BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (2000), menyatakan bahwa risiko kematian tertinggi akibat lintas berada di wilayah Afrika, sebanyak 24,1 per 100.000 penduduk, sedangkan risiko terendah berada di wilayah Eropa, yaitu 10,3 per 100.000 penduduk. Menurut WHO tahun 2004, sebanyak 3.000 orang meninggal dan 30.000 orang mengalami luka serius setiap hari akibat lintas di dunia. Angka kecelakaan ini merupakan 2,1% dari kematian global dan merupakan indikator penting dalam status kesehatan. Lebih dari 75% kejadian lintas terjadi di negara berkembang. Di Asia Pasifik, lintas memakan korban 235.000 orang meninggal dan 3 juta orang luka-luka setiap tahunnya. Pada tahun 2003, Indonesia menempati urutan ke-3 di ASEAN setelah Thailand dan Vietnam, dengan korban lintas 24.701 orang. Di antara negara-negara Asia Pasifik, Indonesia merupakan negara paling buruk dalam keselamatan di jalan dengan korban lintas (KLL) rata-rata mencapai 30.000 per tahun. Korban meninggal dan luka-luka akibat kecelakaan ini diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan ber (Masyarakat Transportasi Indonesia, 2008). Jumlah kendaraan ber di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2012 sebanyak 113.350 unit. Jumlah tersebut tidak termasuk kendaraan luar kota/diy, yang selama ini ikut menggunakan jalan di kawasan DIY (DPPKAD, 2012). Meningkatnya jumlah kendaraan ber pada tahun 2012 di DIY juga diikuti dengan jumlah lintas pada sepeda tahun 2012 di DIY, yaitu 6.980 kejadian. Berikut dapat dilihat jumlah sepeda per wilayah kabupaten di DIY pada tahun 2011-2012. Tabel 1. Penjualan Motor di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Kota/Kabupaten 2011 2012 Penggunaan Total sepeda Sleman 40.889 42.362 367.327 408.012 Bantul 24.591 28.912 250.100 270.012 Kota Yogyakarta 18.635 18.815 165.952 203.402 Gunung Kidul 11.315 12.593 98.331 190.924 Kulon Progo 10.666 9.223 77.314 97.203 Total 104.153 113.350 925.024 1.089.757 Sumber: Dinas Pengelolaan dan Pendapatan Aset Kas Daerah, 2012 1
2 Pada tahun 2012, total penggunaan sepeda di Kabupaten Bantul sebanyak 270.12 unit. Peningkatan jumlah lintas sering kali diiringi dengan jumlah kendaraan ber (MTI, 2008). Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul mencatat angka kejadian lintas mengalami peningkatan sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Diketahui bahwa pada tahun 2008 jumlah kejadian lintas sebanyak 392 kasus dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun menjadi 2.793 kasus pada tahun 2013. Hal itu dijelaskan dengan gambar di bawah ini : 3000 2500 2000 1500 1000 Laki-laki Perempuan Total 500 0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber : Bidang PMK Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul Gambar 1. Grafik kejadian lintas berdasarkan jenis kelamin tahun 2008-2013 di Kabupaten Bantul Kepolisian Resort Kabupaten Bantul mencatat jumlah korban di Kabupaten Bantul tahun 2013 sebanyak 1.815 orang, dengan jumlah sebanyak 1.158 kejadian. Dari total jumlah korban KLL diketahui sebanyak 1.637 menderita luka ringan, 30 orang luka berat dan 148 orang meninggal dunia. Hal itu dijelaskan dengan Gambar 2 berikut:
3 MD LB LR Gambar 2. Jumlah korban lintas per bulan di Kabupaten Bantul Gambar 2 menjelaskan bahwa korban terbanyak ada di bulan Mei, sebanyak 178 orang menderita luka ringan, 5 orang luka berat dan 10 orang meninggal dunia. Menurut data Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Bantul, pada tahun 2013, dari total jumlah kasus lintas sebanyak 1.158 kejadian, kasus kecelakan pada sepeda lebih banyak dibandingkan dengan lintas pada kendaran ber lain (mobil, pick up, sepeda onthel, bus, dll.), yaitu sebanyak 689 kejadian. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 berikut : Mobil, pick up, sepeda onthel, bus, dll; 469 Sepeda ; 689 Sumber: Kepolisian Resort Kabupaten Bantul, 2012 Gambar 3. Distribusi korban lintas berdasarkan jenis kendaraan ber yang digunakan di Kabupaten Bantul tahun 2012 Menurut Noordzij et al. (2001), sepeda merupakan single track vehicle sehingga pengendara sepeda merupakan golongan berisiko tinggi dalam KLL. Terdapat 3 faktor yang seringkali menimbulkan KLL pada sepeda, yaitu faktor
4 manusia, kendaraan, jalan dan lingkungan. Hasil penelitian Sutawi (2006) menyatakan bahwa faktor kesalahan manusia (pengendara) merupakan penyebab utama kecelakaan lalu lintas. Pernyataan Sutawi kemudian diperjelas oleh penelitian Sahabudin (2011) yang menyatakan bahwa faktor kesalahan manusia (pengendara) dalam berlalu lintas salah satunya adalah agresivitas, kelelahan psikologis dan fisiologis, berkendara sambil merokok, berkendara sambil menggunakan telepon seluler, kecepatan, kepemilikan SIM C, konsumsi obat, dan pemeriksaan kendaraan. Departemen Perhubungan RI menyatakan bahwa, 8 dari 10 kecelakaan di Indonesia melibatkan sepeda sebagai korban. Sekitar 85% kejadian lintas disebabkan oleh faktor pengendara. Dari 85% tersebut, penyebab terbesar terjadinya tabrakan adalah pengemudi tidak sabar dan tidak mau mengalah (56%), menyalip atau mendahului (17%), berkecepatan tinggi (11%), sedangkan lainnya seperti pelanggaran rambu, kondisi pengemudi dan lain lain, berkisar antara 0,5-18% (Dinas Perhubungan Darat, 2008). Faktor-faktor yang telah disebutkan tadi merupakan perilaku agresif. Kecepatan pengendara dapat mempengaruhi tingkat keparahan cedera pada orang yang mengalami lintas. Menurut Prabowo (2005), berkendara dengan kecepatan tinggi > 60 km/jam mempunyai risiko meninggal 1,7 kali dibandingkan dengan kecepatan rendah. Menurut Sekeronej (2011), risiko fatal lebih banyak dialami oleh pengemudi sepeda dengan kecepatan tinggi sebesar 2,13 kali. B. Perumusan Masalah 1. Apakah mengemudi dengan agresivitas tinggi dapat meningkatkan risiko tingkat keparahan cedera akibat lintas pada pengemudi sepeda di Kabupaten Bantul? 2. Apakah mengemudi dengan kecepatan tinggi dapat meningkatkan risiko tingkat keparahan cedera akibat lintas pada pengemudi sepeda di Kabupaten Bantul? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh agresivitas dan kecepatan terhadap tingkat keparahan cedera akibat lintas pada pengemudi sepeda di Kabupaten Bantul.
5 2. Tujuan khusus a. Membuktikan bahwa pengemudi dengan agresivitas tinggi dapat meningkatkan risiko tingkat keparahan cedera akibat lintas pada pengemudi sepeda di Kabupaten Bantul. b. Membuktikan bahwa mengemudi dengan kecepatan tinggi dapat meningkatkan risiko tingkat keparahan cedera akibat lintas pada pengemudi sepeda di Kabupaten Bantul. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi pendidikan Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pengembangan dan studi penelitian terkait tentang lintas pada sepeda. 2. Bagi dinas kesehatan Dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan bidang kesehatan, terkait penurunan angka kematian dan kesakitan akibat lintas. 3. Bagi kepolisian Dapat dijadikan pertimbangan untuk meningkatkan ketertiban lalu lintas dan menurunkan angka lintas di Kabupaten Bantul. 4. Bagi masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai bahaya perilaku agresif dan kecepatan tinggi pada pengendara sepeda sehingga dapat lebih berhati hati apabila mengendarai sepeda. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini, perbedaan dan persamaannya, antara lain adalah sebagai berikut :
6 Tabel 2. Persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya Peneliti Sekeronej (2011) Sahabudin (2011) Lulie dan Hatmoko (2005) Prabowo (2005) Herrick (2001) Penelitian Judul Persamaan Perbedaan Hasil Analisis spasial faktor faktor risiko kejadian lintas di Kabupaten Sleman tahun 2009 Pengendara sebagai faktor risiko terjadinya lintas sepeda di Kota Yogyakarta Perilaku agresif menyebabkan risiko kecelakaan saat mengemudi Faktor risiko akibat lintas di Provinsi Daerah Yogyakarta Agreesive personality type and its link to agressive driving Disain : cross sectional Intrumen penelitian : data record kejadian kecelakaan dari Kepolisian Satuan Laka Lantas Polres Subjek : korban lintas independen : kecepatan, SIM, waktu Populasi : pengendara sepeda independen : agresivitas dan kecepatan Instrumen penelitian : kuesioner : perilaku agresif pada pengemudi sepeda Populasi : pengendara sepeda Disain : cross sectional dependen : kondisi korban akibat kecelakaan lalu lintas (mati, luka berat, luka ringan, tidak luka) : perilaku agresif dependen: kejadian kecelakaan lalu lintas independen : umur, jenis kelamin, posisi korban, jenis kendaraan, jenis jalan, kondisi jalan. Tempat penelitian : Kabupaten Sleman Disain : case control dependen : KLL pada sepeda Tempat penelitian : Kota Yogyakarta Disain : deskriptif analitik Tempat penelitian : Kota Yogyakarta dependen: kejadian kecelakaan lalu lintas independen : Faktor pengguna jalan (umur, JK, pendidikan, pekerjaan, perilaku pengemudi), jenis kendaraan, jenis tabrakan, waktu kejadian. Subyek : laki-laki dan perempuan usia 18-25 tahun yang memiliki SIM dan aktif berkendara selama 3 tahun. Faktor risiko lintas adalah perilaku (OR = 2,4 ; CI 95% = 0,909-6,791), kecepatan kendaraan (OR = 4,7 ; CI 95% = 1,353-16,486), jam (OR = 2,82 ; CI 95% = 1,268-6,294) Secara kewilayahan, 3 variabel yang berhubungan dengan risiko fatalitas akibat KLL adalah JK (P = 0,049), perilaku (P = 0,001), kecepatan kendaraan (P = 0,018). Terdapat 3 variabel yang berhubungan dan memiliki faktor risiko adalah penggunaan telepon seluler (OR = 2,246 ; CI 95% = 1,023-4,929), kecepatan 50 km/jam (OR = 1,974 ; CI 95% = 1,088-3,582), kepemilikan SIM (OR=1,956 ; CI 95% = 1,187-3,226) Dari 90 pengemudi terdapat 75 (83%) orang yang mengalami KLL. Rata-rata kecelakaan pada group kategori perilaku sedang mempunyai batas atas rata-rata 3,14 dan perilaku buruk mempunyai batas atas rata-rata kecelakaan 4,67. Faktor risiko yang mempunyai hubungan bermakna adalah umur (OR = 2,5 ; CI 95% = 1,39-3,43), posisi saat kecelakaan jalan kaki (OR = 1,6 ; CI 95% = 1,22-2,04), jenis kendaraan sepeda dan kendaraan tidak ber (OR = 3,4 ; CI 95% = 2,25-5,06), waktu berkendara 00.00-06.59 (OR = 1,5 ; CI 95% 1,19-1,89), JK laki-laki (OR = 1,4 ; CI 95% = 1,15-1,65), perilaku kecepatan tinggi (OR = 1,7 ; CI 95% = 1,39-1,97). yang berhubungan antara tipe agresif personal dan perilaku agresif dalam mengemudi sendirian (r = 0,440, P< 0,01), mengemudi berboncengan (r = 0,456, P < 0.01)