V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

PREDIKSI JUMLAH DAN PERSEBARAN POHON MANGGIS DI KAWASAN AGROPOLITAN CENDAWASARI, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

Aplikasi Citra Satelit QuickBird Untuk Kajian Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Denpasar

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

III. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5. SIMPULAN DAN SARAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian atau metodologi suatu studi adalah rancang-bangun

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kabupaten Bungo Tahun 2011 dan Perubahan Penggunaannya Tahun

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

Metode penghitungan perubahan tutupan hutan berdasarkan hasil penafsiran citra penginderaan jauh optik secara visual

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo)

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran A. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Hutan Penggunaan Lahan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI TAMAN HUTAN RAYA GUNUNG TUMPA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

TM / 16 Mei 2006 U.S. Geological Survey* Landsat 5 4 Mei 2000 Global Land Cover Facility** 124/64 ETM+ / Landsat-7. 2 Maret 2005

IV. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

II. METODOLOGI. A. Metode survei

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

BAB 4 SEGMENTASI WILAYAH POTENSI BANJIR MENGGUNAKAN DATA DEM DAN DATA SATELIT

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil dari Wikimapia dibanding dari Google Earth, karena Wikimapia memiliki tampilan layar bidang yang datar, sehingga dari segi luasan wilayah tidak terlalu terpengaruh, selain itu hasil yang kemudian diperoleh pun akan lebih akurat. Berbeda dengan Google Earth yang memiliki bidang tampil sesuai dengan bentuk permukaan bumi yang cenderung bulat sehingga semakin jauh objek dari sensor, semakin terlihat luas objek terebut, dengan demikian dari segi luasan akan sangat berpengaruh, begitupun dari hasil yang akan diperoleh juga akan sangat berpengaruh. Selain dengan menggunakan citra Quickbird, penelitian ini juga menggunakan citra Landsat. Akan tetapi, terdapat kendala pada jenis citra Landsat yang digunakan. Kendala tersebut adalah karena luas daerah penelitian ini tidak begitu luas, sehingga kenampakan daerah ini pada citra apabila diperbesar (zooming) akan menjadi pecah, dan bahkan hampir tidak mungkin melakukan interpretasi dengan menggunakan citra Landsat. Terlebih citra Landsat memiliki resolusi, relatif kecil, 30x30 meter (http://www.satimagingcorp.com), sehingga sulit untuk dilakukan interpretasi jika luasannya tidak begitu luas. Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil interpretasi landuse yang baik harus menggunakan citra Quickbird. Karena penelitian ini bersifat detil maka resolusi citra menjadi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu proses interpretasi. Citra Quickbird memiliki resolusi spasial hingga 60 cm, sehingga memungkinkan obyek sebesar 60 cm di permukaan bumi dapat teridentifikasi. Namun citra RGB yang disediakan gratis oleh wikimapia ini mempunyai resolusi sekitar 2 meter. Walaupun demikian kualitas citra Quickbird yang diperoleh dengan cara mengunduh secara gratis ini masih lebih unggul dibandingkan dengan citra Landsat, sehingga citra Quickbird dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan 24

untuk melakukan pemetaan/interpretasi citra yang bersifat detil. Atas dasar itulah penelitian ini menggunakan citra Quickbird, karena kedetilan citra dalam menyadap informasi sangat diperlukan untuk daerah penelitian yang tidak begitu luas (456 Ha). Gambar 12. Citra Landsat dan Citra Quickbird 5.1.2 Pembuatan Peta Kerja dan Peta Dasar Peta kerja dibuat dalam peta dasar dengan melakukan analisis berbagai data. Data pendukung yang digunakan antara lain: citra Quickbird dan Peta Rupabumi skala 1 : 25.000. Melalui peta kerja ini kemudian dirancang suatu kegiatan pengamatan di lapang. Sebelum membuat peta dasar dan peta kerja ini, dilakukan koreksi geometrik dan penajaman citra dengan menggunakan acuan peta rupabumi skala 1: 25.000 sehingga skala dan distribusi spasial citra tersebut sudah match dengan peta rupa bumi skala 1 : 25.000. Setelah citra satelit tersebut memiliki skala, barulah dapat dilihat dan ditentukan legenda-leganda yang tersusun di dalam citra tersebut yang didukung oleh peta Topografi skala 1 : 25.000 yang didapat dari BAKOSURTANAL. Legenda-legenda peta yang dapat kita tentukan pada citra tersebut diantaranya adalah jalan, sungai, administrasi wilayah, dan penampakan-penampakan lainnya. Hasil yang didapat dari tahap ini kemudian dijadikan sebagai bahan acuan untuk menganalisis dan membuat peta penggunaan lahan secara visual dan juga kegiatan pengecekan lapang. 25

5.1.3 Analisis Penggunaan Lahan Dalam mengklasifikasikan citra dilakukan menggunakan klasifikasi terbimbing dengan kemiripan maksimum berdasarkan area contoh yang telah ditetapkan dan diberi atribut sesuai dengan masing-masing tipe penggunaan lahan yang telah ditentukan. Dari pengamatan secara visual/digitasi layar dengan citra Quickbird wilayah penelitian diperoleh 9 kelas penutupan/penggunaan lahan. Berbeda dengan hasil dari pengamatan visual menggunakan citra Landsat yang hanya menghasilkan 5 tipe penutupan/penggunaan lahan. Penggunaan lahan di daerah penelitian yang dapat di klasifikasikan dengan menggunakan citra Quickbird adalah : Sawah, adalah pertanian menetap yang ditanami padi, berada dekat dengan permukiman atau ladang. Dalam interpretasi citra yang telah dilakukan sawah memiliki tekstur cenderung halus dan berbentuk petak-petak serta memiliki warna hijau yang homogen di satu lokasi tertentu serta memiliki pola yang terkonsentrasi. Semak belukar, adalah lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola penduduk setelah penebangan hutan sekunder. Di dalam citra Quickbird semak belukar memiliki tekstur halus sampai agak kasar sama seperti ladang hanya saja tidak berpetak-petak serta memiliki warna kuning agak kecoklat-coklatan dan berpola menyebar. Ladang, adalah penggunaan lahan oleh penduduk setempat untuk menanam tanaman semusim. Pada citra, penggunaan lahan ladang memiliki tekstur hampir mirip dengan areal persawahan, sama-sama memiliki penampakan yang berpetakpetak, hanya saja pada ladang teksturnya cenderung lebih kasar dari pada tekstur areal persawahan. Dan juga memiliki warna penampakan coklat kehijauan serta memiliki pola yang menyebar. 26

Hutan sekunder, adalah hutan sisa penebangan dimana kayu yang mempunyai volume tegakan yang berdiameter > 50 cm sudah jarang ditemui. Pada citra, hutan sekunder memiliki tekstur yang hampir mirip dengan tekstur yang dimiliki oleh kebun campuran, hanya saja hutan sekunder memiliki tekstur yang lebih halus dan berwarna hijau tua serta memiliki pola yang terkonsentrasi. Permukiman, merupakan koloni atau tempat tinggal penduduk yang menetap secara berkelompok yang berupa kampung maupun desa. Adapun Permukiman ini memiliki penampakan pada citra dengan tekstur halus sampai kasar dan memiliki warna yang cenderung beraneka ragam serta memiliki pola persebaran yang terkonsentrasi. Lahan terbuka, adalah lahan terpencar yang sudah rusak, atau berubah fungsi menjadi fasilitas umum (lapangan), kadang-kadang hanya berupa hamparan tanah kering yang lambat laun akan menjadi semak belukar. Pada citra lahan terbuka memiliki tekstur yang halus dan memiliki warna coklat serta memiliki pola persebaran yang menyebar. Kebun campuran, adalah lahan dimana terdapat berbagai jenis tanaman tahunan dan semusim yang tumbuh bersamaan serta memiliki ciri bentuk dan pola persebaran yang menyebar. Pada citra, kebun campuran memiliki tekstur yang cenderung agak kasar. Perkebunan, adalah suatu areal yang ditumbuhi oleh tanaman sejenis. Pada citra, areal perkebunan memiliki tekstur yang cenderung halus serta memiliki pola persebaran yang terkonsentrasi. Kebun produksi, adalah lahan yang digunakan untuk menanam berbagai jenis tanaman tertentu. Tanaman pada kebun produksi cenderung telah mendapatkan pengelolaan secara baik. Pada citra, kebun produksi memiliki tekstur yang halus serta memiliki pola persebaran yang terkonsentrasi. 27

Dalam penelitian, terdapat sedikit kendala dalam membedakan jenis penggunaan lahan kebun campuran dengan perkebunan manggis. Untuk memetakan perbedaan antara kebun campuran dengan perkebunan manggis terlebih dahulu dilakukan proses mempoligonkan wilayah-wilayah yang terlihat pada citra yang memiliki banyak pohon tanpa memberikan informasi terlebih dahulu terhadap poligon-poligon tersebut. Setelah dihasilkan poligon-poligon yang belum memiliki informasi, barulah dilakukan penamaan/pemberian informasi terhadap poligon-poligon tersebut dengan cara memplot wilayahwilayah tersebut di lapang sekaligus mencatat jenis penutupan/penggunaan lahannya. Setelah memiliki titik-titik koordinat dan data penutupan/penggunaan lahannya, selanjutnya baru dilakukan pengklasifikasian pada citra. Jadi, untuk membedakan antara penutupan/penggunaan lahan kebun campuran dan perkebunan manggis tidak dapat dilakukan hanya dengan cara digitasi layar yang membedakan dari segi kehalusan/kekasaran tekstur saja, akan tetapi harus diverifikasi dengan pengecekkan langsung di lapang, karena penampakan kebun campuran dengan penggunaan lahan perkebunan manggis di citra hampir bisa dikatakan sama. Tabel 5. Tekstur dan Pola Persebaran Pada Citra Quickbird Penggunaan Lahan Quickbird Tekstur Pola Sawah Halus Terkonsentrasi Kebun Campuran Kasar Menyebar Lahan Terbuka Halus Halus Kebun Produksi Halus Terkonsentrasi Semak Belukar Halus Menyebar Permukiman Kasar Terkonsentrasi Perkebunan Manggis Halus Terkonsentrasi Ladang Kasar Menyebar Lahan Terbuka Halus Menyebar Kelas penggunaan lahan di daerah penelitian yang dapat di klasifikasikan dengan menggunakan citra Landsat, band (5,4,2) diantaranya adalah: Sawah, adalah pertanian menetap yang ditanami padi, berada dekat dengan permukiman atau ladang. Dalam interpretasi citra yang telah dilakukan sawah 28

memiliki warna biru yang homogen di satu lokasi tertentu serta memiliki pola yang terkonsentrasi. Ladang, adalah penggunaan lahan oleh penduduk setempat untuk menanam tanaman semusim. Pada citra, penggunaan lahan ladang memiliki warna penampakan merah kekuningan serta memiliki pola yang menyebar. Semak belukar, adalah lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola penduduk setelah penebangan hutan sekunder. Di dalam citra semak belukar memiliki warna merah keunguan dan berpola menyebar. Kebun campuran, adalah lahan dimana terdapat berbagai jenis tanaman tahunan dan semusim yang tumbuh bersamaan serta memiliki ciri bentuk dan pola yang menyebar. Pada citra, kebun campuran memiliki warna merah tua dan memiliki pola yang menyebar. Permukiman, merupakan koloni atau tempat tinggal penduduk yang menetap secara berkelompok yang berupa kampung maupun desa. Adapun Permukiman ini memiliki penampakan warna kuning sampai putih serta memiliki pola penyebaran yang terkonsentrasi. Tabel 6. Warna dan pola persebaran pada citra Landsat Penggunaan Lahan Citra Landsat Warna Pola Sawah Biru Terkonsentrasi Kebun Campuran Merah Tua Menyebar Ladang Merah agak Kuning Menyebar Semak Belukar Merah agak Ungu Menyebar Permukiman Kuning agak Putih Terkonsentrasi 29

(a) (b) Gambar 13. Perbandingan Hasil Klasifikasi Penggunaan Lahan, (a) Hasil Interpretasi Citra Landsat, (b) Hasil Interpretasi Citra Quickbird 30

Gambar 14. Peta Hasil Overlay Citra Quickbird dan Citra Landsat Dari Hasil di atas terlihat bahwa Citra Landsat hanya mampu memberi informasi kelas penutupan/penggunaan lahan sebanyak 5 jenis penggunaan lahan, sedangkan pada Citra Quickbird mampu memberi informasi sebanyak 9 jenis penutupan/penggunaan lahan. Persamaan yang dapat dilihat di kedua citra adalah jenis penggunaan lahan kebun campuran, ladang, semak belukar, permukiman, dan sawah. Dari peta tersebut dapat terlihat pula bahwa persamaan yang terletak pada kedua citra setelah dilakukan proses overlay adalah sebesar 41,88 %, angka ini didapat dari luas lahan yang sejenis yang terdapat di kedua belah citra adalah sebesar 190,755 Ha, sedangkan luas wilayah keseluruhan adalah 455,481 Ha maka diperoleh angka 41,88 % untuk persamaan kedua citra tersebut. 5.2 Verifikasi Lapang ( Ground Check) 5.2.1 Verifikasi Peta Dasar Verifikasi peta dasar dilakukan untuk melihat kebenaran hasil analisis secara visual sekaligus membandingkan dengan keadaan sebenarnya di lapang. Ternyata setelah dilakukan penelitian di lapang, banyak ditemukan jalan-jalan yang baru dan tidak tampak pada citra sehingga harus dibuat secara manual dengan cara mentracking jalan tersebut dengan menggunakan GPS kemudian di inputkan menjadi suatu tampilan peta secara visual. Ada juga keadaan dimana 31

suatu objek saat dilakukan analisis secara visual tidak terlihat pada citra akan tetapi setelah dilakukannya penelitian lapang ternyata objek tersebut memang ada. Verifikasi peta dasar ini juga berfungsi memberikan kejelasan terhadap suatu objek yang dihasilkan dari analisis secara visual terhadap keadaan sebenarnya di lapang, misalnya saat melakukan analisis secara visual, sulit membedakan antara jalan desa, jalan kecamatan dan jalan lokal. Untuk itulah perlu dilakukannya suatu kegiatan verifikasi peta dasar dengan cara melakukan penelitian langsung di lapang. Selain jalan, sungai pun seperti itu, terkadang sebuah sungai/anak sungai tidak terlihat di citra akan tetapi dapat ditemui di lapang, maka dari itu dengan adanya verifikasi peta dasar ini diharapkan akan dapat menambahkan/memperbaiki sebuah peta dasar yang dihasilkan melalui proses analisis secara visual sehingga peta tersebut dapat menjadi peta acuan yang akurat dan jelas sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 5.2.2 Verifikasi Hasil Analisis Penggunaan Lahan Verifikasi hasil analisis penggunaan lahan (Landuse Ground Check) dilakukan untuk mengecek kebenaran dan keakuratan hasil analisis yang dilakukan secara visual, dan pengamatan jenis-jenis penggunaan lahan di sekitarnya serta penyebarannya. Pada kegiatan ini, dicocokan kebenaran suatu kelas penggunaan lahan yang ada pada citra terhadap keadaan dilapang dengan cara mengecek posisi koordinat suatu titik pada citra yang telah diberi informasi tentang penggunaan lahannya di lapang menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Lokasi plot-plot sampel pengamatan lapang ini sedapat mungkin dilakukan di daerah yang aksesibilitasnya tinggi, sehingga informasi mengenai kondisi lahan dan penutupan vegetasi lainnya dapat diketahui karakteristiknya secara akurat. Dari kegiatan ground check ini dihasilkan berupa peta penggunaan lahan yang sudah layak untuk di jadikan acuan untuk memulai perhitungan komoditas manggis karena peta penggunaan lahan ini sudah dianggap benar atau match. Adapun hasil yang didapat dari verifikasi hasil analisis penggunaan lahan adalah sebagai berikut : 32

Sawah, di daerah penelitian lahan yang digunakan sebagai areal persawahan mayoritas berada di wilayah Cendawasari bagian timur sampai selatan, juga terdapat juga beberapa lokasi persawahan di Cendawasari bagian tengah, barat dan utara. Adapun luas areal persawahan di daerah penelitian adalah sekitar 58,896 Ha atau sekitar 12,928 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. Ladang, di daerah Cendawasari, mayoritas, tanaman semusim yang ditanam di ladang bercampur dengan tanaman manggis. Adapun persebaran penggunaan lahan ladang dikawasan ini berada di bagian barat dan selatan daerah penelitian, dan kebanyakan ladang di daerah penelitian tersebut berada tidak jauh dari areal permukiman warga. Ladang memiliki luas sekitar 46,113 Ha sekitar 10,122 % dari luas wilayah secara keseluruhan. Semak belukar, di dalam daerah penelitian ini vegetasi yang tumbuh pada semak belukar umumnya adalah alang-alang, sianit rumput merdeka serta tanaman perdu lainnya. Pada daerah penelitian ini pun, areal semak belukar mayoritas berada di tengah hingga terus ke selatan. Luas areal yang berupa semak belukar sekitar 32,720 Ha atau sekitar 7,182 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. Hutan sekunder, di wilayah penelitian, hutan sekunder berada di sebelah barat dan merupakan daerah yang memiliki posisi dataran yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain disekitarnya yang letaknya lebih ke arah timur wilayah penelitian. Adapun luas hutan sekunder di wilayah penelitian kurang lebih adalah 10,053 Ha atau sekitar 2,207 % dari keseluruhan luas lahan wilayah penelitian. Permukiman, Umumnya permukiman yang berada di wilayah Cendawasari berada dekat dengan akses-skses jalan wilayah tersebut. Permukiman di kawasan Cendawasari deantaranya adalah Kp. Cengal, Kp. Darmabakti, Kp. Nariti, Kp. Sumberjaya, Kp. Wanakarya, dan Kp. Rawasari. Mayoritas permukiman di kawasan Cendawasari berada di bagian barat kemudian ke tengah sampai ke selatan. Pada daerah penelitian, luas lahan yang digunakan sebagai kawasan 33

permukiman kurang lebih sekitar 27,326 Ha sekitar 5,998 % dari luas wilayah secara keseluruhan. Lahan terbuka, di kawasan Cendawasari, lahan terbuka memiliki luasan lahan paling kecil di bandingkan dengan luas lahan yang dipergunakan untuk jenis penggunaan lahan lainnya. Adapun persebaran lahan terbuka di kawasan penelitian ini adalah dibagian tengah sampai ke selatan. Lahan terbuka di daerah penelitian memiliki luas sekitar 1,662 Ha atau 0,365 % dari luas keseluruhan wilayah tersebut. Kebun campuran, di wilayah Cendawasri, kebun campuran memiliki luas lahan terluas dari total keseluruhan luas wilayah penelitian. Tanaman-tanaman yang tumbuh di kebun campuran di kawasan Cendawasari diantaranya adalah tanaman tahunan dan tanaman semusim, contohnya adalah tanaman durian, pisang, singkong, manggis, melinjo, kacang tanah, dan lain-lain. Persebaran kebun campuran di kawasan penelitian ini cenderung merata, dari mulai timur, barat, utara, dan selatan. Di daerah penelitian, kebun campuran memiliki luasan lahan yang paling luas sekitar 199,772 Ha atau 43,850 % dari luas keseluruhan wilayah penelitian. Perkebunan, di wilayah penelitian ini perkebunan yang ada adalah perkebunan dengan tanaman manggius sebagai tanaman utamanya. Persebaran areal perkebunan manggis di wilayah penelitian umumnya berada di bagian barat dan selatan. Biasanya pada daerah perkebunan manggis ini sudah mendapatkan pengelolaan secara baik. Adapun luas perkebunan manggis di wilayah penelitian sekitar 63,072 Ha, sekitar 13,844 % dari luas keseluruhan wilayah Cendawasari. Kebun produksi, Tanaman pada kebun produksi cenderung telah mendapatkan pengelolaan secara baik. Pengelolaan tersebut baik berupa pengelompokanpengelompokan jenis tanaman yang ditanam, maupun jarak tanam tanaman tersebut. Didaerah penelitian, kebun produksi menempati posisi di wilayah Cendawasari bagian tengah agak ke barat. Adapun tanaman yang terdapat di 34

kebun produksi antara lain adalah belimbing, jambu batu, durian, mangga, manggis, cempedak dan alpukat. Di wilayah ini, kebun produksi memiliki luas sekitar 15,962 Ha atau sekitar 3,504 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. 5.3 Analisis Prediksi Jumlah dan Persebaran Pohon Manggis Dalam tahap analisis jumlah dan persebaran komoditas manggis, setiap satuan penggunaan lahan yang dihasilkan dari proses analisis penggunaan lahan dengan didukung oleh analisis data dan hasil pengamatan langsung di lapang dapat diprediksi kerapatan distribusi pohon manggisnya Pada daerah penelitian, terlihat bahwa jumlah tanaman manggis di wilayah penelitian dari barat ke timur semakin sedikit, untuk itu daerah penelitian terlebih dahulu dibagi menjadi tiga bagian wilayah sesuai dengan dominasi jumlah tanaman manggis yang terdapat di dalamnya. Pembagian ini mangkategorikan wilayah yang memiliki dominasi jumlah tanaman manggis banyak, sedang dan sedikit. Hal ini dimaksudkan agar dalam perhitungan tanaman manggis tidak langsung dapat di sama ratakan antara daerah dengan jumlah tanaman manggis yang banyak dan daerah yang memiliki jumlah tanaman manggis sedikit. Gambar 15. Peta Pembagian Wilayah Dominasi Jumlah Tanaman Manggis. 35

Jumlah titik sampling yang diambil berjumlah 3 titik per Satuan Penggunaan Lahan yang berjumlah 9 jenis penggunaan lahan di setiap wilayah dominasi jumlah tanaman manggis yang berjumlah 3 wilayah dominasi. Jadi jumlah titik sampling keseluruhan berjumlah 81 titik sampling. Gambar 16. Peta Lokasi Titik Sample Pengamatan Lapang Cara perhitungan: Misalkan akan menghitung jumlah pohon di penggunaan lahan yang berupa kebun campuran yang memiliki luas total di wilayah penelitian adalah 199,772 Ha atau sekitar 43,850 % dari luas daerah penelitian secara keseluruhan. Sebelumnya kita sudah menentukan 9 titik sampling penggunaan kebun campuran di lapang dan menghitung jumlah tanaman manggis per luasan tertentu. 9 titik sampling itu diantaranya adalah 3 titik di wilayah dominasi banyak, 3 titik di wilayah dominasi sedang dan 3 titik di wilayah dominasi sedikit. Dari 3 titik di dominasi banyak dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah 50 pohon, dari titik di dominasi sedang dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah 45 pohon, dan dari titik di wilayah dominasi sedikit, dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah sekitar 25 pohon. Sehingga apabila dirata-ratakan secara keseluruhan di wilayah penelitian, maka rata-rata jumlah tanaman manggis di penggunaan lahan kebun campuran per Ha adalah 36

sekitar 40 pohon. Sehingga dapat ditentukan juga jumlah pohon manggis berdasarkan luas total penggunaan lahan kebun campuran di daerah penelitian yaitu sekitar 7.991 pohon, di dapat dari luas wilayah dikalikan dengan jumlah tanaman per Ha (199,772 x 40 = 7.991 pohon). Dari titik-titik sampling tersebut dapat dihasilkan prediksi jumlah dan persebaran tanaman manggis yang perinciannya adalah sebagai berikut: Sawah, Pada daerah penelitian ini, sawah memiliki luas sekitar 58.896 Ha sekitar 12,928 % dari luas wilayah keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat di sawah sekitar 4 pohon per hektar, sehingga pada keseluruhan luas penggunaan lahan sawah, jumlah pohon manggis adalah 236 pohon. Ladang, di daerah penelitian memiliki luas areal sekitar 46,113 Ha atau sekitar 10,122 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat di areal Ladang sekitar 24 pohon per hektar, sehingga untuk keseluruhan luas penggunaan lahan Madang memiliki jumlah pohon manggis sekitar 1.107 pohon. Semak Belukar, di daerah penelitian, luas lahan semak belukar kurang lebih adalah 32,720 Ha sekitar 7,182 % dari luas wilayah Cendawasari secara keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat di daerah semak belukar ini sekitar 12 pohon per hektar, sehingga untuk keseluruhan luas semak belukar yang ada memiliki jumlah pohon manggis sekitar 393 pohon. Hutan Sekunder, luas hutan sekunder di daerah penelitian sekitar 10,053 Ha atau sekita 2,207 % dari luas total wilayah penelitian. Jumlah tanaman manggis di wilayah hutan sekunder kawasan Cendawasari adalah sekitar 12 pohon per hektar, jadi jumlah tanaman manggis dari keseluruhan luas wilayah hutan sekunder di wilayah Cendawasari adalah 121 pohon. Permukiman, pada daerah penelitian ini, luas lahan yang digunakan sebagai kawasan permukiman ada;lah sekita 27,326 Ha atau seriar 5,998 % dari luas wilayah secara keseluruhan. Adapun jumlah tanaman manggis yang terdapat di daerah permukiman sekitar 16 pohon per hektar, sehingga jumlah tanaman manggis untuk keseluruhan luas lahan yang digunakan sebagai permukiman sekitar 437 pohon. 37

Lahan Terbuka, di daerah penelitian, lahan terbuka memiliki luasan lahan sekitar 1,662 Ha atau sekitar 0,365 % dari luas total daerah penelitian. Jumlah tanaman manggis pada lahan terbuka sekitar 2 pohon per hektar, adalah merupakan jumlah tanaman manggis paling sedikit per hektarnya di kawasan Cendawasari, sehingga untuk keseluruhan luas lahan terbuka memiliki jumlah tanaman manggis sekitar 3 pohon. Kebun Campuran, memiliki luas lahan di daerah penelitian sekitar 199,772 Ha atau sekitar 43,850 % dari luas total daerah penelitian. Adapun jumlah tanaman manggis di kebun campuran sekitar 40 pohon per hektarnya, sehingga untuk keseluruhan luas lahan yang digunakan sebagai kebun campuran memiliki jumlah tanaman manggis sekitar 7.991 pohon. Perkebunan Manggis, pada wilayah penelitian memiliki luas areal sekitar 63,072 Ha atau sekitar 13,844 % dari luas keseluruhan wilayah penelitian. Jumlah tanaman manggis di areal perkebunan manggis ini sekitar 195 pohon per hektar, sehingga jumlah total pohon manggis padaluas keseluruhan lahan perkebunan adalah sekitar 12.299 pohon. Kebun Produksi, pada daerah penelitian ini, kebun produksi memiliki luas areal sekitar 15,962 Ha atau sekitar 3,504 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. Jumlah tanaman manggis di areal kebun produksi ini ada sekitar 13 pohon per hektar, sehingga terdapat sekitar 208 pohon manggis untuk keseluruhan luas lahan yang digunakan sebagai kebun produksi. Dari data di atas terlihat bahwa urutan luas areal penggunaan lahan dari yang terluas hingga yang paling kecil adalah ; kebun campuran (43,850 %), perkebunan manggis (13,844 %), sawah (12,928 %), ladang (10,122 %), semak belukar (7,182 %), permukiman (5,998 %), kebun produksi (3,504 %), hutan sekunder (2,207 %) dan kemudian lahan terbuka (0,365 %). Terlihat juga persebaran jumlah tanaman manggis pada areal penggunaan lahan tertentu di kawasan Cendawasari dari yang terbanyak hingga yang paling sedikit adalah ; perkebunan manggis (12.299 pohon), kebun campuran (7.991 pohon), ladang (1.107 pohon), permukiman (437 pohon), semak belukar (393 pohon), sawah (236 pohon), kebun produksi (208 pohon), hutan sekunder (121 pohon) dan lahan 38

terbuka (3 pohon). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah tanaman manggis di kawasan Cendawasari kurang lebih sekitar 22.795 pohon. Perbandingan antara luas wilayah dan jumlah pohon pada suatu penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini; Tabel 7. Tabel Jumlah Tanaman Manggis Penggunaan Luas Jumlah pohon Lahan Ha % manggis Kebun Campuran 199,772 43,850 7.991 Perkebunan Manggis 63,072 13,844 12.299 Sawah 58,896 12,928 236 Ladang 46,113 10,122 1.107 Semak Belukar 32,720 7,182 393 Permukiman 27,326 5,998 437 Kebun Produksi 15,962 3,504 208 Hutan Sekunder 10,053 2,207 121 Lahan Terbuka 1,662 0,365 3 Jumlah 455,576 100,00 22.795 Pada peta sebaran pohon manggis (Gambar 18) terlihat bahwa, Kelas 1 berwarna kuning dan memiliki kelas interval dari 1-10 pohon per hektar, dimana penggunaan lahan yang termasuk ke dalam kelas 1 adalah jenis penggunaan lahan sawah dan lahan terbuka, jadi di setiap penggunaan lahan sawah dan lahan terbuka hanya memiliki jumlah pohon sekitar 1-10 pohon saja perhektanya. Hal ini dikarenakan, sawah dan lahan terbuka tidak diprioritaskan sebagai daerah dikembangkannya tanaman manggis, tetapi sawah lebih difokuskan untuk menanam jenis tanaman pertanian saja (padi). Kelas 2 berwarna oranye dan memiliki kelas interval adalah sekitar 11-20 pohon per hektar. Adapun jenis penggunaan lahan yang termasuk kelas 2 adalah semak belukar, hutan sekunder, kebun produksi, dan permukiman. Hal tersebut menggambarkan bahwa di setiap penggunaan lahan tersebut di wilayah penelitian memiliki 11-20 pohon perhektarnya. Kelas 3 berwarna cokelat dan memiliki kelas interval 21-30 pohon perhektarnya, dimana jenis penggunaan lahannya adalah ladang. Kelas 4 memiliki warna hijau muda dari kelas 3 dan memiliki kelas interval 31-50 pohon perhektarnya, penggunaan lahan pada kelas 4 adalah kebun campuran. Kelas 5 adalah kelas jumlah kerapatan pohon manggis terbesar yaitu memiliki kelas interval lebih dari 51 pohon perhektarnya dan berwarna hijau tua, jenis penggunaan lahannya adalah perkebunan manggis, hal ini disebabkan karena pada 39

penggunaan lahan perkebunan manggis memang diprioritaskan sebagai daerah dikembangkannya tanaman manggis. Dari hasil perhitungan jumlah pohon dan survei lapang, seharusnya dapat ditentukan produktivitas tanaman manggis di wilayah tersebut. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih menemui berbagai kendala sehingga dalam penentuan produktivitas tanaman manggis belum dapat menghasilkan kesimpulan yang akurat. Kesulitan mendapatkan data karena sebagian besar lahan di wilayah tersebut dimiliki oleh warga yang tidak bermukim di wilayah Cendawasari (mayoritas warga Jakarta) sehingga informasi tentang produktivitas manggis sangat sulit untuk diperoleh. Kendala lainnya adalah tidak adanya koordinasi yang baik antara petani manggis dengan pengelola Agropolitan Cendawsari untuk mendata produksi manggis di setiap masa panen. Apabila dilihat dari produktifitas yang diambil dari beberapa sumber di wilayah tersebut, dapat ditentukan secara kasar bahwa produktifitas manggis di wilayah tersebut pada musim panen sekitar 20-30 kg per pohon. Dari hasil tersebut dapat juga ditentukan dari segi ekonominya, dengan asumsi produktifitas per pohon mencapai 30 kg dan dengan dilihat dari harga pasar buah manggis yang mencapai Rp.7000/kg, maka dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh oleh petani manggis sekali panen sekitar Rp.210.000/pohon. Apabila dilihat dari wilayah secara keseluruhan, maka dapat pula disimpulkan bahwa produktifitas manggis di wilayah Cendawasari sekitar 1,5 ton/hektar. 5.4 Akurasi Metode Penelitian Dari hasil penelitian, perlu diuji tingkat keakuratan data jumlah pohon manggis yang di dapat melalui metode perhitungan sebaran pohon manggis berdasarkan satuan penutupan/penggunaan lahan dengan cara penentuan jumlah tanaman manggis di luar titik yang ditentukan sebagai titik sampling penelitian. Peta sebaran titik sampel uji metode tersebut adalah sebagai berikut; 40

Gambar 17. Titik Sample Uji Metode Penelitian Dalam uji metode ini, setiap jenis penutupan/penggunaan lahan masingmasing diambil tiga titik sampel untuk kemudian dihitung distribusi dan sebaran pohon manggisnya lalu dibandingkan dengan hasil penelitian yang diperoleh, sehingga dapat terlihat selisih jumlah/akurasi antara hasil uji metode dengan hasil penelitian. Akurasi dari metode tersebut dapat di lihat dalam tabel berikut ini; Tabel 8. Uji Metode Penelitian Landuse Titik Sampel Jumlah Pohon Luas Landuse (pohon/ha) per Landuse (ha) Penelitian Uji Metode Penelitian Uji Metode 50 35 Kebun Campuran 45 45 25 38 199,772 7.991 7.791 Rata-rata 40 39 220 155 Perkebunan Manggis 150 190 215 180 63,072 12.299 11.038 Rata-rata 195 175 22 27 Ladang 18 25 31 17 46,113 1.107 1.107 Rata-rata 24 24 23 15 Permukiman 14 21 11 9 27,326 437 410 Rata-rata 16 15 1 1 Lahan Terbuka 1 1 4 4 1,662 3 3 Rata-rata 2 2 41

18 12 Semak Belukar 9 8 9 17 32,720 393 393 Rata-rata 12 12 10 12 Hutan Sekunder 7 9 19 18 10,053 121 131 Rata-rata 12 13 5 2 Sawah 3 2 2 3 58,896 236 118 Rata-rata 3 2 14 16 Kebun Produksi 12 11 13 7 15,962 208 176 13 11 Jumlah 22.795 21.167 Dari hasil uji metode, terlihat bahwa selisih jumlah perhitungan antara uji metode dengan hasil penelitian, hasilnya tidak terlalu berbeda jauh, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode perhitungan jumlah pohon manggis berdasarkan satuan penggunaan lahan masih dapat menghasilkan hasil yang tergolong akurat. Dari hasil ini pun dapat ditentukan bahwa akurasi metode yang digunakan adalah sekitar 92,86 %, yang didapat dari 21.167 22.795 x 100% = 92,86 %. Grafik Jumlah Pohon Manggis Kawasan Cendawasari 1% 1% 4% Lahan Terbuka 4% 4% Sawah 5% Hutan Sekunder 8% Semak Belukar Kebun Produksi 61% 12% Permukiman Ladang Kebun Campuran Perkebunan Manggis Gambar 18. Grafik Jumlah Pohon Manggis di Kawasan Cendawasari 42

43

44

45

46

47