VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI"

Transkripsi

1 VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI 7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Marketed Surplus Model regresi linear disajikan pada Tabel 39 adalah model terbaik yang dapat dibuat berdasarkan data yang didapat. Secara statistik, ada perbedaan variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap marketed surplus pada padi sawah dan ladang. Nilai R 2 yang didapat relatif berbeda antara kedua model, yaitu 51 persen untuk padi sawah dan 77,6 persen untuk padi ladang. Itu artinya, variabel-variabel yang dipilih telah dapat menjelaskan variasi marketed surplus sebesar 51 persen dan 77,6 persen, sedangkan sisanya yaitu 49 dan 22,4 persen dijelaskan oleh error atau variabel-variabel di luar variabel-variabel dugaan. Untuk signifikansi model, nilai F hitung yang didapat di setiap model melebihi dari T tabel pada selang kepercayaan satu persen. Artinya, pada selang kepercayaan satu persen, model yang didapat signifikan, baik itu model faktorfaktor yang mempengaruhi marketed surplus padi sawah maupun padi ladang Dari model didapat informasi bahwa nilai intersep padi sawah bernilai 60,23. Hal itu berarti pada petani padi sawah, dalam keadaan apapun, petani harus menjual 60,23 persen hasil panennya. Ini menunjukkan bahwa posisi tawar petani masih rendah dalam mengambil keputusan apakah menjual atau menyimpan hasil panennya. Berbeda dengan petani padi ladang yang nilai intersepnya tidak signifikan yang berarti pada pengambilan keputusan untuk menyimpan atau menjual, petani ladang lebih bebas menentukan apakah menjual atau menyimpan hasil panennya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tingginya proporsi panen yang harus dijual disebabkan karena 1). Petani harus menjula hasil panennya untuk membayar pinjaman modal untuk biaya usahatani padi musim sebelumnya, 2). Petani tidak punya tempat untuk menyimpan seluruh hasil panenya tersebut, karena tempat yang tersedia hanya cukup menampung sebagian kecil hasil panen. Pada taraf kepercayaan 15 persen, variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi marketed surplus pada pola usahatani padi sawah adalah musim, harga GKP, harga GKG, tingkat produksi, penghasilan luar usahatani padi,

2 pendidikan formal petani, luar lantai jemur, status penguasaan lahan, dan sumber modal usahatani. Sedangkan pada pola usahatani padi ladang, variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap marketed surplus yaitu: tingkat produksi, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan petani, dan luas gudang. Tabel 39. Hasil Pendugaan Variabel Faktor-faktor yang Mempengaruhi Marketed surplus Padi Padi Sawah Variabel Standard Koefisien Error t-hit P-value Intercept 65,71 18,55 3,54 0,001 Musim -27,523 4,404-6,25 0,000 Harga GKP 0, , ,27 0,000 Harga GKG -0, , ,63 0,527 Produksi 0, , ,17 0,032 Jumlah Tanggungan 0,409 1,578 0,26 0,796 Penghasilan Luar Usahatani -0, , ,77 0,007 Usia Petani -0,2382 0,2381-1,00 0,319 Luas Lantai Jemur -0, , ,72 0,089 Luas Gudang -0, , ,98 0,329 Pendidikan 1,0645 0,6409 1,66 0,100 Status Penguasaan Lahan -3,285 5,763-0,57 0,570 Sumber Modal 14,493 5,393 2,69 0,008 R 2 = 51,8% R 2 -adj= 46,9% F-hit=9,57 F tabel (1%)=2,24 Padi Ladang Intercept 8,545 7,774 1,10 0,284 Harga GKG -0, , ,77 0,451 Produksi 0, , ,13 0,000 Jumlah Tanggungan -1,487 0,9469-1,57 0,131 Penghasilan Luar Usahatani 0, , ,59 0,127 Usia Petani -0,0212 0,126-0,17 0,868 Luas Lantai Jemur 0, , ,51 0,617 Luas Gudang -0, , ,84 0,080 Pendidikan -0,8935 0,4268-2,09 0,049 R 2 =77,2% R 2 -adj= 68,5% F-hit= 8,89 F tabel (1%)=2,2,4

3 Musim Tanam Pada bagian alokasi produk, besaran dan proporsi yang digambarkan bersifat statis atau fokus pada waktu tertentu. Ternyata, ada perubahan besaran maupun proporsi marketed surplus dari musim ke musim. Dari Tabel 39 dapat dilihat bahwa pada padi sawah, variabel musim berpengaruh dan signifikan sedangkan pada padi ladang variabel musim tidak dimasukkan sebagai variabel dugaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pola tanam antara keduanya. Pola tanam padi sawah di Karawang adalah padi-padibera, sedangkan padi ladang berpola tanam setahun sekali. Koefisien regresi menunjukkan bahwa jika pada musim ke 2, maka proporsi penjualan akan menurun sebersar 27 persen. Pada padi sawah, marketed surplus akan lebih tinggi pada musim 2 (awal tahun), karena stok petani akan cenderung meningkat pada musim akhir tahun. Lain halnya dengan padi ladang, yang besaran marketed surplusnya relatif tetap. Hal ini karena jeda dari musim ke musim relatif sama, dan tingkat konsumsi yang relatif sama di setiap musimnya. Seperti yang tersaji pada Tabel 40 bahwa produksi rata-rata petani yaitu 17 ton pada musim awal tahun 2010 (Rendeng). Namun, pada musim akhir tahun (Gadu) 2010, produksi rata-rata petani turun menjadi 10 ton. Hal itu terjadi karena adanya serangan hama massal yang melanda hampir seluruh lahan sawah petani di Kabupaten Karawang. Dalam penggunaan hasil panen, untuk natura panen dan pemilik lahan jumlahnya dinamis mengikuti jumlah produksi. Kemudian natura pengaturan air jumlahnya tidak berubah karena jumlah yang dibayarkan petani relatif tetap di setiap musim, yaitu kg gabah per hektar lahannya. Peningkatan jumlah penggunaan terjadi pada stok gabah. Musim awal tahun (Rendeng) petani rata-rata menyimpan gabah sebesar 1,4 ton, kemudian mengalami kenaikan pada musim Gadu. Pada musim Gadu, petani menambah persediaan gabahnya menjadi rata-rata 1,8 ton atau meningkat sebesar 30 %. Hal ini disebabkan petani di Kabupaten Karawang masi bersifat subsisten, artinya kebutuhan konsumsi rumah tangga masih dipenuhi dari hasul produksi sendiri. Pola tanam dalam satu musim untuk padi sawah di Kabupaten Karawang

4 umumnya adalah padi-padi-bera. Musim panen puncak terjadi pada Bulan April- Mei dan September-Oktober. Masa jeda musim Gadu ke Rendeng lebih lama dibandingkan dari musim Rendeng ke Gadu. Masa jeda musim Rendeng ke Gadu rata-rata selama lima bulan, sedangkan masa jeda dari musim Gadu ke Rendeng rata-rata selama tujuh bulan. Untuk mengantisipasinya, petani akan menyimpan lebih banyak hasil panennya pada panen musim Gadu atau musim tanam akhir tahun agar kebutuhan konsumsi rumah tangganya tetap terpenuhi. Tabel 40. Pola Marketed surplus Petani Padi Sawah Musim Tanam Tahun 2010 Musim Akhir 2010 (kg) (%) Musim Awal 2010 (kg) (%) Jumlah Rata-rata (GKP) Produksi Kotor ,00 100, ,20 100,00 Natura Pemilik Lahan 320,83 3,00 815,00 5,00 Natura Pengaturan air 59,83 1,00 59,83 1,00 Natura Panen 1.438,00 14, ,78 14,00 Marketable 8.709,17 85, ,58 85,00 Surplus Marketed Surplus 6.875,83 67, ,08 77,00 Distok 1.867,50 18, ,50 8,00 Musim Akhir 2010 (kg) (%) Musim Awal 2010 (kg) (%) Jumlah Rata-rata (GKG) Stok 1.494,00 100, ,00 100,00 Benih 83,05 6,00 96,67 8,00 Konsumsi 319,03 21,00 285,52 25,00 Jual Bertahap 1.091,92 73,00 759,81 67,00 Sumber: Data Primer Peningkatan jumlah juga terjadi pada jumlah penjualan bertahap. Pada musim Gadu ke Rendeng. Petani tidak hanya menambah persediaan gabahnya untuk kebutuhan konsumsi beras rumah tangga saja, tetapi juga persediaan cadangannya. Hasil panen petani yang dijual secara bertahap akan meningkat karena petani akan mengantisipasi kebutuhan tak terduga selama masa jeda musim Gadu ke Rendeng yang lebih lama.

5 eningkatan jumlah stok konsumsi dan cadangan petani ini akan berdampak pada jumlah marketed surplus petani padi sawah. Pada musim panen Gadu, jumlah marketed surplus akan cenderung lebih kecil atau sedikit dibandingkan pada musim Rendeng. Pola tanam petani padi ladang berbeda dengan petani padi sawah. dalam satu tahun, petani padi ladang hanya menanam padi satu kali. Musim panen puncak terjadi pada Bulan Maret-April. Hal ini disebabkan umur panen padi ladang relatif lebih lama dari pada padi sawah. Berdasarkan pengamatan, Padi sawah umumya bisa dipanen dalam umur hari, tetapi padi ladang baru bisa dipanen pada umur hari. Meskipun petani padi ladang di Kabupaten Karawang saat ini telah banyak yang menggunakan varietas padi sawah, tetapi tetap saja, umur panennya lebih lama dibandingkan jika ditanam di lahan sawah. Kurangnya pasokan pupuk pada tanaman menjadi salah satu panyebab bertambahnya umur panen padi ladang. memang selama ini, petani padi ladang mengaku sulit mendapatkan input produksi terutana pupuk, seperti: urea, TS, dan NPK. Jumlah penggunaan hasil panen pada rumah tangga petani padi ladang cenderung tetap dari musim ke musim. Hal tersebut disebabkan pola tanam musim petani yang hanya satu tahun sekali sehingga masa jeda di setiap musim relatif sama juga. Dalam Tabel 41, didapat informasi bahwa perbandingan skala produksi padi ladang dan sawah yang jauh berbeda menyebabkan proporsi marketed surplus petani padi ladang lebih elastis dibandingkan padi sawah.

6 Tabel 41. Pola Marketed surplus Padi Ladang Musim Tanam 2010 Musim 2010 Jumlah Rata-rata (GKP) (kg) (%) Produksi Kotor 1.851,67 100,00 Natura Panen 281,67 0,15 Marketable Surplus 1.570,00 0,85 Marketed Surplus 180,00 0,10 Distok 1.390,00 0,75 Jumlah Rata-rata (GKG) Musim 2010 (kg) (%) Stok 1.112,00 100,00 Konsumsi 798,45 0,72 Jual Bertahap 313,55 0,28 Sumber: Data Primer Harga Gabah Kering Panen Pada tabel 39, nilai koefisien variabel harga GKP bernlai positif namun dan berpengaruh signifikan sedangkan pada padi ladang berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap marketed surplus. Berdasarkan koefiseien regresi model pola usahatani padi sawah, kenaikan harga gabak kering panen padi sawah sebesar 1 persen akan menaikkan proporsi marketed surplus sebesar satu persen, sedangkan pada padi ladang, kenaikan atau penurunan harga gabah kering panen tidak berpengaruh terhadap proporsi marketed surplus. Berpengaruhnya harga gabah kering panen terhadap marketed surplus padi sawah disebabkan harga yang berlaku saat panen relatif tidak sama di setiap petani, dan bisa berbeda jauh di setiap musim. Harga gabah kering panen petani bergantung pada jarak lahan dan waktu pemanenan. Petani yang memanen pada awal dan akhir musim panen cenderung akan mendapat harga gabha yang tinggi, selain jarak lahan petani ke akses pengangkutan yang diperhitungkan oleh tengkulak. Sedangkan pada padi ladang, harga gabah kering panen di setiap waktu panen dan di setiap musim relatif sama, sehingga harga gabah kering panen kurang menggambarkan besaran marketed surplus pada rumah tangga petani padi ladang.

7 Harga Gabah Kering Giling Sejalan dengan dengan harga gabah kering panen, harga gabah kering giling berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap besaran marketed surplus pada padi sawah, sedangkan pada padi ladang harga GKG juga berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap marketed surplus. Hal ini menunjukkan bahwa pada usahatani padi sawah, saat harga GKG tinggi, petani justru akan cenderung mengurangi marketed surplus dalam bentuk GKP. Penjualan akan dialihkan dalam bentuk gabah kering giling, karena petani berasumsi bahwa jika menjualnya dalam bentuk gabah kering giling akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Berpengaruh negatifnya harga GKG pada padi sawah disebabkan waktu penjualan gabah kering simpan antar petani relatif bervariasi. Gabah kering panen bisa dijual oleh petani hingga beberapa bulan setelah panen. Dalam rentang waktu tersebut, harga GKG berfluktuasi tergantung suplai gabah di pasar. Harga tinggi terjadi saat menjelang musim tanam selanjutnya atau awal musim tanam selanjutnya. Jika saat panen harga gabah Rp 3000, maka saat menjelang musim tanam selanjutnya, harga gabah kering simpan bisa mencapai Rp.4500-Rp Untuk padi sawah, hal ini berlawanan dengan Chaucan dan Chabra (2005), Nusril dan Sukiyono (2007), Nuryanti et all (2000) dan Kusnadi et all (2008) bahwa harga beras atau hasil panen berpengaruh positif terhadap marketed surplus. Oleh karena itu, petani yang menujual hasil panennya secara bertahap, cenderung menjual gabahnya menjelang musim tanam selanjutnya. Bahkan jika harga gabah kering simpan melonjak sangat tinggi, petani tak segan-segan menjual semua stok gabah termasuk stok untuk konsumsi. Sedangkan pada padi ladang, harga GKG cenderung stabil. Selain itu, konsisten dengan alasan petani untuk melakukan stok untuk konsumsi rumah tangga, yaitu mahalnya harga beras di sekitar lingkungan petani ladang dan kebanggaan mengonsumsi padi hasil tanam sendiri, maka rumah tangga petani ladang hanya menjual kelebihan konsumsi rumah tangga. Sehingga, harga gabah

8 kering giling tidak mempengaruhi secara signifikan besaran marketed surplus padi ladang di Kabupaten Karawang. Produksi Total Tingkat produksi total berpengaruh positif dan signifikan terhadap besaran marketed surplus baik pada padi sawah maupun ladang. Berdasarkan koefisien regresi, pada padi sawah, kenaikan produksi total sebesar 0,0005 persen, mengakibatkan keniakan marketed surplus sebesar satu persen. Sedangkan pada padi ladang kenaikan satu persen marketed surplus bisa disebabkan oleh kenaikan produksi total sebesar 0,04 persen cateris paribus. Secara statistik, angka ini kurang elastis, tetapi berdasarkan pengamatan di lapangan, tingkat produksi sangat menentukan marketed surplus. Angka dalam model menyatakan proporsi, bukan jumlah marketed surplus. Terutama pada pola usahatani padi sawah, saat panen sedang sedikit, karena tingginya biaya produksi seringkali petani menjual seluruh produknya untuk menutupi biaya produksi tadi. Konsumsi rumah tangga bagi para petani masih menjadi prioritas yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Jika berlebih, petani baru menjual kelebihan itu ke pasar. Semakin tinggi produksi, maka selisih antara produksi dan konsumsi akan semakin besar pula sehingga jumlah marketed surplus akan semakin besar. Bhakta (1983), Chaucan dan Chabra (2005), dan Nusril dan Sukiyono (2007) dalam studinya juga menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat produksi, maka jumlah penjualan (marketed surplus) akan meningkat pula. Jumlah Tanggungan Keluarga Variabel jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap besaran marketed surplus pada padi sawah. Sedangkan pada padi ladang, jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif dan signifikan. Nilai koefisien variabel jumlah tanggungan rumah tangga petani padi sawah bernilai negatif tetapi tidak signifikan, artinya ukuran keluarga kurang menggambarkan marketed surplus pada padi sawah. Hal ini berlainan dengan hasil studi Bhakta (1983), Nusril dan Sukiyono (2007), dan Kusnadi et all (2008) yang mengungkapkan bahwa semakin besar ukuran keluarga, maka besaran marketed surplus semakin kecil. Petani padi sawah mayoritas menjadikan

9 usahatani padi sebagai sumber penghasilan utama rumah tangga. Sehingga semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka kebutuhan yang harus dipenuhi semakin banyak pula. Karena usahatani padi adalah sumber pendapatan utama, maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut, jumlah penjualan atau marketed surplus harus semakin besar pula atau pemenuhan kebutuhan lebih banyak dalam bentuk uang tunai yang bisa didapat melalui penjualan hasil panen tersebut. Berbeda dengan rumah tangga petani padi sawah, petani padi ladang lebih menjadikan usahatani padi ladang sebagai usahatani sampingan. Usahatani padi ladang hasilnya hanya digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, petani padi ladang lebih mengandalkan penjualan hasil kebun, seperti pisang, palawija, dan jeruk. Sehingga, semakin banyak anggota keluarga, semakin banyak konsumsi, semakin banyak pula hasil panen yang disisihkan untuk tidak dijual. Penghasilan Luar Usahatani Ada perbedaan pengaruh variabel pendapatan luar usahatani terhadap marketed surplus. Variabel penghasilan luar usahatani berpengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi marketed surplus pada padi sawah, sedangkan variabel penghasilan luar usahatani berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap marketed surplus pada padi ladang. Signifikannya penghasilan luar usahatani pada padi sawah disebabkan oleh pendapatan luar usahatani di antara petani padi sawah mayoritas adalah penghasilan tambahan. Hal ini berakibat petani padi sawah yang berpenghasilan luar usahatani tinggi cenderung mengurangi marketed surplus. Petani yang berpenghasilan luar usahatani tinggi adalah petani yang kaya. Petani kaya biasanya mempunyai sarana pasca panen yang memadai, seperti lantai jemur dan gudang, sehingga penjualan dalam bentuk gabah kering panen yang dianggap petani kurang menguntungkan bisa dikurangi dan penjualan bisa diubah ke dalam bentuk gabah kering giling yang lebih menguntungkan. Pada petani pola usahatani padi ladang, petani yang berpenghasilan usahatani tinggi cenderung menambah marketed surplus. Hal ini dikarenakan petani yang berpenghasilan luar usahatani tinggi cenderung meningkatkan

10 marketed surplus karena untuk konsumsi rumah tangga bisa dipenuhi dengan membeli beras dari pasar dari penghasilannya tersebut. Hal ini sesuai dengan Nusril dan Sukiyono (2007) serta Kusnadi et al (2008) bahwa semakin besar pendapatan luar usahatani, maka tingkat kesejahteraan petani semakin tinggi sehingga kebutuhan konsumsi beras rumah tangga bisa dipenuhi dengan membelinya di pasar. Usia Petani Variabel usia petani berpengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi bersaran marketed surplus padi sawah. Usia petani juga berpengaruh negatif tetapi signifikan pada padi ladang. Untuk petani padi sawah, hal ini sesuai dengan Nuryanti et al (2000) yang mengungkapkan bahwa umur yang terlalu lanjut atau terlalu muda menyebabkan keluarga tidak mampu atau enggan melakukan kegiatan pasca panen. Berdasarkan pengamatan di lapangan, dalam rumah tangga petani terutama petani padi sawah, hanya petani sendiri lah yang menangani usahatani padi, sedangkan anggota keluarga lain biasanya bekerja di luar usahatani padi, sehingga semakin tua petani, maka kemampuan menangani pasca panen semakin menurun Hal ini menunjukkan bahwa pada petani padi sawah, semakin tua dan berpengalamannya petani, maka orientasi pasar dari petani tersebut semain kecil pula sehingga marketed surplusnya semakin sedikit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada rumah tangga padi sawah, semakin tua umur petani, maka sifat subsistennya semakin meningkat pula. Luas Lantai Jemur Luasan lantai jemur yang digunakan petani untuk menjemur gabahnya berpengaruh negatif pada padi sawah dan signifikan terhadap marketed surplus. Pada padi ladang, luasan lantai jemur kurang menggambarkan marketed surplus. Signifikannya variabel luasan lantai jemur berdasarkan pengamatan di lapangan disebabkan petani baik itu sawah maupun ladang bisa dengan mudah mengakses tempat menjemur gabah. Hanya sedikit petani yang mengaku kesulitan mengakses tempat menjemur gabah. Selain bisa menjemur gabahnya di lantai

11 jemur milik sendiri, petani juga bisa menjemur gabahnya di lantai jemur penggilingan, lapangan umum, bahkan di pinggir jalan setempat. Meskipun mudah mengakses tempat menjemur, tetapi pada pola usahatani padi sawah, luasan yang cukup untum menjemur produk sulit diakses petani. Petani mayoritas mempunyai akses penjemuran, tetapi sering kali tidak cukup untuk menjemur gabah sesuai dengan yang petani inginkan. Oleh karena itu, pada padi sawah, petani yang memiliki lantai jemur luas, cenderung akan menjemur dan menjual gabahnya di kemudian hari saat harga meningkat. Luas Tempat Menyimpan Gabah Luas tempat menyimpan stok gabah berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap marketed surplus padi sawah. Namun, pengaruh luas simpan gabah berpengaruh negatif dan signifikan pada padi ladang. Secara logika, semakin luas tempat menyimpan gabah petani, maka jumlah gabah yang bisa disimpan bisa semakin besar pula. Sehingga berdasarkan pengamatan di lapangan, semakin luas tempat menyimpan gabah petani berarti semakin besar gabah yang bisa dijual secara bertahap. Dengan kata lain, semakin luas tempat menyimpan gabah, maka akan mengurangi marketed surplus dalam bentuk gabah kering panen atau gabah basah karena petani bisa menyimpan gabah kering lebih banyak. Tetapi, luasan tempat menyimpan gabah akan mempengaruhi secara positif jumlah marketed surplus secara keseluruhan (gabah kering dan basah). Bila semakin luas tempat menyimpan gabah petani maka akan menambah penjualan gabah dalam bentuk gabah kering karena dinilai petani lebih menguntungkan. Luasan rata-rata tempat menyimpan gabah petani berbanding lurus dengan luas lahan yang diusahakan, sehingga semakin luas lahan yang diusahakan, maka luasan yang dimiliki oleh petani untuk menyimpan gabah akan semakin luas pula. Signifikannya pengaruh luas simpan pada padi ladang disebabkan karena skala produksi yang lebih kecil, sehingga lebih elastis terhadap marketed surplus. Pada petani padi ladang, bentuk penjualan produk lebih banyak dalam bentuk gabah kering simpan, sedangkan padi sawah lebih banyak dalam bentuk gabah

12 kering panen. Sehingga, pada padi ladang, akses penyimpanan lebih dibutuhkan daripada padi sawah meskipun skalanya lebih kecil. Hal ini sejalan dengan Kumar dan Mruthyunjaya (1989) dalam Nuryanti et al. (2000) bahwa petani akan menjual lebih banyak agar keuntungan yang diperoleh bisa mengkompensasi kesulitan yang telah dialami. Bagi petani, sarana untuk menyimpan gabah adalah sebuah kesulitan karena panyimpanan gabah membutuhkan ruang yang luas dan biaya jika stok tersebut menggunkan fasilitas pihak lain. Sehingga, petani yang memiliki gudang yang luas, akan menyimpan gabahnya untuk dijual di kemudian hari agar keuntungan yang didapat semakin besar. Pendidikan Petani Variabel pendidikan petani berpengaruh positif dan signifikan terhadap marketed surplus pada padi sawah sedangkan pada padi ladang berpengaruh negatif dan signifikan. Berdasarkan koefisien regresi, penambahan 1 tahun pendidikan formal petani padi sawah akan menambah marketed surplus sebesar satu persen, sedangkan pada padi ladang, penurunan satu persen marketed surplus akan timbul seinring penambahan lama pendidikan formal petani selama 0,8 tahun. Hal ini sejalan dengan McDowell (1997) dalam Nuryanti et al (2000) yang mengungkapkan bahwa anggota keluarga yang berpendidikan tinggi, akan cenderung bekerja di luar usahatani, sehingga kesempatan menangani hasil panen akan semakin berkurang, sedangkan pada padi ladang ditemukan hal yang bertentangan. Pada pola usahatani padi sawah, semakin tinggi pendidikan petani, maka pola pikir untuk menjual hasil panennya lebih banyak akan meningkat. Untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari, petani tersebut bisa membeli dari pasar dengan kualitas lebih baik atau dengan harga lebih murah. Status Penguasaan Lahan Status penguasaan lahan petani berpengarih negatif dan signifikan terhadap besaran marketed surplus. Hal ini disebabkan jika petani mengusahakan lahan garapan yang bukan milik sendiri, maka petani tersebut akan dikenakan biaya atas jasa pemakaian lahan tersebut. Biaya yang dikenakan biasanya berupa

13 natura dari hasil panen bersih, sehingga bila petani tersebut hasil panennya dibagi dengan pemilik lahan, maka jumlah hasil panen yang bisa dialokasikan untuk dijual akan berkurang. Hal ini sejalan dengan Nusril dan Sukiyono (2008) bahwa petani yang mengusahakan dengan sistem sakap akan dikenai pembayaran natura pemilik lahan sehingga besaran marketed surplus semakin kecil. Namun, petani yang menggunakan sistem sakap lebih sedikit dibandingkan dengan lainnya. Status penguasaan lahan pada rumah tangga petani padi ladang tidak berpengaruh signifikan terhadap besaran marketed surplus. Meskipun seluruh petani ladang mengusahakan lahan dengan status hak garap, tetapi dari status tersebut petani tidak dikenakan biaya untuk sebagai balas jasa untuk pemakaian lahan. Perhutani sebagai pemiliki lahan meminjamkan lahan tersebut kepada para petani dengan cuma-cuma, sehingga tidak mempengaruhi jumlah hasil panen yang bisa dislokasikan untuk dijual. Syarat yang diberikan Perhutani kepada petani hanya tidak memperbolehkan petani membangun bangunan permanen di atas lahan garapan tersebut. Sumber Modal Petani sering kali kesulitan modal untuk membiayai usahataninya. Untuk membiayai usahatani padinya, petani biasanya meminjam kepada pihak lain, yaitu tengkulak, pemilik lahan, dan lembaga keuangan. Petani harus membayar pinjaman itu saat panen. Dana untuk membayar pinjaman tersebut biasanya didapat petani dari hasil penjualan produk atau hasil panen. Pada model, sumber modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap marketed surplus. Hal ini ditunjukkan oleh informasi di lapangan bahwa petani yang meminjam modal menjual lebih banyak hasil panennya, karena selain untuk memperoleh uang tunai untuk membiayai kebutuhan rumah tangga, juga untuk membayar pinjaman modal tersebut.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alokasi Produk

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alokasi Produk II TINJAUAN PUSTAKA Studi mengenai marketed surplus atau marketable surplus telah dilakukan sejak waktu yang lama, yakni sejak tahun 1960-an. Konsep marketable dan marketed surplus biasanya melekat pada

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

VI ALOKASI PRODUK. Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun Petani Padi Ladang Cara Panen

VI ALOKASI PRODUK. Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun Petani Padi Ladang Cara Panen 6.1 Alokasi Produk (Hasil Panen) VI ALOKASI PRODUK Dari hasil pengamatan di lapangan, alokasi produk atau hasil panen baik petani padi sawah maupun petani padi ladang antara lain di antaranya: natura panen,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALOKASI PRODUK DAN MARKETED SURPLUS PADI DI KABUPATEN KARAWANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALOKASI PRODUK DAN MARKETED SURPLUS PADI DI KABUPATEN KARAWANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALOKASI PRODUK DAN MARKETED SURPLUS PADI DI KABUPATEN KARAWANG SKRIPSI YAHYA HENDRIYANA H34070138 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS Oleh : Nunung Kusnadi Rita Nurmalina

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini 95% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS MARKETABLE SURPLUS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SUPPLY SERTA KETERSEDIAAN BERAS DI KOTA BENGKULU

ANALISIS MARKETABLE SURPLUS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SUPPLY SERTA KETERSEDIAAN BERAS DI KOTA BENGKULU ANALISIS MARKETABLE SURPLUS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SUPPLY SERTA KETERSEDIAAN BERAS DI KOTA BENGKULU Nusril M. Mustopha Romdhon Riza Listaria Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

MARKETABLE SURPLUS GABAH DI KECAMATAN LEBONG SAKTI KABUPATEN LEBONG PROVINSI BENGKULU

MARKETABLE SURPLUS GABAH DI KECAMATAN LEBONG SAKTI KABUPATEN LEBONG PROVINSI BENGKULU MARKETABLE SURPLUS GABAH DI KECAMATAN LEBONG SAKTI KABUPATEN LEBONG PROVINSI BENGKULU MARKETABLE SURPLUS OF PADDY IN LEBONG SAKTI DISTRICT OF LEBONG REGENCY BENGKULU PROVINCE Zuhriati, Satria Putra Utama,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pascapanen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai dengan hasil siap konsumsi (Hasbi, 2012:187). Sedangkan penanganan pascapanen adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional karena memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun secara tidak

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008) BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 40/11/34/Th. X, 03 November 2008 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008) Berdasarkan ATAP 2007 dan Angka Ramalan III (ARAM

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Letak Geografis Desa Beji Lor Desa Beji Lor merupakan salah satu desa di Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Latar Belakang Produksi beras di Jambi mencapai 628.828 ton pada tahun 2010. Produksi beras dari tahun ke tahun memang menunjukkan peningkatan dalam

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

IX. HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

IX. HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI IX. HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI Indikator yang relevan untuk melihat hubungan antara luas lahan dengan pendapatan adalah indikator luas pengusahaan lahan. Hal

Lebih terperinci

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Daerah sentra beras di Maluku terletak di Buru, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat. Beras yang dihasilkan merupakan beras dari padi sawah. Selain itu, terdapat juga

Lebih terperinci

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. 2.2. PENDEKATAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 dirumuskan menjadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 75 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Cucu Kodir Jaelani 1 1) Badan Pelaksana Penyuluhan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK 1 ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK FARMING ANALYSIS OF PADDY IN KEMUNINGMUDA VILLAGE BUNGARAYA SUB DISTRICT SIAK REGENCY Sopan Sujeri 1), Evy Maharani

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 Ringkasan Eksekutif 1. Konstruksi dasar kebijakan subsidi pupuk tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Subsidi pupuk disalurkan sebagai subsidi gas untuk produksi

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK ANALISIS PENDAPATAN PADA USAHATANI PADI SAWAH LEBAK DENGAN SISTEM YARNEN DAN TUNAI DI KECAMATAN RAMBUTAN KABUPATEN BANYUASIN Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 22/03/33 Th.IX, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) Angka Sementara (ASEM) produksi padi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 diperkirakan 9,65 juta ton Gabah Kering Giling

Lebih terperinci

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia yang setiap tahun bertambah sehingga permintaan beras mengalami peningkatan juga dan mengakibatkan konsumsi beras seringkali melebihi produksi. Saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Padi Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan beberapa karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani padi, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, dengan mengkaji dan melihat alat analisis yang digunakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disajikan hasil-hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap program pemupukan berimbang dan tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana V. HASIL DANPEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini yaitu petani penangkar benih padi yang bermitra dengan UPT Balai Benih Pertanian

Lebih terperinci

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis yang harus berkembang secara dinamis dan menjurus pada liberalisasi perdagangan internasional dan

Lebih terperinci

Perilaku Petani pada Hasil Panen Gabah di Nusa Tenggara Barat

Perilaku Petani pada Hasil Panen Gabah di Nusa Tenggara Barat Perilaku Petani pada Hasil Panen Gabah di Nusa Tenggara Barat I Putu Cakra P.A., SP. MMA., Dr. Saleh Mukhtar, Irma Mardian MS Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB Jl Raya Peninjauan Narmada Lombok

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT

PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT VI PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT 6.1. Gambaran Umum Kemitraan Kemitraan antara petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes dengan PT. Medco Intidinamika berawal pada

Lebih terperinci

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN Latar Belakang Beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya golongan menengah kebawah. Bahkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Tanaman pepaya banyak ditanam baik di daerah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

SURVEI LUAS PANEN DAN LUAS LAHAN TANAMAN PANGAN 2015

SURVEI LUAS PANEN DAN LUAS LAHAN TANAMAN PANGAN 2015 RAHASIA VP2015-S 001. Subround yang lalu: 1. Januari-April 2. Mei-Agustus 3. September-Desember REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI LUAS PANEN DAN LUAS LAHAN TANAMAN PANGAN 2015 PENCACAHAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh rangkaian program pertanian Indonesia pada masa Orde Baru diarahkan kepada swasembada beras. Cara utama untuk mencapai tujuan itu adalah dengan pemakaian varietas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI SAWAH DATARAN RENDAH

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI SAWAH DATARAN RENDAH ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI SAWAH DATARAN RENDAH (Kasus Desa Tegal Panjang, Cariu, Bogor) Supena Friyatno dan Sumaryantoo Abstrak Tulisan ini mencoba melihat alokasi masukan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diskripsi Varietas Padi Ciherang

Lampiran 1. Diskripsi Varietas Padi Ciherang L A M P I R A N 178 Lampiran 1. Diskripsi Varietas Padi Ciherang Lampiran 2. Diskripsi Varietas Padi IR 64 179 180 Lampiran 3. Peta administrasi dan plot stasiun hujan Kabupaten Indramayu S U B A N G CIREBON

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA No. 16/03/34/Th.XVIII, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA SEMENTARA 2015) Produksi padi tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 25.563 ton GKG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI D.I.YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN II 2008)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI D.I.YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN II 2008) BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 24/07/34/Th. X, 01 Juli 2008 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI D.I.YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN II 2008) Berdasarkan ATAP 2007 dan Angka Ramalan II (ARAM II) tahun 2008,

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Salah satu aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha adalah menganalisis aspek

Lebih terperinci

X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH

X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH Pada uraian sebelumnya telah dibahas tentang hubungan antara pengusahaan lahan sawah dengan pendapatan usahatani padi. Dalam kenyataannya

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No.01 /03/3321/Th.I,2 Maret 2015 Angka Sementara (ASEM) produksi padi Kabupaten Demak Tahun 2014 diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan 12 varietas yang akan dilakukan oleh 10 kabupaten yang sentra produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan 12 varietas yang akan dilakukan oleh 10 kabupaten yang sentra produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Padi A. Varietas Padi Untuk meningkatkan produksi beras di Provinsi Sumatera Utara diperlukan benih yang unggul, untuk saat ini benih disosialisasikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2013)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2013) PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2013) No. 18/03/33 Th.VIII, 3 Maret 2014 Angka Sementara (ASEM) produksi padi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 diperkirakan 10,34 juta ton gabah kering

Lebih terperinci

ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH

ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH (Studi Kasus di Desa Bugel Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Husni Khamdan Fariz 1, Dedi Herdiansah S

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci