BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan menggunakan unsur interpretasi citra diantaranya bentuk, rona dan tekstur. Berdasarkan tampilan di layar komputer dan pengamatan lapang didapatkan beberapa penggunaan lahan diantaranya, tanaman pertanian lahan basah (meliputi sawah pada berbagai fase tumbuh: fase air, fase vegetatif, fase generatif, bera), tanaman pertanian lahan kering (kebun campuran/tegalan), lahan terbangun (permukiman/areal industri), tambak, mangrove dan badan air. Berikut ini diuraikan masing-masing ciri kelas penggunaan lahan yang ada. Tanaman pertanian lahan basah. Kelas penggunaan lahan ini merepresentasikan pertanian padi pada lokasi studi. Kelas ini merupakan gabungan dari berbagai fase penutupan (tanaman atau permukaan) yaitu sawah fase air dimana padi baru saja ditanam dengan umur sekitar satu bulan, sawah fase vegetatif dimana padi berumur sekitar - bulan, sawah fase generatif dimana padi berumur - bulan dan siap panen, dan sawah fase bera yang merupakan fase istirahat dimana pada areal ini hanya terdapat sisa tegakan jerami dari padi yang sudah dipanen. Pada citra, tanaman pertanian lahan basah ditampilkan dengan rona/warna beragam. Pada citra Landsat tahun dan dengan kombinasi RGB, sawah fase air ditampilkan berwarna biru tua dengan tekstur halus, sawah fase vegetatif berwarna hijau muda dengan tekstur halus, sawah fase generatif berwarna kuning dengan tekstur halus dan sawah fase bera berwarna ungu kemerahan dengan tekstur halus. Sedangkan pada citra ALOS tahun 6 dan dengan kombinasi warna alami (natural colour), sawah fase air digambarkan dengan warna hijau kebiruan dengan tekstur halus, sawah fase vegetatif berwarna hijau muda dengan tekstur halus, sawah fase generatif berwarna hijau dengan tekstur halus dan sawah fase bera berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur halus.

2 Tanaman pertanian lahan kering. Tanaman pertanian lahan kering merupakan areal berupa kebun campuran dan/tegalan. Tanaman pertanian lahan kering biasanya ditanami tanaman tahunan dan tanaman setahun yang bercampur dengan belukar. Pada citra Landsat tahun dan, tanaman pertanian lahan kering terlihat berwarna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan permukiman. Sedangkan pada citra ALOS tahun 6 dan, tanaman pertanian lahan kering berwarna hijau tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman. Tanaman pertanian lahan kering di daerah penelitian cenderung menyebar tetapi banyak dijumpai di daerah selatan. Gambar-gambar berikut menunjukkan perbandingan obyek penggunaan lahan pada citra Landsat dan ALOS AVNIR-. Sedangkan Tabel menyajikan kunci interpretasi visual pada masing-masing citra yang digunakan. Tabel. Perbandingan Penampakan Obyek Pada Citra Landsat dan ALOS AVNIR- No. Penggunaan Kenampakan Objek Lahan Landsat ALOS. Tanaman Pertanian Lahan Basah - Fase Air Warna biru tua dengan tekstur halus Warna hijau sedikit biru dengan tekstur halus - Fase Vegetatif Warna hijau muda dengan tekstur halus Warna hijau muda dengan tekstur halus - Fase Generatif Warna kuning dengan tekstur Warna hijau dengan tekstur halus halus - Fase Bera Warna ungu kemerahan dengan Warna kuning agak coklat dengan. Tanaman Pertanian Lahan Kering tekstur halus Warna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan permukiman. Lahan Terbangun Warna ungu tua dan putih dengan tekstur kasar tekstur halus Warna hijau tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman Warna merah agak oranye dan putih dengan tekstur kasar. Tambak Warna biru tua dengan tekstur halus Warna hijau agak coklat dengan tekstur halus. Mangrove Warna hijau muda dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus Warna hijau tua dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus 6. Badan Air Warna biru dengan tekstur halus Warna biru dengan tekstur halus

3 a. b. c. Gambar. Penampakan Objek Pada Citra Landsat (a) TPLB fase air, (b) TPLB fase bera, (c) TPLK, (d) Tambak, (e) Mangrove, (f) TPLB fase vegetatif, (g) Lahan Terbangun, (h) Badan air, (i) TPLB fase generatif a. b. c. Gambar. Penampakan Objek Pada Citra ALOS AVNIR (a) TPLB fase bera, (b) Lahan Terbangun, (c) TPLB fase air, (d) TPLB fase vegetatif, (e) TPLB fase generatif, (f) Tambak, (g) Mangrove, (h) TPLK, (i) Badan air Lahan terbangun. Lahan terbangun merupakan kelas gabungan areal permukiman dengan areal industri di daerah penelitian. Pada citra Landsat tahun dan, lahan terbangun disajikan berwarna ungu tua dan putih dengan tekstur kasar. Sedangkan pada citra ALOS tahun 6 dan, lahan terbangun ditandai dengan warna merah kekuningan dan putih dengan tekstur kasar. Obyek ini memiliki pola teratur mengikuti jalan dan sungai dan pola kurang teratur yang berbaur dengan vegetasi. Pada areal industri, pola terlihat lebih teratur dengan bentuk poligon yang jelas, sedangkan pada areal permukiman, pola ditunjukkan kurang teratur dan menyebar. Tambak. Tambak merupakan kolam buatan untuk budidaya ikan/udang. Pada citra Landsat tahun dan, tambak berwarna biru tua dengan tekstur

4 halus. Sedangkan pada citra ALOS tahun 6 dan, tambak berwarna hijau kecoklatan dengan tekstur halus. Tambak memiliki batas yang jelas dan ukuran bedengan lebih besar dari tanaman pertanian lahan basah. Mangrove. Mangrove merupakan tanaman yang tumbuh di atas rawa berair payau yang terletak pada pinggir pantai. Pada citra Landsat tahun dan, mangrove berwarna hijau muda dan berada di pinggir laut dan tambak. Sedangkan pada citra ALOS tahun 6 dan, mangrove berwarna hijau tua dan berlokasi di pinggir laut dan tambak. Badan air. Pada citra Landsat tahun dan serta citra ALOS tahun 6 dan, badan air berwarna biru dengan tekstur halus. Badan air dapat berupa sungai, danau/situ dan laut. Pola penggunaan lahan wilayah studi hasil interpretasi visual disajikan pada gambar berikut.

5 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Setu Cikarang Selatan Setu Cikarang Pusat Serang Baru Bojongmangu Km Kab. Bogor Cikarang Pusat Serang Baru Km Bojongmangu Cibarusah Kab. Bogor d. U Km KABUPATEN BEKASI KOD.TANGERANG DKI JAKARTA KABUPATEN TANGERANG KOD.BEKASI KOD.DEPOK KABUPATEN BOGOR KOD.BOGOR Km Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun Batas Kecamatan Badan air Lahan terbangun Mangrove Tambak TPLB TPLK Gambar 6. Hasil Klasifikasi (a) Citra Landsat Tahun, (b) Citra Landsat Tahun, (c) Citra ALOS AVNIR Tahun 6 dan (d) Citra ALOS AVNIR Tahun c. Cibarusah b. Setu Bojongmangu Kab. Bogor a. Cikarang Selatan Cikarang Pusat Km Cibarusah Serang Baru Bojongmangu Cibarusah Cikarang Timur Cikarang Barat Serang Baru Cikarang Utara Cikarang Timur Cikarang Selatan Cikarang Pusat Kedungwaringin Tambun Selatan Kod. Bekasi Cikarang Barat Setu Kedungwaringin Cikarang Utara Cikarang Timur Karangbahagia Cibitung Tambun Selatan Kod. Bekasi Cikarang Barat Cikarang Selatan DKI Jakarta DKI Jakarta Kedungwaringin Cikarang Timur Cikarang Barat Sukatani Karangbahagia Cikarang Utara Pebayuran Tambun Utara Cibitung Tambun Selatan Kod. Bekasi Sukakarya Tambelang DKI Jakarta Sukatani DKI Jakarta Tambun Utara Sukawangi Babelan Kedungwaringin Pebayuran Tambelang Sukakarya Sukatani Sukawangi Karangbahagia Cikarang Utara Tambun Utara Cabangbungin Tarumajaya Babelan Cibitung Tambun Selatan Kab. Karawang Pebayuran Tambelang Karangbahagia Kab. Bogor Sukakarya Cibitung Cabangbungin Sukawangi Sukatani Kod. Bekasi Kab. Karawang Tarumajaya Babelan Tambun Utara Pebayuran Tambelang Sukakarya Muaragembong Cabangbungin Sukawangi Babelan Kab. Karawang Tarumajaya Laut Jawa Muaragembong Cabangbungin Laut Jawa Muaragembong Kab. Karawang Laut Jawa Muaragembong Laut Jawa Tarumajaya

6 .. Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi... Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Seperti terangkum dalam Tabel dan Gambar, penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi tidak terlalu banyak berubah terutama pada penggunaan lahan tanaman pertanian lahan basah. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di daerah penelitian berupa penurunan luas kawasan pertanian baik pertanian lahan basah maupun pertanian lahan kering untuk penyediaan kawasan terbangun baik untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Laju peningkatan luas penggunaan lahan yang terbesar adalah badan air sebesar, %, tetapi dilihat dari total luasannya perubahan penggunaan lahan yang terbesar adalah peningkatan luas lahan terbangun yaitu sebesar 6, ha. Sedangkan laju penurunan penggunaan lahan terbesar terjadi pada kelas TPLK yaitu sebesar, % atau seluas, ha. Tabel. Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Penggunaan Lahan Luas (Ha) 6 Laju Perubahan Luas Per Tahun (%) Badan air,6 6,,,,% Lahan terbangun, 6,6 6,6,% Mangrove,,,,,% Tambak 6,,,, -,% Tanaman Pertanian Lahan Basah,6,, 6, -,% Tanaman Pertanian Lahan Kering, 6,,, -,% Gambar. Dinamika Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi

7 6 Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa penggunaan tanaman pertanian lahan basah di Kabupaten Bekasi merupakan penggunaan lahan yang dominan diikuti oleh tanaman pertanian lahan kering dan lahan terbangun. Hal ini dipengaruhi oleh topografi daerah penelitian yang relatif datar. Gambar berikut menyajikan informasi yang diperoleh pada saat survei lapang. a. (, ; -6,) b. (, ; -6,) c. (, ; -6,6) d. (, ; -6,) e. (, ; -6,) Gambar. Foto pengecekan lapang (a) TPLB, (b) Tambak, (c) Badan Air, (d) TPLK, (e) Lahan Terbangun Konversi lahan di Kabupaten Bekasi cenderung terjadi dalam rangka menyediakan lahan untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Lahan

8 terbangun cenderung terus meningkat sesuai dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat di Kabupaten Bekasi. Pada kurun waktu tahun (dari tahun sampai dengan tahun 6), perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi cenderung membentuk gerombol (cluster). Perubahan penggunaan lahan yang menggerombol terjadi di Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, Cikarang Timur dan Cikarang Selatan yang merupakan kecamatan dengan basis industri berskala menengah dan besar serta merupakan kecamatan yang menjadi pusat perdagangan dan jasa. Sedangkan Cikarang Pusat yang merupakan ibukota Kabupaten Bekasi tidak terlalu banyak mengalami perubahan. Perubahan yang umum terjadi di ibukota Kabupaten Bekasi tersebut adalah dari pertanian lahan basah menjadi lahan terbangun (perkantoran dan pertokoan). Sedangkan di kecamatan lain, perubahan penggunaan lahan relatif menyebar secara spasial dengan perubahan yang tidak terlalu signifikan. Perubahan yang dominan terjadi di lokasi selain ibukota Kabupaten Bekasi adalah dari pertanian lahan kering menjadi lahan terbangun. Perubahan penggunaan lahan terbesar pada kurun waktu - dan -6 terjadi di Kecamatan Cikarang Barat dan Cikarang Utara masingmasing sebesar, ha dan, ha dengan bentuk perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa terdapat kecamatan yang tidak mengalami perubahan selama kurun waktu tahun (-6) yaitu Setu, Serang Baru dan Bojongmangu. Dari informasi yang dikumpulkan di lapangan, diketahui bahwa hal ini mungkin terjadi karena aksesibilitas ke wilayah tersebut cukup terbatas sampai saat ini. Pada periode pengamatan tahun 6 sampai dengan tahun, perubahan yang terjadi di Kabupaten Bekasi relatif menyebar secara tidak teratur dan mengindikasikan fenomena urban sprawl dengan pusat penyebaran berada di Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, Cikarang Timur dan Cikarang Selatan. Urban sprawl merupakan pertumbuhan periferi yang meluas dimana lokasinya tidak terbatas dan tidak berdekatan dengan pusat pembangunan kawasan metropolitan (Martinuzzi et al., 6). Menurut Batisani et al. (), perkembangan urban sprawl merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi fragmentasi lahan dan penurunan luas lahan pertanian.

9 Hasse and Lathrop () berpendapat bahwa urban sprawl merupakan salah satu bentuk spesifik dari perkembangan lahan terbangun yang memiliki kepadatan rendah, menyebar dan memiliki dampak karakteristik sosial. Lokasi perubahan penggunaan lahan pada periode -6 diindikasikan menjadi pusat penyebaran perubahan penggunaan lahan pada periode berikutnya (6-). Pada kurun waktu 6- perubahan pengggunaan lahan terbesar terjadi di Kecamatan Muaragembong dengan perubahan TPLB menjadi TPLK. Sedangkan perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun maupun penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun terjadi hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Bekasi. Kecamatan yang tidak mengalami perubahan penggunaan lahan pada tahun 6 sampai dengan tahun adalah Bojongmangu. Dari hasil survei lapang diketahui bahwa walaupun Kecamatan Bojongmangu berdekatan dengan ibukota Kabupaten Bekasi, kecamatan ini memiliki aksesibilitas yang sangat terbatas dan lokasi kecamatan ini jauh dari jalan tol, jalan arteri dan jalan kolektor utama di Kabupaten Bekasi. Selain itu kecamatan ini juga memiliki topografi yang bergelombang dan memiliki jumlah penduduk paling sedikit di Kabupaten Bekasi yaitu. jiwa serta nilai PDRB perkapita yang kecil yaitu.., rupiah (BPS Kabupaten Bekasi, ). Tabel menyajikan secara rinci luas perubahan penggunaan lahan dari pengggunaan TPLB menjadi lahan terbangun per kecamatan.

10 Tabel. Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi Lahan Terbangun Kecamatan Luas (Ha) Babelan, 6, Bojongmangu Cabangbungin, Cibarusah, Cibitung 6,, Cikarang Barat 6,,,6 Cikarang Pusat 66, 6, Cikarang Selatan,, Cikarang Timur,,, Cikarang Utara,, Karangbahagia,, Kedungwaringin,, Muaragembong Pebayuran,,6 Serang Baru Setu,6, Sukakarya,,,6 Sukatani,6 Sukawangi,,, Tambelang, Tambun Selatan,, Tambun Utara,, Tarumajaya,, 6, Total, 6,, Perubahan Per Tahun (Ha),,, Tabel menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan dari TPLB menjadi lahan terbangun pada kurun waktu sampai terjadi hanya di beberapa kecamatan antara lain Kecamatan Cikarang Barat (6, ha), Cikarang Selatan (, ha), Cikarang Timur (, ha), Kedungwaringin (, ha), Sukakarya (, ha), Sukawangi (, ha) dan Tarumajaya (, ha). Sedangkan pada kurun waktu sampai 6 dan kurun waktu tahun 6 sampai perubahan terjadi menyebar hampir di seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Bojongmangu, Muaragembong dan Serang Baru. Pada kedua periode tersebut perubahan terbesar terjadi di Kecamatan Cikarang Utara, masing-masing sebesar, ha dan, ha. Dilihat dari rata-rata luas perubahannya, perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun terbesar terjadi pada kurun waktu 6 sampai, dengan rata-rata luas perubahan, ha per tahun. Sementara pada periode sebelumnya rata-rata perubahan sebesar, ha pada - dan, ha pada -6. Perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun seharusnya tidak boleh terjadi. UU No. Pasal

11 Tahun menyebutkan bahwa Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak irigasi dan infrastruktur lainnya serta mengurangi kesuburan tanah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Apabila hal itu dilakukan, orang tersebut harus melakukan rehabilitasi terhadap lahan yang dirusak. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dimaksud adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok (TPLB). Terjadinya perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun menunjukkan lemahnya pengawasan dan pengendalian pemerintah terhadap penggunaan lahan pertanian. Berikutnya pada Tabel disajikan perubahan penggunaan lahan dari penggunaan TPLK menjadi lahan terbangun. Tabel. Perubahan Penggunaan Lahan TPLK menjadi Lahan Terbangun Kecamatan Luas (Ha) Babelan,, Bojongmangu Cabangbungin 6,, Cibarusah,6 Cibitung,6,6, Cikarang Barat,,, Cikarang Pusat,,6, Cikarang Selatan,,, Cikarang Timur 6,, Cikarang Utara,,, Karangbahagia,,, Kedungwaringin,6, Muaragembong,, Pebayuran 6, Serang Baru,6 Setu 6, Sukakarya 6,, Sukatani,, Sukawangi,6,6 Tambelang, 6,6 Tambun Selatan,,6, Tambun Utara,, Tarumajaya 6,6 Total 6,,,6 Perubahan Per Tahun (Ha), 66, 6,

12 Tabel menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun menyebar merata hampir di seluruh kecamatan pada tiga periode waktu kecuali Kecamatan Bojongmangu, Cibarusah, Pebayuran, Serang Baru, Setu dan Tarumajaya. Pada kurun waktu sampai perubahan penggunaan lahan terbesar terjadi di Kecamatan Babelan sebesar, ha. Pada kurun waktu sampai 6 terjadi perubahan di Kecamatan Cikarang Utara sebesar, ha. Sedangkan pada kurun waktu 6 sampai, perubahan sebesar, ha terjadi di Kecamatan Cikarang Selatan. Jika dilihat dari total luas dan rata-rata luas perubahan penggunaan lahan per tahunnya, perubahan penggunaan lahan dari TPLK menjadi lahan terbangun terjadi pada kurun waktu sampai 6 yaitu sebesar 66, ha per tahun. Tabel. Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi TPLK Kecamatan Luas (Ha) Babelan Bojongmangu Cabangbungin Cibarusah Cibitung,, Cikarang Barat, Cikarang Pusat, Cikarang Selatan 6, Cikarang Timur 6,, Cikarang Utara Karangbahagia,6 Kedungwaringin Muaragembong 6,6 Pebayuran Serang Baru Setu, Sukakarya Sukatani,6 Sukawangi Tambelang, Tambun Selatan Tambun Utara Tarumajaya, Total,, Perubahan Per Tahun (Ha),6 6,

13 Perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK seperti ditunjukkan Tabel tidak terjadi pada kurun waktu sampai. Pada kurun waktu sampai 6, perubahan hanya terjadi di Kecamatan Cibitung (, ha), Cikarang Pusat (, ha), Cikarang Selatan (6, ha) dan Cikarang Timur (6, ha). Pada periode tersebut, Kecamatan Cikarang Selatan merupakan kecamatan yang mengalami perubahan terluas yaitu sebesar 6, ha. Sedangkan pada kurun waktu 6 sampai perubahan terlihat lebih menyebar dan perubahan dominan terjadi di Kecamatan Muaragembong yaitu seluas 6,6 ha. Dilihat dari rata-rata luas perubahannya, perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK terbesar terjadi pada kurun waktu 6 sampai dengan ratarata luas perubahan 6, ha dari rata-rata perubahan pada periode sebelumnya sebesar,6 ha. Dua jenis perubahan penggunaan lahan, yaitu TPLB menjadi lahan terbangun dan TPLB menjadi TPLK diketahui memiliki rata-rata luas perubahan paling tinggi pada kurun waktu 6 sampai. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun dan TPLB menjadi TPLK semakin cepat tiap tahunnya. Sedangkan perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun memiliki rata-rata luas perubahan terbesar pada periode waktu sampai 6. Gambar. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun - Gambar memperlihatkan bahwa penurunan luas penggunaan lahan tertinggi di Kabupaten Bekasi adalah TPLK sedangkan peningkatan luas penggunaan lahan terbesar adalah lahan terbangun. Berubahnya fungsi lahan di Kabupaten Bekasi merupakan salah satu indikasi dari berlakunya Perda No.

14 Tahun yang menetapkan Kabupaten Bekasi sebagai zona industri, sehingga lahan pertanian akan semakin banyak dikonversi menjadi lahan terbangun (industri, permukiman dan pertokoan). Sebaran spasial perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bekasi pada tiga periode waktu yang berbeda disajikan pada Gambar berikut.... Keterkaitan antara Beberapa Jenis Akses Jalan dengan Perubahan Penggunaan Lahan Analisis korelasi berguna untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara perubahan penggunaan lahan dan jenis jalan (aksesibilitas). Analisis tersebut dapat menggambarkan keterkaitan antara aksesibilitas terhadap dinamika alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Bekasi. Hasil analisis korelasi ditampilkan pada Tabel. Tabel. Korelasi Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jenis Jalan Jenis Jalan TPLK-LT TPLB-TPLK TPLB-LT Jalan Lokal,,, Jalan Kolektor -,6, -, Jalan Arteri -,,, Jalan Tol -,, -,6 Jalan Kereta Api -,, -, Jalan Kereta Api Rangkap -,6, -, Yang dicetak tebal merupakan peubah yang berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan % Dari hasil analisis korelasi, ditunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK berkorelasi positif dengan jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan kereta api dan jalan kereta api rangkap. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan luas penggunaan lahan TPLK disertai penurunan luas penggunaan lahan TPLB dipengaruhi oleh kedekatan terhadap jalan. Sedangkan perubahan penggunaan lahan dari TPLB menjadi lahan terbangun hanya berkorelasi positif dengan jalan lokal. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan luas lahan terbangun yang berasal dari penggunaan lahan TPLB memiliki hubungan dengan aksesibilitas ke jalan lokal. Jalan kereta api rangkap merupakan moda transportasi yang memiliki pengaruh paling kecil terhadap perubahan penggunaan lahan. Hal ini disebabkan penggunaan lahan di sekitar jalan kereta umumnya telah berupa lahan terbangun sehingga penggunaan lahan ini tidak akan berubah menjadi penggunaan lahan yang lain.

15 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Kab. Karawang Pebayuran Tambun Utara Sukatani Karangbahagia DKI Jakarta Sukatani DKI Jakarta Tambun Utara Sukakarya Tambelang Sukawangi Babelan Pebayuran Tambun Utara Sukatani Karangbahagia Cibitung Karangbahagia Cibitung Kedungwaringin Tambun Selatan Cibitung Kedungwaringin Tambun Selatan Cikarang Utara Kod. Bekasi Cikarang Utara Kod. Bekasi Cikarang Timur Cikarang Barat Cikarang Timur Cikarang Barat Cikarang Barat Cikarang Selatan Setu Cikarang Pusat Cikarang Selatan Setu Cikarang Pusat Cikarang Pusat Serang Baru Km Bojongmangu Cibarusah Kab. Bogor Km Bojongmangu KABUPATEN TANGERANG KOD.BEKASI KOD.DEPOK KABUPATEN BOGOR KOD.BOGOR Km Km Jalan Jalan Kereta Api Jalan Kereta Api Rangkap Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal Perubahan Penggunaan Lahan TPLB-LT TPLB-TPLK TPLK-LT Perubahan Penggunaan Lahan - Perubahan Penggunaan Lahan Tahun -6 Batas Kecamatan Gambar. Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi (a) Tahun -, (b) Tahun -6 dan (c) Tahun 6- c. U KOD.TANGERANG DKI JAKARTA b. KABUPATEN BEKASI Cibarusah Kab. Bogor a. Cibarusah Serang Baru Serang Baru Cikarang Selatan Bojongmangu Kedungwaringin Tambun Selatan Cikarang Utara Cikarang Timur Setu Sukakarya Tambelang Pebayuran Sukawangi Babelan Sukakarya Tambelang Cabangbungin Tarumajaya Cabangbungin Sukawangi Kod. Bekasi DKI Jakarta Kab. Karawang Tarumajaya Muaragembong Cabangbungin Babelan Kab. Karawang Kab. Bogor Laut Jawa Muaragembong Laut Jawa Muaragembong Laut Jawa Tarumajaya

16 ... Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya (Ismail, dan Rahmasari, ), diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika penggunaan lahan diantaranya laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi serta jumlah dan jenis fasilitas disuatu wilayah. Laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah secara langsung dapat mempengaruhi laju peningkatan kepadatan penduduk dan berpotensi mempengaruhi dinamika penggunaan lahan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar, Kecamatan Tambun Selatan memiliki jumlah penduduk yang paling tinggi yaitu sebesar. jiwa pada tahun. Sedangkan jumlah penduduk paling rendah terdapat di Kecamatan Bojongmangu yaitu sebesar. jiwa. Hal ini terjadi karena Kecamatan Tambun Selatan merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan keberadaannya akan berdampak pada jumlah penduduk. Sedangkan Kecamatan Bojongmangu memiliki jumlah penduduk paling rendah karena merupakan salah satu kecamatan yang jauh dari pusat kota Bekasi dan memiliki aksesibilitas yang rendah. Gambar. Jumlah Pertumbuhan Penduduk tahun sampai Disamping jumlah dan pertumbuhan penduduk, faktor lain yang diduga terkait dengan perubahan penggunaan lahan adalah pertumbuhan ekonomi. PDRB menggambarkan laju pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Gambar menunjukkan bahwa Kecamatan Cikarang Barat memiliki nilai PDRB paling tinggi. Hal ini terjadi karena Kecamatan Cikarang Barat merupakan salah satu kecamatan yang memiliki kegiatan utama industri. Sedangkan nilai PDRB yang

17 6 paling rendah terdapat di Kecamatan Bojongmangu yang merupakan wilayah dengan topografi bergelombang dan berada jauh dari pusat pertumbuhan. Sehingga hal ini menyebabkan rendahnya aktifitas perekonomian di Kecamatan Bojongmangu. Gambar. Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun sampai 6 Laju perubahan jenis dan jumlah fasilitas di suatu wilayah juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan. Gambar menunjukkan laju perubahan jumlah penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial. Kecamatan yang memiliki laju perubahan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Cibarusah. Kecamatan yang memiliki laju perubahan fasilitas pendidikan tertinggi adalah Kecamatan Tambun Utara. Kecamatan yang memiliki laju perubahan fasilitas kesehatan tertinggi adalah Kecamatan Cikarang Pusat. Kecamatan yang memiliki fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial paling tinggi adalah Kecamatan Setu dan Kecamatan Cibarusah. Kecamatan-kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang letaknya dekat dengan pusat-pusat pertumbuhan dan dekat dengan pusat perubahan penggunaan lahan.

18 Gambar. Rataan Laju Perubahan Jumlah Fasilitas per Tahun dari Tahun sampai... Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression Analysis) Analisis penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi dilakukan dengan metode regresi bertatar dengan pendekatan forward stepwise. Peubah tujuan dalam analisis ini adalah perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun (disimbolkan sebagai PPL), perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK (PPL) dan perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun (PPL). Keseluruhan hasil analisis disajikan pada Tabel. Dari hasil analisis regresi PPL, diketahui bahwa peubah yang berperan positif adalah jarak jalan arteri dan jalan lokal. Dari hasil tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: semakin jauh jarak terhadap jalan arteri dan jalan lokal maka kejadian perubahan TPLB menjadi lahan terbangun akan semakin tinggi. Artinya perubahan penggunaan lahan khususnya dari TPLB menjadi lahan terbangun banyak terjadi di lokasi yang jauh dari jalan arteri dan jalan lokal. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk, laju fasilitas ekonomi, luas perubahan badan air, luas perubahan TPLB, alokasi ruang untuk TPLB, jarak terhadap jalan kereta api dan jalan kolektor berperan negatif dalam PPL. Hal ini dapat terjadi diantaranya karena perubahan dari TPLB ke lahan terbangun terjadi khususnya terkait dengan pengembangan kawasan industri dan jasa pemerintahan. Artinya perkembangan yang terjadi terkait dengan pengembangan lokasi aktifitas bukan lokasi tempat tinggal penduduk. Dari hasil analisis regresi PPL (perubahan dari TPLB menjadi TPLK), diketahui bahwa peubah yang berperan positif diantaranya laju fasilitas kesehatan,

19 luas perubahan badan air, luas perubahan tambak, luas perubahan TPLB dan jarak terhadap jalan lokal, sehingga peningkatan laju fasilitas kesehatan, luas perubahan badan air, luas perubahan tambak, luas perubahan TPLB dan semakin jauhnya jarak terhadap jalan lokal akan meningkatkan PPL. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk, luas perubahan mangrove, luas perubahan TPLK menjadi lahan terbangun, alokasi ruang untuk TPLK, jarak terhadap jalan tol dan jalan kolektor berperan negatif terhadap pola perubahan PPL. Hal ini mungkin terjadi karena tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan peningkatan lahan industri dan bukan untuk lahan permukiman dan kebijakan pemerintah juga berdampak pada perubahan ini. Dari hasil analisis regresi diketahui peubah yang berperan negatif dalam proses perubahan lahan kering menjadi lahan terbangun (PPL) adalah laju fasilitas kesehatan, luas perubahan TPLK dan jarak terhadap jalan arteri. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan laju fasilitas kesehatan, luas perubahan TPLK dan semakin jauhnya jarak terhadap jalan arteri akan menyebabkan kecilnya perubahan TPLK menjadi lahan terbangun. Sedangkan jarak terhadap jalan kereta api dan jarak kereta api rangkap berperan positif terhadap PPL yang berarti semakin jauh jarak terhadap jalan kereta api dan jalan kereta api rangkap maka perubahan TPLK menjadi lahan terbangun akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena di sekitar jalan kereta api dan jalan kereta api rangkap sudah merupakan lahan terbangun dan tidak akan terjadi perubahan lagi. Faktor jarak masingmasing jalan terhadap perubahan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel.

20 Tabel. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan per Satuan Wilayah Peubah Yang Berpengaruh Nyata Y Y Y Penduduk -, -, f Ekonomi -, f Kesehatan, -,6 Badan Air -,, Tambak, Mangrove -, TPLB -,, TPLK -,6 Alokasi RTRW untuk TPLB -, Alokasi RTRW untuk TPLK -, d tol ke TPLB-TPLK -,6 d kolektor ke TPLB-TPLK -, d lokal ke TPLB-TPLK, d arteri ke TPLB-LT,6 d kereta api ke TPLB-LT -, d lokal ke TPLB-LT,6 d kolektor ke TPLB-LT -, d arteri ke TPLK-LT -, d kereta api ke TPLK-LT, d kereta api rangkap ke TPLK-LT, TPLK-LT_ -, R,,, Keterangan: Y: Perubahan TPLB-LT Y: Perubahan TPLB-TPLK Y: Perubahan TPLK-LT d : Jarak Jalan : Laju Perubahan Jumlah f : Fasilitas Perubahan penggunaan lahan dari tanaman pertanian lahan basah menjadi tanaman pertanian lahan kering merupakan awal terbentuknya lahan terbangun. Pola tersebut juga ditengarai terjadi pada wilayah studi. Hal ini merupakan implikasi dari semakin berkembangnya wilayah Kabupaten Bekasi yang mengakibatkan pertumbuhan penduduk sangat cepat. Korelasi antara jumlah penduduk dan nilai PDRB menunjukkan hubungan yang positif. Dengan demikian, penelitian ini menyajikan bukti empirik bahwa pertumbuhan penduduk yang sangat cepat tersebut akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan untuk lahan terbangun, baik untuk permukiman maupun untuk usaha perdagangan/jasa. Berikutnya berdasarkan hasil analisis regresi berbasis poligon didapatkan

21 bahwa peubah tujuan yang memiliki nilai R terbesar adalah luas perubahan penggunaan lahan proporsional (%) dan perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun yaitu masing-masing, dan,. Tingginya nilai ini menunjukkan bahwa pemilihan peubah penduga sebagai peubah yang mempengaruhi peubah tujuan cukup tepat. Hanya terdapat kurang dari % peubah lain yang menjadi galat pemodelan dan belum dipertimbangkan dalam analisis tersebut. Ringkasan hasil analisis regresi berbasis poligon pada beberapa pola perubahan penggunaan lahan disajikan pada Tabel. Jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan PDRB, laju perubahan fasilitas sosial, fasilitas ekonomi, jarak terhadap jalan kereta api rangkap dan jalan lokal berperan positif terhadap peubah tujuan Y dan Y. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan PDRB, laju perubahan fasilitas sosial, fasilitas ekonomi dan jauhnya jarak terhadap jalan kereta api rangkap dan jalan lokal akan meningkatkan luas proporsi perubahan penggunaan lahan. Tabel. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan per Poligon Peubah Yang Berpengaruh Nyata Y Y Y Y Y Penduduk per Ha,,6,,, Penduduk -, PDRB %,, -, f Ekonomi, -,, f Sosial,6, -,6, f Pendidikan, -, f Kesehatan, d Lokal,, d Kolektor -,6 d Kereta Api Rangkap -,,6 d Tol, R,,,,,6 Keterangan: Y: Luas Perubahan per Poligon Proporsional (%) Y: Luas Perubahan per Poligon Y: Luas Perubahan TPLB-LT Y: Luas Perubahan TPLB-TPLK Y: Luas Perubahan TPLK-LT d : Jarak Jalan : Laju Perubahan Jumlah f : Fasilitas Dari hasil analisis regresi Y (luasan perubahan penggunaan lahan), diketahui bahwa peubah yang berperan positif adalah jumlah penduduk per ha (%), laju pertumbuhan PDRB, jarak terhadap jalan lokal dan jalan tol yang berarti

22 peningkatan jumlah penduduk per ha (%), laju pertumbuhan PDRB, dan semakin jauhnya jarak terhadap jalan lokal dan jalan tol akan meningkatkan luas perubahan penggunaan lahan per poligon (ha). Sedangkan yang berperan negatif diantaranya laju pertumbuhan penduduk dan jarak terhadap jalan kereta api rangkap. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan jauhnya jarak terhadap jalan kereta api rangkap akan menurunkan potensi luas perubahan penggunaan lahan. Jumlah penduduk per ha, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan berperan positif dengan peubah tujuan Y sedangkan yang berkorelasi negatif adalah laju pertumbuhan fasilitas ekonomi, fasilitas sosial, dan jarak terhadap jalan kolektor. Hal ini berarti peningkatan jumlah penduduk proporsional luas, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan akan meningkatkan perubahan TPLB menjadi TPLK sedangkan peningkatan laju pertumbuhan fasilitas ekonomi, fasilitas sosial, dan jauhnya jarak terhadap jalan kolektor akan menurunkan potensi luas perubahan TPLB menjadi TPLK. Hasil analisis selengkapnya disajikan pada Tabel. Laju perubahan PDRB (%) dan fasilitas pendidikan berperan negatif terhadap peubah tujuan Y sedangkan yang berperan positif diantaranya jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan laju perubahan PDRB dan fasilitas pendidikan akan menurunkan luas perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun dan peningkatan jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial akan menyebabkan peningkatan luas perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun.

23 Tabel. Perbandingan Peran Berbagai Peubah terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Unit Wilayah dan Poligon Pola PPL TPLB-LT TPLB-TPLK TPLK-LT Keterangan: - d Arteri - d Lokal - f Kesehatan - Badan air - Tambak - TPLB - d Lokal - d Kereta Api - d Kereta Api Rangkap Basis Wilayah Basis Poligon Penduduk - Penduduk per ha - f Ekonomi - f Ekonomi - Badan air - f Sosial - TPLB - d Kereta Api - Alokasi RTRW Rangkap untuk TPLB - d Kolektor d : Jarak Jalan : Laju Perubahan Jumlah f : Fasilitas - Penduduk - Mangrove - Alokasi RTRW untuk TPLK - d Tol - d Kolektor - TPLK-LT - f Kesehatan - TPLK - d Arteri - Penduduk per ha - f Pendidikan - f Kesehatan - Penduduk per ha - f Ekonomi - f Sosial - f Ekonomi - f Sosial - d Kolektor - PDRB - f Pendidikan Tabel di atas menunjukkan perbandingan berbagai peubah terhadap perubahan penggunaan lahan dalam satuan unit wilayah dan poligon. Dalam basis wilayah tidak terdapat peubah yang konsisten dalam mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Namun secara umum, peubah yang cukup berperan dalam perubahan penggunaan lahan basis wilayah adalah jarak terhadap jalan lokal, dan alokasi RTRW berperan positif namun laju pertumbuhan penduduk berperan negatif. Hal ini berarti jauhnya jarak terhadap jalan lokal dan besarnya alokasi ruang bagi suatu penggunaan lahan tertentu juga akan meningkatkan kecenderungan perubahan penggunaan lahan. Peubah yang konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dari hasil analisis berbasis poligon dan berperan positif adalah jumlah penduduk per ha. Sedangkan secara umum peubah yang cukup berperan dalam perubahan penggunaan lahan basis poligon diantaranya laju perubahan fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya jumlah penduduk di suatu wilayah akan meningkatkan kecenderungan terjadinya perubahan penggunaan lahan tertentu. Laju perubahan fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial dalam perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun dan TPLK menjadi lahan terbangun berperan positif sedangkan pada perubahan penggunaan lahan TPLB

24 menjadi TPLK berperan negatif. Tingginya laju perubahan fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial akan meningkatkan kecenderungan terjadinya perubahan terhadap lahan terbangun tetapi akan menurunkan kecenderungan perubahan TPLB menjadi TPLK. Tabel 6 menjelaskan peubah yang berperan konsisten pada analisis basis wilayah dan poligon. Peubah yang perannya konsisten terhadap perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK adalah laju perubahan jumlah fasilitas kesehatan yang berperan positif dan jarak jalan kolektor terhadap perubahan penggunaan lahan yang berperan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan laju jumlah fasilitas kesehatan akan meningkatkan kecenderungan perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK dalam basis wilayah maupun poligon. Sedangkan dekatnya jarak terhadap jalan kolektor akan meningkatkan kecenderungan perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK. Kecenderungan ini disebabkan oleh jalan kolektor yang merupakan jalan yang letaknya cukup strategis dan menghubungkan antar kecamatan, sehingga perubahan TPLB menjadi TPLK hanya merupakan spekulasi sebelum terbentuknya lahan terbangun di wilayah tersebut. Untuk perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun dan TPLK menjadi lahan terbangun tidak ada peubah yang perannya konsisten dalam pola perubahan penggunaan lahan. Tabel 6. Peubah Yang Berperan Konsisten Pada Basis Analisis Berbeda Terhadap Pola Perubahan Penggunaan Lahan Pola PPL Berperan (+) Berperan (-) Keterangan TPLB-LT a TPLB-TPLK - f Kesehatan - d Kolektor a TPLK-LT a PPL Total - Penduduk per ha - PDRB - d Lokal b Keterangan: d : Jarak Jalan : Laju Perubahan Jumlah f : Fasilitas a : Basis Wilayah dan Poligon b : Luas Perubahan Penggunaan Lahan (%) dan (ha) Pada pola luasan total perubahan penggunaan lahan dalam nilai absolut dan persen menunjukkan bahwa peubah yang berperan positif diantaranya jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan PDRB dan jarak terhadap jalan lokal. Hal ini berarti peningkatan jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan PDRB dan

25 jauhnya jarak terhadap jalan lokal akan meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi. Meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan laju pertumbuhan PDRB yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Peningkatan kebutuhan lahan ini terjadi jauh dari jalan lokal yaitu lokasi yang lebih dekat dengan pusat kegiatan... Dinamika Perencanaan Tata Ruang Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, Kabupaten Bekasi tumbuh dan berkembang dengan cepat baik dari fisik, perekonomian, sosial maupun budaya. Penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi yang telah mengalami perubahan membutuhkan keseimbangan perkembangan wilayah dan keserasian antar sektor. Dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi maka diperlukan adanya pengawasan dan pengendalian berupa suatu pedoman perencanaan tata ruang wilayah baru yang sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Rencana tata ruang wilayah meliputi rencana struktur tata ruang dan rencana pola tata ruang. Rencana struktur tata ruang meliputi: penetapan Wilayah Pengembangan (WP), rencana pengembangan sistem kota-kota, fungsi pusat-pusat pelayanan, pengembangan infrastruktur wilayah (transportasi, listrik, telekomunikasi dan air bersih) sedangkan rencana pola tata ruang meliputi rencana pola tata ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya. Perkembangan kawasan terbangun di Kabupaten Bekasi sejak ditetapkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Bekasi - pada tahun merupakan implementasi tahap pemanfaatan ruang. Perubahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi dilatarbelakangi oleh adanya pemekaran wilayah di Kabupaten Bekasi yang semula berjumlah kecamatan menjadi kecamatan. Selain itu pemindahan ibukota Kabupaten Bekasi dari Kota Bekasi ke Cikarang Pusat sebagai dampak langsung pemisahan Kota Bekasi menjadi wilayah administratif tersendiri juga merupakan salah satu alasan dibuatnya rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi yang baru sehingga perkembangan kawasan terbangun terpusat di kecamatan ini sebagai pusat pemerintahan. Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi tahun dimaksudkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan lingkungan yang nyaman serta

26 meningkatkan aksesibilitas. Sampai saat ini masih terdapat wilayah yang perlu dikembangkan seperti Kecamatan Bojongmangu dan Kecamatan Muaragembong yang perlu dijaga fungsi lindungnya sehingga perubahan rencana tata ruang sangat diperlukan. Perbedaan alokasi ruang pada dua dokumen RTRW Kabupaten disajikan pada gambar berikut. Gambar. Alokasi RTRW tahun dan Alokasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi yang terbesar pada tahun adalah untuk kawasan pertanian. Namun sejalan dengan berkembangnya wilayah, alokasi perubahan ruang terbesar pada tahun adalah kawasan pertanian menjadi kawasan permukiman. Kawasan pertambangan pada rencana tata ruang wilayah tahun terdapat di Cikarang Selatan dan Serang Baru dengan luas, ha. Namun demikian, pada rencana tata ruang wilayah tahun tidak terdapat lagi alokasi untuk kawasan pertambangan. Hal ini terjadi karena pada kawasan tersebut telah beralih alokasi menjadi kawasan industri. Perubahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi dari tahun sampai dengan tahun terjadi hampir di seluruh kecamatan. Kecamatan yang tidak mengalami perubahan rencana tata ruang yang signifikan adalah Cabangbungin, Sukawangi, Sukakarya, Sukatani, Tambelang, Pebayuran dan Karangbahagia. Wilayah-wilayah ini tetap menjadi pusat kawasan pertanian lahan basah dan alokasi rencana tata ruang untuk wilayah ini relatif sesuai yaitu sebagai kawasan pertanian. Gambar menyajikan distribusi spasial perubahan alokasi yang terjadi di wilayah studi.

27 6 Peta Perubahan Rencana Tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun dan U Muaragembong Cabangbungin Tarumajaya Sukawangi Babelan Sukakarya Tambelang Tambun Utara Pebayuran Sukatani Cibitung Karangbahagia Tambun Selatan Kedungwaringin Cikarang Utara Cikarang Barat Cikarang Timur Cikarang Selatan Setu Cikarang Pusat Serang Baru Cibarusah Bojongmangu Km Perubahan RTRW tahun dan Industri-Lindung Industri-Pemukiman Industri-Pertanian Lindung-Industri Lindung-Pariwisata Lindung-Pemukiman Lindung-Pertanian Pariwisata-Industri Pariwisata-Pemukiman Pemukiman-Industri Pemukiman-Lindung Pemukiman-Pertanian Pertanian-Industri Pertanian-Lindung Pertanian-Pariwisata Pertanian-Pemukiman Batas Kecamatan Gambar. Perubahan RTRW Tahun dan.. Penyimpangan Penggunaan Lahan Terhadap Alokasi Rencana Tata Ruang Isu penataan ruang yang ada di Kabupaten Bekasi saat ini antara lain masih banyaknya pelanggaran terhadap pemanfaatan lahan dan kawasan hutan lindung (mangrove) semakin berkurang berubah menjadi areal tambak. Beberapa

28 aspek lain yang penting dikemukakan adalah tingkat pelayanan pusat pengembangan wilayah masih kurang terhadap wilayah penyangga (hinterland), lemahnya penegakan hukum dan kurangnya ketegasan aparat pemerintah dalam pengendalian tata ruang serta belum efektifnya pengenaan sanksi terhadap pelanggar peraturan perundangan tentang lingkungan hidup dan penataan ruang daerah. Ringkasan persentase penyimpangan penggunaan lahan tahun terhadap alokasi RTRW dan pengggunaan lahan tahun terhadap alokasi RTRW disajikan pada Tabel. Tabel. Persentase Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun Terhadap Alokasi RTRW dan Penggunaan Lahan tahun Terhadap Alokasi RTRW Kecamatan Luas Penyimpangan (%) Babelan,%,% Bojongmangu,%,% Cabangbungin,6%,% Cibarusah,%,% Cibitung,%,% Cikarang Barat,%,% Cikarang Pusat,%,% Cikarang Selatan,%,% Cikarang Timur,%,% Cikarang Utara 6,6%,% Karangbahagia,%,% Kedungwaringin,%,% Muaragembong,6%,% Pebayuran,%,% Serang Baru,%,% Setu,%,% Sukakarya,%,% Sukatani,%,% Sukawangi,%,% Tambelang,6%,% Tambun Selatan 6,%,% Tambun Utara,%,6% Tarumajaya,%,% Luas penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi ruang yang terbesar pada tahun dan berada di Kecamatan Muaragembong, yaitu masing-masing sebesar,6% dan,%. Penyimpangan yang terjadi di kecamatan tersebut adalah penyimpangan terhadap kawasan lindung. Pada kurun

29 tahun yang sama secara umum penyimpangan yang terjadi adalah penyimpangan terhadap kawasan lindung dan kawasan permukiman yang berubah menjadi lahan pertanian. Untuk alokasi kawasan pertanian penyimpangan yang terjadi pada umumnya adalah menjadi lahan terbangun. Data selengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran dan Tabel Lampiran. Untuk mengetahui hubungan antara penyimpangan yang terjadi terhadap alokasi RTRW dan jenis jalan (aksesibilitas), dilakukan analisis korelasi. Analisis tersebut dapat menggambarkan pengaruh aksesibilitas terhadap dinamika penyimpangan terhadap alokasi RTRW yang terjadi di Kabupaten Bekasi. Hasil analisis korelasi ditampilkan pada Tabel. Tabel. Korelasi Penyimpangan Alokasi Ruang Terhadap Jenis Jalan Alokasi RTRW Jenis Jalan Kawasan Industri Kawasan Wisata Kawasan Pertanian Kawasan Permukiman Kawasan Lindung Jalan Kolektor,,,,66, Jalan Kereta,,,,66, Jalan Kereta Api Rangkap,, -,,, Jalan Lokal,, -,,, Jalan Tol,, -,,,6 Yang dicetak tebal merupakan peubah yang berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan % Dari hasil analisis korelasi, ditunjukkan bahwa penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi kawasan industri berkorelasi dengan jalan tol, jalan lokal dan jalan kereta api rangkap. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan luas penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi kawasan industri memiliki hubungan dengan kedekatan terhadap jalan tol, jalan lokal dan jalan kereta api rangkap. Sedangkan penyimpangan penggunaan lahan terhadap kawasan permukiman dan kawasan lindung berkorelasi positif dengan semua jenis jalan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan luas penyimpangan penggunaan lahan dipengaruhi oleh aksesibilitas. Pengaruh paling kecil yang menyebabkan penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi RTRW terdapat pada jalan kereta api rangkap dan jalan lokal.

30 ... Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi tahun dan Terhadap Alokasi Tata Ruang Tahun Menggunakan teknik tumpang tindih Boolean dapat diketahui bahwa pada tahun sampai dengan tahun, penyimpangan penggunaan lahan terjadi terhadap kawasan industri adalah sebesar, ha, kawasan pariwisata sebesar, ha, kawasan permukiman sebesar, ha, kawasan pertambangan sebesar,6 ha, kawasan pertanian sebesar,6 ha, dan kawasan lindung sebesar, ha. Gambar berikut menyajikan persentase penyimpangan alokasi kawasan lindung pada dua dokumen RTRW yang ada. Secara spasial, penyimpangan tersebut disajikan pada Gambar. a. b. Gambar 6. Grafik Penyimpangan Alokasi Kawasan Lindung (%) Tahun (a), (b) Penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi RTRW tahun dominan terpusat pada bagian utara dan bagian tengah Kabupaten Bekasi. Pada bagian utara, penyimpangan yang terjadi adalah kawasan lindung menjadi pertanian lahan basah dan kawasan pertanian menjadi tambak. Sedangkan pada bagian tengah, penyimpangan yang terjadi adalah kawasan terbangun (industri dan pemukiman) yang belum termanfaatkan (masih menjadi pertanian lahan kering). Namun demikian, seperti pola umum yang berlaku, penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering dapat cepat berubah menjadi lahan terbangun karena di daerah ini merupakan pusat kegiatan industri. Tabel berikut secara umum merangkumkan variasi penyimpangan terhadap RTRW tahun.

31 Tabel. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun terhadap Alokasi Rata Tuang Tahun RTRW_PP Badan air Lahan terbangun Mangrove Tambak TPLB TPLK Kawasan Industri, 66,,6, Kawasan Pariwisata 6,,6 Kawasan Permukiman,,, 6,6,, Kawasan Pertambangan,,6, Kawasan Pertanian, 6,, 6,, 6, Kawasan Lindung,66,6 6, 6,,,6 Tabel di atas menunjukkan bahwa luas penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi ruang terbesar terjadi pada kawasan permukiman sebesar 6, ha. Penyimpangan terbesar terhadap kawasan permukiman ditujukan sebagai lahan pertanian, dan umumnya penyimpangan ini terletak di bagian utara Kabupaten Bekasi. Sedangkan luas penyimpangan dengan luas terkecil yaitu kawasan pertambangan. Namun jika dilihat dari total luasan alokasinya, kawasan pertambangan merupakan kawasan yang mengalami penyimpangan terbesar yaitu sebesar,6 ha dari total luas alokasi,6 ha.... Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 6 dan Terhadap Alokasi Tata Ruang tahun Seperti ditunjukkan pada Tabel, pada tahun 6 sampai dengan tahun, penyimpangan yang terjadi terhadap kawasan industri adalah sebesar, ha, kawasan pariwisata sebesar, ha, kawasan permukiman sebesar, ha, kawasan pertanian sebesar, ha, dan kawasan lindung sebesar, ha. Penyimpangan alokasi kawasan lindung pada tahun terus meningkat mencapai % dari sebelumnya sebesar %, tetapi pada saat yang bersamaan penggunaan lahan untuk kawasan lindung juga meningkat mencapai %. Hal ini disebabkan oleh berubahnya rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi yang mengalokasikan lebih banyak lahan untuk kawasan lindung. Gambar (b) menyajikan gambaran spasial penyimpangan penggunaan lahan tahun terhadap RTRW tahun. Penyimpangan penggunaan lahan tahun 6 sampai tahun terhadap alokasi RTRW tahun dominan terpusat pada bagian utara, bagian barat dan bagian selatan Kabupaten Bekasi. Pada bagian utara, penyimpangan yang terjadi

32 adalah kawasan lindung menjadi tambak, kawasan permukiman menjadi tambak dan kawasan permukiman menjadi pertanian lahan basah. Pada bagian barat, penyimpangan yang terjadi kawasan pemukiman menjadi pertanian lahan basah. Sedangkan pada bagian selatan, penyimpangan yang terjadi bervariasi dan tidak ada yang dominan. Persentase penyimpangan alokasi kawasan lindung pada RTRW tahun dapat dilihat pada Gambar 6 (b). Tabel. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun Terhadap Alokasi Tata Ruang Tahun KETERANGAN Badan air Lahan terbangun Mangrove Tambak TPLB TPLK Kawasan Lindung,,,,, 6, Kawasan Industri,66 6,,, 6,, Kawasan Pariwisata,6,6 6, Kawasan Permukiman 6,6,,6 6,,, Kawasan Pertanian,,,66, Analisis di atas menunjukkan bahwa dinamika perubahan lahan di wilayah studi cenderung kurang mengikuti pola alokasi yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini menuntut upaya yang lebih baik dari pemerintah untuk mensosialisasikan alokasi tersebut secara lebih baik serta melakukan pengawasan pelaksanaan RTRW yang sudah ditetapkan agar penyimpangan dapat ditekan.

33 Muaragembong Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun Industri menjadi Pertanian Lahan Basah Industri menjadi Pertanian Lahan Kering Kawasan Lindung menjadi Lahan Terbangun Kawasan Lindung menjadi Pertanian Lahan Bas ah Kawasan Lindung menjadi Pertanian Lahan Kering Pertanian menjadi Lahan Terbangun Pertanian menjadi Tambak Permukiman menjadi Tambak Permukiman menjadi Pertanian Lahan Basah Permukiman menjadi Pertanian Lahan Kering Kawasan Pariwisata menjadi Pertanian Lahan Basah Kawasan Pariwisata menjadi Pertanian Lahan Kering Batas Kecamatan Jalan Kereta Api Jalan Kereta Api Rangkap Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal Muaragembong Cabangbungin Pebayuran Tambelang Tambun Utara Sukatani Babelan DKI Jakarta Sukakarya Sukawangi Sukakarya Tambun Utara Sukatani Karangbahagia Karangbahagia Cibitung Tambun Selatan Kedungwaringin Cikarang Utara Cikarang Barat Kedungwaringin Cikarang Utara Kod. Bekasi Cikarang Barat Cikarang Timur Cikarang Selatan Kab. Karawang Cikarang Selatan Cikarang Pusat Setu Cibarusah Cikarang Pusat Setu Serang Baru Kab. Karawang Serang Baru Bojongmangu Cibarusah Kab. Bogor Bojongmangu Cikarang Timur Tambun Selatan Kod. Bekasi Pebayuran Tambelang Babelan DKI Jakarta Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun Industri menjadi Tambak Industri menjadi Pertanian Lahan Basah Industri menjadi Pertanian Lahan Kering Kawasan Lindung menjadi Lahan Terbangun Kawasan Lindung menjadi Tambak Kawasan Lindung menjadi Pertanian Lahan Bas ah Kawasan Lindung menjadi Pertanian Lahan Kering Permukiman menjadi Tambak Permukiman menjadi Pertanian Lahan Basah Permukiman menjadi Pertanian Lahan Kering Pertanian menjadi Lahan Terbangun Kawasan Pariwisata menjadi Tambak Kawasan Pariwisata menjadi Pertanian Lahan Kering Batas Kecamatan Tarumajaya Sukawangi Cibitung Km Cabangbungin Tarumajaya Jalan Jalan Kereta Api Jalan Kereta Api Rangkap Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal Km Jalan U Peta Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun Terhadap Alokasi Ruang Tahun - Laut Jawa U Peta Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun Terhadap Alokasi Ruang Tahun - Laut Jawa Kab. Bogor b. a. Gambar. Penyimpangan Penggunaan Lahan (a) Tahun terhadap RTRW, (b) Tahun terhadap RTRW

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun )

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun ) III. GAMBARAN UMUM 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi 2011-2031 (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011-2031) Berdasarkan Perpres No 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan

Lebih terperinci

DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI. Oleh : VANESZA ANJANI A

DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI. Oleh : VANESZA ANJANI A DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI Oleh : VANESZA ANJANI A1451461 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Laju dan Pola Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang 5.1.1. Laju Konversi Lahan di Kabupaten Tangerang Penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan distribusi pendapatan memang dapat terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan distribusi pendapatan memang dapat terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena ketimpangan distribusi pendapatan memang dapat terjadi di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Hubungan antara ketimpangan dan pembangunan sejatinya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bekasi Secara administratif Kabupaten Bekasi termasuk salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta.

Lebih terperinci

Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi

Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi 1 Robbinov Dwi Ardi, 2 Ina Helena Agustina 1,2 Prodi Perencanaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Cakupan Wilayah Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 13 kecamatan dan 165 desa. Beberapa kecamatan terbentuk melalui proses pemekaran. Kecamatan yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung Barat yang merupakan kabupaten baru di Provinsi Jawa Barat hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

1 BAB III TINJAUAN LOKASI

1 BAB III TINJAUAN LOKASI 1 BAB III TINJAUAN LOKASI 1.1 Profil Geografis, Administrasi dan Kondisi Fisik Wilayah 1.1.1 Letak Geografis Gambar 1.1 Peta Administrasi Kota Bekasi Sumber : bekasikab.bps.go.id Kabupaten Bekasi mempunyai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi Secara geografis letak Kabupaten Bekasi berada pada posisi 6 10 53-6 30 6 Lintang Selatan dan 160 48 28-107 27 29 Bujur Timur.Wilayah Kabupaten Bekasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan pertanian di Indonesia memiliki tujuan yang penting

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : SERI : C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : SERI : C LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 1 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR: 4 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2003-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur 26 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukaraja tahun 2006-2009 disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 8. Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal 23 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan Lahan Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal Hasil interpretasi penggunaan lahan dari citra ALOS AVNIR 2009, Kecamatan Babakan Madang memiliki 9 tipe penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU Kelas C Oleh : Ayu Sulistya Kusumaningtyas 115040201111013 Dwi Ratnasari 115040207111011 Fefri Nurlaili Agustin 115040201111105 Fitri Wahyuni 115040213111050

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Jabodetabek Tahun 2010 Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat 11 tipe penggunaan/penutupan lahan wilayah Jabodetabek

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Inventarisasi Produk Unggulan Komoditas Tanaman Pangan dengan Menggunakan Metode Skoring

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Inventarisasi Produk Unggulan Komoditas Tanaman Pangan dengan Menggunakan Metode Skoring BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Analisis Inventarisasi Produk Unggulan Komoditas Tanaman Pangan dengan Menggunakan Metode Skoring Berdasarkan hasil perhitungan pada sub sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan Lahan Kecamatan Depok 5.1.1. Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Quickbird Hasil interpretasi penggunaan lahan dari Citra Quickbird Kecamatan Depok adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan sensus penduduk, jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2015 mengalami

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN BEKASI Riris Fahrisya Adista 1 ), Janthy T Hidayat 2 ), Noordin Fadholie 3 )

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN BEKASI Riris Fahrisya Adista 1 ), Janthy T Hidayat 2 ), Noordin Fadholie 3 ) ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN BEKASI Riris Fahrisya Adista 1 ), Janthy T Hidayat 2 ), Noordin Fadholie 3 ) ABSTRAK Bekasi merupakan bagian dari Metropolitan Jabodetabek yang memiliki tingkat kompleksitas

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bekasi Tahun 2013 sebanyak 85,6 ribu rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bekasi Tahun 2013 sebanyak 85,6 ribu rumah tangga .3216 Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bekasi Tahun 2013 sebanyak 85,6 ribu rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Bekasi Tahun 2013 sebanyak 5 Perusahaan

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian 24 Bab III Pelaksanaan Penelitian Secara garis besar, bab ini akan menjelaskan uraian pelaksanaan penelitian. Tahap kegiatan pada pelaksanaan penelitian ini meliputi empat tahap utama antara lain persiapan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BEKASI TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BEKASI TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI, Menimbang : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kabupaten Bungo Tahun 2011 dan Perubahan Penggunaannya Tahun

BAB V PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kabupaten Bungo Tahun 2011 dan Perubahan Penggunaannya Tahun 32 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan Lahan Kabupaten Bungo Tahun 2011 dan Perubahan Penggunaannya Tahun 1993-2011 Interpretasi dan analisis visual merupakan kegiatan mengamati citra secara visual dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI Yunan Maulana 1, Janthy T. Hidajat. 2, Noordin Fadholie. 3 ABSTRAK Wilayah pengembangan merupakan bagian-bagian wilayah yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa

Lebih terperinci

Penggunaan Tanah Lahan Basah di Kabupaten Bekasi Tahun

Penggunaan Tanah Lahan Basah di Kabupaten Bekasi Tahun Penggunaan Tanah Lahan Basah di Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2011 Reno Aldiano 1 1 Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 Email: aldiano.reno@yahoo.com Abstrak Untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

Pola Spasial Penggunaan Tanah Sekitar Kawasan Industri tahun 1996, 2006 dan 2016 di Kabupaten Bekasi.

Pola Spasial Penggunaan Tanah Sekitar Kawasan Industri tahun 1996, 2006 dan 2016 di Kabupaten Bekasi. Pola Spasial Penggunaan Tanah Sekitar Kawasan Industri tahun 1996, 2006 dan 2016 di Kabupaten Bekasi. Ella Marlena 1, 1 Jurusan Geografi, Universitas Indonesia E-mail : ella.marlena@ui.ac.id ABSTRAK Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting di dalam pembangunan nasional karena sektor ini memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang sangat besar (Soekartawi,

Lebih terperinci

BAB III. Objek Penelitian. pembantu bupati yang terdiri dari 187 desa. Secara administratif batas-batas Kabupaten

BAB III. Objek Penelitian. pembantu bupati yang terdiri dari 187 desa. Secara administratif batas-batas Kabupaten BAB III Objek Penelitian III.1 Kabupaten Bekasi III.1. Gambaran Umum Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi Terdiri dari 15 kecamatan dan disertai dengan 5 wilayah untuk pembantu bupati yang terdiri dari 187

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Hasil Penelitian. Tabel IV.1 Alih Fungsi Lahan Sawah di Wilayah Kajian Tahun

Bab IV Analisis Hasil Penelitian. Tabel IV.1 Alih Fungsi Lahan Sawah di Wilayah Kajian Tahun 58 Bab IV Analisis Hasil Penelitian Secara umum, bab ini akan mengkaji mengenai alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan non sawah di wilayah Pantai Utara jawa Barat. Kemudian hubungan antara jumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha memperoleh

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BEKASI

BERITA DAERAH KABUPATEN BEKASI BERITA DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2009 PERATURAN BUPATI BEKASI NOMOR : 43 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT DAERAH BUPATI BEKASI Menimbang : a. bahwa dengan telah diundangkannya

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Penggunaan/Penutupan Lahan dan Perubahan Luasannya di Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11.267 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di suatu wilayah mengalami peningkatan setiap tahunnya yang dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kelahiran-kematian, migrasi dan urbanisasi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

benar sebesar 30,8%, sehingga harus dilakukan kembali pengelompokkan untuk mendapatkan hasil proporsi objek tutupan lahan yang lebih baik lagi. Pada pengelompokkan keempat, didapat 7 tutupan lahan. Perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diarahkan menuju tercapainya tujuan organisasi. Pelaksanaan rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. yang diarahkan menuju tercapainya tujuan organisasi. Pelaksanaan rangkaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi didirikan sebagai suatu wadah untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan. Organisasi tersebut harus mengelola berbagai rangkaian kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau 5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Jakarta Timur Identifikasi penyebaran dan analisis perubahan Ruang Terbuka Hijau di kawasan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar kota di Negara Indonesia tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir. Setiap fenomena kekotaan yang berkembang pada kawasan ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

N O M O R 4 T A H U N TENTANG

N O M O R 4 T A H U N TENTANG L E M B A R A N D A E R A H K A B U P A T E N B E K A S I PERATURAN DAERAH KABUP ATEN BE KASI N O M O R 4 T A H U N 2 0 0 7 TENTANG P E R UB AH AN AT AS P E RATURAN D AE R AH K AB U P AT E N BE KAS I N

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2016 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2016 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2016 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BEKASI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN PREVIEW III TUGAS AKHIR PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita, ST., MT. Merisa Kurniasari 3610100038

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Disampaikan dalam FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci