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 9.075 2.0 1.0 0.50 - itu, daya tarik investasi rupiah juga relatif terjaga dengan membaiknya indikator risiko ditengah tren penurunan imbal hasil investasi rupiah. Di sisi eksternal, kebijakan Bank Sentral Amerika (The Fed) mempertahankan suku bunga dan tren penurunan harga minyak mengurangi tekanan terhadap rupiah. Sementara itu, perkembangan di Thailand yang memperketat regulasi terhadap capital inflows berdampak minimal terhadap rupiah. Stabilitas rupiah didukung oleh kondisi fundamental ekonomi yang membaik pada triwulan-iv 2006. Beberapa indikator ekonomi seperti kinerja ekspor, pertumbuhan PDB dan laju inflasi menunjukkan perkembangan yang membaik. Sejalan dengan permintaan global dan harga komoditi ekspor yang masih naik, kinerja ekspor terus meningkat dimana dalam periode Januari Oktober 2006 ekspor non-migas tumbuh mencapai 19,4%. Dalam periode yang sama, impor non migas hanya tumbuh 0,5% sehingga menghasilkan surplus transaksi berjalan yang relatif tinggi. Harga komoditi ekspor yang terus meningkat lebih tinggi dibanding harga impor juga meningkatkan terms of trade Indonesia. Hal ini pada gilirannya mendorong surplus pada NPI sehingga memberikan dukungan secara fundamental terhadap nilai tukar rupiah. Dari sisi risiko, pada triwulan IV-2006 faktor risiko dalam negeri membaik, tercermin pada penurunan yield spread dan premi swap. Yield spread antara obligasi valas pemerintah dengan US T-note menurun dari 1,8% menjadi sekitar 1,3%. Premi swap untuk semua tenor juga terus menurun (Grafik 3.7). Perbaikan indikator risiko tersebut telah turut menopang stabilitas rupiah di tengah kecenderungan penurunan BI rate di mana imbal hasil rupiah tetap menarik bagi masuknya aliran modal asing. % 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 Premi 1 M Premi 3 M 2,0 Premi 6 M Premi 12 M 0,0 Jan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Sumber : Reuters (diolah) Grafik 3.7 Premi Swap Berbagai Tenor Sementara itu, perkembangan eksternal selama triwulan IV-2006 memberikan dampak minimal terhadap depresiasi nilai tukar rupiah. Keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga pada level 5,25% serta harga minyak yang cenderung menurun telah mengurangi tekanan depresiasi terhadap rupiah. Adapun perkembangan eksternal lain berupa penerapan regulasi terhadap capital inflows (unremunerated reserve requirement atau URR) oleh Bank of Thailand juga berdampak terbatas pada nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah hanya tertekan pada saat regulasi tersebut dikeluarkan tanggal 18 Desember 2006, yang untuk selanjutnya kembali menguat. Hal ini tidak terlepas dari segera dikeluarkannya pernyataan resmi BI bahwa Indonesia tidak akan mengikuti kebijakan Thailand tersebut. Pernyataan BI dan juga pernyataan yang sama dari Malaysia dan Filipina berhasil 17

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 menenangkan investor global yang bereaksi dengan menarik dananya dari kawasan. Secara keseluruhan, perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang 2006 membaik dibanding 2005 di mana rupiah cenderung menguat terhadap USD dan disertai dengan pergerakan yang lebih stabil. Pada tahun 2006, rupiah secara point-topoint menguat sebesar 8,4% dari Rp 9.831/USD pada akhir 2005 menjadi Rp 8.995 di akhir 2006. Secara rata-rata nilai tukar rupiah juga menguat dari Rp 9.713 pada tahun 2005 menjadi Rp 9.166/USD pada tahun 2006. Selain menguat, pergerakan rupiah pada 2006 relatif lebih stabil dibanding tahun sebelumnya. Hal ini tercermin pada volatilitasnya yang menurun dari 4,04% di tahun 2005 menjadi 3,79% di tahun 2006. Juta USD Rp/USD 4.000 8.500 Supply-Demand LN 3.000 Kurs (skala kanan) 9.000 9.500 2.000 Inflows 10.000 1.000 10.500 - (1.000) (2.000) Outflows Jan Feb MarApr May Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb MarApr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 11.000 11.500 12.000 Grafik 3.8 Permintaan dan Penawaran Valas Berdasarkan Transaksi Spot Selama triwulan IV-2006, aliran masuk dana investasi asing menambah pasokan di pasar valas perbankan domestik (Grafik 3.8). Di pihak lain, ekses permintaan valas domestik juga mengalami sedikit peningkatan dari triwulan sebelumnya. Meningkatnya ekses permintaan valas domestik disebabkan oleh meningkatnya permintaan valas dari korporasi. Dengan perkembangan tersebut, pasar valas domestik secara keseluruhan masih mengalami ekses permintaan. Namun demikian, secara kumulatif jumlah ekses permintaan jauh menurun dibanding triwulan sebelumnya. Sepanjang 2006, secara keseluruhan masih terjadi ekses permintaan valas namun dengan jumlah yang jauh lebih rendah dari tahun 2005. Hal ini mengindikasikan berkurangnya tekanan terhadap rupiah, sehingga rupiah bergerak menguat terhadap dolar AS. KEBIJAKAN MONETER Strategi Kebijakan Setelah melakukan asesmen perekonomian secara keseluruhan dan mempertimbangkan sejumlah faktor risiko yang dapat mengganggu kinerja ekonomi ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk terus melanjutkan penurunan BI Rate. Selama triwulan IV-2006, RDG pada tanggal 5 Oktober 2006, 7 November 2006, dan 7 Desember 2006 menetapkan penurunan level BI Rate masing-masing 50 bps hingga level BI Rate menjadi 9,75%. Dengan perkembangan tersebut, hingga akhir tahun 2006 BI Rate mengalami penurunan sebesar 300 bps dari levelnya di awal tahun. Penurunan tersebut dimulai pada bulan Mei 2006 dan sekaligus menandai adanya perubahan stance kebijakan moneter dari tighted biased menjadi cautious easing. Kebijakan tersebut ditempuh dalam rangka mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat pada sasaran inflasi IHK yang ditetapkan yakni masing-masing sebesar 8±1% dan 6±1% (y-o-y) untuk tahun 2006 dan 2007. Langkah ini didukung dari sisi operasional di mana beberapa ketentuan telah dilaksanakan, antara lain Fixed Rate Tender dalam pelaksanaan 18

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 lelang SBI 1 bulan, penjarangan SBI 3 bulan, serta diskresi (penutupan) penyediaan window FASBI 7 hari. Secara eseluruhan, pelaksanaan kebijakan moneter selama tahun 2006 direspon positif pelaku pasar dan disambut baik oleh dunia usaha. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan harga saham hingga mencetak rekor tertinggi baru serta kecenderungan penurunan yield obligasi. Di bidang nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya tersebut antara lain dilakukan dengan instrumen suku bunga, serta penyempurnaan berbagai instrumen moneter yang diperlukan. Selain itu Bank Indonesia juga terus berupaya menjaga kecukupan cadangan devisa yang dapat digunakan sebagai penyangga apabila terjadi pembalikan modal secara mendadak, terutama pasca percepatan pelunasan utang IMF sebesar $ 3,8 juta yang dilakukan pada 30 Juni 2006. Di samping itu, Bank Indonesia juga terus memantau beberapa peraturan terkait nilai tukar terutama untuk mengendalikan tekanan terhadap melemahnya rupiah dari arus modal asing jangka pendek (khususnya dalam bentuk swap beli) dan atau transaksi valas yang tidak mempunyai transaksi ekonomi yang mendasarinya (non-underlying transactions). Peraturan tersebut antara lain seperti yang tertera pada ketentuan PBI 7/14/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang dikeluarkan pada tanggal 14 Juni 2005. Koordinasi kebijakan dengan pemerintah terus dilakukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Bank Indonesia terus berupaya untuk bersinergi bersama pemerintah dalam mengoptimalkan stimulus fiskal serta memperbaiki iklim investasi yang merupakan kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Adapun langkahlangkah untuk menuju hal itu terus disinergikan, antara lain adalah upaya untuk mempercepat belanja modal pemerintah, mempercepat realisasi anggaran terutama untuk pemerintah daerah serta mendorong kemajuan implementasi perbaikan iklim investasi dan infrastruktur. Suku Bunga Sejalan dengan penurunan BI Rate, seluruh suku bunga instrumen moneter juga Tabel 3.1 Perkembangan Berbagai Suku Bunga Suku Bunga Triwulan I-2006 Triwulan II-2006 Triwulan III-2006 Triwulan IV-2006 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des BI Rate 12,75 12,75 12,75 12,75 12,50 12,50 12,25 11,75 11,25 10,75 10,25 9,75 Penjaminan Dep, 1 bulan 12,75 12,75 12,50 12,50 13,00 12,50 12,00 11,75 11,25 10,75 10,25 9,75 Dep, 1 bulan (Weight Avg) 12,0 11,9 11,6 11,5 11,5 11,3 11,1 10,8 10,5 10,0 9,5 Dep, 1 bulan (Counter Rate) 10,4 10,5 10,4 10,5 10,3 10,4 10,2 10,0 9,8 9,3 9,0 8,6 Base Lending Rate 16,1 16,1 16,0 16,0 16,0 15,8 15,8 15,7 15,5 15,1 15,1 15,0 Kredit Modal Kerja (KMK) 16,3 16,3 16,4 16,3 16,3 16,2 16,1 16,1 15,8 15,6 15,4 Kredit Investasi (KI) 15,8 15,9 15,9 15,9 15,9 15,9 15,9 15,9 15,7 15,5 15,4 Kredit Konsumsi (KK) 17,1 17,3 17,5 17,7 17,8 17,8 17,9 17,8 17,9 17,9 17,8 % mengalami penurunan. Suku bunga FASBI O/N menjadi berada pada level 4,75%, dan suku bunga SBI Repo menjadi 12,75%. Secara operasional, d e n g a n karakteristik sistem lelang Fixed Rate 19

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 Tender, penurunan BI Rate langsung tercermin pada lelang SBI 1 bulan. Dalam pelaksanaan kebijakan operasional tersebut, operasi moneter tetap diarahkan untuk menyelaraskan arah umum kebijakan moneter yang disampaikan melalui BI Rate dengan perkembangan aktual kondisi pasar uang antar bank, baik dari sisi level maupun suku bunga yang terjadi. Penurunan BI Rate diikuti oleh penurunan suku bunga penjaminan dan suku bunga simpanan. Dalam triwulan IV-2006 suku bunga penjaminan deposito rupiah 1 bulan menurun sebesar 150 bps menjadi 9,75% dari 11,25% di akhir triwulan III-2006 (Tabel 3.1). Penurunan ini selanjutnya diikuti oleh turunnya suku bunga deposito 1 bulan counter rate menjadi 8,6% pada akhir triwulan IV-2006 dari 9,8% di akhir triwulan sebelumnya. Secara rata-rata tertimbang (weighted average) suku bunga deposito rupiah 1 bulan pada November 2006 tercatat 9,5%, juga menurun dibanding akhir triwulan III-2006 sebesar 10,5%. Penurunan suku bunga deposito ini merupakan kelanjutan dari kecenderungan suku bunga deposito yang telah menurun sejak bulan Februari 2006 (Grafik 3.9). 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 % BI Rate* Pnjaminan Dep Deposito 1 bulan Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2004 Suku bunga kredit seperti yang ditunjukkan oleh base lending rate juga mengalami penurunan. Pada akhir triwulan IV-2006, base lending rate tercatat sebesar 15,0%, menurun dibanding akhir triwulan sebelumnya sebesar 15,5% (Tabel 3.1). Hal tersebut diikuti oleh seluruh suku bunga kredit yang sampai dengan akhir November 2006 mengalami penurunan. Suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI), dan Kredit Konsumsi (KK) masing-masing menurun menjadi 15,4%, 15,4% dan 17,8% dari level di triwulan III-2006 yang masing-masing tercatat sebesar 15,8%, 15,7% serta 17,9%. 50 40 30 20 10 - (10) (20) Grafik 3.9 Perkembangan Berbagai Suku Bunga (%, y-o-y) Total DPK Tabungan Giro Deposito Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov 2004 Grafik 3.10 Perkembangan Dana Dana, Kredit, dan Uang Beredar Penurunan BI Rate diikuti dengan peningkatan penghimpunan dana masyarakat. Meskipun suku bunga deposito dan suku bunga penjaminan mengalami penurunan, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih mengalami peningkatan. Pada akhir November 2006 penghimpunan DPK tumbuh sebesar 14,7% (y-o-y) sehingga secara kumulatif meningkat menjadi Rp 1.251 triliun. Peningkatan DPK ini mencerminkan kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap perbankan nasional di tengah kecenderungan penurunan suku bunga. Dari sisi kredit, penurunan BI Rate diikuti dengan peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Kredit perbankan mengalami peningkatan, di mana sampai dengan bulan November 2006 kredit bertambah sebesar Rp 78,2 triliun sehingga jumlah keseluruhan kredit perbankan mencapai Rp 806,3 triliun. 20

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0 (3) (6) (9) (12) Y-oY, % M2/M0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 M1 Riil Currency Riil M2 Riil 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 2000 2001 2002 2003 2004 Grafik 3.11 Likuiditas Perekonomian M1/M0 1,75 1,70 1,65 1,60 1,55 1,50 1,45 1,40 1,35 1,30 1,25 1,20 1,15 1,10 1,05 Pertumbuhan kredit tersebut didanai oleh peningkatan dana pihak ketiga sebesar 123 triliun yang secara kumulatif meningkat menjadi Rp 1.251 triliun. Peningkatan penyaluran kredit mencerminkan kinerja perbankan yang melaksanakan fungsi intermediasi, yang diharapkan dapat menjadi sumber pembiayaan bagi perekonomian dan sektor riil. Dari sisi uang beredar, pada akhir November 2006 M1 dan M2 terus meningkat dan tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya. Secara nominal, laju pertumbuhan tahunan M1 dan M2 mencapai 23,8% dan 14,6%, meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 20,8% dan 13,7%. Dengan pertumbuhan yang demikian, secara riil pertumbuhan M1 terus mengalami akselerasi, jauh melampaui rata-rata posisinya selama dua tahun terakhir (Grafik 3.11). Sementara itu, M2 riil sejak Oktober 2006 kembali tumbuh positif. Dari komponen pembentuknya, kenaikan pertumbuhan M2 didukung oleh meningkatnya pertumbuhan tabungan. Pasar Keuangan Penurunan level BI Rate sebesar 300 bps dalam tahun 2006 MM2 (M2/M0) MM1 (M1/M0) semakin mendorong maraknya perdagangan pasar modal. Selain itu, semakin membaiknya berbagai indikator ekonomi makro serta kembali pulihnya kepercayaan investor asing terhadap Grafik 3.12 stabilitas perekonomian juga turut direspon positif pelaku pasar Perkembangan Angka Pengganda Uang saham di BEJ. Perdagangan saham semakin marak dan meningkat yang menyebabkan IHSG bergerak naik hingga pada akhir tahun 2006 ditutup pada level 1.805, menguat 55,3% dibanding akhir tahun 2005. Peningkatan ini menjadikan Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai salah satu bursa yang berkinerja terbaik sepanjang 2006. Dalam perjalanan selama tahun 2006, membaiknya fundamental perekonomian dan mikro emiten serta prospek yang tetap cerah menjadi penggerak BEJ hingga berhasil membawa indeks ke level tertinggi baru. Dari sisi domestik, tingkat inflasi yang terkendali dan cenderung menurun sehingga berada di bawah kisaran proyeksinya, membaiknya PDB, dan cadangan devisa yang cukup kuat diartikan oleh investor bahwa kondisi perekonomian sudah mulai pulih. Nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung menguat ikut memberikan sentimen positif terhadap imbal hasil investasi di bursa saham. Dari sisi eksternal, masih bullish-nya pasar saham dunia dan regional sebagai dampak dari kebijakan bank sentral AS yang kembali menahan suku bunganya, serta kecenderungan penurunan harga minyak dunia, secara tidak langsung juga memberikan kontribusi positif terhadap perdagangan di BEJ. 1,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 2002 2003 2004 Dari sisi pemodal, perdagangan oleh investor asing masih mempengaruhi perilaku investor domestik. Perkembangan kondisi global, yang ditandai oleh bertahannya 21

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 1,750 1,550 IHSG 1,350 1,150 950 750 550 Net Beli 350 150-50 Net Jual -250 Okt-06 Nov-06 Des-06 Grafik 3.13 IHSG dan Net Beli Asing pada Triwulan IV-2006 Frek Vol Frek Vol (Rp t) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 1800 1700 1600 1500 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 suku bunga AS menyebabkan pasar saham tetap bullish. Hal ini mendorong investor asing untuk menambah portofolio saham di Indonesia yang tercermin dari semakin besarnya posisi net beli asing selama triwulan IV-2006 dibanding triwulan sebelumnya. Relatif besarnya pembelian saham oleh investor non-residen mempengaruhi pemodal lokal untuk melakukan hal yang serupa sehingga mempengaruhi kenaikan IHSG. Selama triwulan IV-2006, posisi net beli asing mencapai Rp 4,6 triliun, meningkat dibanding triwulan III-2006 sebesar Rp 3,5 triliun (Grafik 3.13). Sementara untuk rata-rata harian, net beli asing juga meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp 58 miliar/ hari menjadi sebesar Rp 92 miliar/hari. Sementara itu sepanjang tahun 2006, investor asing juga tercatat melakukan net buying. Sebagai implikasi dari negara yang termasuk dalam small open economy, sentimen dari pergerakan eksternal tidak dapat dipungkiri akan berdampak terhadap perilaku investor domestik. Perkembangan kondisi global, yang ditandai oleh relatif stabilnya inflasi AS dan tingginya harga komoditas di pasar dunia serta bertahannya (sementara) suku bunga AS telah memberikan dorongan investor luar negeri untuk mencari tempat untuk penempatan investasi. Dengan perkembangan tersebut, sepanjang tahun 2006 net beli investor asing tercatat sebesar Rp 17,3 triliun. Penurunan BI Rate juga direspon positif oleh pasar Surat Utang Negara (SUN) seperti tercermin pada peningkatan volume dan Grafik 3.14 frekuensi perdagangan SUN. Secara keseluruhan selama tahun Aktivitas Perdagangan SUN 2006, perdagangan SUN terus mengalami penambahan aktivitas, baik dari sisi volume maupun frekuensi perdagangan. Pada tahun 2006 volume dan frekuensi perdagangan SUN meningkat sebesar 35,6% dan 36,7% dibanding tahun sebelumnya (Grafik 3.14). Kecenderungan BI Rate yang terus menurun sejak Mei 2006, perkembangan kondisi makroekonomi yang kondusif dan terus membaik, serta pasar modal yang bullish berimplikasi pada semakin meningkatnya harga SUN untuk seluruh tenor. Hal ini tercermin dari pergerakan yield yang terus menurun. Penurunan yield terbesar terjadi pada SUN yang memiliki sisa jatuh tempo di bawah 2 tahun. Sementara itu, rata-rata yield SUN jangka menengah panjang (kurang dari 7 tahun) sudah berada di bawah sampai di kisaran BI Rate saat ini yaitu 9,75%. Dari sisi aktivitas per kelompok, kelompok non residen masih mendominasi pembelian SUN, diikuti oleh reksadana dan asuransi. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan selama tahun 2006 investor asing mencatat net beli sebesar Rp 27,3 triliun. Pelaksanaan lelang SUN diwarnai dengan maraknya tawaran yang masuk dan lebih besarnya jumlah yang dimenangkan dari target. Dalam upaya pemenuhan pembiayaan defisit APBN, pemerintah tetap memprioritaskan pembiayaan domestik 22

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 dengan menerbitkan obligasi. Sepanjang tahun 2006, pemerintah melaksanakan penerbitan perdana serta reopening obligasi negara sebanyak 16 seri dengan total penyerapan Rp 37,3 triliun. Untuk menjangkau masyarakat luas dalam berinvestasi di obligasi, pemerintah juga menerbitkan SUN Retail (ORI seri 1) pada awal bulan Agustus 2006 sebesar Rp 3,2 triliun. Secara keseluruhan, pada setiap kali pelaksanaan lelang, jumlah penawaran yang masuk selalu di atas (oversubscribed) target indikatifnya dengan yield yang sangat kompetitif. Dengan demikian, jumlah yang dimenangkan selalu lebih besar dari targetnya (kecuali lelang pada tanggal 16 Mei 2006, di mana jumlah yang dimenangkan lebih rendah dari target karena penawaran yang terlalu tinggi). Perkembangan ini mengakibatkan jumlah yang dimenangkan di luar ORI lebih besar dari keperluan dalam APBN sebesar Rp 35,8 triliun. 23