BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BUSINESS CANVAS

Tuangkan Ide Bisnis mu di Business Model Canvas

PENGANTAR BISINIS INFORMATIKA. Komang Anom Budi Utama, SKom

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BMC Summary and Simple Example for E2

BAB 3 METODOLOGI. 1. Identifikasi business model saat ini : dimana penulis akan malakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 FINAL DESIGN OF BUSINESS MODEL

BAB VI KESIMPULAN. photography, wedding, bahkan ATPM yang ingin launching mobil. terbaru, kegiatan komunitas mobil dan sebagainya.

BAB 2 DASAR TEORI Business Model Canvas. Bisnis model dideskripsikan sebagai alasan bagaimana sebuah organisasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 6 ASPEK KEUANGAN

Refining Key Resources and Partnerships week 12 (11 Mei 2016):

ANALISA PENERAPAN BUSINESS MODEL CANVAS PADA TOKO MOI COLLECTION

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan pada Bab IV dan diperoleh hasilnya, maka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II VALUE PROPOSITION

BAB III METODOLOGI. Market Assessment. Marketing Strategy. Business Plan. Conclusion

LANDASAN TEORI. Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sebuah aplikasi bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan memegang peranan

5 Kekuatan Kompetisi Dalam Strategi Industri Menurut Michael E Porter

STUDI KELAYAKAN PROYEK. Oleh Budi Sulistyo

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1. Metodologi penelitian. Business Canvassing. Ruang Lingkup Bisnis. Produk dan Layanan STP. Business Feasibility

BAB 2 LANDASAN TEORI

BUSINESS MODEL CANVAS PADA UD SVASTIKA JAYA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

RANGKUMAN BMC DALAM BAHASA INDONESIA

BAB V KESIMPULAN. V.1 Kesimpulan Model Bisnis Distro Dista. Distro merupakan industri kreatif yang dijalankan oleh anak muda

BAB II LANDASAN TEORI

a home base to excellence Mata Kuliah : Rancangan Bisnis (Kewirausahaan Lanjut) Kode : LSE 304 Review BMC Pertemuan - 1

BAB II LANDASAN TEORI

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II VALUE PROPOSITION

APPLE SERVICE CENTER DI SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II. dari industri. New Entrants. Substitutes. Bargaining. Buyers. Competitive Rivalry in an Industry

BUSINESS MODEL CANVAS

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

PENGEMBANGAN BISNIS PADA DEPOT DAHLIA MENGGUNAKAN BUSINESS MODEL CANVAS

2.1.2 SEO (Search Engine Optimization)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sebuah organisasi diharapkan melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh

Integrated Marketing Communication 2

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

DESKRIPSI MODEL BISNIS PADA PT JOYO BEKTI INDAH MENGGUNAKAN BUSINESS MODEL CANVAS

BAB II LANDASAN TEORI. dengan konsumennya. Dengan demikian perusahaan harus memperhatikan dan

RINGKASAN EKSEKUTIF ARIEF RAHMAN,

BAB I PERANAN PEMASARAN DALAM ABAD 21

BAB I PENDAHULUAN. teknologi berkembang dengan pesat. Dunia bisnis pun terpengaruh dengan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

RANGKUMAN BMC DALAM BAHASA INDONESIA

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

PERANCANGAN BUSINESS MODEL CANVAS EUNIQE PICNICROLL

BAB II PROPOSISI NILAI

BAB 2 KERANGKA TEORI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Menyusun Model Bisnis dengan Puzzle (1/2)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. baik internal maupun eksternal untuk melakukan inovasi dalam. mengembangkan produk dan servisnya. Bank diharapkan dapat merespons

BAB 3 FINAL DESIGN OF BUSINESS MODEL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II VALUE PROPOSITION

BAB II MANAJEMEN PEMASARAN

BAB V RENCANA AKSI. model bisnis makanan sehat cepat saji Manahipun sebagaimana telah dirancang. tanggung jawab, dan evaluasi pengukuran kinerja.

BAB 3 PENTINGNYA TEKNOLOGI INFORMASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS KELAYAKAN BISNIS RESTORAN SUSHI DI KELAPA GADING JAKARTA TESIS

Analisis industri..., Hendry Gozali, FE UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 3 METODE PENELITIAN. Table 3.1 Definisi Kelayakan Investasi. Aspek Studi Kelayakan Bisnis

BAGIAN 4 STRATEGI BISNIS ECERAN (RETAIL MARKET STRATEGY)

CHAPTER 3: ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL

Road to PMW UB. Nadiyah Hirfiyana Rosita, MM.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Penerapan kriteria optimasi yang digunakan untuk menganalisis kelayakan

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. yang akan didirikan oleh PT. Pertama Adhi Karya atau ANTARTIKA MANAGEMENT ini adalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAGIAN 4 STRATEGI BISNIS ECERAN (RETAIL MARKET STRATEGY)

BAB III Solusi Bisnis

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pernah ada masa dimana orang menyebutnya era keunggulan komparatif, yaitu era

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III BUSINESS MODEL CREATION

BAB 6. Strategi Tingkat Bisnis (Business-Level Strategy) Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kantin Sekolah Kantin sekolah adalah sebuah ruangan atau bangunan yang menyediakan makanan dan minuman yang diperuntukkan bagi murid, karyawan, dan guru. Pada umumunya, selain berfungsi sebagai tempat penyedia makanan dan minuman kantin sekolah juga berfungsi sebagai tempat berkumpul para murid saat jam istirahat sekolah. Namun pada kenyataannya kantin sekolah tidak hanya digunakan oleh penghuni sekolah saja, orang tua murid yang umumnya menunggu di sekolah untuk menjemput anak mereka, tidak jarang menggunakan kantin sebagai sarana komunikasi atau berkumpul dengan orang tua murid lainnya. Kantin merupakan tempat bagi murid dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka sehari-hari. Selain itu juga merupakan tempat untuk mendidik para murid mengenai kesehatan dan kebersihan. Roe (1994) menyebutkan tujuan dari kantin sekolah adalah: 1. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar memilih makanan yang baik dan sehat; 2. Memberikan bantuan dalam mengajarkan ilmu gizi secara nyata; 3. Menganjurkan kebersihan dan kesehatan; 12

13 4. Menekankan kesopanan dalam masyarakat, bekerja, dan kehidupan bersama; 5. Menekankan penggunaan tata karma yang benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat; 6. Memberikan gambaran tentang manajemen yang praktis dan baik; 7. Menunjukkan adanya koordinasi antara bidang pertanian dengan bidang industri makanan; 8. Menghindari pembelian makanan yang kebersihan dan kesehatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan beberapa tujuan dari kantin sekolah diatas, maka secara garis besar dalam lingkup kesehatan kantin sekolah dapat berfungsi sebagai tempat bagi para warga sekolah untuk membantu mereka dalam meningkatkan asupan gizi yang mereka butuhkan selama di sekolah melalui makanan yang sehat, berkualitas, bergizi dan praktis. 2.2 Makanan Sehat Makanan sehat adalah kombinasi dari berbagai jenis makanan yang seimbang, sehingga gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dapat terpenuhi dan mampu dirasakan secara fisik dan mental (Prasetyono, 2009). Selain itu, definisi lain dari makanan sehat adalah bahan makanan yang terdiri dari makanan utama dan makanan penunjang. Makanan sehat tersebut juga dikenal dengan istilah 4 sehat dan 5 sempurna (Hulme, 2010). Makanan sehat adalah hidangan atau masakan yang

14 mengandung energi dan zat gizi secara seimbang, baik jenis maupun jumlahnya (Nasoetion & Hadi, 1995). Secara umum, makanan sehat dapat berasal dari makanan ringan atau makanan berat. Yang dimaksud makanan ringan adalah istilah bagi makanan yang bukan merupakan menu utama (makan pagi, makan siang atau makan malam). Makanan yang dianggap makanan ringan adalah sesuatu yang dimaksudkan untuk menghilangkan rasa lapar sementara waktu, memberi sedikit pasokan tenaga ke tubuh, atau sesuatu yang dimakan untuk dinikmati rasanya. Sedangkan yang dimaksud dengan makanan berat atau makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi sebagai pemenuhan kebutuhan tubuh atas kalori yang digunakan untuk beraktivitas. Makanan utama umumnya dikonsumsi 3 kali sehari, yaitu pagi, siang, malam. 2.3 Business Model Menurut Osterwalder & Pigneur (2010), business model menjelaskan secara rasional bagaimana perusahaan menciptakan, mengantarkan, dan menangkap nilai. 2.3.1 The 9 Building Blocks Menurut Osterwalder & Pigneur (2010), dalam business canvas model terdapat elemen- elemen yang disebut the 9 building blocks. 2.3.1.1 Customer Segments

15 Menurut Osterwalder & Pigneur (2010), customer segments building blocks mendefinisikan sejumlah kelompok atau orang yang berbeda, yang menjadi sasaran perusahaan untuk diraih dan dilayani. Sebuah perusahaan harus menentukan pilihan dalam memilih segmen mana yang akan dilayani dan mana yang tidak. 1. Mass Market Model bisnis yang berfokus pada mass market tidak akan membedakan setiap segmen pelanggan yang berbeda. Value Propositions, Distribution Channel, dan Customer Relationships semua berfokus pada satu kelompok besar pelanggan yang memiliki kebutuhan yang sama. 2. Niche Market Model bisnis yang fokus untuk mendapatkan target pada niche market melayani segmen pelanggan yang spesifik saja. Value Propositions, Distribution Channel, dan Customer Relationship disesuaikan dengan kebutuhan spesifik niche market. 3. Segmented Beberapa model bisnis membedakan antara segmen pasar dengan sedikit perbedaan kebutuhan. 4. Diversified

16 Perusahaan dengan model bisnis diversified melayani dua segmen pelanggan yang tidak berhubungan dan memiliki kebutuhan yang berbeda. 5. Multi-sided Platforms Beberapa perusahaan melayani dua atau lebih segmen pelanggan yang saling memiliki ketergantungan antara satu dan lainnya. 2.3.1.2 Value Propositions Value Propositions Building Blocks menjelaskan gabungan produk dan layanan yang memberikan nilai bagi segmen pelanggan tertentu (Osterwalder & Pigneur, 2010). Jadi value propositions merupakan keuntungan yang ditawarkan oleh perusahaan terhadap pelanggan. Berikut ini adalah elemen-elemen yang dapat menciptakan nilai. 1. Newness Merupakan value propositions yang memuaskan kebutuhan baru, dimana sebelumnya belum pernah dirasakan pelanggan karena belum pernah ditawarkan sebelumnya. 2. Performance Meningkatkan kinerja produk atau layanan secara tradisional telah menjadi cara yang umum dalam menciptakan nilai.

17 3. Customization Menciptakan nilai dengan menyesuaikan produk dan layanan terhadap kebutuhan spesifik pelanggan individual. 4. Getting the Job Done Nilai yang diciptakan dengan membantu pelanggan dalam menyelesaikan pekerjaannya. 5. Design Design merupakan elemen yang penting dalam menciptakan nilai suatu produk atau jasa, namun juga sulit untuk diukur. 6. Brand/Status Pelanggan menemukan nilai dengan menggunakan sebuah brand spesifik tersebut. 7. Price Nilai yang didapat dari harga yang lebih rendah dari produk atau jasa dengan value yang sama. Value Propositions ini memuaskan kebutuhan para pelanggan yang sensitif terhadap harga. 8. Cost Reduction

18 Menciptakan nilai dengan membantu pelanggan mengurangi biaya. 9. Risk Reduction Nilai yang didapat dari pengurangan resiko yang terjadi saat membeli produk atau jasa. 10. Accessibility Menciptakan nilai dengan membuat produk atau jasa tersedia bagi pelanggan, dimana sebelumnya kekurangan akses dalam mendapatkannya. 11. Convenience/Usability Penciptaan nilai dengan menemukan cara penggunaan yang lebih mudah. 2.3.1.3 Channels Channels Building Block memaparkan bagaimana sebuah perusahaan meraih dan berkomunikasi dengan segmen pelanggan untuk menyampaikan value propositions (Osterwalder & Pigneur, 2010). Channels memiliki beberapa fungsi seperti meningkatkan awareness pelanggan mengenai produk/layanan perusahaan, membantu pelanggan menilai value propositions perusahaan, Tempat bagi pelanggan dalam membeli produk/jasa, menyampaikan value propositions kepada pelanggan, serta menyediakan post-purchase customer support. Channel memiliki 5 fase yang berbeda seperti yang dijelaskan berikut.

19 1. Awareness Yaitu bagaimana meningkatkan awareness akan produk dan layanan perusahaan. 2. Evaluation Bagaimana membantu pelanggan menilai value propositions perusahaan. 3. Purchase Bagaimana cara agar pelanggan dapat membeli produk atau jasa secara spesifik. 4. Delivery Bagaimana menyampaikan value propositions perusahaan kepada pelanggan. 5. After Sales Bagaimana menyediakan layanan purna jual kepada pelanggan. 2.3.1.4 Customer Relationships Menurut Osterwalder & Pigneur (2010), Customer Relationship Building Blocks memaparkan tipe-tipe hubungan yang diciptakan oleh perusahaan terhadap

20 pelanggan. Customer Relationship dapat dibedakan menjadi beberapa kategori seperti berikut. 1. Personal Assistance Pelanggan dapat berkomunikasi langsung dengan representatif untuk mendapat bantuan saat proses penjualan atau setelah pembelian selesai. 2. Dedicated Personal Assistance Hubungan dengan pelanggan berdasarkan dedikasi layanan representatif terhadap pelanggan individual. 3. Self-Service Perusahaan tidak melakukan direct relationship terhadap pelanggan, perusahaan menyediakan keperluan untuk pelanggan dalam melayani dirinya sendiri. 4. Automated Services Tipe relationship yang menggabungkan bentuk mutakhir dari self-service dengan proses otomatis. 5. Communities

21 Perusahaan menggunakan user communities untuk lebih terlibat dengan pelanggan dan memfasilitasi hubungan sesama anggota komunitas. 6. Co-creation Menciptakan nilai bersama dengan pelanggan. 2.3.1.5 Revenue Streams Menurut Osterwalder & Pigneur (2010), Revenue Streams Building Blocks mewakili kas yang dihasilkan perusahaan dari setiap pelanggan (biaya harus dikurangi dari penghasilan untuk menghasilkan pendapatan). Revenue streams dalam usaha berbeda-beda. Beberapa cara dalam menciptakan revenue streams adalah sebagai berikut. 1. Asset Sale Merupakan revenue stream yang berasal dari menjual hak kepemilikan menjadi produk fisik. 2. Usage Fees Revenue stream yang dihasilkan dari penggunaan layanan, semakin banyak layanan yang digunakan maka pelanggan membayar lebih.

22 3. Subscription Fees Revenue stream yang dihasilkan dari penjualan akses berkelanjutan dari sebuah layanan. 4. Lending/Renting/Leasing Revenue stream yang diciptakan dengan memberikan seseorang hak eksklusif untuk menggunakan sebuah aset dalam jangka waktu tertentu dan membayar biaya dari jasa tersebut. 5. Licensing Revenue stream yang dihasilkan dari memberikan pelanggan izin untuk menggunakan properti intelektual yang dilindungi dan pelanggan membayar biaya licensing sebagai gantinya. 6. Brokerage Fees Revenue streams yang berasal dari jasa intermediasi yang dilaksanakan, atas nama dua pihak atau lebih. 7. Advertising Revenue stream yang didapat dari biaya pengiklanan produk tertentu.

23 Setiap revenue stream memiliki mekanisme harga yang berbeda. Tipe dari mekanisme harga dibagi dua yaitu: 1. Fixed Menu Pricing Menentukan harga berdasarkan variabel statis. 2. Dynamic Pricing Harga berubah berdasarkan kondisi pasar. 2.3.1.6 Key Resources Key resources building blocks menjelaskan mengenai aset-aset penting yang diperlukan untuk menjalankan model bisnis (Osterwalder & Pigneur, 2010). Resource ini membantu menciptakan value propositions, menggapai pasar, menjaga hubungan dengan pelanggan serta memperoleh revenue. Key resources dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Physical Kategori ini mencakup aset fisik seperti fasilitas produksi, gedung, kendaraan, mesin, sistem, sistem point-of-sales, dan jaringan distribusi. 2. Intellectual

24 Kategori ini mencakup resource seperti merek, proprietary knowledge, hak paten dan hak cipta, kemitraan, dan database pelanggan. 3. Human Kategori ini adalah resource dari sumber daya manusia. 4. Financial Kategori ini mencakup elemen-elemen seperti kas, lini kredit, atau stock option pool dalam mempekerjakan key employee. 2.3.1.7 Key Activities Menurut Osterwalder & Pigneur (2010), key activities building blocks merupakan hal-hal yang paling penting dilakukan oleh perusahaan untuk menjalankan model bisnis. Key activities dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Production Aktivitas ini mencakup merancang, membuat, dan menyampaikan produk dalam kuantitas yang banyak dan/atau berkualitas tinggi. 2. Problem Solving Berhubungan dengan menemukan solusi baru dalam memecahkan masalah pelanggan individual.

25 3. Platform/Network Model bisnis yang dirancang dengan platform sebagai key resource didominasi oleh platform atau jaringan terkait key activities. 2.3.1.8 Key Partnerships Key partnerships building blocks menjelaskan jaringan supplier dan partner yang membuat model bisnis berjalan (Osterwalder & Pigneur, 2010). Perusahaan menciptakan aliansi untuk mengoptimalkan model bisnis mereka, mengurangi resiko, atau memperoleh sumber daya. Dalam menciptakan kemitraan dapat dibagi menjadi tiga jenis motivasi yaitu: 1. Optimization and Economy of Scale Kemitraan antara buyer-supplier berfungsi untuk mengoptimalkan alokasi dari sumberdaya dan aktifitas. 2. Reduction or Risk and Uncertainty Kemitraan dapat membantu mengurangi resiko pada lingkungan kompetitif yang menggambarkan ketidakpastian. 3. Acquisition of Particular Resources and Activities

26 2.3.1.9 Cost Structure Cost structure building block menjelaskan mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengoperasikan model bisnis (Osterwalder & Pigneur, 2010). Biaya-biaya yang dikeluarkan dapat dihitung setelah mengetahui apa saja key resources, key partnerships, dan key activities perusahaan. Cost Structure dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Cost-driven Model bisnis cost-driven memfokuskan pada memangkas biaya dengan metode efisiensi. Pendekatan ini membidik pada menciptakan dan menjaga cost structure tetap minimal, menggunakan value propositions yang rendah, otomatisasi yang maksimal, dan extensive outsourcing. 2. Value-driven Fokus dari model bisnis value-driven adalah penciptaan nilai. Karakterisasi dari model bisnis ini biasanya adalah premium value propositions dan personalize-service tingkat tinggi. 2.3.2 The Business Model Canvas Osterwalder & Pigneur (2010) mengatakan bahwa model bisnis dirancang dan dilaksanakan pada lingkungan spesifik. Mengembangkan pemahaman yang baik dalam lingkungan perusahaan membantu dalam membangun model bisnis yang kuat

27 dan lebih kompetitif. Untuk memiliki pemahaman yang lebih baik dalam model bisnis, pemetaan harus dilakukan pada keempat area dari lingkungan, yaitu: market forces, industry forces, key trends, dan macroeconomic trends.

28 The Business Model Canvas Key Partners Key Activities Value Propositions Customer Relationships Customer Segments Key Resources Channels Cost Structure Revenue Streams Gambar II. 1 The Business Canvas Framework (Osterwalder & Pigneur, 2010, p. 44)

29 2.4 Business Model Environment 2.4.1 Market Forces Dalam melakukan analisis pasar, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Market Issues Mengidentifikasi masalah utama dan mengubah pasar yang dituju dari perspektif pelanggan dan penawaran. 2. Market Segments Mengidentifikasi segmen pasar utama, memaparkan ketertarikan mereka, dan mencari segmen baru. 3. Needs and Demands Menguraikan kebutuhan pasar dan menganalisa seberapa jauh mereka dilayani. 4. Switching Cost Menjelaskan elemen yang berhubungan dengan beralihnya konsumen kepada pesaing.

30 5. Revenue Attractiveness Mengidentifikasi elemen yang berhubungan dengan daya tarik revenue dan kekuatan harga. The Five Forces Model of Competition Firms in Other Industries Offering Substitute Products Competitive pressures coming from the market attempts of outsiders to win buyers over to their products Suppliers of Raw Materials, Parts, Componen ts, or Other Resource Inputs Competitive pressures stemming from supplier bargaining power and supplierseller collaboration Rivalry among Competing Sellers Competitive Pressures created by jockeying for better market position, increased sales and marketshare, and competitive advantage Competitive pressures stemming from buyer bargaining power and seller-buyer collaboration Buyers Competitive pressures coming from the threat of entry of new Potential New Entrants Source: Adapted from Michael E. Porter, How Competitive Forces Shape Strategy, Harvard Business Review 57, no. 2 (March-April 1979), pp. 137-45; and Michael E. Porter, The Five Competitive Forces That Shape Strategy, Harvard Business Review 86, no. 1 (January 2008), pp. 80-86. Gambar II. 2 The Five Forces Model (Thompson et al., 2011, p. 61)

31 Porter five forces model adalah suatu kerangka kerja yang digunakan untuk menganalisa tingkat persaingan di lingkungan industri perusahaan yang dibagi kedalam lima sisi kekuatan yaitu ancaman produk pengganti, ancaman dari kompetitor, ancaman dari kompetitor yang bertindak sebagai pendatang baru, kekuatan daya tawar supplier, dan kekuatan daya tawar pembeli (Porter, 1998). Ancaman Produk Pengganti Dengan adanya ketersediaan dari produk pengganti yang lebih banyak, maka kecenderungan dari para pembeli untuk menggunakan produk alternatif akan semakin besar. Thompson et al. (2011, p. 71) menjelaskan besarnya kekuatan kompetitif yang dimiliki oleh penjual produk pengganti dipengaruhi oleh tiga faktor: 1. Seberapa besar kemudahan yang didapatkan oleh konsumen dalam memperoleh produk pengganti dan harga yang ditawarkan dari produk pengganti tersebut. 2. Seberapa besar keunggulan produk pengganti yang ada jika dibandingkan dari segi kualitas, kinerja, harga, dan atribut lainnya terhadap produk perusahaan. 3. Apakah biaya yang ditanggung oleh konsumen untuk melakukan perpindahan ke produk pengganti memiliki biaya yang tinggi atau rendah. Berdasarkan ketiga faktor diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Kekuatan kompetitif yang dimiliki oleh produk pengganti lemah jika:

32 - Produk sulit didapatkan. - Produk memiliki harga yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan manfaat yang didapatkan. - Konsumen menanggung biaya yang besar jika melakukan perpindahan ke produk tersebut. 2. Kekuatan kompetitif yang dimiliki oleh produk pengganti kuat jika: - Produk dengan mudah dapat diperoleh. - Produk menawarkan harga yang menarik. - Produk memiliki performa atau manfaat yang lebih baik. - Konsumen tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar saat mereka melakukan perpindahan ke produk pengganti. - Konsumen semakin merasa nyaman saat menggunakan produk pengganti. Ancaman Kompetitor Tantangan yang selalu dihadapi oleh para pelaku bisnis adalah ancaman yang ditimbulkan dari para kompetitor yang berada dilingkungan industri yang sama. Intensitas persaingan antara para pelaku bisnis dapat ditentukan oleh beberapa faktor jumlah pesaing, harga, permintaan produk atau jasa, loyalitas konsumen, inovasi, diferensiasi, switching costs, dan lain sebagainya. Thompson et al. (2011, p. 63) menjelaskan intensitas persaingan antara para pelaku bisnis akan semakin kuat jika:

33 1. Para pelaku bisnis secara aktif selalu melakukan langkah baru dalam meningkatkan pangsa pasar dan kinerja bisnis mereka. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan inovasi, penurunan harga, pengiklanan secara besar-besaran, promosi penjualan, meningkatkan pelayanan, pilihan produk yang lebih variatif dan lain sebagainya. 2. Permintaan konsumen terhadap produk atau jasa mengalami pertumbuhan yang lambat. 3. Permintaan konsumen mengalami penurunan secara drastis dan para penjual masih memiliki persediaan stok barang yang melebihi kapasitas. 4. Didalam suatu industri terdapat banyak pesaing yang mana masing-masing dari mereka memiliki kekuatan ataupun daya saing yang berimbang. 5. Konsumen tidak membutuhkan biaya yang besar untuk berpindah dari merk yang satu ke merk lainnya. 6. Produk dari pesaing menjadi produk yang semakin terstandarisasi sebagai produk komoditi dan tidak identik atau sulit untuk ditiru. 7. Satu atau lebih kompetitor merasa tidak puas dengan posisi mereka dan pangsa pasar yang mereka miliki sehingga membuat mereka melakukan langkah agresif untuk menarik lebih banyak konsumen. Langkah agresif tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan pemotongan harga, memberikan diskon spesial, pinjaman bunga rendah atau bahkan tanpa bunga sama sekali, secara gencar melakukan kegiatan iklan dan promosi, atau melakukan merger dengan kompetitor lain untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar.

34 8. Kompetitor mulai menggunakan objektif dan strategi yang sangat berbeda dari konsep atau peraturan umum dalam mencapai pangsa pasar baru. 9. Pelaku bisnis besar yang berasal dari luar industri melakukan akuisisi terhadap perusahaan lemah didalam lingkungan industri dan mentransformasikan perusahaan tersebut menjadi pesaing yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Pada sisi lain, intensitas persaingan antara para pelaku bisnis akan semakin berkurang jika: 1. Para pelaku bisnis dalam suatu industri tidak terlalu sering melakukan langkah kompetitif atau tidak terlalu agresif dalam melakukan peningkatan pangsa pasar dan volume penjualan dari para pesaingnya. 2. Volume permintaan konsumen terhadap produk atau jasa tumbuh secara signifikan. 3. Produk yang dijual oleh pesaing lainnya sangat jauh berbeda atau tidak identik dengan produk yang kita jual dan didukung oleh loyalitas konsumen terhadap produk kita yang tinggi. 4. Konsumen membutuhkan biaya yang besar untuk melakukan perpindahan ke merk yang berbeda. 5. Hanya terdapat kurang dari lima pelaku bisnis dalam industri yang sama atau terlalu banyak para pelaku bisnis dalam industri sehingga mengakibatkan langkah kompetitif yang dilakukan salah seorang pelaku bisnis tidak terlalu memiliki pengaruh atau dampak yang signifikan terhadap para pesaing lainnya.

35 Ancaman Pendatang Baru Semakin besar hambatan yang akan dihadapi bagi pendatang baru untuk masuk kedalam lingkungan industri, maka akan semakin kecil pula ancaman yang akan ditimbulkan oleh mereka untuk dapat masuk atau tetap bertahan di lingkungan industri tersebut. Thompson et al. (2011, p. 67) menjelaskan ancaman dari pendatang baru akan semakin besar jika: 1. Banyaknya kelompok pendatang baru yang masuk ke dalam lingkungan industri dimana mereka juga didukung oleh sumber daya yang memadai yang akan membuat mereka menjadi pesaing kuat di masa mendatang. 2. Hambatan masuk ke dalam industri yang rendah atau walaupun terdapat banyak hambatan tapi tetap saja dapat dengan mudah diatasi oleh para pendatang baru. Hambatan tersebut seperti: - Lemahnya kekuatan merk yang dimiliki oleh pemain lama dan tingkat loyalitas konsumen yang rendah. - Tingkat persyaratan atau investasi modal awal yang rendah. - Kebijakan pemerintah yang tidak terlalu rumit. - Pendatang baru dapat dengan mudah menggapai para retailer atau jalur distribusi yang sudah ada dalam rangka memasarkan produk mereka. 3. Pendatang baru memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan yang besar. 4. Permintaan dari konsumen meningkat secara pesat.

36 5. Pelaku bisnis lama tidak bisa (kurang termotivasi) untuk melawan para pendatang baru. Sedangkan hal-hal yang menjadikan ancaman dari pendatang baru menjadi kecil adalah: 1. Sedikitnya jumlah pendatang baru yang berniat masuk ke lingkungan industri. 2. Besarnya hambatan untuk masuk ke dalam lingkungan industri. 3. Pelaku bisnis lama mengalami kesulitan dalam mendapatkan keuntungan dalam lingkungan industri tersebut. 4. Prospek industri yang ada berisiko tinggi atau belum pasti. 5. Rendahnya pertumbuhan permintaan konsumen terhadap produk atau jasa. 6. Pelaku bisnis lama akan secara gencar melakukan langkah kompetitif atau melakukan perlawanan terhadap para pendatang baru. Daya Tawar Pemasok Dalam aktivitas bisnis, pemasok tentu saja memegang peran yang sangat penting dalam menyediakan bahan baku, tenaga kerja, ataupun jasa untuk menunjang kegiatan produksi perusahaan. Thompson et al. (2011, p. 74) menjelaskan beberapa hal yang mempengaruhi daya tawar pemasok menjadi lebih kuat adalah: 1. Para pelaku bisnis membutuhkan biaya yang besar jika mereka ingin berpindah ke pemasok alternatif lainnya.

37 2. Stok bahan baku yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi mengalami kelangkaan sehingga pihak pemasok dapat lebih leluasa dalam mematok harga maksimal terhadap stok bahan baku yang dibutuhkan tersebut. 3. Pihak pemasok memiliki keunggulan produk yang dapat meningkatkan kualitas atau performa dari produk yang dijual oleh perusahaan atau bahan baku yang dibutuhkan oleh perusahaan merupakan bagian terpenting atau bagian yang paling bernilai dalam proses produksi. 4. Hanya terdapat beberapa pemasok yang menjual bahan baku tertentu. 5. Beberapa pemasok mengancam perusahaan untuk mengintegrasikan bisnis mereka dengan perusahaan lain yang mungkin untuk kedepannya mereka akan menjadi pesaing kuat dalam lingkungan industri. Disisi lain, beberapa hal yang mempengaruhi daya tawar pemasok sehingga kekuatan mereka menjadi lemah adalah: 1. Bahan baku yang dipasok merupakan produk komoditi yang mana bahan baku tersebut dapat dengan mudah didapatkan dan tersedia dari banyak pemasok lainnya. 2. Switching costs yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk berpindah ke pemasok lain rendah. 3. Munculnya bahan baku pengganti/alternatif. 4. Tersedianya bahan baku yang melimpah sehingga memperlemah kekuatan harga dari pemasok. 5. Perusahaan merupakan salah satu pembeli besar untuk bahan baku dari pemasok dan menjadi asset yang sangat besar bagi pemasok karena

38 perusahaan tersebut secara teratur membeli bahan baku dari volume yang sangat besar. 6. Perusahaan melakukan perubahan yang sebelumnya melakukan pembelian bahan baku dari pemasok menjadi perusahaan yang memproduksi sendiri bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi mereka. 7. Kolaborasi yang dilakukan oleh beberapa perusahaan terhadap pemasok tertentu untuk mencapai win-win solutions melalui kolaborasi tersebut. Daya Tawar Pembeli Pada umumnya kekuatan daya tawar pembeli dipengaruhi oleh faktor keberadaan produk pengganti dibandingkan produk umum sehingga meningkatkan kecenderungan pelanggan untuk beralih ke produk alternatif tersebut. Namun, Thompson et al. (2011, p. 77) menjelaskan bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi kekuatan daya tawar pembeli adalah: 1. Pembeli mengeluarkan biaya yang murah dalam melakukan switching ke produk alternatif. 2. Pembeli adalah konsumen besar yang selalu melakukan pembelian produk dalam jumlah besar dan pembelian dalam jumlah yang sangat besar oleh pembeli tersebut adalah hal yang sangat penting bagi perusahaan dalam meningkatkan volume penjualan mereka. 3. Permintaan dari pembeli terhadap produk mengalami penurunan. 4. Hanya terdapat sedikit pembeli. 5. Identitas dari pembeli dapat memberikan nama baik terhadap produk perusahaan.

39 6. Pembeli memperoleh informasi lebih mengenai produk yang mereka butuhkan seperti kondisi, harga produk utama dan harga produk alternatif. 7. Pembeli memiliki kemampuan menunda pembelian sampai pada saat produk yang ditawarkan memiliki kriteria sesuai dengan apa yang mereka inginkan. 8. Beberapa pembeli melakukan integrasi dengan perusahaan pesaing untuk mendapatkan harga yang lebih baik. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tawar pembeli menjadi lemah adalah: 1. Konsumen jarang melakukan pembelian barang atau pembelian dilakukan konsumen dengan jumlah yang sedikit. 2. Besarnya switching costs yang dibutuhkan oleh pembeli untuk berpindah ke merk lain. 3. Kenaikan yang signifikan untuk permintaan dari para pembeli terhadap produk yang ditawarkan. 4. Reputasi merk dari produk yang dibeli oleh konsumen merupakan hal yang penting bagi mereka. 5. Kualitas dan performa dari produk yang dijual oleh penjual tertentu memiliki fungsi atau manfaat yang sesuai dengan kebutuhan pembeli yang mana kualitas serta performa tersebut tidak terdapat atau belum tentu terdapat pada produk lain yang sejenis. 6. Hasil dari kolaborasi yang dilakukan antara pembeli dan penjual yang ada saling menguntungkan satu sama lain.

40 2.4.2 Industry Forces Menurut Osterwalder & Pigneur (2010, p. 204), dalam analisis kompetitif kekuatan industri, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: 1. Competitors Mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dari pesaing 2. New Entrants Mengidentifikasi pemain baru dan menentukan apakah model bisnis yang digunakan sama atau berbeda. 3. Subtitute Products and Services Menjelaskan produk/jasa yang dapat menggantikan penawaran perusahaan, termasuk dari pasar dan industri lain. 4. Suppliers and other Value Chain Actors Menjelaskan value chain kunci pada pasar perusahaan, dan mengenali adanya pemain baru yang muncul. 5. Stakeholders Menentukan orang yang dapat mempengaruhi perusahaan dan model bisnis perusahaan.

41 2.4.3 Key Trends Menurut Osterwalder & Pigneur (2010, p. 206), dalam meramalkan trend dimasa depan, hal yang diperhatikan adalah: 1. Technology Trends Mengidentifikasi trend teknologi yang dapat mengancam model bisnis perusahaan, atau yang dapat mengembangkannya. 2. Regulatory Trends Menjelaskan regulasi dan trend peraturan atau undang-undang yang dapat mempengaruhi model bisnis perusahaan. 3. Societal and Cultural Trends Mengidentifikasi trend sosial yang dapat memengaruhi model bisnis perusahaan. 4. Socioeconomic Trends Menguraikan trend sosial ekonomi yang relevan terhadap model bisnis perusahaan. 2.4.4 Macro-Economic Forces Menurut Osterwalder & Pigneur (2010, p. 208), kekuatan lingkungan makro-ekonomi dapat dilihat dari hal-hal berikut ini:

42 1. Global Market Conditions Menguraikan kondisi keseluruhan saat ini dari perspektif makroekonomi. 2. Capital Markets Menjelaskan kondisi pasar modal terkini, yang berhubungan dengan kebutuhan modal perusahaan. 3. Commodities and Other Resources Menyorot harga saat ini dan trend harga dari sumber daya yang dibutuhkan untuk model bisnis perusahaan. 4. Economic Infrastructure Menjelaskan infrastruktur ekonomi dari pasar yang menjadi tempat berjalannya usaha. 2.5 Feasibility 2.5.1 Service Marketing Mix Menurut Kartajaya (2006), service marketing mix adalah taktik dalam mengintegrasikan tawaran, logistik dan komunikasi produk atau jasa yang dibagi kedalam dua kategori, yaitu penawaran (offering) yang berupa produk dan harga, serta akses (access) yang berupa tempat dan promosi.

43 1. Product Menjelaskan seluruh konsep yang digunakan dalam pengembangan produk, seperti design, packaging, safety, yang memiliki nilai manfaat bagi konsumen. 2. Price Menentukan strategi yang akan digunakan dalam penentuan harga, secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap beberapa aspek aktivitas bisnis. Strategi penentuan harga dapat dilakukan dengan: - Competitive pricing, penjualan produk dilakukan dengan menekan harga seminimal mungkin. - Cost & Profit Pricing, penjualan produk dilakukan dengan menyesuaikan harga sesuai dengan kualitas produk yang ditawarkan. - Value Pricing, penjualan produk dilakukan dengan menekankan keuntungan utama yang akan didapatkan konsumen melalui harga yang ditawarkan (the higher the price, the more you sell). Contoh: barang-barang mewah. 3. Place Penentuan tempat dapat disesuaikan dengan target market yang akan dituju yang memudahkan konsumen untuk dapat menggapai produk. 4. Promotion

44 Menentukan bentuk media komunikasi yang akan digunakan dalam memperkenalkan produk yang ditawarkan kepada konsumen. 2.5.2 Finance 2.5.2.1 Breakeven Analysis Breakeven analysis adalah suatu alat yang digunakan oleh analis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan profit (Titman et al., 2011). Dengan kata lain breakeven analysis adalah suatu analisa berupa metode breakeven point dimana revenue = cost sehingga terjadi titik impas (tidak ada profit ataupun loss). Menurut Titman et al. (2011, p. 431), untuk menggunakan metode breakeven analysis dalam menduga berapa banyak barang yang harus diproduksi atau berapa harga yang bisa ditetapkan per satuan unit barang agar tidak mengalami loss dapat menggunakan formula berikut: Ekuasi diatas digunakan untuk menghitung berapa jumlah barang yang harus diproduksi jika ingin mencapai breakeven point.

45 Ekuasi diatas digunakan untuk menghitung berapa harga jual barang agar mencapai breakeven unit price. Fixed Costs: biaya yang tidak secara langsung berhubungan dengan tingkat produksi atau output. Dengan kata lain, bahkan jika bisnis tidak memilki output atau memiliki high output maka tingkat fixed cost akan sama. Contoh: Depresiasi alat, biaya administrasi, biaya penelitian dan pengembangan. Variable Costs: biaya yang tidak konstan dan berubah seiring dengan tingkat output, sehingga variable expenses sering dinyatakan dengan satuan unit. Contoh variable costs adalah raw materials, direct labor, fuel. 2.5.2.2 Financial Projections Financial projections menjelaskan pendapatan serta biaya yang dikeluarkan dalam priode waktu tertentu. Pada umumnya, perusahaan melakukan proyeksi keuangan berdasarkan data kinerja, pemasukan dan pengeluaran perusahaan pada tahun-tahun sebelumnya kemudian menggabungkan trend yang terjadi di masa lalu ke dalam sebuah perencanaan baru untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di masa mendatang. Dengan adanya proyeksi keuangan ini dapat membantu perusahaan dalam mengatur anggaran, penjualan, penggajian, proyeksi arus kas perusahaaan, meningkatkan kontrol manajemen operasi dan akhirnya menciptakan profitabilitas.

46 2.5.2.3 Capital Budgeting Capital budgeting (penganggaran modal) adalah proses perencanaan yang digunakan untuk menentukan apakah investasi jangka panjang dari sebuah organisasi atau perusahaan, seperti mesin baru, mesin pengganti, pabrik baru, produk baru, dan proyek-proyek penelitian pengembangan lainnya layak untuk dilakukan atau tidak (Titman et al., 2011). Capital budgeting merupakan garis besar rencana pengeluaran aktiva tetap. Penganggaran modal yang efektif akan menaikkan ketepatan waktu dan kualitas dari penambahan aktiva. Menurut Titman et al. (2011, p. 431-364), komponen-komponen dari capital budgeting adalah: 1. Payback Period Payback Period adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas pada investasi. 2. Net Present Value Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskonkan pada saat ini.

47 3. Profitability Index Profitability Index (PI) merupakan perbandingan nilai aliran kas masuk pada masa yangg akan datang dengan nilai investasi. 4. Internal Rate of Return Internal Rate of Return (IRR) merupakan indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. Suatu proyek/investasi dapat dilakukan apabila laju pengembaliannya (rate of return) lebih besar dari pada laju pengembalian apabila melakukan investasi di tempat lain (bunga deposito bank, reksadana dan lain-lain). 2.5.2.4 Capital Expenditures Capital expenditure adalah pengeluaran periodik untuk melakukan investasi terhadap peralatan yang termasuk sebagai aset perusahaan (Titman et al., 2010). Investasi yang dimaksud tidak sebatas hanya pada pembelian saja, namun juga pada saat perusahaan mengeluarkan dana untuk perbaikan ataupun penggantian asset perusahaan.

48 2.5.2.5 Operating Expenditures Operating expenditures adalah dana yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan operasi perusahaan tersebut (Titman et al., 2010). Dana yang dikeluarkan biasanya bersifat sebagai pengeluaran sehari-hari yang digunakan untuk menjaga kelangsungan aset perusahaan dalam melakukan aktivitas operasinya sehari-hari. 2.5.2.6 Funding Requirements Funding requirements menjelaskan perincian biaya setiap variabel yang dibutuhkan untuk menjalankan atau merealisasikan sebuah projek atau rencana bisnis dan bagimana cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh sumber pendanaan yang dibutuhkan. Sumber pendanaan sendiri bisa didapatkan melalui hasil penjualan produk, pinjaman bank, dan dana investor.