BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA"

Transkripsi

1 BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA Adanya komponen waktu dalam proses difusi, dapat mengukur tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi. Sehubungan dengan itu, bab ini akan menjelaskan proses difusi dengan menjelaskan unsur-unsur difusi, yaitu: inovasi, saluran komunikasi, waktu dan sistem sosial, kemudian kategori adopter dan laju adopsi inovasi SRI yang terjadi di Dusun Muhara. 6.1 Proses Difusi Inovasi Padi SRI di Dusun Muhara Mengacu pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), mengemukakan empat unsur dalam suatu proses difusi, yaitu: (1) inovasi, (2) saluran komunikasi, (3) waktu, dan (4) sistem sosial. Keempat unsur tersebut senantiasa dapat diidentifikasi dalam studi difusi ini, yang secara rinci akan dijelaskan di bawah ini Inovasi SRI Sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya, inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau objek yang dipandang sebagai baru oleh individu. Inovasi yang diacu dalam penelitian ini berasal dari Lembaga Nagrak-SRI Organic Center (NORC) yang tertera pada Tabel 1. Inovasi ini tidak jauh berbeda dengan inovasi yang diterapkan dan menjadi standar acuan petani adopter SRI di Dusun Muhara sebagaimana terlampir dalam Lampiran 6. Inovasi SRI yang dianggap baru oleh petani di Dusun Muhara dibanding budidaya padi konvensional adalah menggunakan pupuk organik, adanya seleksi bernas dengan cara direndam selama jam dan dikeringkan selama jam, jarak tanam yang diperluas menjadi 30 x 30 cm atau 35 x 35 cm, pengairan sedikit atau macak-macak, jumlah benih yang relatif lebih sedikit lima kg/ha, umur tanam benih yang lebih cepat 7-15 hari, cara tanamnya menggunakan bibit tunggal dengan posisi akar membentuk huruf L dan dangkal, penyiangan 3-5 kali/musim tanam, pestidida menggunakan pestisida nabati dan pengelolaan hama

2 terpadu, masa produksi relatif singkat 100 hari, dan hasil gabah kering pungutnya lebih tinggi 8-12 ton/ha. Tabel 15 menjelaskan distribusi petani yang melaksanakan budidaya inovasi SRI. Tabel 15. Distribusi Petani yang Menerapkan Inovasi SRI di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Inovasi budidaya SRI Jumlah petani yang menerapkan Pupuk Kompos, campuran antara kotoran hewan (kohe) dan daun-daunan 100 Jarak tanam 30x30 cm, 35x35 cm 59 Sedikit air (macak-macak) 100 Lama perendaman jam (berkecambah) 100 Pengeringan benih jam 100 Jumlah benih 5 kg/ha 0 Tempat persemaian di nampan dengan pemilihan benih bermutu 18 Umur pembibitan 7-15 hari 91 Benih tunggal, horizontal (L) dan dangkal 41 Penyiangan 3-5 kali/musim tanam 81 Pestisida nabati (MOL) dan pengelolaan hama terpadu 100 Masa produksi 100 hari 100 Hasil Gabah Kering Pungut 7-12 ton/ha 21 Berdasarkan Tabel 15 di atas, hampir seluruh komponen budidaya SRI yang dianggap baru diterapkan oleh petani, kecuali tempat persemaian dan bibit tunggal karena masih menggunakan pola yang lama dan tidak ada tempat atau lahan untuk menyimpan wadah sebagai tempat persemaian. Untuk jumlah benih tidak ada satupun yang menerapkan anjuran 5 kg/ha, karena petani tidak ingin beresiko jika ada benih padi yang mati atau terkena hama dan hasil gabah kering pungut hanya 21 persen yang sesuai dengan anjuran budidaya SRI karena mungkin penerapan budidaya SRI nya masih belum benar dan juga ada dugaan terkena hama dan masih adanya residu dari pupuk kimia Saluran Komunikasi Merujuk pada Rogers dan Shoemaker (1971), saluran komunikasi adalah cara-cara melalui mana sebuah pesan diperoleh penerima dari sumber, yang 46

3 dibedakan ke dalam saluran komunikasi interpersonal dan media massa. Saluran komunikasi interpersonal lebih efektif membangun dan merubah sikap, sementara saluran media massa efektif merubah pengetahuan tentang inovasi. Tabel 16 di bawah ini menjelaskan tentang sumber informasi inovasi budidaya SRI di Dusun Muhara. Tabel 16. Sumber Informasi tentang Inovasi Budidaya SRI di Dusun Muhara pada Tahun 2009 (dalam persen) sumber informasi Jumlah PPL 91 Ketua Kelompok Tani 93 KTNA 3 Sesama anggota Kelompok Tani 85 Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya 76 Radio 3 Televisi 1 Ditinjau dari penyebaran inovasi budidaya SRI, maka kesadaran akan adanya teknologi baru dalam pertanian banyak melalui penyuluh petanian lapangan (PPL), ketua kelompok tani, sesama anggota kelompok tani dan Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya berturut-turut 91 persen, 93 persen, 85 persen dan 76 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa saluran komunikasi interpersonal lebih dominan dibanding saluran media massa yang hanya empat persen yang terdiri dari radio dan televisi Waktu Inovasi SRI diintroduksikan di Dusun Muhara mulai musim tanam (MT) 1 pada tahun 2006 sampai penelitian berlangsung sudah memasuki MT10. Tabel 17 dibawah ini memperlihatkan jumlah petani yang menerapkan inovasi SRI setiap musim tanamnya. 47

4 Tabel 17. Jumlah petani yang menerapkan inovasi SRI di Dusun Muhara di setiap musim tanam (dalam persen) Awal menerapkan inovasi SRI petani yang menerapkan inovasi SRI MT1 18 MT2 7 MT3 10 MT4 24 MT5 6 MT6 15 MT7 6 MT8 6 MT Sistem Sosial Oleh karena difusi inovasi terjadi dalam sistem sosial, maka struktur sosial dipandang mempengaruhi difusi inovasi melalui beberapa cara, diantaranya peranan tokoh pemuka pendapat (tokoh masyarakat) dan agen perubah. Dalam konteks peranan tokoh masyarakat, dimungkinkan adanya individu yang mengembangkan struktur komunikasi homofili dan heterofili. Semakin homofili struktur komunikasi, semakin cepat laju adopsi, dan sebaliknya. Sebagaimana diketahui bahwa tokoh masyarakat yang berperan penting di Dusun Muhara dalam penyebaran budidaya inovasi SRI adalah Ketua Kelompoktani Mukti Tani III yaitu Bpk. Didi Faturohman, dimana peranannya mengembangkan struktur komunikasi homofili. Hal tersebut dibuktikan dengan hanya memiliki lahan sawah 0,09 ha dengan tingkat pendidikan formal terakhirnya tamatan Sekolah Dasar (SD), tetapi beliau lebih terdedah terhadap media massa, lebih kosmopolit dan lebih sering berkomunikasi dengan agen perubah (penyuluh), dalam hal aksesibilitas, beliau memiliki partisipasi sosial yang lebih tinggi dibanding anggota kelompoktaninya dan lebih inovatif. Beliau juga termasuk kategori pemuka pendapat yang monomorfis, dimana cenderung bertindak sebagai pemuka pendapat hanya dalam kelompoktani saja. Sebagai ketua kelompotani, beliau berperan dalam penyebaran budidaya inovasi SRI di Dusun Muhara yang diintroduksikan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya dengan cara petani yang mengikuti penyuluhan dan 48

5 pelatihan SRI serta tertarik untuk menerapkan budidaya inovasi SRI di sawahnya, hasil panennya akan dibeli dengan harga yang relatif lebih tinggi dibanding hasil panen padi konvensional, misalnya saja kisaran harga gabah kering giling konvensional Rp ,-, gabah kering giling SRI akan dihargai Rp ,- pada waktu panen MT9 tahun 2009, sekarang mungkin lebih tinggi lagi harga jualnya karena memang padi SRI ini return of invesment-nya tinggi. Cara ini dilakukan Bpk. Didi dengan cara bekerjasama dengan GAPOKTAN SIMPATIK Tasikmalaya yang diketuai oleh Uu Syaeful Bahri dalam hal penggalangan dana agar petani tertarik untuk menerapkan budidaya inovasi SRI. Hal ini didukung dengan adanya kerja sama dari perusahaan eskportir beras PT Bloom Agro yang diketuai oleh Emelly Sutanto dengan GAPOKTAN SIMPATIK untuk memasarkan beras organik ke luar negeri. Di samping itu untuk menunjang penerapan inovasi SRI ini, beliau mengusahakan mesin pengolah organik dan pembuatan saung kompos. Agar bisa dirasakan oleh para petani adopter SRI nantinya, beliau mendirikan koperasi khusus di bidang pertanian organik menyangkut penggunaan mesin pengolah organik dan saung kompos, sehingga petani yang menjadi anggota koperasi bisa terbantu dalam penyediaan pupuk organik yang ketersediannya sangat terbatas di Dusun Muhara. Meskipun begitu, penyebaran inovasi SRI ini tidak terlepas dari kendala/hambatan-hambatan yang ada di Dusun Muhara. Kendala yang dihadapi dalam mendiseminasikan budidaya SRI di Dusun Muhara diantaranya adalah: petani merasa kotor dalam berbudidaya SRI, banyak aktifitas budidaya padi yang harus dikerjakan oleh petani dibanding budidaya konvensional, produksi padi belum terasa meningkat karena banyaknya serangan hama dan mungkin juga pola budidaya SRI nya masih belum sesuai dengan anjuran budidaya SRI, dan budidaya SRI lebih kompleks dibanding budidaya konvensional. Pada intinya Bpk Didi menyimpulkan ada tiga kendala yang dihadapi: (1) sumberdaya manusia, dalam hal ini petani di Dusun Muhara masih rendah, (2) mengembalikan atau merubah pola budidaya padi dari budidaya padi konvensional menuju budidaya padi SRI (back to nature), dan (3) masih tersedianya pupuk kimia dan pestisida kimia. 49

6 6.2 Kurva Penerimaan dan Kategori Adopter Inovasi SRI di Dusun Muhara Kurva Penerimaan Inovasi SRI di Dusun Muhara Merujuk Rogers dan Shoemaker (1971), distribusi adopter pada kurva-s meningkat sangat lambat pada awalnya, yakni ketika hanya beberapa adopter saja pada titik tertentu. Kemudian terjadi percepatan/akselerasi peningkatan adopter sampai maksimum ketika hampir separuh dari individu-individu dalam sistem sosial telah mengadopsi inovasi. Selanjutnya peningkatannya secara gradual akan menurun oleh karena hanya tinggal beberapa orang saja yang akhirnya mengadopsi. Kurva-S ini dinyatakan mengikuti distribusi normal karena dukungan teori kurva belajar (learning curves) MT1 MT2 MT3 MT4 MT5 MT6 MT7 MT8 MT9 Persen Gambar 2. Kurva Penerimaan Inovasi SRI di Dusun Muhara pada Tahun 2009 Dari hasil penelitian yang dilakukan di Dusun Muhara, ternyata grafik penerimaan inovasi SRI tidak membentuk kurva S atau cumulative S-curve, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan gambar di atas, bahwa penerimaan inovasi SRI oleh petani Dusun Muhara mengikuti waktu yang berbeda-beda. Pada mulanya yang menerima inovasi SRI hanya 18 persen saja pada musim tanam satu, dan selanjutnya dari musim tanam berikutnya terus meningkat dan menurun kembali. Hal ini diduga karena yang dominan menjadi pengambilan keputusan inovasi SRI adalah tipe pengambilan keputusan otoritas sebesar 91 persen (Lampiran 4), sehingga menjadi lebih kompleks dalam dibandingkan tipe opsional. Kemudian diperkuat frekuensi pertemuan/pelatihan SRI sebanyak 13 kali sebagian besar memang dilakukan setelah pelatihan, dimana petani tidak terlalu berminat mengikutinya, karena bagi mereka motivasinya 50

7 memperoleh stimulan uang maupun stimulan barang (sarana produksi), dan itu diberikan pada awal pelatihan selama enam hari sehingga yang mengikuti pertemuan/pelatihan SRI selama enam hari itu lah yang sebanyak 18 persen menerima dan menerapkan inovasi SRI pada musim tanam pertama Kategori Adopter Inovasi SRI di Dusun Muhara Sebagaimana dikemukakan sebelumnya tingkat keinovativan adalah waktu (bulan) yang dibutuhkan petani sejak mendengar/mengenal inovasi SRI sampai dengan menerapkannya di usahatani mereka. Oleh karena inovasi SRI telah diintroduksikan sejak MT1 tahun 2006 dan sampai penelitian berlangsung memasuki MT10, serta merujuk pada Rogers dan Shoemaker (1971) yang menyatakan adanya lima kategori adopter dalam setiap sistim sosial dan fakta sebagaimana dijelaskan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penerima inovasi budidaya SRI pada MT1 sampai MT2 disebut inovator, penerima inovasi SRI pada MT3 sampai MT4 disebut penganut dini (early adopter), penerima inovasi SRI pada MT5 sampai MT6 disebut early majority, penerima inovasi SRI pada MT7 sampai MT9 disebut late majority, dan penerima inovasi SRI pada MT9 disebut Laggards. Dengan kategori tersebut diatas, maka didapatkan jumlah dan kategori golongan penerima inovasi budidaya SRI di Dusun Muhara seperti gambar di bawah ini Innovators 34 Early Adopters 21 Early Majority 12 Late Majority 9 Laggards Persen Gambar 3. Kurva Adopter Petani Padi System of Rice Intensification (SRI) di Dusun Muhara pada Tahun

8 Berdasarkan Gambar 3 di atas, kurva kategori adopter tidak membentuk genta (Bell-shape curve) karena tidak mengikuti suatu sebaran normal, sehingga tidak sejalan dengan asumsi bahwa jika suatu inovasi diintroduksikan kepada suatu sistem sosial, maka dengan berjalannya waktu akan menemukan bahwa orang yang mengadopsi inovasi akan semakin bertambah banyak. Kategori adopter early majority lebih tinggi persentasenya dibanding kategori adopter lainnya. Pada kategori adopter innovators persentasenya lebih tinggi 21,5 persen dibanding acuan baku Rogers dan Shoemaker (1971) yaitu 2,5 persen. Hal ini diduga, sebagaimana penjelasan di atas, banyak petani yang mengadopsi inovasi SRI karena ada program dari Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya dan ada stimulan insentif sehingga para petani tertarik untuk berpartisipasi dalam penyuluhan pengenalan inovasi SRI di Dusun Muhara selama tujuh hari berturutturut. Dugaan ini diperkuat oleh data pada lampiran 4 bahwa sebagian besar tipe pengambilan keputusan inovasi SRI ada otoritas sebesar 91 persen, sehingga pada musim tanam berikutnya banyak petani yang ikut mengadopsi inovasi SRI. Setelah MT3-MT4, banyak petani yang kurang minatnya terhadap inovasi budidaya SRI, seperti yang terlihat pada Gambar 2 pada kategori adopter early majority, late majority dan laggards semakin menurun persentasenya, masingmasing 20 persen, 13 persen dan 10 persen. Hal ini diakibatkan budidaya inovasi SRI dirasa lebih sulit dilakukan dibandingkan budidaya inovasi konvensional, seperti penggunaan pupuk organik, disamping ketersediaanya tidak memadai dengan kebutuhan petani, juga dianggap kotor oleh kalangan petani tertentu dibandingkan pupuk kimia yang hanya tinggal menyebarkannya saja. Selain itu, pemasaran beras/gabah organik umumnya petani SRI menjual hasil panen kepada para pedagang lokal dengan harga yang belum memadai, walaupun masih terdapat perbedaan harga dengan gabah/beras biasa, namun harga jual padi organik dirasakan oleh para petani belum menguntungkan karena belum memberikan nilai tambah yang diharapkan. Ada beberapa perbedaan antara kelima golongan kategori adopter Inovasi SRI tersebut dilihat dari waktu penerimaan, status sosial, luas sawah, partisipasi/hubungan dengan pejabat, dan sumber informasi. Beberapa perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini. 52

9 Tabel 18. Ciri-ciri Kategori Adopter Inovasi SRI dilihat Menurut Kategori Penerima di Dusun Muhara Tahun 2009 Ciri-ciri Innovators Kategori Adopter Inovasi SRI Early Majority Early Adopters Late Majority Laggards Waktu penerapan inovasi SRI MT1-MT2 MT3-MT4 MT5-MT6 MT7-MT8 MT9-MT10 Status sosial sedang sedang sedang sedang sedang Luas sawah rendah rendah rendah rendah rendah Partisipasi/hubungan sosial Sumber informasi inovasi SRI tinggi sedang sedang sedang sedang PPL, Ketua Kelompok Tani, Sesama anggota kelompok tani, Dinas Pertanian Kabupaten PPL, Ketua Kelompok Tani, Sesama anggota kelompok tani, Dinas Pertanian Kabupaten PPL, Ketua Kelompok Tani, Sesama anggota kelompok tani, Dinas Pertanian Kabupaten PPL, Ketua Kelompok Tani, Sesama anggota kelompok tani, Dinas Pertanian Kabupaten PPL, Ketua Kelompok Tani, Sesama anggota kelompok tani, Dinas Pertanian Kabupaten Dari Tabel 18, dapat kita lihat bahwa kategori adopter innovators merupakan golongan yang pertama menerima inovasi SRI dalam pertanian yang telah disebarkan kepada para petani, dan kemudian menyusul golongan early adopters, early majority, late majority dan laggards. Pada kelima kategori adopter inovasi SRI tersebut, terdapat kesamaan dalam hal status sosial, luas sawah, dan sumber informasi. Hal ini berbeda dengan tulisannya Sastramihardja dan Veronica (1976) bahwa golongan innovators mempunyai status sosial, luas sawah, partisipasi/hubungan sosial yang lebih tinggi daripada golongan-golongan yang menyusul kemudian. Secara umum Rogers dan Shoemaker (1971) membuat generalisasi bahwa kategori adopter innovators berada di kategori lebih tinggi pada karakteristik pribadi (variabel pengaruh) dibanding kategori adopter early adopters, akan tetapi relatif lebih rendah dibanding kategori adopter early majority, dan begitu juga selanjutnya sampai laggards. Berdasarkan Tabel 18 dan penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa kategori adopter inovasi SRI di Dusun Muhara tidak sesuai dengan generalisasi Rogers dan Shoemaker, karena pada kategori adopter innovators sampai laggards, status sosial dan luas sawah dominan berada pada kategori sedang dan rendah dan sumber informasi inovasi SRI juga sama,yaitu: 53

10 PPL, ketua kelompok tani, sesama anggota kelompok tani dan Dinas Pertanian Kabupaten. 6.3 Laju Adopsi Inovasi SRI di Dusun Muhara Di Dusun Muhara terdapat tiga kampung, yaitu Cinusa, Muhara dan Tanjung Sirna. Di tiga kampung tersebut tidak semua penduduk bekerja sebagai petani, 68 persen dari total petani di Dusun Muhara bekerja sebagai petani adopter SRI. Merujuk Rogers dan Shoemaker (1971) yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, laju adopsi adalah kecepatan relatif dimana suatu inovasi diadopsi oleh anggota-anggota suatu sistem sosial. Laju adopsi ini diukur sebagai jumlah penerima yang mengadopsi inovasi dalam suatu sistem sosial pada periode waktu tertentu. Tabel 19 menjelaskan tentang laju adopsi inovasi SRI di Dusun Muhara. Tabel 19. Laju Adopsi Inovasi SRI di Dusun Muhara pada Tahun 2009 Kampung Rumahtangga Petani yg Mengadopsi SRI Total Rumahtangga Petani Padi Sawah Laju Adopsi SRI (dalam persen) Cinusa Muhara Tanjung Sirna Data pada Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa laju adopsi yang paling tinggi berada di Kampung Cinusa, dibandingkan Kampung Muhara dan Tanjung Sirna dengan persentase berturut-turut sebesar 72 persen, 52 persen dan 50 persen. Hal ini disebabkan karena ketua kelompok tani dan kontak tani berdomisili di Kampung Cinusa sehingga diduga pengaruh kepemimpinan ketua kelompok tani di Kampung Cinusa tersebut sangat besar dalam penyebaran inovasi SRI. Selanjutnya Kampung Muhara menempati posisi kedua karena jarak antara Kampung Cinusa dengan Kampung Muhara berdekatan di samping ada salah satu kontak tani yang berdomisili di Muhara. Kampung Tanjung Sirna laju adopsinya menjadi yang paling rendah diantara keduanya dikarenakan jarak dengan Cinusa lebih jauh dibanding jarak Cinusa-Muhara dan juga tidak ada kontak tani yang berdomisili di Tanjung Sirna. 54

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi Variabel-variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh I. KARAKTERISTIK INOVASI Keuntungan Relatif Kompatibilitas Kompleksitas Kemungkinan Dicoba kemungkinan Diamati

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.Perbandingan Inovasi Budidaya Padi Metode SRI dan Budidaya Padi Konvensional Terdapat sejumlah perbedaan kegiatan dan/atau komponen budidaya padi menurut inovasi SRI dengan

Lebih terperinci

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER 46 BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat empat unsur dalam proses difusi, yaitu: (1) inovasi, (2) saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Difusi Inovasi Sejumlah konsep dan teori mengenai difusi inovasi yang dirujuk dari Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) yang dikemukakan dalam subbab ini

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135 TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135 PUPUK ORGANIK POWDER 135 adalah Pupuk untuk segala jenis tanaman yang dibuat dari bahan

Lebih terperinci

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) (Studi Kasus Pada Kelompoktani Angsana Mekar Desa Cibahayu Kecamatan Kadipaten Kabupaten ) Oleh: Laras Waras Sungkawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA) Penggunaan pupuk kimia atau bahan kimia pada tanaman, tanpa kita sadari dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti terlihat pada gambar di atas. Oleh karena itu beralihlah ke penggunaan pupuk organik

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI 5.1. Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur Penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 berjumlah 2.168.514 jiwa yang terdiri atas 1.120.550 laki-laki

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali 151 152 Lampiran 2. Hasil uji CFA peubah penelitian Chi Square = 112.49, df=98 P-value=0.15028, RMSEA=0.038, CFI=0.932 153 Lampiran 3. Data deskriptif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia Perkembangan pertanian organik diawali

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification) BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification) PRINSIP S R I Oleh : Isnawan BP3K Nglegok Tanaman padi diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya Semua unsur potensi

Lebih terperinci

STUDI DIFUSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI KABUPATEN TASIKMALAYA

STUDI DIFUSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI KABUPATEN TASIKMALAYA STUDI DIFUSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI KABUPATEN TASIKMALAYA (Kasus di Dusun Muhara Desa Banjarsari Kecamatan Sukaresik Provinsi Jawa Barat) Oleh: Gilang Kartiwa Nugraha I34053062

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran 283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kumpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan hal penting dalam pembangunan pertanian. Salah satu keberhasilan dalam pembangunan pertanian adalah terpenuhinya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983), II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Landasan Teori 1. Penerapan Inovasi pertanian Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang, seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian.

Lebih terperinci

BAB V PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT

BAB V PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT 38 BAB V PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT 5.1. Sejarah Masuknya Sistem Pertanian Padi Sehat di Kampung Ciburuy Kampung Ciburuy merupakan areal penanaman padi sawah yang cukup potensial. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah respon petani terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah populasi penduduk Indonesia terus meningkat dari tahun ketahun. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun 2000-2010 jumlah penduduk Indonesia meningkat

Lebih terperinci

SOSIALISASI POLA TANAM PADI SRI ORGANIK

SOSIALISASI POLA TANAM PADI SRI ORGANIK SOSIALISASI POLA TANAM PADI SRI ORGANIK tanggung jawab sosial untuk masyarakat petani Mengangkat Harkat dan Martabat Petani Dengan Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Hasil Pertanian Padi Melalui Pengembangan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran Variabel. Tabel 1. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur

Lampiran 1. Pengukuran Variabel. Tabel 1. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur LAMPIRAN 89 90 Lampiran. Pengukuran Variabel Tabel. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur Indikator Kriteria. Umur 5-40 tahun 4-55 tahun >55. Pendidikan formal > 8 tahun -7 tahun

Lebih terperinci

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Indratmo Soekarno Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, email: indratmo@lapi.itb.ac.id, Tlp

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian 5 TINJAUAN PUSTAKA Pertanian organik Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian

Lebih terperinci

dari semua variabel karakteristik individu dan rumahtangga dapat dilihat pada Lampiran 4.

dari semua variabel karakteristik individu dan rumahtangga dapat dilihat pada Lampiran 4. 66 BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PTT SERTA INPUT PROGRAM DENGAN KELUARAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya 1-1,5 ton/ha, sementara jumlah penduduk pada masa itu sekitar 90 jutaan sehingga produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil)

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil) Upaya meningkatkan produksi padi Indonesia terus dilakukan dalam upaya untuk mencapai swasembada beras. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi laju peningkatan kebutuhan beras yang diperkirakan mencapai 41,5

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

Cara Penggunaan Pupuk Organik Powder 135 untuk tanaman padi

Cara Penggunaan Pupuk Organik Powder 135 untuk tanaman padi Cara Penggunaan Pupuk Organik Powder 135 untuk tanaman padi 4 tahap penggunaan Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super Tugama) 1. Persiapan Benih 2. Pengolahan tanah atau lahan tanaman 3. Pemupukan 4.

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konferensi Bali dan berbagai organisasi dunia, baik lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga pemerintah, sudah mengakui dampak perubahan iklim terhadap berbagai sektor, khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas. Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi Inovasi menurut Rogers (1983) merupakan suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau kelompok pengadopsi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

Tabel 1. Pengukuran variabel tingkat penerapan usahatani padi organik Indikator Kriteria Skor 1. Pemilihan benih a. Varietas yang digunakan

Tabel 1. Pengukuran variabel tingkat penerapan usahatani padi organik Indikator Kriteria Skor 1. Pemilihan benih a. Varietas yang digunakan LAMPIRAN 9 Lampiran. Pengukuran variabel penelitian Tabel. Pengukuran variabel tingkat penerapan usahatani padi organik Indikator Kriteria Skor. Pemilihan benih a. Varietas yang digunakan a. Varietas lokal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad 21 ini masyarakat mulai menyadari adanya bahaya penggunaan bahan kimia sintetis dalam bidang pertanian. Penggunaan bahan kimia sintesis tersebut telah menyebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nazir (2013) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 49 BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 7.1. Kebutuhan yang Dirasakan dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Beralihnya komunitas petani padi sehat Desa Ciburuy

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI PADI SEHAT VII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI PADI SEHAT 7.1. Alasan Petani Mengusahakan Padi Sehat Alasan petani responden mengusahakan padi sehat ada tujuh alasan, yang dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi) Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi) Pengolahan Tanah Sebagai persiapan, lahan diolah seperti kebiasaan kita dalam mengolah tanah sebelum tanam, dengan urutan sebagai berikut.

Lebih terperinci

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat. Berbagai terobosan yang inovatif di bidang pertanian telah dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi

Lebih terperinci

PHBD PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PANEN PADI PADA SAWAH RAWAN KEKERINGAN

PHBD PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PANEN PADI PADA SAWAH RAWAN KEKERINGAN PHBD PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PANEN PADI PADA SAWAH RAWAN KEKERINGAN Billyardi Ramdhan 1, Bayu Aprianto 2, Nashri Sobariah 2, Fitriani Sri Lestari 2, Rizqi Yanwar Pauzi 2, Siska Wijayanti 2 1 Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.

Lebih terperinci

Mengangkat Harkat dan Martabat Petani Dengan Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Hasil Pertanian Padi Melalui Pengembangan Pola Tanam SRI Organik

Mengangkat Harkat dan Martabat Petani Dengan Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Hasil Pertanian Padi Melalui Pengembangan Pola Tanam SRI Organik Mengangkat Harkat dan Martabat Petani Dengan Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Hasil Pertanian Padi Melalui Pengembangan Pola Tanam SRI Organik LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai negara agraris

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Anorganik Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea berkadar N 45-46

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perspesi petani padi organik maupun petani padi konvensional dilatar

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perspesi petani padi organik maupun petani padi konvensional dilatar V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perspesi petani padi organik maupun petani padi konvensional dilatar belakangi oleh beberapa karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas

Lebih terperinci

BUDI DAYA PADI SRI - ORGANIK

BUDI DAYA PADI SRI - ORGANIK BUDI DAYA PADI SRI - ORGANIK System of Rice Intensification Prepared by : Utju Suiatna Beberapa Contoh Pesawahan SRI Pembibitan Penyiapan Tegalan Penyemaian Untuk bibit 1 ha diperlukan sekitar 5 kg benih

Lebih terperinci

Kuesioner EFEKTIVITAS MEDIA KOMUNIKASI BAGI PETANI PADI DI KECAMATAN GANDUS KOTA PALEMBANG (Kasus Program Ketahanan Pangan )

Kuesioner EFEKTIVITAS MEDIA KOMUNIKASI BAGI PETANI PADI DI KECAMATAN GANDUS KOTA PALEMBANG (Kasus Program Ketahanan Pangan ) 87 Kuesioner EFEKTIVITAS MEDIA KOMUNIKASI BAGI PETANI PADI DI KECAMATAN GANDUS KOTA PALEMBANG (Kasus Program Ketahanan Pangan ) No:. Faktor Internal Petani Padi 1. Nama responden :.. 2. Kelompok Tani :..

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR.

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR. KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR Diarsi Eka Yani 1 Pepi Rospina Pertiwi 2 Program Studi Agribisnis, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapang Pertanian Tanaman Terpadu. Sekolah Lapangan Pertanian Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Lapang Pertanian Tanaman Terpadu. Sekolah Lapangan Pertanian Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 2008, Kementerian Pertanian Republik Indonesia telah meluncurkan salah satu program pemberdayaan petani dengan sebutan Sekolah Lapang Pertanian Tanaman Terpadu.

Lebih terperinci

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK PERSEPSI PETANI TENTANG DETERMINAN SELEKSI SALURAN KOMUNIKASI DALAM PENERIMAAN INFORMASI USAHATANI PADI (KASUS PETANI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN) Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah

Lebih terperinci

VIII. ANALISA PENDAPATAN USAHATANI PADI

VIII. ANALISA PENDAPATAN USAHATANI PADI VIII. ANALISA PENDAPATAN USAHATANI PADI 8.1. Rata Rata Produksi Padi Petani (return to land) Berdasarkan Gambar 8, diperoleh informasi bahwa rata-rata total produksi padi di lokasi penelitian adalah sebesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Agronomis Padi merupakan salah satu varietas tanaman pangan yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI SISTEM PRODUKSI STUDI KASUS PETANI PADI SAWAH ORGANIK DI KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH

PENINGKATAN EFISIENSI SISTEM PRODUKSI STUDI KASUS PETANI PADI SAWAH ORGANIK DI KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH PENINGKATAN EFISIENSI SISTEM PRODUKSI PADI STUDI KASUS PETANI PADI SAWAH ORGANIK DI KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH Ronnie S. Natawidjaja, Haris F. Harahap, dan Henri W. Perkasa Center for Agrifood Policy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Padi Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan beberapa karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

Lebih terperinci

MENGENAL BEBERAPA SISTEM PERSEMAIAN PADI SAWAH!!!

MENGENAL BEBERAPA SISTEM PERSEMAIAN PADI SAWAH!!! MENGENAL BEBERAPA SISTEM PERSEMAIAN PADI SAWAH!!! Persemaian padi sangat penting sekali sebelum kita melakukan penanaman. Untuk memperoleh hasil yang baik pertama tama kita menentukan jenis varietas Padi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 1 KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP) PADI Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 Padi merupakan tulang punggung pembangunan subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Penelitian Terdahulu Dewi, dkk (2009), dalam penelitiannya, dengan judul Persepsi Anggota Kelompok Tani Terhadap Peran Kelompok Tani Dalam Memenuhi Kebutuhan Usahatani Padi

Lebih terperinci

Praktikum Perilaku Konsumen

Praktikum Perilaku Konsumen Modul ke: Praktikum Perilaku Konsumen Difusi dan Inovasi Konsumen Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ade Permata Surya, S.Gz., MM. Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Definisi Inovasi dan Difusi Inovasi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat.

V. GAMBARAN UMUM. menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat. V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, kedua desa tersebut merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan ACARA 3. KELEMBAGAAN!! Instruksi Kerja : a. Setiap praktikan mengidentifikasi kelembagaan pertanian yang ada di wilayah praktek lapang yang telah ditentukan. b. Praktikan mencari jurnal mengenai kelembagaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH. mempunyai luas wilayah sebesar Ha. Secara administratif Kecamatan

GAMBARAN UMUM DAERAH. mempunyai luas wilayah sebesar Ha. Secara administratif Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH A. Keadaan Alam Kecamatan Pandak merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Pandak mempunyai luas wilayah

Lebih terperinci