BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN

BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

PROSES ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN PERIKANAN DR. IR HJ. KHODIJAH, M.SI

Modul 4 : Adopsi, Difusi dan Inovasi dalam Penyuluhan Peternakan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah sejumlah warga di Kelurahan Ujung Menteng

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

PROFIL PETANI KELAPA SAWIT FOLA SWADAYA DI DESA SENAMA NENEK KECAMATAN TAPUNG HULU KABUPATEN KAMPAR

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

V. KARAKTERISTIK PETANI. Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Keberadaan industri gula merah di Kecamatan Bojong yang masih bertahan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 124,00 ha.

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

BAB VII KARAKTERISTIK INTERNAL, KARAKTERISTIK EKSTERNAL, DAN KARAKTERSTIK INOVASI PRIMA TANI

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

PENGARUH PEMBANG TERHADAP PERGESERAN MAYA P.E WARGA DESA BARENGKOK KECAMATAN CIKAND PATEN SERANG

PENGARUH PEMBANG TERHADAP PERGESERAN MAYA P.E WARGA DESA BARENGKOK KECAMATAN CIKAND PATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

PENGARUH TINGKAT PENERAPAN KONSERVASI TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI SAWI (Brassica Juncea L) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU. Mohammad Shoimus Sholeh

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program TRI 1975 dengan tujuan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden dalam penelitian ini dibahas berdasarkan jenis

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

SOSIALISASI POLA TANAM PADI SRI ORGANIK

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

PENDAHULUAN Latar Belakang

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

ARTIKEL ILMIAH UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DAERAH PEDESAAN. Oleh: Drs. Suyoto, M.Si

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. didominasi oleh usaha tani kecil yang dilaksanakan oleh berjuta-juta petani yang

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Perumusan strategi merupakan hal penting dalam kegiatan perusahaan.

I PENDAHULUAN

Transkripsi:

62 BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI 8.1 Hubungan Partisipasi dengan Sikap Petani terhadap Sistem Pertanian Organik Sikap seringkali mempengaruhi tingkah laku seseorang untuk melakukan suatu tindakan, seperti yang disebutkan oleh Baron dan Byrne (2003) yang dikutip oleh Lokita (2011) dimana sikap yang kuat terhadap isu-isu tertentu, seringkali membuat tingkah laku yang konsisten dengan pandangan tersebut. Penilaian yang positif terhadap suatu program akan mendorong responden untuk terlibat dalam rangkaian kegiatan program pertanian organik. Tabel 19. Hubungan Sikap Responden terhadap Sistem Pertanian Organik dengan Tingkat Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Program Pemberdayaan Sikap Tingkat Partisipasi Rendah Sedang Tinggi Total Kurang Positif 7.5 5.0 0.0 12.5 Positif 27.5 10.0 0.0 37.5 Sangat Positif 17.5 15.0 17.5 50.0 Ket:=0.06 rs=0.397 Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa sikap juga mempengaruhi partisipasi seseorang dalam pelaksanaan proses pemberdayaan petani dimana isu utama adalah tentang sistem pertanian organik. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya peran innovator atau early adopter, dimana mereka yang memiliki penilaian yang positif terhadap sistem pertanian organik, cenderung aktif berpartisipasi dalam pelaksanaan program pemberdayaan petani dalam penerapan sistem petanian organik. 8.2 Hubungan Partisipasi dengan Karakteritik Internal Individu Petani Apriyanto (2008) menyebutkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada suatu program dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari internal warganya ataupun dari pelaksanaan program itu sendiri. Faktor dari internal warganya seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, beban keluarga, pengalaman

63 berkelompok, dan lama tinggal dan pelaksanaan programnya seperti metode kegiatannya, dan pelayanan kegiatan programnya. Karakteristik internal individu petani yang dikaji dalam penelitian ini meliputi umur, kepemilikan dan atau penguasaan luas lahan, pengalaman bertani, dan keterjangkauan terhadap informasi penyuluhan pertanian. Berikut adalah hipotesis penelitian ini: H0 = Karakteristik internal individu petani tidak mempengaruhi tingkat partisipasi petani dalam proses pemberdayaan pertanian organik. H1 = Karakteristik internal individu petani mempengaruhi tingkat partisipasi petani dalam proses pemberdayaan pertanian organik. 8.2.1 Hubungan Partisipasi dengan Umur Petani (1-tailed) hitung sebesar 0,171 > (0,05) dalam pengertian umur, H0 diterima dan H1ditolak. Jadi, karakteristik umur tidak mempengaruhi tingkat partisipasi responden terhadap pelaksanaan program. Tabel 20. Hubungan Umur dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program Tingkat partisipasi Umur Rendah Sedang Tinggi Total Muda 50 50 0 100 Dewasa 75 25 0 100 Tua 50 29 21 100 Ket: =0,171 rs = 0,154 Berdasarkan Tabel 20 responden dari semua golongan umur, memiliki tingkat partisipasi dalam pelaksanaan program yang tergolong rendah dan hal tersebut berbanding lurus dengan golongan umur. Dari semua golongan umur ini memiliki sebaran merata, artinya baik golongan umur muda, dewasa, ataupun tua memiliki tingkat partisipasi yang tergolong rendah. Hal ini yang menunjukkan bahwa umur tidak mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam suatu program. Golongan umur tidak berpengaruh terhadap tingat partisipasi petani dalam pelaksanaan program disebabkan oleh adanya orientasi yang sama terhadap

64 kebutuhan akan hasil bertani, dimana sebagian besar petani dari semua golongan umur mengandalkan hasil bertani untuk konsumsi keluarganya. Mereka pun seringkali disibukkan dengan aktifitas pencarian nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, sehingga sangat sedikit waktu untuk mengikuti kegiatan penyuluhan. Adapun mereka yang turut menerapkan cara bertani organik meskipun jarang atau tidak pernah mengikuti kegiatan penyuluhan berupa sosialisasi dan pelatihan, mereka dapat melihat cara bertani organik dari petani lain yang telah menerapkan cara bertani organik. Selain itu, praktek bertani organik juga merupakan praktek bertani yang pada umumnya sudah biasa mereka lakukan dengan prinsip kearifan lokal yang terdapat didaerah tersebut. Hal inilah yang menyebabkan umur tidak mempengaruhi partisipasi petani terhadap pelaksanaan program. 8.2.2 Hubungan Partisipasi dengan Tingkat Kepemilikan Lahan Pertanian (1-tailed) hitung sebesar 0,01 < (0,05) dalam pengertian tingkat kepemilikan lahan bertani, H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi, karakteristik tingkat kepemilikan lahan pertanian mempengaruhi tingkat partisipasi responden terhadap pelaksanaan program. Tabel 21. Hubungan Tingkat Kepemilikan Lahan Pertanian dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program Tingkat partisipasi Tingkat Kepemilikan Lahan Pertanian Rendah Sedang Tinggi Total Rendah (< 0,25 Ha)) 78.6 21.40 0.00 100 Sedang (0,25-0,5 Ha) 37.5 43.75 18.75 100 Tinggi (> 0,5 Ha) 40.0 20.00 40.00 100 Ket: =0,01 rs = 0,481 Berdasarkan Tabel 21, terlihat bahwa terdapat perbedaan tingkat partisipasi antar tingkat kepemilikan lahan pertanian. Hal tersebut menunjukan adanya hubungan pengaruh antara tingkat kepemilikan luas lahan pertanian dengan tingkat partisipasi. Sebagian besar, responden yang memiliki luas lahan kurang dari 0,25 ha yaitu sebanyak 78,6 persen memiliki tingkat partisipasi yang rendah. Berdasarkan tabel tersebut juga terlihat bahwa semakin luas lahan yang dimiliki responden,

65 maka semakin tinggi tingkat partisipasi responden dalam pelaksanaan program terutama dalam penerapan praktek bertani organik. Hal tersebut juga yang menyebabkan usaha dalam bidang pertanian responden hanya skala subsisten, yaitu sebatas konsumsi rumah tangga petani. Petani yang memiliki luas lahan yang tergolong rendah mayoritas melihat pertanian dalam jumlah produktivitas dari hasil pertanian, dan memiliki kekhawatiran gagal panen, sehingga membuat mereka tidak menerapkan kembali praktek bertani organik dalam aktivitas usaha taninya. Adapun petani yang memiliki luas lahan pertanian yang tergolong tinggi mayoritas memandang bahwa kegiatan pertanian organik sebagai usaha ekonomi produktif yang bernilai tinggi sehingga dengan mencoba menerapkan praktek bertani organik memiliki pengharapan peningkatan produksi, selain itu aspek kesehatan menjadi orientasi petani yang memiliki luas lahan pertanian yang tinggi. 8.2.3 Hubungan Partisipasi dengan Tingkat Pengalaman Bertani (1-tailed) hitung sebesar 0,006 < (0,05) dalam pengertian tingkat pengalaman bertani, H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi, karakteristik tingkat pengalaman bertani mempengaruhi tingkat partisipasi responden terhadap pelaksanaan program. Tabel 22. Hubungan Tingkat Pengalaman Bertani dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program Tingkat partisipasi Pengalaman Total Bertani Rendah Sedang Tinggi Rendah 78.6 21.40 0.00 100 Sedang 37.5 43.75 18.75 100 Tinggi 40.0 20.00 40.00 100 Ket: =0,006 rs = 0,397 Berdasarkan Tabel 20, terlihat bahwa tingkat pengalaman bertani mempengaruhi tingkat partisipasi responden dalam pelaksanaan program. Responden yang memiliki pengalaman bertani yang rendah, tingkat partisipasi dalam pelaksanaan program sebanyak 78,6 persen, sedangkan untuk tingkat partisipasi yang tinggi untuk pengalaman yang rendah adalah nol persen. Hal ini terjadi karena responden yang memiliki pengalaman bertani yang rendah terbiasa melakukan praktek bertani secara konvensional yang menurut mereka sangat

66 mudah dan efisien untuk meningkatkan produksi, ketika mereka memperoleh penurunan hasil setelah mencoba praktek bertani organik, mereka cenderung kembali ke praktek bertani konvensional. Berbeda dengan petani yang memiliki tingkat pengalaman bertani yang tinggi, mereka secara pengalaman dan pengetahuan lokalnya dapat menganalisa merosotnya produktivitas pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia yang berlebihan, sehingga mereka cenderung menilai positif dan menerima cara bertani organik. 8.2.4 Hubungan Partisipasi dengan Tingkat Keterdedahan Informasi Penyuluhan Pertanian. (1-tailed) hitung sebesar 0,07 > (0,05) dalam pengertian tingkat keterdedahan informasi penyuluhan pertanian, H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi, karakteristik tingkat keterjangkauan informasi penyuluhan pertanian tidak mempengaruhi tingkat partisipasi responden terhadap pelaksanaan program. Tabel 23. Hubungan Jangkauan Informasi Pertanian dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program Tingkat Partisipasi Jangkauan Informasi Total Pertanian Rendah Sedang Tinggi Rendah 41.70 50.00 8.30 12 Sedang 91.70 8.30 0.00 12 Tinggi 31.25 31.25 37.50 16 Ket: =0,07 rs = 0,237 Berdasarkan Tabel 23 tersebut terlihat bahwa responden yang memiliki jangkauan informasi rendah memiliki tingkat partisipasi yang tergolong rendah sebanyak 41.7% dan yang tergolong partisipasi sedang sebanyak 50%, sedangkan responden yang memilki jangkauan informasi penyuluhan pertanian tinggi memiliki tingkat partisipasi yang tergolong tinggi yaitu sebesar 37,5% meskipun tidak terlalu besar perbedaanya dengan responden yang partisipasinya rendah. Hal ini berdasarkan keterangan dari beberapa responden yang menyatakan bahwa, mereka yang mencoba bertani organik cenderung karena melihat petani lainnya dimana pada saat itu banyak petani yang menerapkan praktek bertani organik. Dengan kata lain, mayoritas petani yang pernah menerapkan praktek bertani organik hanya ikut-

67 ikutan mencoba praktek bertani organik, sehingga setelah mengalami penurunan hasil, mereka cenderung kembali menerapkan praktek bertani konvensional. Meskipun sikap mereka terhadap praktek bertani organik cenderung positif, perasaan takut akan resiko gagal panen cenderung membawa mereka kembali menerapkan praktek bertani konvensional. Adapun petani yang masih tetap menerapkan praktek bertani organik meskipun informasi penyuluhan pertanian organik tersebut tersebut didapatkan secara getok tular antar petani adalah mayoritas petani yang memiliki luas lahan ataupun luas garapan yang tinggi selain itu mereka yang telah memiliki pengalaman bertani yang tergolong tinggi. Hal ini karena mereka dapat menganalisis masalah berdasarkan pengalaman bertaninya dan terdapatnya kesempatan untuk mereka dapat mengembangkan usaha dibidang pertanian. Berdasarkan pernyataan tersebut, perbedaan tingkat penerimaan inovasi atau program yang menyebabkan tingkat keterjangkauan informasi penyuluhan pertanian tidak mempengaruhi partisipasi petani dalam pelaksanaan pemberdayaan, meskipun demikian, proses pemberdayaan diakatan masih terus berlangsung. Hal ini terlihat dari adanya mereka yang merupakan inovator atau early adopter masih konsisten menerapkan praktek bertani organik, dan sebagian besar dari mereka adalah early mayority dan late mayority kembali menerapkan praktek bertani konvensional setelah mencoba praktek bertani organik mengalami penurunan produktivitas hasil bertani.