IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Total Bakteri Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam CaCl 2 terhadap Susut

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

PENDAHULUAN. dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.)

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami peningkatan untuk semua perlakuan. Data susut bobot selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Uji ragam menunjukkan bahwa kondisi atmosfer berpengaruh nyata dari hari ke-1 sampai hari ke-22. Hasil uji ragam selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7. Besarnya susut bobot sesuai dengan adanya transpirasi dan respirasi. Kondisi atmosfer dapat mempengaruhi kandungan O 2, CO 2 dan uap air di dalam kemasan. Kondisi pengemasan tanpa lubang mampu mempertahankan kualitas seledri lebih baik daripada kondisi pengemasan lainnya sehingga umur simpan lebih panjang. Selain itu, kondisi pengemasan tanpa lubang mampu mencegah susut bobot dengan lebih baik. Hal ini dikarenakan tidak adanya lubang di kemasan menyebabkan O 2 di dalam kemasan lebih sedikit daripada kondisi lainnya sehingga pada akhirnya laju respirasi dapat dihambat. Semakin banyak lubang, susut bobot menjadi semakin besar karena memberikan peluang masuknya O 2 lebih banyak sehingga proses respirasi meningkat. Selain itu, dengan adanya lubang pada kemasan memungkinkan uap air di dalam kemasan bergerak keluar. Jenis plastik yang digunakan berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-24. Artinya, perbedaan jenis plastik memberikan pengaruh terhadap respon yang dihasilkan. Jenis plastik terbaik untuk mempertahankan susut bobot adalah jenis. Pada Lampiran 4, jenis plastik mampu mencegah susut bobot lebih baik daripada jenis. Hal ini dikarenakan permeabilitas O 2 plastik lebih kecil daripada plastik. Menurut Gunadya (1993), pada suhu 25 C jenis koefisien permeabilitas plastik terhadap O 2 sebesar 229 ml.mil/m 2.jam.atm sementara itu pada jenis plastik sebesar 1002 ml.mil/m 2.jam.atm. Pada film kemasan jenis dan memiliki permeabilitas CO 2 3 5 kali lebih besar dengan permeabilitas O 2 sehingga mampu mempertahankan umur simpan dengan lebih baik. Banyaknya O 2 yang masuk 21

ke dalam kemasan akan digunakan oleh seledri untuk kegiatan pernapasan sehingga menghasilkan CO 2, uap air, C 2 H 4, gas-gas volatil yang lain dan energi panas sehingga susut bobot menjadi lebih besar. Susut bobot dapat disebabkan dari tingginya suhu penyimpanan yang meningkatkan laju transpirasi dan respirasi. Hal ini diperkuat dengan hasil uji ragam yang menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-8. Pada penyimpanan suhu 0 5 C seledri dalam kemasan tanpa lubang dapat bertahan dengan lama penyimpanan 25 hari. Pada penyimpanan suhu 10 15 C, seledri dapat dipertahankan kualitasnya sampai hari ke-9 dengan perlakuan 2 dan 4 lubang berjenis plastik dan. Sementara itu, pada suhu ruang, seledri paling lama bertahan hanya selama 4 hari dengan perlakuan 2 lubang berjenis plastik dan. Semakin rendah suhu dapat mengurangi kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya, proses penuaan karena adanya proses pemasakan, pelunakan, perubahan warna dan tekstur, kehilangan air serta kerusakan karena bakteri, kapang dan khamir. Menurut Winarno (1986), kenaikan suhu 10 C akan meningkatkan laju penuaan sebesar 2-3 kali lebih cepat. Pada penyimpanan seledri di suhu 0 5 C bertahan paling lama, sekitar 2,78 kali lebih lama jika dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 10 15 C. Penyimpanan seledri pada suhu 10 15 C lebih lama 2,25 kali lebih lama daripada penyimpanan pada suhu ruang. Perubahan susut bobot terhadap lamanya penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8. Gambar 6. Perubahan susut bobot terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 5 C 22

Berdasarkan Gambar 6, susut bobot seledri yang disimpan pada suhu 0 5 C, persentase susut bobot terkecil adalah pada kemasan dua lubang yaitu sebesar 9,58 % dengan persamaan regresi y = 0,735x + 1,118 dan dalam penyimpanan selama 22 hari. Pada seledri yang dikemas dengan polipropilen dua lubang, terjadi kenaikan susut bobot sebesar 0,735 % dalam setiap hari penyimpanan. Sementara itu, susut bobot terbesar terjadi pada seledri dalam kemasan 8 lubang dengan rata-rata susut bobot sebesar 17,74 % selama 16 hari penyimpanan dengan persamaan regresi y = 1,921x + 1,402. Pada kemasan 8 lubang, terjadi kenaikan sebesar 1,921 % dalam setiap hari penyimpanan. Desain kemasan yang memiliki umur simpan terpanjang yaitu tanpa lubang yang disimpan pada suhu 0 5 C karena mampu mempertahankan kualitas seledri sampai hari ke-25. Seledri yang dikemas dengan plastik tanpa lubang dapat mempertahankan seledri selama 24 hari. Sedangkan dengan kondisi atmosfer lainnya didapatkan hasil yang berkisar antara 16 22 hari Hasil persamaan regresi susut bobot selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar 7. Perubahan susut bobot terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 15 C Gambar 7 menunjukkan peningkatan persen susut bobot pada suhu 10 15 C berkisar antara 0,6 13,9 %. Persen susut bobot terbesar terjadi pada kondisi 8 lubang dengan jenis dengan rata-rata susut bobot sebesar 7,85 % dan pada satuan hari penyimpanan terjadi kenaikan sebesar 1,611 %. 23

Sementara itu, susut bobot terkecil terjadi pada kondisi tanpa lubang dengan jenis dengan rata-rata susut bobot 2,71 %. Semua perlakuan memiliki umur simpan yang berkisar antara 7 9 hari penyimpanan. Pada hari ke-8 seledri yang dikemas dengan dan vakum mengalami kerusakan. Seledri yang dikemas dengan perlakuan tanpa lubang dan 8 lubang, baik dengan jenis plastik maupun mengalami kerusakan pada hari ke-9. Tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Desain kemasan terbaik dalam penyimpanan pada suhu 10 15 C adalah dengan perlakuan 2 dan 4 lubang, baik menggunakan jenis plastik maupun karena mempertahankan mutu seledri sampai pada hari ke-9 dan baru mengalami kerusakan pada hari ke-10. Gambar 8. Perubahan susut bobot terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang Gambar 8. menunjukan persen susut bobot pada suhu ruang berkisar antara 0,9 9,7 %. Persen susut bobot terbesar terjadi pada kondisi 8 lubang dengan jenis dengan rata-rata sebesar 7,27 % dan lama penyimpanan selama 3 hari. Pada 8 lubang, terjadi kenaikan 2,35 % setiap hari penyimpanan. Sementara itu, persen susut bobot terkecil terjadi pada kondisi tanpa lubang dengan rata-rata susut bobot sebesar 1,5 % dan mampu mempertahankan seledri selama penyimpanan 3 hari. Pada tanpa lubang terjadi kenaikan terkecil jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 0,45 % setiap hari penyimpanan. 24

Pada suhu ruang, umur simpan seledri berkisar antara 3 4 hari. Desain kemasan terbaik adalah dengan perlakuan 2 lubang karena dapat mempertahankan umur simpan seledri selama 4 hari. Meskipun susut bobot terendah dihasilkan oleh perlakuan tanpa lubang, tetapi desain kemasan ini hanya mampu mempertahankan kualitas seledri sampai hari ke-3. Susut bobot disebabkan oleh proses respirasi yang mengubah gula menjadi CO 2 dan H 2 O untuk menghasilkan energi (Wills et al., 1981), serta transpirasi yang dilakukan oleh jaringan hidup tanaman hingga tercapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan. Susut bobot juga disebabkan oleh hilangnya air dari kemasan ke lingkungan yang disebabkan perbedaan tekanan uap air di antara film kemasan dan kehilangan CO 2 selama respirasi. Potensi kehilangan bobot dipengaruhi oleh jenis plastik, kondisi atmosfer dan suhu penyimpanan. B. KADAR AIR Indikasi susut bobot dapat dilihat dengan ciri-ciri batang menjadi kisut dan mengecil, serta kondisi daun yang layu dan cenderung berkerut. Susut bobot pada umumnya disebabkan oleh kehilangan air selama penyimpanan. Seledri mengandung 93 gram air di dalam 100 gram bahan (Ashari, 1995) sehingga susut bobot lebih banyak ditentukan oleh kandungan air yang hilang. Kehilangan susut bobot yang besar pada penelitian ini dapat dilihat dari hasil penimbangan. Susut bobot dapat disebabkan dari tingginya suhu penyimpanan yang meningkatkan laju transpirasi dan respirasi. Susut bobot juga disebabkan oleh hilangnya air dari kemasan ke lingkungan yang disebabkan perbedaan tekanan uap air diantata film kemasan dan kehilangan CO 2 selama respirasi. Kehilangan kandungan air berbanding lurus dengan kondisi atmosfer. Pada Lampiran 7 dalam uji ragam fisik, kondisi atmosfer berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-22. Semakin banyak lubang di dalam kemasan, maka jumlah air yang hilang semakin banyak. Banyaknya air yang hilang tergantung adanya proses transpirasi dan respirasi. Kondisi atmosfer dapat mempengaruhi kandungan uap air di dalam kemasan. Kondisi pengemasan 25

tanpa lubang mampu mempertahankan kehilangan air lebih baik daripada kondisi pengemasan lainnya. Pada kemasan tanpa lubang atau vakum, laju respirasi akan terhambat karena aliran udara dari luar ke dalam kemasan terhambat. Semakin banyak lubang, kehilangan air menjadi semakin besar karena memberikan peluang masuknya O 2 lebih banyak sehingga proses respirasi meningkat dan peluang keluarnya H 2 O lebih besar. Laju penurunan kadar air berbanding lurus dengan faktor suhu. Pada hasil uji ragam fisik, suhu berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar air pada hari ke-1 sampai hari ke-9. Semakin tingginya suhu yang digunakan dalam penyimpanan, maka seledri akan mengalami penurunan kadar air lebih banyak. Hal ini disebabkan oleh penguapan air bagian daun dan batang seledri lebih tinggi. Pada uji ragam fisik jenis plastik berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-8, hari ke-10 sampai hari ke-21. Persentase kadar air yang terkandung di dalam seledri yang dikemas dengan jenis plastik pada umumnya lebih besar daripada yang dikemas dengan jenis plastik. Seperti pada contoh penyimpanan hari ke-16, kadar air pada seledri yang dikemas dengan jenis vakum bernilai 71,55 % dan kadar air pada seledri yang dikemas dengan jenis vakum bernilai 71,75 %. Dengan penyimpanan vakum, kadar air jenis plastik lebih besar daripada kadar air dengan jenis plastik. Begitu juga halnya dengan perlakuan tanpa lubang, kadar air pada seledri yang dikemas dengan bernilai 73,35 % dan yang dikemas dengan bernilai 74,15 %. Kadar air dengan perlakuan lubang 2, 4 dan 8 masing-masing bernilai, 71,35 % (2) ; 71,7 % (2); 68,25 % (4); 68,55 % (4); 53,75 % (8) dan 54,6 % (8). Plastik jenis menghambat proses respirasi dan penguapan air, karena permeabilitas terhadap oksigen lebih kecil daripada plastik. Penggunaan oksigen yang rendah dalam penyimpanan memiliki potensi untuk menurunkan kecepatan metabolisme produk dan perubahan biokimia yang terjadi pada produk. Desain kemasan terbaik adalah kemasan tanpa lubang yang disimpan pada suhu 0 5 C karena dapat mempertahankan kualitas seledri hingga 25 hari. Hal ini terjadi karena pada komposisi oksigen rendah, proses respirasi 26

akan terhambat dan akibatnya penguapan air akan berkurang. Kadar oksigen yang rendah dalam penyimpanan memiliki potensi untuk menurunkan kecepatan metabolisme produk dan perubahan biokimia yang terjadi pada produk. Namun, jika dilihat dari kecilnya jumlah kehilangan air maka desain kemasan yang optimum adalah kemasan dengan perlakuan vakum (kadar air daun) dan vakum (kadar air batang). Gambar 9. Perubahan kadar air daun terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 5 C Gambar 9 dan 10 menunjukkan hubungan tingkat kadar air terhadap lama penyimpanan. Grafik memiliki kecenderungan turun. Artinya jumlah kadar air yang terkandung di dalam seledri mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan. Kadar air yang terkandung di bagian batang dan di bagian daun berbeda. Hal ini disebabkan karena batang memiliki kambium sehingga memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada daun. Sementara itu, laju penurunan kadar air lebih besar terjadi pada bagian daun dikarenakan permukaan bagian daun lebih lebar daripada batang. Kehilangan bobot sayuran, terutama disebabkan oleh kehilangan air selama penyimpanan. Kehilangan air tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Pada Gambar 9, kadar air daun seledri terkecil adalah seledri yang disimpan dengan 8 lubang dengan rata-rata sebesar 72,73 % dan terjadi 27

penurunan sebesar 0,002 % setiap hari penyimpanan. Sementara itu, kadar air daun seledri terbesar adalah seledri yang disimpan dengan vakum dengan rata-rata sebesar 75,5 %. Pada suhu 0 5 C, seledri mampu bertahan antara 16 25 hari penyimpanan. Seledri yang sudah rusak tidak dapat diukur. Tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar 10. Perubahan kadar air batang terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 5 C Pada Gambar 10 kadar air batang seledri berkisar antara 57,3 89 %. Kadar air batang terkecil adalah seledri yang disimpan dengan 8 lubang dengan rata-rata sebesar 71,66 % dan terjadi penurunan sebesar 0,002 % setiap hari penyimpanan. Sementara itu, penurunan kadar air dengan perlakuan lainnya sama, yaitu 0,001 % setiap hari penyimpanan. Kadar air batang seledri terbesar adalah seledri yang disimpan dengan vakum dengan rata-rata sebesar 79,37 %. Pada penyimpanan suhu 0 5 C, desain kemasan terbaik adalah seledri yang dikemas dengan perlakuan tanpa lubang. Sementara itu, kadar air daun terbesar ditemukan pada seledri yang dikemas dengan vakum dan kadar air batang terbesar terdapat pada seledri yang dikemas dengan vakum. Hal ini berarti, kemasan vakum dapat mempertahankan kadar air seledri lebih baik daripada perlakuan lainnya. 28

Gambar 11. Perubahan kadar air daun terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 15 C Pada Gambar 11, kadar air daun seledri segar adalah 82 %, kemudian terjadi penurunan sebesar 0,003 0,005 % setiap hari penyimpanan. Kadar air daun terkecil adalah seledri yang disimpan dengan 4 lubang dengan ratarata sebesar 74,71 %. Sementara itu, kadar air daun seledri terbesar adalah seledri yang disimpan dengan tanpa lubang dengan rata-rata sebesar 79,54 %. Pada suhu 10 15 C, seledri mampu bertahan antara 7 9 hari penyimpanan. Seledri yang sudah rusak tidak dapat diukur. Tanda kerusakan seledri pada penyimpanan suhu 10 15 C dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar 12. Perubahan kadar air batang terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 15 C 29

Pada Gambar 12, kadar air batang pada seledri segar adalah sebesar 89 %, kemudian terjadi penurunan sebesar 0,003 0,005 % setiap hari penyimpanan. Kadar air batang dari yang terkecil sampai terbesar secara berurutan adalah 4 lubang dengan rata-rata sebesar 81,17 % ; 8 lubang dengan rata-rata sebesar 81,39 % ; 8 lubang dengan rata-rata sebesar 82,08 % ; 4 lubang dengan rata-rata sebesar 82,77 % ; 2 lubang dengan ratarata sebesar 83,67 % ; 2 lubang dengan rata-rata sebesar 84,17 % ; vakum dengan rata-rata sebesar 85,64 % ; vakum dengan rata-rata sebesar 85,99 %; tanpa lubang dengan rata-rata sebesar 86,34 %; tanpa lubang dengan rata-rata sebesar 86,71 %. Desain kemasan terbaik pada suhu 10 15 C adalah pengemasan dengan perlakuan 2 lubang dan serta 4 lubang dan karena mampu mempertahankan seledri selama 9 hari penyimpanan. Namun, kadar air daun dan batang seledri terbesar adalah seledri yang dikemas dengan perlakuan tanpa lubang. Gambar 13. Perubahan kadar air daun terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang Pada Gambar 13, kadar air daun seledri berkisar antara 76,6 82 % dan terjadi penurunan sebesar 0,007 0,010 % setiap hari penyimpanan. Kadar air daun terkecil adalah seledri yang disimpan dengan 8 lubang dengan ratarata sebesar 75,82 % dan laju penurunan sebesar 0,010 % setiap hari penyimpanan. Sementara itu, kadar air daun seledri terbesar adalah seledri yang disimpan dengan tanpa lubang dengan rata-rata sebesar 80,12 % dan laju penurunan sebesar 0,009 %. Pada suhu ruang, seledri mampu bertahan 30

antara 3 4 hari penyimpanan. Seledri yang sudah rusak tidak dapat diukur. Tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar 14. Perubahan kadar air batang terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang Pada Gambar 14, kadar air batang pada seledri segar adalah berkisar antara 79,8 89 %. Seledri segar memiliki kandungan kadar air batang sebesar 89 % kemudian terjadi penurunan sebesar 0,006 0,009 % setiap hari penyimpanan. Kadar air batang seledri terkecil adalah pada pengemasan 8 lubang sebesar 82,22 % dengan laju penurunan sebesar 0,009 %. Kadar air batang seledri terbesar adalah pada pengemasan tanpa lubang sebesar 87,15 % dengan laju penurunan sebesar 0,008 %. Desain kemasan terbaik pada suhu ruang adalah pengemasan dengan perlakuan 2 lubang dan karena mampu mempertahankan seledri selama 4 hari penyimpanan. Namun, kadar air daun dan batang seledri terbesar pada suhu ruang adalah seledri yang dikemas dengan perlakuan tanpa lubang. C. TINGKAT KERUSAKAN Persentase kerusakan dalam penanganan pasca panen sangat penting sebab menentukan efektivitas cara penanganan yang dipakai. Dalam perdagangan produk hortikultura, pada umumnya besar kerusakan sudah dinilai beresiko tinggi apabila telah mencapai persentase lebih dari 20 % dan kesukaran akan dialami dalam pengambilan contoh untuk analisis (Rinanto, 31

1993). Pada penelitian ini, persentase kerusakan semakin meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan. Data persentase kerusakan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Uji ragam menunjukkan bahwa kondisi atmosfer berpengaruh nyata dari hari ke-1 sampai hari ke-22. Hasil uji ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Besarnya tingkat kerusakan dapat dipengaruhi oleh adanya respirasi. Laju pernapasan yang tinggi biasanya menyebabkan berkurangnya daya simpan produk dikarenakan penurunan mutu. Sebagian besar perubahan fisikokimiawi yang terjadi pada sayuran setelah panen berhubungan dengan metabolisme oksidatif. Setiap sayuran dan buah-buahan mempunyai batas minimum untuk penurunan O 2 dan batas maksimum untuk meningkatkan CO 2 (Kader, 1992). Pengaruh rendahnya O 2 dan tingginya CO 2 dalam udara penyimpanan dapat memperlambat kerusakan seledri, menurunkan laju respirasi dan menurunkan laju produksi etilen. Dengan adanya perlakuan pengemasan yang mengkondisikan atmosfer mendekati sesuai yang diharapkan, maka seledri yang disimpan dapat dicegah dari kerusakan fisik. Oleh karena itu, kondisi atmosfer berpengaruh nyata terhadap respon. Desain kemasan terbaik yang mampu mencegah kerusakan adalah tanpa lubang suhu 5 C karena dapat menekan tingkat kerusakan lebih baik daripada desain kemasan lainnya. Selain itu, desain kemasan ini dapat mempertahankan kualitas seledri sampai hari ke-25. Semakin banyak jumlah lubang pada kemasan, maka semakin besar juga tingkat kerusakan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan adalah : 1. Faktor internal seperti tingkat perkembangan dan susunan kimiawi jaringan. 2. Faktor eksternal seperti suhu. Menurut Pantastico (1986), mekanisme dasar yang berkaitan dengan kerusakan akibat pendinginan yaitu penurunan kemampuan komoditas pertanian untuk melakukan fosforilasi oksidatif. Hal ini mengakibatkan jaringan tanaman kekurangan energi tinggi, khususnya ATP yang diperlukan untuk mempertahankan organisasi sel dengan adanya proses-proses enzimatik yang secara terus menerus cenderung mengganggu sistem itu. Hasilnya berupa pembongkaran zat-zat penyusun sel yang kompleks sebagai akibat kekurangan 32

energi. Hilangnya organisasi jaringan yang menyertainya sebagai akibat pendinginan, dapat menerangkan adanya peningkatan permeabilitas membran sel, kerentanan terhadap pembusukan, penimbunan metabolik dan kenaikan penyerapan oksigen. Jenis plastik yang digunakan berpengaruh nyata pada tingkat kerusakan di hari ke-1 sampai hari ke-4, hari ke-6 sampai ke-21 dan hari ke-24. Artinya, perbedaan jenis plastik memberikan pengaruh terhadap respon yang dihasilkan. Jenis plastik terbaik untuk mempertahankan tingkat kerusakan pada suhu 0 5 C adalah jenis, untuk suhu 10 15 C adalah jenis dan untuk suhu 20-25 C adalah jenis. Hasil tingkat kerusakan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5, jenis plastik mampu mencegah kerusakan dikarenakan permeabilitas terhadap uap air lebih baik daripada jenis plastik. Tingkat kerusakan dapat disebabkan dari tingginya suhu penyimpanan yang dapat meningkatkan laju transpirasi dan respirasi serta metabolisme sel. Hasil uji ragam yang menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada tingkat kerusakan di hari ke-1 sampai hari ke-9. Rata-rata persen kerusakan pada suhu 0 5 C berkisar antara 7,40 12,92 %, rata-rata persen kerusakan pada suhu 10 15 C berkisar antara 11,32 16,54 %, dan rata-rata persen kerusakan pada suhu ruang berkisar antara 16,96 19,52 %. Oleh karena itu, suhu 0 5 C dapat lebih baik mempertahankan kerusakan daripada suhu 10 15 C dan suhu 10 15 C mampu lebih baik mempertahankan kerusakan daripada suhu ruang. Semakin rendah suhu dapat mengurangi kegiatan respirasi, metabolisme lainnya dan proses penuaan. Desain kemasan terbaik yang dapat menekan laju kerusakan adalah tanpa lubang yang disimpan pada penyimpanan suhu 0 5 C. Pada penyimpanan suhu 10 15 C, desain kemasan terbaik yang dapat mencegah kerusakan adalah seledri yang dikemas dengan 2 lubang selama penyimpanan 9 hari. Sementara itu, pada suhu ruang, seledri paling lama bertahan hanya selama 4 hari dengan perlakuan 2 lubang berjenis plastik 2 lubang. 33

Gambar 15. Perubahan tingkat kerusakan terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 5 C Gambar 15 menunjukkan persen kerusakan pada penyimpanan suhu 0 5 C berkisar antara 0,33 71,27 %. Persen kerusakan lebih dari 20 % terjadi setelah hari ke-9 untuk desain kemasan 8 lubang dengan jenis maupun. Untuk desain kemasan dengan lubang 4 jenis dan, kerusakan lebih dari 20 % terjadi setelah hari ke-10 dan ke-11. Sementara itu, untuk perlakuan dengan vakum, tanpa lubang dan lubang 2, kerusakan lebih dari 20 % terjadi setelah hari ke-14 dan ke-15. Rata-rata persentase kerusakan tertinggi adalah seledri yang dikemas dengan 8 lubang, sebaliknya seledri yang dikemas dengan tanpa lubang memiliki rata-rata persentase terkecil. Pada umumnya kerusakan ini lebih banyak terjadi di bagian daun seledri dengan indikasi daun berwarna kuning kecoklatan. Sementara itu, di bagian batang, kerusakan terjadi lebih lambat dan pada umumnya batang menjadi kisut dan berwarna hijau pucat kecoklatan. 34

Gambar 16. Perubahan tingkat kerusakan terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 15 C Pada Gambar 16. persen kerusakan seledri pada suhu 10 15 C berkisar antara 1,17 70,93 % selama 9 hari penyimpanan. Persen kerusakan seledri lebih dari 20 % setelah hati ke-4 dan ke-5 pada semua perlakuan dan jenis plastik. Persen kerusakan tertinggi terjadi pada perlakuan dengan 4 lubang dengan jenis plastik sebesar 70,93 % pada hari ke-9. Sementara itu, dengan jumlah lubang yang sama dan menggunakan jenis plastik, hasil persen kerusakan tidak jauh berbeda dengan jenis plastik, yaitu sebesar 70,25 %. Persen kerusakan terendah terjadi pada perlakuan 2 lubang dengan jenis plastik sebesar 63,75 % dan jenis plastik sebesar 64,36 %. Jenis plastik ternyata memiliki persen kerusakan yang lebih tinggi daripada jenis plastik. Gambar 17. Perubahan tingkat kerusakan terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang 35

Gambar 17 menunjukkan persen kerusakan pada suhu ruang berkisar antara 2,51 91,59 %. Persen kerusakan lebih dari 20 % terjadi setelah hari ke- 2 pada semua kondisi perlakuan dan jenis plastik. Persen kerusakan tertinggi terjadi pada kondisi 2 lubang jenis yaitu sebesar 91,59 % pada penyimpanan 4,5 hari. Sementara itu,persen kerusakan terendah terjadi pada kondisi tanpa lubang jenis sebesar 62,18 % dengan penyimpanan selama 3,5 hari. D. WARNA Warna pada sayuran merupakan salah satu parameter ukuran mutu pada sayuran. Bila warna pada sayuran kurang baik maka nilainya akan berkurang karena tidak menarik bagi konsumen. Warna dapat meningkatkan daya tarik dan dalam kebanyakan kasus digunakan sebagai petunjuk kemasan, selain itu warna juga berhubungan dengan rasa, bau, tekstur, nilai gizi dan keutuhan. Pengujian warna menggunakan alat Colortech Colormeter. Data warna dinyatakan dengan nilai L (kecerahan) dan nilai a (merah-hijau). Nilai L menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam). Semakin besar nilai L menunjukkan sayuran semakin rusak karena warnanya semakin pucat. Nilai +a (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah dan nilai a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. a. Nilai a Perubahan warna dipengaruhi oleh kondisi atmosfer dan suhu penyimpanan. Uji ragam menunjukkan bahwa kondisi atmosfer berpengaruh nyata dari hari ke-1 sampai hari ke-9 dan hari ke-11 sampai hari ke-19. Hasil uji ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Semakin tingginya nilai derajat warna hijau, artinya kandungan warna hijau pada daun semakin sedikit. Kondisi atmosfer dapat mempengaruhi metabolisme dalam sel daun. Desain kemasan terbaik pada suhu 0 5 C yang dapat mempertahankan derajat warna hijau adalah tanpa lubang. Kondisi 36

pengemasan tanpa lubang dapat menekan laju respirasi dan metabolisme lebih baik daripada desain kemasan yang lain. Hal ini dikarenakan tidak adanya lubang di kemasan menyebabkan O 2 di dalam kemasan lebih sedikit daripada kondisi lainnya sehingga pada akhirnya laju respirasi dapat dihambat. Selain itu, kondisi pengemasan tanpa lubang mampu mempertahankan kualitas seledri lebih baik daripada kondisi pengemasan lainnya sehingga umur simpan lebih panjang. Pada suhu 10 15 C, desain kemasan yang mampu mempertahankan derajat hijau adalah 2 lubang. Sementara itu, pada suhu ruang, desain kemasan terbaik dalam kenaikan nilai derajat hijau adalah seledri yang dikemas dalam 2 lubang. Derajat warna hijau semakin meningkat (kandungan warna hijau semakin sedikit) berbanding lurus dengan banyaknya jumlah lubang. Banyaknya lubang memberikan peluang masuknya O 2 lebih banyak sehingga proses respirasi meningkat. Pengaruh kondisi atmosfer berlubang yang cukup dapat mempengaruhi permeabilitas O 2 dan CO 2 secara lebih baik sehingga O 2 yang masuk dapat ditekan seminim mungkin, akan tetapi tidak terjadi penimbunan CO 2 yang berlebihan di dalam kemasan. Menurut Fahn (1991), klorofil dapat terdegradasi secara kimia yang meliputi reaksi feofitinisasi, reaksi pembentukan klorofilid dan reaksi oksidasi. Reaksi feofitinisasi adalah reaksi pembentukan feofitin yang berwarna hijau kecoklatan. Reaksi ini terjadi karena ion Mg di pusat molekul klorofil terlepas dan diganti oleh ion H. Kecepatan pembentukan feofitin merupakan reaksi orde pertama terhadap konsentrasi asam. Warna hijau dari sayuran dengan cepat berubah dari hijau terang menjadi hijau kecoklatan karena pemanasan dan penyimpanan. Jenis plastik yang digunakan ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Baik jenis plastik maupun, pada umumnya memiliki hasil yang tidak jauh berbeda sehingga penggunaan plastik kedua jenis ini tidak memiliki pengaruh terhadap kenaikan derajat hijau. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke- 9. Pada uji lanjut Duncan di Lampiran 7 menunjukkan suhu penyimpanan 0 37

5 C, 10 15 C dan suhu ruang menghasilkan respon yang berbeda, sehingga masing-masing suhu penyimpanan ini berpengaruh nyata terhadap perubahan warna hijau daun. Semakin tinggi suhu, maka derajat warna hijau semakin naik, artinya kandungan warna hijau pada daun semakin sedikit. Pada penyimpanan suhu 0 5 C seledri dalam kemasan tanpa lubang memiliki nilai kenaikan derajat hijau sebesar 0,305 setiap hari penyimpanan. Pada penyimpanan suhu 10 15 C, seledri dalam kemasan 2 lubang memiliki nilai kenaikan derajat hijau sebesar 0,744 setiap hari penyimpanan. Sementara itu, pada suhu ruang, seledri dalam kemasan 2 lubang memiliki nilai kenaikan derajat hijau sebesar 1,72 setiap hari penyimpanan. Oleh karena itu, semakin tinggi suhu, maka laju kenaikan derajat hijau daun semakin besar. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna hijau menjadi hijau pudar, kemudian menjadi kecoklatan. Dapat disimpulkan bahwa kenaikan derajat hijau merupakan indikasi terjadinya penurunan mutu seledri selama penyimpanan. Adanya perubahan warna pada seledri disebabkan karena terdegradasinya klorofil atau perombakan klorofil selama penyimpanan. Menurut Budi dan Bambang (1995), hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan atau munculnya pigmen kuning hingga merah (karotenoid). Temperatur penyimpanan yang lebih tinggi dapat mempercepat kehilangan warna hijau ada sayuran. Menurut Fahn (1991), klorofil adalah zat warna hijau daun yang terbentuk dari proses fotosintesa tumbuh-tumbuhan. Klorofil terletak dalam badan-badan plastid yang disebut kloroplas. Kloroplas memiliki bentuk yang teratur. Klorofil berikatan erat dengan lipid, protein dan lipoprotein. Molekul-molekul ini terikat dengan ikatan monolayer. Lipid terikat karena afinitas fitol, sedangkan protein terikat karen afinitas cincin planar porfirin yang hidrofobik. Warna hijau daun pada tanaman pada umumnya adalah klorofil a dan b. Pigmen pigmen tanaman hijau biasanya dijumpai dalam plastid serta dalam vakuola. Warna hijau ditimbulkan oleh klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Dalam plastid yang sama juga dijumpai karotenoid, yaitu pigmen kuning sampai merah, tetapi ditutupi oleh klorofil. Karotenoid akan tampak 38

bila hanya terdapat sedikit atau tidak ada klorofil sama sekali, seperti halnya yang terdapat dalam kromoplas (Fahn, 1991). Oleh karena itu, kenaikan derajat hijau daun atau penurunan kandungan warna hijau pada daun ditandai dengan munculnya warna kuning kecoklatan. Gambar 18. Perubahan derajat hijau seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 5 C Berdasarkan Gambar 18, hasil pengukuran derajat hijau pada seledri didapatkan nilai yang berkisar -24,67 sampai -16,22. Nilai derajat hijau terbesar adalah seledri yang dikemas dengan tanpa lubang dengan ratarata derajat hijau -18,27 dengan laju kenaikan terkecil yaitu sebesar 0,380. Sementara itu, nilai derajat hijau terkecil adalah seledri yang dikemas dengan 8 lubang sebesar -18,09 dengan laju kenaikan terbesar yaitu 0,638. Hasil persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 6. Desain kemasan yang paling panjang umur simpannya pada suhu 0 5 C adalah seledri yang dikemas dengan perlakuan tanpa lubang berjenis plastik karena mampu mempertahankan kualitas seledri sampai hari ke-25. Selain itu, seledri yang dikemas dengan plastik tanpa lubang dapat mempertahankan seledri selama 24 hari. Sedangkan dengan kondisi atmosfer lainnya didapatkan hasil yang berkisar antara 16 22 hari. Setelah hari tersebut, seledri tidak dapat diukur dalam derajat hijau karena telah rusak. Tanda-tanda kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 4. 39

Gambar 19. Perubahan derajat hijau seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 15 C Pada Gambar 19 perubahan derajat hijau seledri berkisar antara - 24,665 sampai -16,025. Derajat hijau seledri terkecil adalah seledri yang disimpan dalam kemasan 8 lubang dengan rata-rata sebesar -18,86 dan laju kenaikan sebesar 0,177. Sementara itu, derajat hijau seledri terbesar adalah seledri yang disimpan dalam kemasan 2 lubang dengan rata-rata sebesar -19,57 dan laju kenaikan terkecil, yaitu sebesar 0,140 setiap hari penyimpanan. Pada suhu 10 15 C, semua perlakuan memiliki umur simpan yang berkisar antara 7 9 hari penyimpanan. Pada hari ke-8, seledri yang dikemas dalam kondisi atmosfer dan vakum telah rusak sehingga derajat hijau hanya dapat diukur sampai hari ke-7. Pada hari ke-9, seledri yang dikemas dalam kondisi atmosfer dan 8 lubang mengalami kerusakan. Sementara itu, umur simpan yang paling panjang adalah seledri yang dikemas dengan 2 dan 4 lubang (jenis maupun ) mampu mempertahankan seledri sampai pada hari ke-9 dan baru mengalami kerusakan pada hari ke-10. Tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Desain kemasan terbaik dalam penyimpanan pada suhu 10 15 C adalah dengan perlakuan 2 dan 4 lubang, baik menggunakan jenis plastik maupun. 40

Gambar 20. Perubahan derajat hijau seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang Gambar 20. menunjukan perubahan derajat hijau pada suhu ruang berkisar antara -24,665 sampai -17,16. Derajat hijau terbesar terjadi pada seledri yang dikemas dengan jenis 2 lubang dengan rata-rata sebesar - 19,41 dan laju kenaikan terkecil sebesar 1,72 setiap hari penyimpanan. Sementara itu, derajat hijau terkecil terjadi pada seledri yang dikemas dalam 8 lubang dengan rata-rata sebesar -18,805 dan laju kenaikan yang paling besar daripada jenis desain kemasan lainnya, yaitu 0,341 setiap hari penyimpanan. Pada seledri yang disimpan di suhu ruang, lama penyimpanan berkisar antara 3 4 hari. Desain kemasan terbaik adalah dengan perlakuan 2 lubang karena dapat mempertahankan umur simpan seledri selama 4 hari. Hal ini berbanding dengan hasil perubahan derajat hijau pada suhu ruang, dimana hasil terbaik diperoleh oleh perlakuan 2 lubang. b. Nilai L Nilai L merupakan nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan sayur. Semakin tinggi nilai L yang ditunjukkan oleh Chromameter maka warna seledri semakin cerah dan semakin rendah nilai L maka sebaliknya. Berdasarkan data pada Lampiran 5, diketahui pengukuran terhadap nilai L selama penyimpanan semakin meningkat. Hal ini akan berakibat pada tingkat kecerahan seledri. 41

Perubahan kecerahan dipengaruhi oleh kondisi atmosfer dan suhu penyimpanan. Uji ragam menunjukkan bahwa kondisi atmosfer berpengaruh nyata dari hari ke-1 sampai hari ke-9 dan hari ke-11 sampai hari ke-19. Hasil uji ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Semakin turun nilai kecerahan, artinya seledri mendekati kerusakan karena seledri yang segar pada umumnya memiliki kecerahan. Kondisi atmosfer dapat mempengaruhi metabolisme dalam sel daun. Jenis plastik yang digunakan ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Baik jenis plastik maupun, pada umumnya memiliki hasil yang tidak jauh berbeda sehingga penggunaan plastik kedua jenis ini tidak memiliki pengaruh terhadap kecerahan. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke- 9. Pada uji lanjut Duncan di Lampiran 9 menunjukkan suhu penyimpanan 0 5 C, 10 15 C dan suhu ruang menghasilkan respon yang berbeda, sehingga masing-masing suhu penyimpanan ini berpengaruh nyata terhadap perubahan kecerahan hijau daun. Semakin tinggi suhu, maka laju penurunan kecerahan semakin tinggi. Penurunan tingkat kecerahan seledri menjadi cokelat dan gelap dapat terjadi secara enzimatis yaitu dengan adanya enzim polifenol oksidase. Enzim polifenol oksidase membuat warna menjadi kecoklatan apabila ada oksigen. Hal ini disebabkan senyawa fenol dikatalisis oleh enzim polifenol oksidase menjadi quinon dan berpolimerisasi mejadi o-quinon sehingga menghasilkan warna coklat. 42

Gambar 21. Perubahan tingkat kecerahan seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 5 C Grafik pada Gambar 21 menunjukkan tingkat kecerahan seledri yang disimpan pada suhu 0 5 C yang cenderung menurun. Desain kemasan dengan penurunan kecerahan terbesar adalah 8 lubang dengan laju penurunan sebesar 0,188 setiap hari penyimpanan. Desain kemasan vakum mampu mencegah penurunan kecerahan lebih baik daripada desain kemasan lainnya yaitu sebesar 0,056 setiap hari penyimpanan. Hasil persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada suhu 0 5 C, umur simpan terpanjang adalah 25 hari dengan menggunakan kemasan tanpa lubang. Sementara itu, dengan desain kemasan lain, seledri mampu bertahan selama 16 24 hari. Tanda-tanda kerusakan pada seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar 22. Perubahan tingkat kecerahan seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 15 C 43

Pada grafik yang ditunjukkan Gambar 22, kecerahan seledri mengalami penurunan. Seledri diamati selama 7 9 hari penyimpanan, setelah itu seledri tidak dapat diamati karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan pada seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Penurunan tertinggi adalah seledri yang disimpan di dalam kemasan 8 lubang dengan laju penurunan sebesar 0,640 setiap hari penyimpanan. Sementara itu, desain kemasan vakum mampu mencegah penurunan kecerahan lebih baik daripada desain kemasan lainnya, yaitu sebesar 0,168 setiap hari penyimpanan. Namun, seledri yang dikemas dalam vakum hanya dapat bertahan sampai hari ke-7. Gambar 23. Perubahan tingkat kecerahan seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang Gambar 23. menunjukan grafik perubahan tingkat kecerahan seledri pada suhu ruang. Kecerahan seledri berkisar antara 41,65 sampai 35,05. Laju penurunan kecerahan berkisar antara 0,785 sampai 1,251 setiap hari penyimpanan. Penurunan kecerahan tertinggi adalah seledri yang dikemas dengan 8 lubang dengan persamaan regresi y = -1,251x + 39,04. Hasil persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 6. Sementara itu, desain kemasan tanpa lubang mampu mencegah penurunan kecerahan dengan lebih baik, tetapi dengan lama penyimpanan 3 hari. Namun, desain kemasan dan dengan 2 dan 4 lubang mampu mempertahankan umur simpan seledri lebih baik daripada desain kemasan lainnya yaitu selama 4 hari. 44

E. TRAKSI DAUN Pada penyimpanan seledri, yang diukur nilai traksinya adalah potongan daun secara vertikal dan horizontal. Ukuran rata-rata daun yang diuji adalah 0,5 cm (lebar) dan 2 cm (panjang). Tujuan dari uji traksi adalah sebagai salah satu indikasi terjadinya kerusakan pada seledri, dimana semakin kecil nilai traksi daun seledri maka semakin besar tingkat kerusakannya dan tidak disukai konsumen. Adanya penyimpanan dengan pengemasan atmosfer termodifikasi dharapkan dapat mempertahankan mutu dari seledri. Bourne (1981) menjelaskan buah-buahan dan sayur-sayuran akan kehilangan airnya karena proses transpirasi dan respirasi setelah pemanenan, sehingga tekanan turgornya menjadi semakin kecil dan menyebabkan komoditi tersebut menjadi lunak. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981) menurunnya kekerasan yang disimpan disebabkan oleh terdegradasinya hemiselulosa dan pektin. Pantastico (1986) melaporkan bahwa air sel yang menguap menjadikan sel menciut sehingga ruangan antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan. Ketegaran daun dipengaruhi oleh faktor kondisi atmosfer, jenis plastik dan suhu penyimpanan. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji sidik ragam pada Lampiran 7. Kondisi atmosfer berpengaruh nyata pada ketegaran daun secara vertikal pada hari ke-1 sampai hari ke-21, tetapi pada hari ke-22 kondisi atmosfer tidak berpengaruh nyata karena F hitung lebih besar daripada F tabel. Begitu juga dengan pengamatan secara horizontal, kondisi atmosfer berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai dengan hari ke-21. Menurut hasil uji lanjut Duncan, secara umum kondisi atmosfer 2 lubang memiliki nilai ketegaran yang paling baik di antara kondisi atmosfer lainnya. Sebaliknya, nilai ketegaran daun yang paling kecil diperoleh dari seledri yang dikemas dengan 8 lubang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak lubang maka semakin kecil pula nilai traksi yang dihasilkan. Kehilangan air yang cukup besar menjadi sebab utama nilai ketegaran daun. Pada kemasan yang berlubang, laju respirasi dan transpirasi menjadi lebih cepat, kemudian H 2 O yang dihasilkan juga lebih banyak dan pada akhirnya akan menguap seiring dengan banyaknya jumlah lubang. Pada kemasan tanpa lubang, H 2 O tidak dapat keluar dari 45

kemasan dengan baik sehingga terkondensasi dan pada umumnya membuat daun menjadi basah dan lebih layu. Jenis plastik yang digunakan berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati secara vertikal pada hari ke-1 sampai hari ke-13 dan hari ke-16. Selain daripada itu, jenis plastik tidak berpengaruh nyata karena F hitung lebih besar daripada F tabel. Pada pengamatan secara horizontal, jenis plastik berpengaruh nyata dari hari ke-1 sampai hari ke-21. Jenis plastik lebih baik daripada plastik dalam hal permeabilitas terhadap H 2 O. Koefisien permeabilitas terhadap H 2 O pada jenis plastik memiliki nilai 680 ml (STP) cm cm -2 s -1 (cm Hg -1 ) dan jenis plastik memiliki nilai sebesar 800 ml (STP) cm cm -2 s -1 (cm Hg -1 ). H 2 O akan lebih cepat keluar pada jenis kemasan. Pertimbangan lain adalah koefisien permeabilitas terhadap O 2 dan CO 2 pada plastik lebih besar daripada plastik, sehingga laju respirasi akan lebih besar dan akan lebih cepat mengalami kerusakan. Menurut hasil uji lanjut Duncan, nilai ketegaran daun yang dikemas menggunakan jenis plastik hasilnya lebih baik daripada daun yang dikemas dengan jenis plastik. Pada pengamatan daun seledri secara vertikal, penggunaan suhu berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-9. Selanjutnya, pada pengamatan daun seledri secara horizontal memiliki hasil yang sama dengan pengamatan secara vertikal, suhu berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-9. Semakin tinggi suhu maka nilai traksi akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena suhu berpengaruh terhadap hilangnya H 2 O yang menguap. 46

Gambar 24. Perubahan nilai ketegaran daun secara vertikal terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 5 C Berdasarkan grafik pada Gambar 24, seledri yang disimpan pada suhu 0 5 C selama 16 24 hari penyimpanan, nilai traksi daun seledri secara vertikal adalah sebesar 0,045 kgf pada hari ke-0. Pada penyimpanan pada suhu ini, nilai traksi yang diperoleh berkisar antara 0,045 kgf sampai dengan 0,004 kgf. Nilai traksi selama penyimpanan mengalami penurunan. Hasil nilai traksi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada penyimpanan suhu 0 5 C, nilai traksi terbesar adalah seledri yang dikemas dengan 2 lubang dengan nilai rata-rata sebesar 0,0227 kgf dan laju penurunan sebesar 0,001 kgf setiap hari penyimpanan. Breaking point terjadi pada saat nilai traksi bernilai 0,015 kgf. Artinya, setelah nilai ini, traksi daun seledri secara vertikal mengalami sedikit penurunan karena kekuatan daun sudah melemah. Dengan kemasan 2 lubang yang disimpan di dalam suhu 0 5 C, seledri memiliki umur simpan selama 22 hari. Sementara itu, 8 lubang memiliki laju penurunan terbesar yaitu 0,002 kgf dengan nilai 0,006 kgf sampai terjadinya breaking point. Nilai traksi rata-rata seledri yang dikemas dengan 8 lubang sebesar 0,0189 kgf dengan umur simpan selama 16 hari. Desain kemasan lain memiliki penurunan nilai sebesar 0,001 kgf sampai 0,002 kgf. Persamaan regresi dari nilai traksi dapat dilihat pada Lampiran 6. 47

Gambar 25. Perubahan nilai ketegaran daun secara horizontal terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 5 C Grafik pada Gambar 25 menunjukkan perubahan nilai ketegaran daun secara horizontal yang cenderung menurun mulai dari 0,037 kgf sampai 0,001 kgf. Nilai traksi secara horizontal terkecil diperoleh dari seledri yang dikemas dengan 8 lubang yang memiliki rata-rata 0,011 kgf dan laju penurunannya adalah nilai terbesar jika dibandingkan dengan desain kemasan lain yaitu sebesar 0,002 kgf setiap hari penyimpanan. Semakin besar laju penurunan nilai traksi, maka kekuatan daun semakin melemah, atau dengan kata lain nilai ini menunjukkan penurunan kualitas seledri. Nilai traksi terbesar diperoleh dari seledri yang dikemas dengan 2 lubang karena memiliki nilai laju penurunan terkecil sebesar 0,001 kgf dan memiliki rata-rata 0,018 kgf yang merupakan nilai rata-rata terbesar di antara desain kemasan lainnya. Pada traksi daun secara horizontal, didapatkan nilai yang lebih kecil daripada traksi daun secara vertikal. Hal ini disebabkan karena struktur daun secara vertikal lebih kuat daripada secara horizontal. 48

Gambar 26. Perubahan nilai ketegaran daun secara vertikal terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 15 C Berdasarkan grafik pada Gambar 26, seledri yang disimpan pada suhu 10 15 C laju penurunan ketegaran daun secara vertikal berkisar antara 0,003 kgf sampai 0,005 kgf. Laju penurunan berdasarkan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada penyimpanan pada suhu ini, nilai traksi yang diperoleh mulai dari 0,045 kgf, kemudian menurun sampai dengan 0,010 kgf. Hasil nilai traksi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada penyimpanan suhu 10 15 C, nilai traksi daun secara vertikal terbesar adalah seledri yang dikemas dengan 2 lubang dengan nilai rata-rata sebesar 0,0225 kgf dan laju penurunan sebesar 0,004 kgf setiap hari penyimpanan. Umur simpan seledri yang dikemas dengan 2 lubang dan disimpan pada suhu 0 5 C adalah selama 9 hari. Laju penurunan terbesar adalah seledri yang dikemas dengan kondisi vakum, yaitu sebesar 0,005 kgf setiap hari penyimpanan. Sementara itu, nilai rata-rata traksi terkecil adalah pada daun seledri vertikal yang dikemas dengan 8 lubang yaitu sebesar 0,019 kgf. 49

Gambar 27. Perubahan nilai ketegaran daun secara horizontal terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 15 C Berdasarkan Gambar 27, grafik menunjukkan nilai ketegaran daun yang diukur secara horizontal pada suhu 10 15 C. Semakin lama umur simpan seledri, maka nilai ketegaran daun akan semakin kecil. Laju penurunan ketegaran daun yang diukur secara horizontal pada suhu 10 15 C berkisar antara 0,003 kgf sampai dengan 0,005 kgf. Nilai rata-rata traksi terbesar didapatkan dari seledri yang dikemas dengan 2 lubang sebesar 0,016 kgf dan laju penurunan nilai ketegaran yang paling kecil jika dibandingkan dengan desain kemasan lainnya yaitu sebesar 0,003 kgf. Sementara itu, nilai rata-rata ketegaran daun terkecil adalah seledri yang dikemas dengan 8 lubang yaitu sebesar 0,012 kgf dan laju penurunan sebesar 0,004 kgf. 50

Gambar 28. Perubahan nilai ketegaran daun secara vertikal terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang Grafik pada Gambar 28 menunjukkan perubahan nilai ketegaran daun secara vertikal pada suhu ruang. Nilai ketegaran daun menurun mulai dari 0,045 kgf sampai dengan 0,014 kgf. Nilai breaking point masing-masing perlakuan berkisar antara 0,018 kgf sampai 0,025 kgf. Nilai traksi secara vertikal terbesar diperoleh dari seledri yang dikemas dengan 2 lubang yang memiliki nilai rata-rata sebesar 0,025 kgf dan memiliki laju penurunan terkecil yaitu 0,003 kgf setiap hari penyimpanan. Sementara itu, nilai ketegaran daun secara vertikal pada suhu ruang adalah seledri yang dikemas dengan vakum yang memiliki rata-rata 0,022 kgf dan memiliki laju penurunan terbesar yaitu 0,005 kgf. Laju penurunan dapat mengindikasikan penurunan kualitas daun seledri. Seledri diamati sampai pada hari ke-3 dan 4, karena setelah itu daun seledri telah layu dan rusak. Tanda-tanda kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 4. 51

Gambar 29. Perubahan nilai ketegaran daun secara horizontal terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang Berdasarkan Gambar 29, grafik menunjukkan nilai ketegaran daun seledri yang diukur secara horizontal pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan sampai pada hari ke-3 dan 4, karena setelah itu seledri sudah sangat rusak. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada pengamatan dengan daun yang dipotong horizontal, didapatkan laju penurunan yang berkisar antara 0,003 kgf sampai dengan 0,005 kgf. Nilai rata-rata terbesar diperoleh dari seledri yang dikemas dalam 2 lubang yaitu sebesar 0,019 kgf. Sementara itu, nilai rata-rata terkecil diperoleh dari seledri yang dikemas dengan 8 lubang yaitu sebesar 0,015 kgf. F. TOTAL MIKROBA (TOTAL PLATE COUNT) Hasil analisis nilai TPC menunjukkan bahwa jumlah mikroba seledri yang diuji pada hari ke-0 memiliki nilai 315 x 10-1 koloni/gram dan 336 x 10-1 koloni/gram. Uji total mikroba dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-12 untuk mengetahui peningkatan mikroba dalam kurun waktu tersebut sehingga keamanan pangan dapat terjamin. Uji total mikroba dilakukan pada hari ke-12 karena merupakan nilai tengah dari lamanya penyimpanan. Pada Tabel 7, seledri yang dikemas dengan berbagai desain kemasan pada suhu 0 5 C menunjukkan hasil total koloni mikroba yang cukup besar. Menurut SNI (1995), batas maksimum jumlah mikroba dalam sayuran untuk konsumsi 52

manusia sampai 10 5 koloni per gram produk. Untuk dapat menekan tingginya total mikroba, perlu dilakukan penanganan pasca panen yang tepat terutama pada saat perlakuan desinfektasi seledri. Tabel 7. Hasil Total Koloni Mikroba No. Hari ke- Kondisi Atmosfer 1 0 Bahan segar 2 12 Vacuum 3 12 Tanpa Lubang 4 12 2 Lubang 5 12 4 Lubang 6 12 8 Lubang Jenis Plastik Ulangan Pengenceran 10-1 10-2 10-3 1 315 102 21 2 336 112 22 1 TBUD 212 X 4 116 X 4 2 TBUD 238 X 4 104 X 4 1 TBUD 220 x 4 358 2 TBUD 237 x 4 340 1 TBUD 192 X 4 85X4 2 TBUD 198 X 4 231 1 263 x 4 280 x 4 373 2 265 x 4 260 x 4 97 x 4 1 TBUD 234 x 4 103 x 4 2 TBUD 241 x 4 114 x 4 1 TBUD 315 x 4 147 x 4 2 TBUD 333 x 4 153 x 4 1 TBUD 471 x 4 236 x 4 2 TBUD 435 x 4 315 x 4 1 TBUD TBUD 317 x 4 2 TBUD TBUD 332 x 4 1 TBUD TBUD TBUD 2 TBUD TBUD TBUD 1 TBUD TBUD TBUD 2 TBUD TBUD TBUD Selama penyimpanan, seledri menunjukkan peningkatan nilai TPC. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7. Peningkatan nilai TPC ini berarti total mikroba seledri mengalami peningkatan seiring lamanya penyimpanan. Peningkatan total mikroba seledri selama penyimpanan disebabkan oleh faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan mikroba. Purnomo (1995) menjelaskan bahwa faktor-faktor lingkungan hidup yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba 53

antara lain suplai zat gizi, waktu, air dan water activity (a w ), ph, RH, suhu, oksigen, serta mineral. Menurut Fardiaz (1989), pengaruh suhu rendah mempengaruhi aktivitas enzim yang mengkatalisasi reaksi-reaksi biokimia dalam sel mikroorganisme. Di bawah suhu optimum, keaktifan enzim dalam sel menurun dengan semakin rendahnya suhu, akibatnya pertumbuhan sel juga terhambat. Permeabilitas uap air sebesar 680 ml (STP) cm cm -2 s -1 (cm Hg - 1 ), nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan permeabilitas uap air plastik yaitu sebesar 800 ml (STP) cm cm -2 s -1 (cm Hg -1 ) (Robertson, 1993). Oleh karena itu, kemasan mampu menahan laju masuknya uap air lebih baik daripada kemasan. Sedikitnya konsentrasi uap air yang dapat masuk ke produk pangan maka sedikit pula faktor yang mampu mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dalam a w, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisma untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisma mempunyai a w minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri a w = 0.90; khamir a w = 0.80 0.90; kapang a w = 0.60 0.70 (Tahnidarto, 1989) Pada saat pengamatan, terdapat uap air yang merupakan hasil samping respirasi. Kondensasi disebabkan oleh suhu penyimpanan yang cukup rendah. Uap air akan menyebabkan seledri mudah ditumbuhi mikroorganisme. Selain itu, seledri yang dikemas dalam waktu tertentu mengeluarkan bau menyengat dan hal ini merupakan indikasi adanya mikroba. G. UJI ORGANOLEPTIK Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik atau uji kesukaan terhadap seledri yang dikemas dengan beberapa perlakuan. Dalam uji ini disertakan 30 orang panelis untuk memberikan tanggapannya terhadap tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap warna, aroma, tekstur, kesegaran dan penilaian umum terhadap seledri yang dikemas. Skala organoleptik yang digunakan yaitu 5 skala numerik. Nilai 5 untuk sangat suka, 4 untuk suka, 3 untuk netral, 2 untuk tidak suka, dan 1 untuk sangat tidak suka. Uji 54