BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN
|
|
- Sonny Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman rakyat, belukar, lahan terbuka dan pemukiman. Mendekati ke arah puncak Gunung Karang terdapat areal terbuka yang tampak pada citra, dan hasil groundcheck area tersebut merupakan kawah yang sampai saat ini masih aktif mengeluarkan uap panas. Analisis tutupan lahan pada citra Landsat diperoleh dari interpretasi dari Band2, Band4, dan Band5 yang ditunjukkan dengan warna yaitu Merah, Hijau, dan Biru yang merupakan warna primer dan akan berubah ketika terjadi perpaduan warna berdasarkan kondisi tutupan lahan yang diinterprtasikan oleh Band tersebut. Berdasarkan SK Menhut No.195/Kpts-II/2003 Tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Banten, Gunung Karang terbagi atas kawasan Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Lindung. Gunung Aseupan memiliki luas hektar (Ecositrop 2014). Berikut adalah gambaran umum kondisi kekinian tutupan lahan di Gunung Karang tahun Hutan Ladang dan kebun Gambar VI.1. Kondisi tutupan lahan Gunung Karang yang terdiri dari kebun, ladang, hutan campuran, dan hutan lindung. BLHD Propinsi Banten VI. 1
2 Gunung Karang memiliki luas kawasan hektar yang terbagi menjadi 3 kawasan hutan, yaitu kawasan Hutan Produksi (HP) dengan luas 59 hektar, kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan luas hektar, dan kawasan Hutan Lindung (HL) dengan luas hektar. Gunung Karang termasuk ke dalam dua wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang Propinsi Banten. Pembagian masing-masing kawasan hutan dan luasnya menurut batas administrasi ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel VI-1. Status kawasan dan luas kawasan Gunung Karang serta wilayah administarinya berdasarkan SK Menhut No.195/Kpts-II/2003. No Kabupaten Status Kawasan Luas (Ha) Persentase (%) 1 2 Pandeglang Serang Hutan Lindung ,4 Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas ,3 Sub total ,7 Hutan Lindung ,3 Hutan Produksi 59 1,6 Hutan Produksi Terbatas 186 5,1 Sub total ,2 Total ,0 Table VI-1, menunjukkan bahwa kawasan hutan Gunung Karang sebagian besar berada di Kabupaten Pandeglang, yaitu dengan luas hektar (72,7 %) dan selebihnya berada d Kabupaten Serang dengan luas 976 hektar (27,2%). Kawasan Hutan Produksi (HP) tidak termasuk dalam Kabupaten Pandeglang dan hanya terdapat di Kabupaten Serang dengan luas 59 hektar (1,6%). Hutan Lindung (HL) merupakan kawasan hutan yang paling luas yanag berada di Kabupaten Pandeglang dengan luas hektar (31,4%) dan Kabupaten Serang dengan luas 731 hektar (20,3%). Kawasan HL memiliki luas lebih dari setengah dari luas total kawasan hutan Gunung Karang. Kawasan HPT yang berada di Kabupeten Pandeglang memiliki luas hektar (41,3%) dan di Kabupaten Serang dengan luas 186 hektar (5,1%). Status kawasan Gunung Karang dan wilayah administrasinya ditampilkan pada gambar berikut. BLHD Propinsi Banten VI. 2
3 Gambar VI.2. Peta status kawasan Gunung Karang berdasarkan SK Menhut No.195/Kpts-II/2003. BLHD Propinsi Banten VI. 3
4 B. Tata Guna Lahan dan Fungsi Kawasan Wilayah pemukiman masyarakat di sekitar Gunung Karang berada di luar peta kawasan hutan Gunung Karang. Hasil analisis terhadap tutupan lahan pada citra landsat, tata guna lahan kawasan Gunung Karang terdiri hutan, belukar, kawah, kebun campuran, dan ladang. Hutan dan kebun campuran berada pada seluruh status dan fungsi kawasan Gunung Karang. Kebun campuran merupakan kawasan yang paling luas dibandingkan dengan kawasan hutan. Pada kawasan Hutan Lindung (HL) terdapat kawah Gunung Karang yang masih aktif dan merupakan areal terbuka dengan kondisi berbatu dan di sekitarya banyak ditumbuhi pepohonan dengan diameter yang cukup besar. Hasil analisis mengenai tata guna lahan dan luas masing-masing fungsi kawasan pada wilayah hutan Gunung Karang ditampilkan pada tabel berikut (Tabel VI-2). Tabel VI-2. Tata guna lahan dan fungsi kawasan Gunung Karang berdasarkan analisis citra Landsat. NAMA GUNUNG Gunung Karang TATAGUNA FUNGSI KAWASAN (Ha) TOTAL LAHAN HL HP HPT Ha % Hutan ,74 Belukar 3 0,09 Kawah ,30 Kebun Campuran ,83 Ladang ,03 Total ,00 Keterangan : HL : Hutan Lindung HPT : Hutan Produksi Terbatas HP : Hutan Produksi Ha : Hektar (satuan luas) Tutupan lahan Gunung Karang pada Tabel VI-2 tersebar pada Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), dan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Tabel tersebut menggambarkan kondisi kekikinan tata guna lahan Gunung Karang beserta luasnya berdasarkan hasil analisis cutra dan gorundceck yang dilakukan tim. Hanya setengah dari kawasan HL berupa hutan, sementara hampir setengahnya lagi telah berubah menjadi kebun camuran dan ladang. Luas total BLHD Propinsi Banten VI. 4
5 HL adalah hektar. Hanya setengah dari HL saja yang saat ini merupakan hutan yaitu dengan luas 985 hektar, selebihnya berupa kebun campuran, ladang, dan kawah 874 hektar. Pembukaan wilayah hutan lindung oleh masyarakat memang dipertuntukkan untuk keperluan budidaya. Walalupun secara status kawasan hal ini bertentangan, egiatan budidaya yang dilakukan oleh masyarakat adalah menanam berbagai jenis tanaman yang diambil buahnya. Cengkeh adalah jenis yang banyak ditanam hingga pada kawasan yang memiliki angka kelerengan yang tinggi. Namun pohon cengkeh tidak akan ditebang oleh masyarakat sehingga secara fungsi ekologi hal ini mendukung konservasi tanah dan berfungsi juga sebagai habitat satwa seperti burung untuk bersarang dan jenis satwa lainnya. Hasil analisis tata guna lahan terhadap citra Landsat kawasan Gunung Karang menunjukkan bahwa kebun campuran memiliki luas yang paling tinggi yaitu hektar atau sekitar 62,83% dari total luas kawasan hutan Gunung Karang. Luas kawasan hutan Gunung Karang adalah senilai hektar, sekitar 1/3 dari luas total kawasan hutan Gunung Karang atau sekitar 31,74%. Sementara kawasan lainnya berupa kawah, belukar, dan ladang memiliki persentase sekitar 6%. Kawasan hutan Gunung Karang berdasarkan status hukumnya berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani KPH Banten. Berdasarkan hasil konsultasi dengan pihak yang bersangkutan, kawasan hutan Gunung Karang telah disepakati untuk dijadikan sebagai kawasan hutan lindung seluruhnya, namun sampai saat ini kesepakatan tersebut belum dikeluarkan dalam bentuk urat keputusan menteri. Pengelolaan yang berjalan saat ini adalah pengelolaan hutan yang banyak dilakukan oleh masyarakat yang disepakati dengan pihak Perhutani dalam progam pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) dengan sistem bagi hasil yang telah ditentukan. Masyarakat boleh memanfaatkan lahan sebagai kawasan budidaya, namun juga tetap memperthanakan fungsi kawasan hutan dengan memanam berbagai jenis tanaman kayu hutan produksi seperti mahoni, sengon, dan sebagainya. BLHD Propinsi Banten VI. 5
6 Hasil survei lapangan di wilayah Gunung Karang menunjukkan adanya perbedaan fungsi kawasan berdasarkan status kawasan hutan dan kondisi di lapangan. Tata guna lahan kawasan Gunung Karangg terdiri dari hutan, kebun campuran/ agroforest, ladang, dan pemukiman yang berada di sekitar Gunung Aseupan. Gambar berikut ini menunjukkan kondisi tutupan dan tata guna lahan berdasarkan survei lapangan di Gunung Karang. Gambar VI.3. Kawasan hutan Gunung Karang dengan tata guna lahan berupa ladang dan kebun campuran pada wilayah bagian bawah Gunung Karang. Wilayah bagiana timur dan bagian selatan Gunung Karang yang telah di survei terutama pada areal yang berdekatan dengan wilayah pemukiman masyarakat adalah lahan pertanian baik berupa ladang maupun kebun campuran. Gambar VI.3 seperti pada gambar di atas merupakan gambaran kondisi kawasan budidaya mayarakat yang masuk dalam kawasan hutan Gunung Karang. BLHD Propinsi Banten VI. 6
7 Sumber air yang diguankan masyarakat untuk mengairi ladang dan air untuk kebutuhan rumah tangga berasal dari mata air Gunung Karang. Sebagai contoh pada kawasan bagian selatan, banyak masyarakat yang memanfaatkan air Gunung Karang dengan cara mengalirkan menuju rumah-rumah dan tempat penampungan menggunakan pipa-pipa dan selang air. Pada musim kemarau, air yang bersumber dari Gunung Karang tetap mengalir memnuhi tempat penampungan walalupun jumlahnya tidak sebanyak saat musim penghujan. Kebutuhan masyarakat yang cukup tinggi tehadap air yang bersumber dari Gunung Karang merupakan salah satu alasan yang penting untuk menjaga kelestarian kawasan hutan Gunung Karang syang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar yaitu penyedia dan pengatur tata air. Gambar VI.4. Pipa-pipa untuk mengalirkan air menuju Kampung Salam di wilayah bagian selatan Gung Karang (481 mdpl). BLHD Propinsi Banten VI. 7
8 Kebun campuran pada Kawasan Hutan Produksi Gunung Karang banyak didominasi oleh tanaman cengkeh dan buah-buahan. Kawasan ini menjadi lokasi budidaya masyarakat yang juga menjadi salah satu penghasilan. Sebagian masyrakat sekitar Gunung Karang bekerja sebagai petani dan menjadikan kawasan Gunung Karng sebagai lahan mata pencaharian utama, dan sebagiannya lagi berupa penhasilan tambahan. Pada kawasan kebun campuran yang berdekatan dengan batas hutan, banyak dijumpai tanaman kopi yang berumur cukup tua. Berdasarkan pengamatan di lapanga, tanaman kopi memiliki diameter batang mencapai 10 cm dan tinggi mencapai 4 meter. Kondisi ini menandakan tidak adanya perawatan intensif dan tanaman kopi cenderung dibiarkan. Hal ini didudag karena lapisan ppermukaan tanah (top soil) pada area yang semakin tinggi memiliki ketebalan semakin rendah (makin tipis), jenis tanaman kopi tidak bisa berproduksi dengan baik. Bahkan beberapa tanaman kopi banyak ditemukan dalam kondisi telah ditebang oleh masyarakat yang memandakan kopi tidak memberikan penghasilan ekonomi yang nyata. Lereng-lereng Gunung Karang juga banyak ditanami oleh tanaman buah seperti pisang. Lereng yang ditanami buah-buahan mempunyai manfaat secara ekologi dan manfaat secara ekonomi. BLHD Propinsi Banten VI. 8
9 a b Gambar VI.5. a) Lereng Gunung Karang yang ditanami jenis pisang dan cengkeh dan b) Kebun campuran yang ditanmai berbagai tanaman buah dan tanaman kayu keras (Tanaman MPTS). BLHD Propinsi Banten VI. 9
10 a b Gambar VI.6. a) Tanaman kopi yang sudah tidak terawat dan b) Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla) yang dikombinasikan dengan tanaman perkebunan. BLHD Propinsi Banten VI. 10
11 Kawasan kebun campuran memiliki peran yang penting bagi masyarakat karena berkontribusi bagi penghasilan rumah tangga atau berperan dalam memenuhi bahan konsumsi. Secara ekologi, kebun campuran juga memiliki fungsi yang baik yaitu konservasi kawasan yang berkelanjutan karena jenis pohon yang di tanam menghasilkan buah dan kemungkinan kecil untuk ditebang. Di sisi lain, masyarakt mengelola tanaman pada kebun campuran tanpa membiarkan adanya gulma di bawah tajuk tanaman. Hal ini tentu juga memberikan potensi yang akan berdampak kurang baik bagi konservasi tanah dan air di pada lereng Gunung Karang. Permukaan tanah yang gundul tanpa tumbuhan bawah penutup (cover crop) berpotensi memiliki erosi yang tinggi. Lereng Gunung Karang yang berfungsi sebagai kebun memiliki kemiringan yang cukup tinggi (mencapai 60 0 ), ditambah dengan faktor cuaca di wilayah tersebut memiliki curah hujan yang cukup tinggi, sehingga potensi adanya erosi permukaan dan longsor relatif tinggi. Pada titik tertentu juga terdapat jalan setapak yang memiliki kondisi cukup potensial menyebabkan terjadinya erosi permukaan tanah dan longsor. Jalan tersenut umumnya adalah jalan yang baru dibuat masyarakat menuju puncak Gunung Karang yang melewati lahan kebun campuran yang dimiliki. Berikut ini adalah gambaran kondisi jalan dan permukaan tanah yang berada di bawah tajuk tanaman pada kawasan kebun campuran. a b Gambar VI.7. a) Kondisi jalan setapak menuju puncak Gunung Karang sangat rentan terhadap erosi dan b) Permukaan tanah pada kebun campuran tidak tertutupi oleh rerumputan (cover crop) memiliki tingkat erosi permukaan yang tinggi dan berpotensi menyebabkan terjadinya longsor. BLHD Propinsi Banten VI. 11
12 Pada saat memasuki kawasan hutan tampak jelas perbedaan vegetasi antara kebun campuran dan hutan. Ciri paling jelas adalah kondisi lantai hutan memiliki perbedaan yang siginifikan, yaitu ditumbuhi herba dan liana yang bercampur dengan anakan pohon kemudian menjadi semak belukar. Perbedaan vegetasi semakin terlihat dari struktur dan komposisi jenis vegetasi yang juga banyak dijumpai pepohonan alami dengan diameter > 10 cm dan memiliki tajuk pohon yang tinggi. Semakin tinggi dari permukaan laut, semakin banyak jenis vegetasi khas pegunungan yang dijumpai seperti tumbuhan pakis gunung. Gambar VI.8. Perbatasan antara kebun campuran dengan kawasan hutan ditemukan jenis tumbuhan pakis gunung. BLHD Propinsi Banten VI. 12
13 Kawasan hutan Gunung Karang banyak didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan alami. Mulai dari berbagai jenis palem-paleman (Palmae), herba, liana, hingga kelompok tumbuhan kelas pohon. Kelompok pohon yang banyak dijumpai adalah Kenari (Canarium denticulatum), Puspa (Schima walichii), Rasamala (Altingia excelsa), dan berbagai jenis pohon lainnya. Kondisi tutupan tajuk pohon masih relatif rapat terutama pada kawasan hutan yang mendekati arah puncak gunug, seperti pada kawasan di sekitar Sumur Tujuh dan kawasan di sekitar kawah Gunung Karang. Berikut adalah gambaran kondisi hutan Gunung Karang dan tutupan tajuknya yang masih relatif rapat. Gambar VI.9. Struktur dan komposisi tegakan hutan Gunung Karang yang relatif rapat dan terdiri dari berbagai jenis tumbuhan alami terutama tumbuhan kayu keras. BLHD Propinsi Banten VI. 13
14 a b c Gambar VI.10. a) Tegakan pohon jenis Schima walicii b) Tegakan pohon jenis Cassuarina sp. di sekitar Sumur Tujuh Gn. Karang dan c) Tim memeluk batang pohon untuk mengukur diameter pohon tersebut jika dipeluk orang dewasa di sekitar Sumur Tujuh. BLHD Propinsi Banten VI. 14
15 Kawah Gunung Karang memiliki kisaran luas sebesar 11 hektar dan merupakan areal terbuka yang berada di dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Karang. Hasil pengukuran menggunakan Global Positioning System (GPS), kawah tersebut berada pada ketinggian mdpl. Kawah Gunung Karang aktif mengeluarkan uap panas dan belerang yang berasal dari preses pemanasan di dalamnya. Lapisan permukaan kawah berwarna abu-abu dan putih serta banyak didominasi oleh bebatuan. Jenis batuan pada hampir seluruh Gunung Karang adalah jenis batuan andesit yang menandakan kawasan tersebur merupakan kawasan gunung berapi (vulcan). Kondisi vegetasi di sekitar kawah merupakan hutan yang terdiri dari pepohonan berukuran besar, tutupan vegetasi didominasi oleh pepohonan dengan diameter batang 30 cm up dan di sekitar kawah tersebut tim menemukan pohon Puspa (Schima walicii) dengan diameter batang pohon mencapai 140 cm. Lantai hutan banyak ditumbuhi oleh berbagai macam herba dan liana serta anakan pohon yang termasuk dalam kelas semai dan pancang. Pada wilayah yang relatif terbuka banyak ditemui tumbuhan sejenis pakis. Gambar VI.11. Kawah yang masih aktif di kawasan hutan Gunung Karang berada pada ketinggian mdpl. BLHD Propinsi Banten VI. 15
16 Gambar VI.12. a) Tutupan vegetasi di sekitar kawah didominasi pepohonan yang berdiameter 30 cm up dan b) Lantai hutan di sekitar kawah ditutupi berbagai jenis herba dan liana dengan dominasi jenis pakis. BLHD Propinsi Banten VI. 16
17 Gambar VI.13. Kondisi tutupan lahan Gunung Karang menurut citra Landsat liputan tahun BLHD Propinsi Banten VI. 17
18 Gambar VI.14. Hasil analisis tutupan dan tata guna lahan Gunung Karang berdasarkan citra Landsat liputan tahun BLHD Propinsi Banten VI. 18
BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN
BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Aseupan Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun 2014, kondisi tutupan lahan Gunung Aseupan terdiri
Lebih terperinciBAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN
BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari
Lebih terperinciPENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut.
PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG KARANG Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT
Lebih terperinciBAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN
BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Parakasak Kondisi tutupan lahan Gunung Parakasak didominasi oleh kebun campuran. Selain kebun campuran juga terdapat sawah dan
Lebih terperinciPENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP.
PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PARAKASAK Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP
Lebih terperinciPENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI
PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi
Lebih terperinciPENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.
PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI GUNUNG ASEUPAN Dalam Rangka Konservasi Dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan
31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor
Lebih terperinciPenyusunan Profil Keanekaragaman Hayati (KEHATI) Gunung Karang
i PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI (KEHATI) GUNUNG KARANG Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi,
Lebih terperinciProfil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten BAB II METODE
BAB II METODE A. Waktu Pelaksanaan Kajian profil keanekaragaman hayati dan dan kerusakan tutupan lahan di kawasan Gunung Aseupan dilaksanakan selama 60 hari kerja, yaitu tanggal 2 Juni s/d 31 Juli 2014.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian
Lebih terperinciKondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk
122 VI. PEMBAHASAN UMUM Perluasan TNGH (40.000 ha) menjadi TNGHS (113.357 ha) terjadi atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitar TNGH, terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,
Lebih terperinciMETODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian dan penelitian lapangan dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola
Lebih terperinciGambar 9. Peta Batas Administrasi
IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciLAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO
LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO 1. Gambaran Umum a) Secara geografi Desa Banaran, Kecamatan Pulung terletak di lereng Gunung Wilis sebelah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,
Lebih terperinciBAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan
Lebih terperinciAGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN
AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk
Lebih terperinciBAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten
BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabungg dalam kelompok Alas Kusuma Group dengan ijin usaha berdasarkan Surat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) Oleh : Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis ABSTRAK Luasan penggunaan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi
Lebih terperinciProfil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Pulosari Pegunungan Akarsari - Banten BAB II METODE
BAB II METODE A. Waktu Pelaksanaan Pengambilan data untuk penyusunan profil keanekaragaman hayati dan perubahan tutupan lahan di kawasan Gunung Pulosari dilaksanakan pada tanggal 17 Juni s/d 15 Agustus
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan
23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan bagian dari ekosistem alam sebagai assosiasi flora fauna yang didominasi oleh tumbuhan berkayu yang menempati areal yang sangat luas sehingga menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang terbagi menjadi beberapa golongan antara lain berdasarkan fungsinya yaitu hutan lindung untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang
Lebih terperinciII. METODOLOGI. A. Metode survei
II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN LOKASI STUDI
BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI 3.1. Umum Danau Cisanti atau Situ Cisanti atau Waduk Cisanti terletak di kaki Gunung Wayang, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Secara geografis Waduk
Lebih terperinciIV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota
IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan
Lebih terperinciBAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Spesies-spesies pohon tersebut disajikan dalam Tabel 3 yang menggambarkan
32 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Keanekaragaman Spesies Pohon Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa di Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR terdapat 60 spesies pohon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada 104 27-104 54 BT dan 5 5-5 22 LS. KPHL Batutegi meliputi sebagian kawasan Hutan Lindung
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciTUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN
TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).
I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu
Lebih terperinciEkologi Padang Alang-alang
Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)
Lebih terperinciProfil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten BAB II METODE
BAB II METODE A. Waktu dan Tempat Pengambilan data untuk penyusunan profil keanekaragaman hayati dan perubahan tutupan lahan di kawasan Gunung Karang dilaksanakan pada tanggal 24 Juni s/d 22 Agustus 2014
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN
35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Liana Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN Dl PROPINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan
Lebih terperinciGambar 13. Citra ALOS AVNIR
32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan
Lebih terperinciZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D
ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R Oleh : INDIRA PUSPITA L2D 303 291 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi
Lebih terperincibenar sebesar 30,8%, sehingga harus dilakukan kembali pengelompokkan untuk mendapatkan hasil proporsi objek tutupan lahan yang lebih baik lagi. Pada pengelompokkan keempat, didapat 7 tutupan lahan. Perkebunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan
Lebih terperinciLampiran 1. Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung (HL), Budidaya Pertanian (BDP) dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (LKHL)
Lampiran 1. Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung (), Budidaya Pertanian (BDP) dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (LK) KWS VEG SKOR BB LERENG SKOR BB TBE SKOR BB MANAJ SKOR BB PROD SKOR
Lebih terperincigeografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)
KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami
Lebih terperinciDATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kepadatan Titik Panas Berdasarkan data titik panas yang terpantau dari satelit NOAA-AVHRR dapat diketahui bahwa selama rentang waktu dari tahun 2000 hingga tahun 2011, pada
Lebih terperinciKONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena makhluk hidup sangat dianjurkan. Kita semua dianjurkan untuk menjaga kelestarian yang telah diciptakan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kabupaten Cianjur Berdasarkan hasil proses klasifikasi dari Landsat-5 TM areal studi tahun 2007, maka diperoleh 10 kelas penutupan lahan yang terdiri dari:
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya
19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pesawaran Indah, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran. Lokasi ini dipilih secara sengaja dikarenakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam
Lebih terperinciLandasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005
Landasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005 Lokasi : Desa Seneng, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat RPH Maribaya, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan
Lebih terperinci> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.18/Menhut-II/2004 TENTANG KRITERIA HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIBERIKAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM
Lebih terperinciOleh : Sri Wilarso Budi R
Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami
Lebih terperinciJudul Artikel MENGENAL 10 MATA AIR DI WILAYAH PANDEGLANG. Di tulis oleh: Subki, ST
Judul Artikel MENGENAL 10 MATA AIR DI WILAYAH PANDEGLANG Di tulis oleh: Subki, ST Disampaikan kepada: Tim redaktur/pengelola website DLHK Provinsi Banten Kawasan pusat pemerintahan provinsi banten (KP3B)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah umum mengenai penanaman hutan pinus, yang dikelola oleh PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun 1967 1974. Menyadari
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun
Lebih terperinciTanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala
Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas ketersediaannya. Seperti sumber daya alam lainnya, lahan merupakan salah satu objek pemenuhan
Lebih terperinciINVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO
1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,
Lebih terperinci