II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian
|
|
- Ade Lesmana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian. Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan. Pengaruh dari adanya program BIMAS salah satunya ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hasan (1979) yang meneliti mengenai pengaruh kredit BIMAS terhadap peningkatan produksi padi dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Aceh Besar. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa dengan adanya BIMAS di Kabupaten Aceh Besar telah meningkatkan perekonomian masyarakat baik dari segi peningkatan produksi maupun dari segi perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Pada Tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui KUD. Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit. Penyebab utama hal ini adalah tingginya tunggakan, antara lain sebagai akibat terjadinya bencana alam dan serangan hama, kurang baiknya seleksi petani penerima kredit, maupun kelemahan manajemen beberapa KUD. Keadaan tersebut menyebabkan KUD sebagai penerima kredit tidak memenuhi persyaratan untuk menyalurkan KUT sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk mengatasi hal tersebut, Tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit KUT pola khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima dana dari bank pelaksana. Berbeda dari pola sebelumnya (pola umum) dimana kelompok tani menerima kredit dari KUD. Sepanjang perkembangannya, timbul 11
2 masalah lain dalam penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar di sebagian daerah yang menerima dana program tersebut. Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu contohnya adalah sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan usahatani, digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Selanjutnya perkembangan bentuk program bantuan penguatan modal dari pemerintah lainnya adalah kredit ketahanan pangan (KKP). Program KKP diperkenalkan oleh pemerintah pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani. Tanggapan masyarakat atas program KKP dikatakan cukup efektif disebabkan oleh masalah pelayanan dan pembinaan petugas bank dimana jarak merupakan salah satu penyebabnya sehingga banyak petani yang tidak mengenal bank yang bersangkutan (Lubis, 2005). Tahun 2002, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif; bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi; bantuan pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi; bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan; dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 diacu dalam Kasmadi, 2005). Program yang tengah dilaksanakan oleh pemerintah Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Penelitian yang dilakukan oleh Prihartono (2009) 12
3 menunjukkan pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah adanya PUAP berdasarkan indikator organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Gapoktan itu sendiri. Tanggapan petani yang termasuk ke dalam Gapoktan yang menerima PUAP menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali karena mereka merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata pendapatan anggota Gapoktan setelah menerima PUAP mengalami peningkatan pendapatan Efektivitas Pembiayaan Sanim (1998) mengemukakan bahwa efektivitas pembiayaan dalam peningkatan produktivitas pertanian dan pendapatan petani sangat ditentukan oleh sejauh mana modal kerja yang diterima petani benar-benar digunakan untuk keperluan usahataninya. Program pembiayaan yang diteliti adalah Kredit Usaha Tani (KUT) Pola Khusus. Tolok ukur yang dapat digunakan dalam mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan penyaluran KUT pola khusus di antaranya adalah melihat sejauh mana dampak kredit yang disalurkan terhadap produksi dan pendapatan petani (Kane, 1984 diacu dalam Sanim, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya KUT Pola Khusus telah berhasil meningkatkan pendapatan bersih petani hingga 44,89 persen. Pendapatan ini didapatkan dari nilai produksi dikurangi dengan biaya produksi. Hal lain yang diteliti adalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian pinjaman oleh petani. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah faktor yang mempengaruhi pengembalian oleh petani adalah kelas kelompok tani, status apakah petani pernah memperoleh KUT Pola Umum atau tidak, petani mempunyai tabungan di KUD dan di kelompok tani atau tidak, keikutsertaan petani dalam menyusun RDKK atau tidak, bantuan kredit yang diterima, saat petani menerima kredit, frekuensi ikut pertemuan, komoditas yang diusahakan, status penguasaan lahan, serta frekuensi pembinaan dari KUD dan PPL. Keunggulan dari penelitian ini adalah menunjukkan sejauh mana efektivitas pembiayaan terhadap petani dilihat dari pendapatan. Peningkatan pendapatan merupakan salah satu tujuan dari penyelenggaraan program pembiayaan oleh pemerintah, sehingga dari hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu bentuk evaluasi dan masukan bagi penyusun 13
4 program (pemerintah). Kelemahan dalam penelitian ini adalah asumsi yang digunakan dengan tidak mempertimpangkan mengenai presentase kelompok tani yang menunggak dan ditemukannya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan KUT, menyebabkan hasil dari penelitian ini dapat dianggap overestimated terhadap efektivitas dari penyelenggaraan program ini. Menurut Aryati (2006) dalam skripsinya menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/calon nasabah, serta memberikan dampak positif. Kinerja LKM dikatakan efektif jika kinerja pembiayaannya terhadap usaha kecil efektif (Arsyad, 2008). Lubis (2005) menyatakan bahwa efektivitas dari penyaluran kredit ketahanan pangan dapat dilihat dengan menganalisis efektivitas penyaluran di sisi bank maupun di sisi pengguna kredit. Kriteria yang digunakan untuk melihat efektivitas dari sisi bank adalah target dan realisasi, frekuensi pinjaman, jangkauan kredit, jumlah tunggakan, dan pengembangan tabungan. Adapun kriteria efektivitas yang digunakan untuk melihat efektivitas di sisi pengguna kredit adalah persyaratan awal, prosedur perkreditan, tingkat bunga, realisasi kredit, biaya administrasi, pelayanan petugas bank, dan jarak/lokasi bank. Kurnia (2009) menyatakan bahwa efektivitas dari pembiayaan dapat dilihat dari efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis seta permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Pengukuran efektivitas ini dilakukan pada dua pihak antara BMT dan mitra BMT. Efektivitas penyaluran akan ditunjukkan melalui presentase jumlah penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis sedangkan untuk efektivitas pemanfaatan ditunjukkan dengan secara kualitatif dengan dideskripsikan pemanfaatan pembiayaan yang terjadi di lapangan. Dalam penelitian ini tidak sampai kepada efektivitas pembiayaan melainkan keragaan dari penyaluran dana PUAP. Analisis keragaan penyaluran 14
5 dana PUAP dilihat dari sisi LKMA-S sebagai lembaga keuangan dan petani anggota Gapoktan sebagai nasabah Pengaruh Pembiayaan Pertanian Pengaruh pembiayaan pertanian dinilai positif seringkali dilihat dari peningkatan pendapatan petani. Hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang searah antara pembiayaan pertanian terhadap pendapatan petani. Pengaruh pembiayaan terhadap pendapatan petani dapat dilakukan melalui pendekatan terhadap penggunaan faktor produksi yang digunakan oleh petani. Hal ini dapat didasari oleh pembiayaan dapat meningkatkan kemampuan petani dalam memperbaiki faktor produksi yang digunakan baik dari tingkat penggunaan teknologi, kualitas faktor produksi, dan jumlah penggunaan. Penelitian yang menunjukkan penggunaan faktor produksi berpengaruh terhadap pendapatan dapat ditunjukkan salah satunya oleh penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2008). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa usahatani padi hibrida yang dilaksanakan oleh petani padi Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang pada Musim Rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan (pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani padi inhibrida pada waktu dan tempat yang sama. Pendapatan atas biaya dibayarkan usahatani padi inhibrida dan padi hibrida adalah Rp ,57 dan Rp ,55. Kemudian hasil R/C rasio usahatani padi inhibrida lebih besar daripada R/C rasio usahatani hibrida masing-masing sebesar 2,10 dan 1,62 menandakan bahwa usahatani inhibrida lebih efisien daripada usahatani hibrida. Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total dan umur. Semakin luas lahan yang digarap maka kemungkinan petani untuk mengadopsi benih padi hibrida juga semakin tinggi. Petani penggarap bukan pemilik tanah memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tinggi rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, semakin kecil kemungkinan petani 15
6 untuk menggunakan inovasi benih padi hibrida. Semakin tua petani maka kemungkinan petani untuk menanam inovasi padi hibrida semakin kecil. Penelitian lain yang menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi memiliki pengaruh terhadap pendapatan petani adalah penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2007) yang meneliti tentang analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani padi sawah (kasus di Desa Purwoadi, Kecamatan Timurjo, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung). Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan metode analisis pendapatan usahatani. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa hasil analisis pendapatan usahatani padi sawah di daerah penelitian secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Petani memperoleh R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,89 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,70. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh petani dapat menutupi seluruh biaya usahatani. Selanjutnya dari hasil uji-t student memberikan hasil bahwa faktor-faktor seperti luas lahan, benih, pupuk urea, dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian. Hasil analisis efisiensi ekonomi terhadap faktor-faktor produksi usahatani padi sawah di Desa Purwoadi menunjukkan bahwa kondisi usahatani di daerah tersebut tidak efisien. Sementara untuk faktor produksi seperti luas lahan, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk ZA, pestisida dan tenaga kerja menunjukkan bahwa rasio NPM dan BKM-nya lebih dari satu. Hal ini berarti jumlah dari penggunaan masing-masing faktor produksi tersebut harus ditambah untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sedangkan faktor produksi benih dan pupuk KCL tidak dapat diramalkan secara tepat penggunaan rata-rata efisiennya karena perbandingan NPM dan BKM-nya bernilai negatif. Dalam melihat pengaruh pembiayaan juga dapat dilihat dari kondisi petani setelah atau sebelum adanya pembiayaan atau kondisi pada petani yang mendapat pembiayaan dan yang tidak mendapat pembiyaaan. Pengaruh pembiayaan terhadap kondisi petani sebelum dan setelah pembiayaan dapat dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Kasmadi (2005) mengenai Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian Petani Ternak (Kasus pada Kelompok Tani Ternak Desa Bungai Jaya dan Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah). Menurut penelitian ini 16
7 manfaat program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) bagi petani penerima program sangat besar terutama dalam meningkatkan usaha beternak, dari yang tidak memiliki ternak kemudian menjadi mampu untuk memiliki ternak, sehingga menimbulkan motivasi petani untuk mengembangkan ternak BLM tersebut. Hal tersebut telah dibuktikan oleh petani itu sendiri dengan keberhasilan mereka dalam program ini. Ternak yang mereka kelola telah berkembang dan rata-rata telah menyetor untuk digulirkan kepada petani yang belum memperoleh bantuan BLM tersebut. Ini tentunya sudah sesuai dengan tujuan dari program BLM yang ingin memberdayakan masyarakat petani sesuai dengan potensi yang dimiliki dengan bantuan yang difasilitasi oleh pemerintah dan dikelola oleh kelompok sendiri. Perguliran dana BLM telah mencapai 70 persen, dimana perguliran dana tersebut pengaturannya diatur oleh kelompok sendiri dibawah bimbingan pemerintah dan petugas pendamping. Keberhasilan program BLM tersebut tidak terlepas dari kesadaran petani dalam mengembangkan ternak tersebut yang juga dibantu oleh pemerintah setempat seperti Dinas Peternakan, petugas pendamping dan aparat pemerintah desa. Penelitian lainnya yang menunjukkan perubahan kondisi petani setelah adanya pembiayaan pertanian ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sanim (1998). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata petani sebelum menerima kredit adalah Rp per hektar. Nilai tersebut meningkat menjadi Rp per hektar setelah petani menerima bantuan KUT pola khusus. Pengaruh pembiayaan yang dilihat dengan menunjukkan perbedaan kondisi pada petani yang menerima pembiayaan dengan petani yang tidak menerima pembiyaan adalah penelitian yang dilakukan oleh Hasan (1979). Pada penelitian tersebut dibandingkan kondisi petani peserta BIMAS dan petani non- BIMAS. Hasil penelitian tersebut menunjukkan penggunaan tenaga kerja per ha pada usahatani BIMAS 28 persen lebih besar dibandingkan dengan usahatani non- BIMAS. Penggunaan sarana produksi per ha terutama pupuk pada usahatani BIMAS 151 persen lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non-bimas yaitu rata-rata penggunaan pupuk per ha pada usahatani BIMAS 163,2 kg sedangkan pada usahatani non-bimas 65 kg. Biaya produksi per ha pada usahatani BIMAS 17
8 23 persen lebih tinggi dibandingkan dengan non-bimas. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tingkat penggunaan faktor produksi yaitu pupuk dan tenaga kerja. Hasil produksi per ha usahatani BIMAS 30 persen lebih besar dibandingkan dengan usahatani non-bimas. Produksi rata-rata per ha pada usahatani BIMAS 31,8 kwt sedangkan pada usahatani non-bimas 24,5 kwt. Pendapatan bersih usahatani BIMAS 37 persen lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non-bimas yang ditunjukkan dengan B/C ratio BIMAS sebesar 2,3. Perdana (2008) menganalisis Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma (Studi Pada PT. Sinar Kencana Inti Perkasa di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA yang dijalankan oleh PT. Sinar Kencana Inti Perkasa. Penelitian ini juga menganalisis dampak pelaksanaan program KKPA terhadap pendapatan usahatani petani peserta plasma dan petani non peserta KKPA. Analisis yang digunakan adalah metode analisis pendapatan usahatani. Penelitian lainnya yang dapat menjelaskan pengaruh dari adanya pembiayaan pertanian adalah penelitian yang dilakukan oleh Prihartono (2009) yang menganalisis pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah adanya PUAP berdasarkan indikator organisasi memiliki pengaruh positif terhadp kinerja Gapoktan itu sendiri. Pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan dalam menyalurkan dana BLM-PUAP ke anggotanya dapat dilihat dari kriteria keefektivan penyalurannya. Penyaluran BLM-PUAP dapat dikatakan sudah efektif karena tiga dari kriteria efektivitas penyaluran telah memenuhi kriteria efektivitas penyaluran telah memenuhi kategori efektif (presentase tunggakan, tingkat bunga dan jangkauan peminjaman). Dari ketujuh indikator kinerja Gapoktan, dapat diinformasikan bahwa hanya terdapat tiga indikator kinerja Gapoktan yang memiliki pengaruh terhadap perubahan pendapatan anggota yakni:indikator keterlibatan anggota dalam penyusunan rencana usaha bersama; indikator anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama; dan indikator adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui mengenai tanggapan 18
9 responden dengan adanya progran PUAP yaitu sebagian besar responden menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali karena mereka merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata pendapatan anggota Gapoktan sebelum dan sesudah menerima BLM-PUAP mengalami peningkatan. Penelitian yang dilakukan oleh Kasmadi (2005) menunjukkan bahwa pengaruh dari program pembiayaan pertanian yaitu Bantuan Langsung Masyarakat terhadap peternak dianalisis melalui pendekatan kemandirian kelompok ternak yang ditunjukkan dengan penambahan aset dan kemampuan untuk menyetor kembali dana pembiayaan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Filtra (2007) menilai pengaruh program pembiayaan pertanian dari aspek teknis, aspek usaha dan aspek kelembagaan. Pada penelitian Lubis (2005) melihat efektivitas dari program pembiayaan pertanian dari efektivitas penyaluran dan pendapatan petani. Perdana (2007) melihat pengaruh dari pembiayaan pertanian dengan mengacu pada pendapatan. Sedangkan, Prihartono (2009) melihat pengaruh dari pembiayaan pertanian adalah dengan perubahan pendapatan yang kemudian dikaitkan dengan kinerja Gapoktan yang dinilai berpengaruh pada pendapatan petani anggota Gapoktan. Terdapat persamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu melihat pengaruh dari program pembiayaan pertanian dilihat dari perubahan pendapatan yang terjadi pada petani. Adapun hal yang membedakan penelitian ini dibandingkan penelitian sebelumnya adalah analisis yang digunakan yang memiliki titik fokus pada keragaan dan pengaruh dari penyaluran dana program pembiayaan pertanian terhadap petani dilihat dari aspek pendapatan. Pada penelitian ini dalam menganalisis pengaruh pembiayaan pertanian akan dilihat dari perubahan kondisi petani petani penerima PUAP dana kondisi petani non penerima PUAP. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan PUAP memberikan pengaruh positif atau negatif dilihat dari tingkat pendapatan petani. Pendapatan petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP akan dianalisis menggunakan analisis pendapatan R/C ratio untuk melihat apakah layak atau tidak usahatani yang dijalankan oleh petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP. 19
10 2.4. Perbedaan Kinerja Usaha dengan Pembiayaan Syariah dan Pembiayaan Konvensional Pola pembiayaan yang dikenal masyarakat adalah pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah. Penerapan suatu pola pembiayaan terhadap suatu usaha dapat memberikan hasil yang berbeda. Dalam melihat perbedaan kondisi usaha dengan penerapan suatu pola pembiayaan dapat dilihat dari penelitian yang melihat kondisi suatu usaha yang pernah menerapkan kedua pola pembiayaan yaitu kondisi ketika mendapatkan pembiayaan secara konvesional dengan kondisi ketika mendapatkan pembiayaan syariah. Penelitian yang dapat menjelaskan hal ini ditunjukkan salah satunya oleh pembiayaan yang dilakukan oleh Permana (2007) yang menganalisis perbandingan pengembangan usaha budidaya ikan konsumsi dengan pembiayaan syariah dan kredit konvensional. Dalam penelitiannya digunakan studi kasus dengan satuan kasus yaitu pembudidaya ikan konsumsi yang mendapatkan pembiayaan syariah, kredit konvensional serta modal pribadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan usaha budidaya ikan konsumsi dengan bantuan pembiayaan syariah dan kredit konvensional, dengan menganalisis tingkat keuntungan, kelayakan finansial, serta analisis sensitivitas. Dalam penelitiannya, Permana (2007) menggunakan analisis pendapatan usaha serta R/C Ratio pada budidaya ikan konsumsi. Bantuan pembiayaan dan kredit diuji dengan kelayakan usahanya dengan menggunakan analisis kriteria investasi yaitu NPV, Net B/C, dan IRR juga diadakan analisis sensitivitas dari adanya perubahan harga bahan baku atau suku bunga. Kelayakan usaha yang diketahui dari analisis finansial menunjukkan bahwa pembiayaan ini turut berperan dalam pengembangan usaha budidaya ikan konsumsi. Kelayakan usaha dapat diketahui dari analisis finansial serta memberikan informasi bagi hasil yang layak dan mampu dibayar pembudidaya ikan berdasarkan besar IRR. Penyaluran pembiayaan yang efektif dapat meningkatkan pendapatan para pembudidaya ikan yang dapat dinilai dari semakin layaknya usaha ini, selain itu ia melakukan analisis dengan sensitivitas terhadap perubahan atau kenaikan harga bahan baku serta perubahan suku bunga. Selain itu, untuk melihat perbandingan antara pembiayaan syariah dengan kredit konvensional, juga dikembangkan usaha 20
11 dengan modal pribadi jika mendapatkan pembiayaan syariah dan kredit konvensional dengan menggunakan analisis finansial. Secara garis besar mekanisme pemberian kredit usaha antara perbankan syariah dan konvensional hampir sama. Hanya saja yang membedakan adalah dari produk serta sistem pengembalian pinjaman yang digunakan. Perbankan konvensional menggunakan sistem suku bunga sedangkan perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil atau margin. Berdasarkan hasil analisis usaha setelah pengembangan menunjukkan bahwa analisis usaha pengembangan dengan menggunakan pembiayaan syariah dengan sistem Musyarakah memiliki keuntungan usaha yang lebih besar jika dibandingkan dengan kredit konvensional. Pengembangan usaha yang dilakukan dengan menggunakan pembiayaan sistem Musyarakah juga memiliki nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang lebih besar diandingkan dengan usaha yang dikembangkan dengan bantuan kredit konvensional, sehingga usaha dengan bantuan pembiayaan syariah memiliki kelayakan yang lebih baik jika dibandingkan dengan perbankan konvensional. Selain itu, analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap pembudidaya ikan konsumsi menunjukkan bahwa usaha dengan bantuan pembiayaan syariah memiliki sensitivitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan usaha yang dikembangkan dengan kredit konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa program pengembangan agribisnis di Indonesia akan berjalan dengan lebih baik jika pola-pola pembiayaan yang diberikan menggunakan pola syariah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa pola pembiayaan dengan menggunakan sistem syariah ternyata lebih baik untuk diterapkan pada sektor pertanian secara luas (dalam hal ini sektor perikanan) dibandingkan dengan pola kredit konvensional. Hal ini terbukti dari analisis usaha yang dilakukan menunjukkan bahwa pengembangan usaha dengan menggunakan pembiayaan syariah menghasilkan keuntungan usaha yang lebih besar, memiliki nilai kriteria investasi yang lebih baik, dan lebih tahan terhadap sensitivitas terhadap perubahan harga bahan baku maupun perubahan suku bunga. Pada penelitian ini tidak mencoba untuk membandingkan antara kinerja dari lembaga keungan mikro yang berbasis pembiayaan konvesional dengan yang berbasis syariah. Akan tetapi, lebih terhadap menganalisis mengenai kinerja dan 21
12 pola pembiayaan yang dijalankan untuk kemudian dilihat keragaan dan pengaruh dari penyaluran pembiayaan pada petani yang menerima pembiayaan. 22
ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH
ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH SKRIPSI FUJI LASMINI H34062960 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI
LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani padi, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, dengan mengkaji dan melihat alat analisis yang digunakan
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan didefinisikan sebagai usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam berupa ternak, dengan cara produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian. kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS).
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang
Lebih terperinciIV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan alasan bahwa lokasi tersebut adalah salah satu lokasi pengembangan pertanian porduktif
Lebih terperinciPENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu
I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pemberian kredit pada saat ini telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Jenis kredit yang diberikan pun sudah menyesuaikan dengan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan tingginya tingkat kemiskinanberhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Nasution (2008), beberapa masalah pertanian yangdimaksud
Lebih terperinciSkim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)
28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan akan pangan, sehingga kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak asasi yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber
Lebih terperinciBAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH
67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status
Lebih terperinciVI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT
VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT Pelaksanaan program BPLM di Kabupaten PPU bertujuan: (1) menumbuhkan usaha kelompok, (2) memberdayakan kelompok untuk dapat mengakses
Lebih terperincidan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negative terhadap tingkat pengembalian kredit TRI. Penelitian Sarianti (1998) berjudul faktor-faktor yang
II TINJAUAN PUSTAKA Penilaian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian kredit sudah banyak dilakukan sebelumnya, baik pada kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan (bank) maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Perberasan Indonesia Kebijakan mengenai perberasan di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1969/1970. Kebijakan tersebut (tahun 1969/1970 s/d 1998) mencakup kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran penting mewujudkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Selain itu sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional
Lebih terperinciIV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.
IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan
Lebih terperinciVI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP
VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP 6.1. Keragaan Penyaluran Dana PUAP Lembaga Keuangan Mikro Agrbisnis Syariah Subur Rejeki (LKMA-S Subur Rejeki) dalam pengelolaan dana BLM-PUAP memiliki fungsi dasar seperti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan pertanian yang berbasis agribisnis dimasa yang akan datang merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.
Lebih terperinciV. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG
45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah
Lebih terperinciKUD hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungiawab dalam pengembalian
HAFNI HAFSAH. Efektivitas Penyaluran Kredit Usahatani : Perbandingan Antara Pola Khusus ( Executing) dan Pola Umum (Clzanneling). (Kasus di Wilayah Kerja BRI Cabang Karawang). Dibawah bimbingan MANGARA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentuk Bantuan Modal Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Massal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitan... 4
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii INTISARI...
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modal merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting keberadaannya dalam usahatani. Keterbatasan modal masih menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian dilaksanakan melalui 2 (dua) program. Program peningkatan ketahanan pangan dan (2) Program
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian dilaksanakan melalui 2 (dua) program utama yaitu: (1) Program peningkatan ketahanan pangan dan (2) Program pengembangan Agrobisnis. Dalam ha1 ketahanan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan seorang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Petani Pendapatan yang diterima seorang petani dalam satu musim/satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan seorang petani yang mengusahakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kesejahteraan nasional.
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai perubahan status sosial, bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan
Lebih terperinci1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN
GOL. LUAS LAHAN (m 2 ) 1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN ST.2003 ST.2013 PERUBAHAN RTUP RTUP (juta) (%) (juta) (juta) < 1000 9.38 4.34-5.04-53.75 1000-1999 3.60 3.55-0.05-1.45 2000-4999 6.82 6.73-0.08-1.23
Lebih terperinciDAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TERHADAP KINERJA GAPOKTAN DAN PENDAPATAN ANGGOTA GAPOKTAN
DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TERHADAP KINERJA GAPOKTAN DAN PENDAPATAN ANGGOTA GAPOKTAN SKRIPSI M. KOKO PRIHARTONO H34076093 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PENYEBAB RENDAHNYA PENYALURAN KREDIT USAHATANI
IDENTIFIKASI PENYEBAB RENDAHNYA PENYALURAN KREDIT USAHATANI (Kasus Beberapa KUD di Sulawesi Selatan) Oleh: Nizwar Syafa'at dan Achmad DjauharP) Abstrak Walaupun petani masih membutuhkan modal untuk membiayai
Lebih terperinciKINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI
KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI Rudi Hartono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5. Telp. 0736 23030 E-mail
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani
Lebih terperinciSKRIPSI MUTIARA VIANI SINAGA
ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH SISTEM TANAM BENIH LANGSUNG DAN SISTEM GERAKAN SERENTAK TANAM PADI DUA KALI SETAHUN KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR SKRIPSI MUTIARA VIANI SINAGA JURUSAN / SISTEM
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Implikasi Grameen Bank di Indonesia Grameen Bank pertama kali direplikasikan di Indonesia pada tahun 1989 di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Yayasan Karya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia
Lebih terperinciFAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN Tian Mulyaqin, Yati Astuti, dan Dewi Haryani Peneliti, Balai Pengkajian Tekonologi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, sektor pertanian di Indonesia justru paling tidak dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi masalah utama lambatnya
Lebih terperinciBAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO
BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO Ukuran Kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah net present value (NPV) dan net benevit cost ratio (net
Lebih terperincisosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.
85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, baik di sektor pertanian/usahatani maupun di luar sektor pertanian. Tanpa salah satu faktor produksi
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai perubahan status sosial, bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus
Lebih terperinciPENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT
VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN
BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN 5.1. PMUK dan Proses Bergulir PMUK 5.1.1. Latar Belakang PMUK Pada tahun 1998 terjadi peralihan dari KUT ke KKP, dari peralihan tersebut maka terjadi
Lebih terperinciRANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI
RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah telah memberikan berbagai macam subsidi kepada petani, dan salah satu bentuk subsidi yang menonjol adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun
Lebih terperinciV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar
V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriptif analisis yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor
A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian memiliki peran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang perkebunan. Hal ini menjadikan subsektor perkebunan di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia
Lebih terperinciPROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI
PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI Bambang Sayaka Henny Mayrowani Sri Hery Susilowati Prayogo Utomo Hadi Rudy Rivai Sunarya Sugiyarto Azhari
Lebih terperinciIV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)
Lebih terperinciBAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA
BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi
Lebih terperinciVII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG
VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi makanan,
Lebih terperincimenggunakan BLP Organik dan setelah menggunakan BLP Organik.
29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yaitu survey rumah tangga petani yang mendapat BLP Organik dan
Lebih terperinci