BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kurangnya pemanfaatan kijing dikarenakan belum terdapatnya informasi dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

LAMPIRAN B1 E2 A3 E3 B3

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAHAN KIMIA DAN PRODUK KIMIA (BAGIAN VI, Bab 28 s.d. 38)

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Purata Kadar Protein Tempe ( mg / ml ± SE) pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut

KAJIAN SIFAT KIMIA DAN RENDEMEN DARI TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus integer (Thunb.) Merr.) DENGAN PENGERINGAN YANG BERBEDA

[PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR]

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Metodologi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Nata Komersial Hasil pengujian nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1. merupakan nata yang difermentasikan menggunakan media air kelapa.

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

Desikator Neraca analitik 4 desimal

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cincau hijau Premna oblongifolia disebut juga cincau hijau perdu atau cincau hijau

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) YULIA KUSUMA WARDHANI C

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni Agustus 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo memiliki ciri-ciri berwarna kuning kecoklatan. Cangkang berbentuk simetris, oval, memiliki kulit yang tipis, berbentuk elips, dan memiliki garis-garis yang memanjang yang mengikuti bentuk dari cangkang (Gambar 3). Bagian dalam dari cangkang berwarna putih bening dan mengkilat. Menurut Putra (2008), cangkang kijing memiliki cangkang yang tipis, berwarna coklat kekuningan atau coklat kehijauan sampai hijau agak gelap. Cangkang berbentuk oval, elips atau memanjang, membulat anterior dan meruncing di bagian posterior. Umbo tidak jelas menonjol, bentuk cangkang tampak memipih dan halus dengan garis-garis pertumbuhan yang tidak terlalu jelas. Menurut Wardhani (2009), kerang air tawar Pilsbryoconcha exilis yang ditemukan di perairan Situ Gede memiliki cangkang tipis berwarna coklat kekuningan hingga agak gelap. Cangkang berbentuk oval, elips atau memanjang, membulat di bagian anterior dan meruncing di bagian posterior. Cangkang kijing yang berukuran <9 cm dan 9 cm memiliki karakteristik fisik yang sedikit berbeda, yaitu cangkang yang berukuran <9 cm memiliki warna yang lebih cerah, coklat kekuningan serta relatif tipis sedangkan cangkang yang berukuran 9 cm memiliki warna cenderung gelap dan cukup tebal. Menurut Morton (1992), kerang (bivalvia) air tawar memiliki cangkang yang tipis dan memiliki corak yang khas. Menurut Purnama (2008), kijing atau kerang air tawar memiliki cangkang yang berwarna coklat kehijauan atau coklat

kekuningan. Sebagian besar kerang air tawar memiliki bentuk oval namun ada juga yang mendekati bulat. Hasil rendemen dari kijing lokal dapat dilihat pada pada Gambar 6. Tubuh kijing terdiri atas daging, jeroan dan cangkang. Rendemen tubuh kijing berturutturut cangkang 51.58%, jeroan 25.14% dan daging 24%. Bagian dari tubuh kijing lokal yang memiliki rendemen yang paling tinggi adalah cangkang. Menurut Wardhani (2009), nilai rendemen dari tubuh kijing lokal adalah sebagai berikut: cangkang 53%, jeroan 25% dan daging 22%. Daging kijing hanya terdiri dari mantel dan kaki, sedangkan visceral mass termasuk ke dalam bagian jeroan sehingga jeroan memiliki rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging kijing. Cangkang merupakan bagian tubuh kijing yang memiliki rendemen tertinggi, namun pemanfaatannya belum cukup optimum. Rendemen tubuh kijing lokal (Pilsbryoconcha sp) 24% 51.8% 25.14% Daging Jeroan Cangkang Gambar 6. Rendemen tubuh kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang memiliki rendemen yang paling tinggi dan cangkang juga dapat dibuat tepung. Berat cangkang kijing yang digunakan dapat mengetahui jumlah tepung yang akan dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Berat tepung yang dihasilkan Sampel Cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) Berat awal (g) Berat sesudah pengeringan I (g) Sesudah perendaman dengan menggunakan NaOH (g) Berat pengeringan II (g) Tepung (g) 430 428 434 396 203 Cangkang kijing yang telah diukur panjang dan berat, dibuat menjadi tepung. Cangkang kijing yang dibuat tepung memiliki berat awal 430 g menghasilkan tepung sebanyak 203 g. Tepung cangkang kijing yang dihasilkan mempunyai ciri-ciri yaitu berbentuk serbuk tapi agak kasar, bau normal (khas cangkang kijing), dan warna putih khas cangkang. Untuk mengetahui rendemen dari tepung cangkang kijing, maka dilakukan pengayakan kembali dengan menggunakan ayakan no. 70, dari ayakan tersebut menghasilkan rendemen sebesar 47.37%. Banyaknya rendemen tepung cangkang yang dihasilkan diduga disebabkan oleh tekstur cangkang kijing yang keras dan tebal selama proses penghalusan. Menurut Wardhani (2009), rendemen tepung cangkang kijing dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung yang dihasilkan dengan berat kering cangkang. Tepung cangkang yang diperoleh terdiri dari tepung yang halus, agak halus dan bentuk yang masih kasar. Cangkang yang berukuran <9 cm dan 9 cm memiliki rendemen rata-rata berturut-turut sebesar 42.82% dan 34.91%. 4.2 Karakteristik Kimia Karakteristik kimia dilakukan untuk mengetahui karakteristik tepung cangkang kijing yang dihasilkan. Karakteristik kimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji kadar air, kadar protein, dan kadar abu pada tepung

Kadar Air (%) cangkang kijing lokal yang digunakan dengan suhu dan lama pengeringan yang bervariasi. Hasil pengujian kimia tepung cangkang kijing dapat dilihat pada Lampiran 2, 4 dan 6. 4.2.1 Kadar air tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) selama pengeringan Data hasil pengujian kadar air dari tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) (Lampiran 2). Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa penggunaan suhu dan lama pengeringan berpengaruh terhadap nilai kadar air. Pengaruh penggunaan suhu dan lama pengeringan terhadap kadar air tepung cangkang kijing lokal terhadap kadar air (Gambar 7). 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Kadar Air f f f f f d d c c ab b 0 (Kontrol) 5 7 9 Waktu Pengeringan (Jam) a 50 C 70 C 90 C Gambar 7. Diagram batang pengaruh penggunaan suhu dan lama pengeringan terhadap kadar air tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) Gambar 7 menunjukkan bahwa penggunaan suhu dan lama pengeringan memberikan pengaruh terhadap kadar air tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.). Semakin tinggi suhu dan lama pengeringan yang digunakan maka semakin rendah nilai kadar air yang terdapat pada tepung cangkang kijing lokal. Penyebabnya karena dipengaruhi oleh banyaknya jumlah air bebas yang diuapkan dari bahan pangan. Secara statistik perlakuan suhu dan lama pengeringan yang mampu menurunkan kadar air paling rendah pada tepung cangkang kijing lokal ( 8 cm)

adalah suhu pengeringan 90 C selama 7 sampai 9 jam diperoleh nilai berturutturut 2.29% dan 2.22%. Untuk perlakuan yang mampu mempertahankan kadar air yang tinggi pada tepung cangkang kijing adalah suhu 50 C dan 70 C selama 5 jam memperoleh nilai berturut-turut 3.44% dan 3.37%. Menurut (Adawyah, 2007), semakin tinggi suhu dan lama pengeringan yang digunakan, maka semakin banyak jumlah air bebas yang diuapkan dari bahan pangan. Penyebab berkurangnya kadar air pada tepung cangkang kijing lokal diduga karena perlakuan suhu yang semakin tinggi dengan waktu pengeringan yang lama. Air dalam bahan pangan ada yang berada dalam keadaan bebas, air terikat secara fisik dan air terikat secara kimia. Air bebas terdapat pada permukaan bahan dapat dengan mudah diuapkan pada proses pengeringan. Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan persatuan bobot bahan. Untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap tepung cangkang kijing, maka dilakukan analisis varians. Hasil analisis varians menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan lama pengeringan berbeda sangat nyata pada taraf kepercayaan 99% terhadap kadar air tepung cangkang kijing lokal. Demikian pula interaksi antara suhu dan lama pengeringan berbeda sangat nyata (Lampiran 3). Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara suhu dan lama pengeringan terhadap kadar air tepung cangkang kijing lokal dilakukan uji jarak berganda Duncan (Lampiran 3c). Hasil uji jarak berganda Duncan tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh interaksi antara suhu dan lama pengeringan terhadap rata-rata nilai kadar air tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) Lama pengeringan (K) Suhu Kontrol 5 jam 7 jam 9 jam (K 1) (K 2 ) (K 3 ) (K 4 ) 50 C (α 1 ) 3.72 3.44 3.22 2.96 f f d c 70 C (α 2 ) 3.70 3.37 2.97 2.38 f f c b 90 C (α 3 ) 3.69 3.01 2.29 2.22 f d ab a Keterangan: Huruf dengan notasi sama ke segala arah menunjukkan tidak berbeda pada derajat kepercayaan 99%. Hasil uji kadar air (Tabel 4), menunjukkan bahwa pada lama pengeringan 0 jam (kontrol), suhu pengeringan 50 o C memiliki nilai rata-rata 3.72%, sedangkan untuk suhu pengeringan 70 o C dan 90 o C sebesar 3.70%, dan 3.69%. Perlakuan suhu pengeringan 50 o C dan 70 o C selama 5 jam menunjukkan tidak berbeda pada derajat kepercayaan 99% terhadap nilai kadar air tepung cangkang kijing lokal, dapat diartikan bahwa perlakuan suhu dan lama pengeringan tersebut mampu mempertahankan nilai kadar air. Perlakuan suhu dan lama pengeringan yang mampu menurunkan kadar air paling rendah pada tepung cangkang kijing lokal ( 8 cm) adalah suhu pengeringan 90 C selama 7 dan 9 jam diperoleh nilai berturut-turut 2.29% dan 2.22%. Sesuai penelitian Wardhani (2009), bahwa kadar air dari tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) (<9 cm dan 9 cm) suhu 50ºC-60ºC selama 6-8 jam yang berasal dari sinar matahari adalah berturut-turut 1.19% ± 0.002% dan 1.20% ± 0.005%. Demikian juga hasil penelitian dari Pernama (2006), bahwa kadar air dari tepung cangkang kerang hijau diperoleh nilai 0.85%. Kadar air yang terendah pada tepung cangkang kerang hijau diduga disebabkan karena karakteristik cangkang kerang hijau dengan tekstur yang padat tersusun atas zat

kapur (CaCO 3 ) atau disebut dengan lapisan periostrakum, sehingga komponen air dalam cangkang kerang hijau rendah. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu dan lama pengeringan yang digunakan dapat memengaruhi nilai kadar air yang terdapat pada tepung cangkang kijing lokal. Semakin tinggi suhu dan lama pengeringan yang digunakan, maka semakin banyak jumlah air bebas yang diuapkan dari bahan pangan. Penyebab berkurangnya kadar air pada tepung cangkang kijing lokal diduga karena perlakuan suhu yang semakin tinggi dengan waktu pengeringan yang lama. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2011), lama pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas, karena sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas sehingga waktu pengeringan yang digunakan harus maksimum. Pengeringan dengan suhu tinggi dan waktu yang pendek dapat lebih menekan kerusakan bahan pangan jika dibandingkan waktu pengeringan yang lebih lama dan suhu lebih rendah. 4.2.2 Kadar protein tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) pengeringan Data hasil pengujian kadar protein dari tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) (Lampiran 4). Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa penggunaan suhu dan lama pengeringan berpengaruh terhadap nilai kadar protein. Pengaruh penggunaan suhu dan lama pengeringan terhadap kadar protein tepung cangkang kijing lokal terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 8.

Protein (%) Protein 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 f f f f f e d c b ab a 0 (Kontrol) 5 7 9 a 50 C 70 C 90 C Lama Pengeringan (Jam) Gambar 8. Diagram batang pengaruh kadar protein tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) Gambar 8 menunjukkan bahwa penggunaan suhu dan lama pengeringan memberikan pengaruh terhadap kadar protein tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.). Semakin tinggi suhu dan lama pengeringan yang digunakan maka semakin rendah nilai kadar protein yang terdapat pada tepung cangkang kijing lokal. Menurut Kusnandar (2011), menurunnya kadar protein yang terdapat pada bahan pangan disebabkan oleh sifat kelarutan protein. Sifat kelarutan protein tergantung pada jenis ph. Perubahan ph akan memengaruhi ionisasi fungsional protein sehingga muatan protein berubah. Perubahan tersebut terjadi setelah pencucian dan dilakukan netralisasi kemudian dikeringkan. Secara statistik perlakuan suhu dan lama pengeringan yang mampu menurunkan kadar protein pada tepung cangkang kijing lokal ( 8 cm) adalah suhu 70ºC selama 7 jam serta 70ºC dan 90ºC selama 9 jam diperoleh nilai kadar protein berturut-turut 1.48% serta 1.40% dan 1.33%, sedangkan perlakuan suhu dan lama pengeringan yang mampu mempertahankan kadar protein adalah suhu pengeringan 50ºC dan 70ºC selama 5 jam diperoleh nilai kadar protein berturutturut 2.90% dan 2.84%. Protein yang terdapat pada tepung cangkang kijing dapat dipertahankan disebabkan oleh suhu dan waktu pengeringan yang digunakan tidak

terlalu lama, sehingga belum terjadinya proses denaturasi protein. Semakin tinggi suhu dan lama pengeringan yang digunakan, maka nilai kadar protein semakin berkurang, sehingga terjadinya proses denaturasi protein pada tepung cangkang kijing. Denaturasi protein terjadi pada proses pemanasan pada suhu 55 C-75 C. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu dan lama pengeringan terhadap kadar protein teping cangkang kijing lokal, maka dilakukan analisis varians (Lampiran 5). Hasil analisis varians menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang signifikan (berbeda nyata) pada taraf kepercayaan 95% terhadap nilai kadar protein tepung cangkang kijing lokal, sedangkan lama pengeringan memberikan pengaruh yang sangat signifikan (berbeda sangat nyata) pada taraf kepercayaan 99%. Demikian juga interaksi suhu dan lama pengeringan memberikan pengaruh yang signifikan (berbeda nyata) pada taraf kepercayaan 95%. Untuk mengetahui interaksi perlakuan suhu dan lama pengeringan pada tepung cangkang kijing lokal terhadap nilai rata-rata nilai kadar protein dilakukan uji Duncan (Lampiran 5c). Hasil uji Duncan tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh interaksi antara suhu dan lama pengeringan terhadap rata-rata nilai kadar protein tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) Lama pengeringan (K) Suhu Kontrol 5 jam 7 jam 9 jam (K 1) (K 2 ) (K 3 ) (K 4 ) 50 C (α 1 ) 3.03 2.90 2.23 1.65 f f d b 70 C (α 2 ) 3.01 2.84 1.91 1.40 f f c a 90 C (α 3 ) 3.00 2.55 1.48 1.33 f e ab a Keterangan: Huruf dengan notasi sama ke segala arah menunjukkan tidak berbeda pada derajat kepercayaan 99%.

Tabel 5 hasil uji Duncan (Lampiran 5c), menunjukkan bahwa pada lama pengeringan 0 jam (kontrol), suhu pengeringan 50 o C memiliki nilai rata-rata 3.03%, sedangkan untuk suhu pengeringan 70 o C dan 90 o C berturut-turut 3.01% dan 3.00%. Perlakuan penggunaan suhu pengeringan 50 C dan 70 C selama 5 jam menunjukkan tidak berbeda pada derajat kepercayaan 99% terhadap nilai kadar protein tepung cangkang kijing lokal. Perlakuan tersebut dapat mempertahankan nilai kadar protein dengan memperoleh nilai berturut-turut 2.90% dan 2.84%. Perlakuan suhu 70 o C dan 90 o C selama 9 jam menunjukkan tidak berbeda pada taraf kepercayaan 99% terhadap nilai kadar protein tepung cangkang kijing. Perlakuan tersebut tidak dapat mempertahankan nilai kadar protein memperoleh nilai berturut-turut 1.65% dan 1.33%. Sesuai penelitian Wardhani (2009), kandungan protein yang terdapat pada tepung cangkang kijing (<9 cm dan 9 cm) suhu 50ºC-60ºC yang berasal dari sinar matahari selama 6-8 jam memiliki nilai berturut-turut 1.85% dan 2.31%. Demikian juga hasil penelitian dari Pernama (2006), kadar protein cangkang kerang hijau adalah 4.14%, protein pada cangkang kerang hijau diduga bersumber dari komponen hinge ligament. Kadar protein merupakan cara pengujian untuk menentukan nilai kandungan protein yang terdapat pada bahan pangan. Tinggi rendahnya kadar protein yang terdapat pada tepung cangkang kijing lokal disebabkan oleh adanya suhu dan lama pengeringan yang digunakan sehingga mengakibatkan denaturasi protein. Menurut Kusnandar (2011), denaturasi protein merupakan terjadinya modifikasi struktur sekunder, tersier dan kuarter tanpa menyebabkan pemutusan

Kadar Abu (%) ikatan peptida dan perubahan sekuen asam amino pada struktur protein. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh adanya proses pemanasan. 4.2.3 Kadar abu tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) selama pengeringan Data hasil pengujian kadar abu dari tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) (Lampiran 6). Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa penggunaan suhu dan lama pengeringan berpengaruh terhadap nilai kadar abu. Pengaruh penggunaan suhu dan lama pengeringan terhadap kadar air tepung cangkang kijing lokal terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 9. Kadar Abu 97.00 96.50 96.00 95.50 a a a b bc c bc cd f de ef f 50 C 70 C 90 C 95.00 94.50 0 (kontrol) 5 7 9 Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 9. Diagram batang pengaruh kadar abu tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) Gambar 9 menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan lama pengeringan memberikan pengaruh terhadap nilai kadar abu pada tepung cangkang kijing lokal. Semakin tinggi suhu dan lama pengeringan yang digunakan maka semakin tinggi nilai kadar abu yang terdapat pada bahan pangan tersebut. Menurut Sudarmadji, et.,al (2007), tinggi rendahnya nilai kadar abu pada bahan pangan disebabkan adanya komponen abu yang mudah mengalami dekomposisi atau bahkan menguap pada suhu yang tinggi.

Secara statistik, perlakuan yang dapat mempertahankan nilai kadar abu tepung cangakang kijing lokal terdapat pada suhu 70ºC selama 5 dan 7 jam memiliki nilai berturut-turut 96.05% dan 96.21%. Selama proses pengeringan jumlah kadar abu pada tepung cangkang kijing meningkat. Peningkatan jumlah kadar abu tersebut diakibatkan oleh penggunaan suhu dan lama pengeringan yang tinggi, sehingga pada saat proses pengabuan zat anorganik tidak akan terbakar. Perlakuan suhu dan lama pengeringan yang mampu meningkatkan kadar abu tepung cangkang kijing lokal ( 8 cm) adalah suhu 90ºC selama 7 jam diperoleh nilai 96.64% serta suhu 70ºC dan 90ºC selama 9 jam diperoleh nilai berturut-turut 96.46% dan 96.64%. Sumber abu pada tepung cangkang kijing diduga berasal dari cangkang kijing itu sendiri yang dijadikan sebagai bahan baku, karena cangkang kijing lokal termasuk bahan pangan yang mengandung mineral yang tinggi diantaranya adalah kalsium. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu dan lama pengeringan terhadap kadar abu tepung cangkang kijing, maka dilakukan analisis ANOVA (Lampiran 7). Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa suhu memberikan pengaruh yang signifikan (berbeda nyata) pada taraf kepercayaan 95%, sedangkan lama pengeringan memberikan pengaruh yang sangat signifikan (berbeda sangat nyata) pada taraf kepercayaan 99% terhadap nilai kadar abu. Demikian juga interaksi suhu dan lama pengeringan memberikan pengaruh yang signifikan (berbeda nyata) pada taraf kepercayaan 95%. Untuk mengetahui pengaruh interaksi suhu dan lama pengeringan pada tepung cangkang kijing lokal terhadap nilai rata-rata nilai kadar protein dilakukan uji Duncan (Lampiran 5c). Hasil uji Duncan tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh interaksi suhu dan lama pengeringan terhadap rata-rata nilai kadar abu tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) Lama pengeringan (K) Suhu Kontrol 5 jam 7 jam 9 jam (K 1) (K 2 ) (K 3 ) (K 4 ) 50 C (α 1 ) 95.57 95.91 96.06 96.38 a b bc de 70 C (α 2 ) 95.53 96.05 96.21 96.46 a bc cd ef 90 C (α 3 ) 95.47 96.19 96.64 96.65 a c f f Keterangan: Huruf dengan notasi sama ke segala arah menunjukkan tidak berbeda pada derajat kepercayaan 99%. Tabel 6 dapat dilihat hasil uji berjarak ganda Duncan bahwa perlakuan suhu 90 C selama 7 jam serta suhu 70 C dan 90 C menunjukkan tidak berbeda pada taraf kepercayaan 99% terhadap nilai kadar abu tepung cangkang kijing lokal. Perlakuan mampu meningkatkkan suhu nilai kadar abu dengan memperoleh nilai berturut-turut 96.64%, 96.46% dan 96.65%. Sesuai penelitian Wardhani (2009), kadar abu yang diperoleh dari tepung cangkang kijing relatif tinggi. Kandungan kadar abu yang terdapat pada cangkang kijing (<9 cm dan 9 cm) dengan suhu pengeringan 50ºC-60ºC yang berasal dari sinar matahari selama 6-8 jam diperoleh nilai berturut-turut sebesar 93.34% dan 93.14%. Demikian juga hasil penelitian dari Pernama (2006), kadar abu tepung cangkang kerang hijau diperoleh sebesar 77.13%, kadar abu yang tinggi pada cangkang kerang hijau diduga bersumber dari lapisan kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang melindungi tubuh kerang sehingga tekstur cangkang kerang hijau sangat padat. Menurut Sulistijowati, et., al. (2012), tepung cangkang kijing lokal ( 9cm) menggunakan pengeringan sinar matahari mengandung kadar kalsium kalsium karbonat (CaCO 3 ) sebanyak 35.5%. Menurut Wilbur (1964), kalsium karbonat yang tersimpan dalam tiga bentuk crystaline yaitu calcite, aragonite dan vaterite.

Menurut Gregoire (1972), aragonite dan calcite merupakan mineral utama penyusun cangkang bivalvia. Menurut Ningsih (2009), tinggi rendahnya kadar abu disebabkan oleh perbedaan lingkungan hidup dari organisme tersebut. Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengregulasikan dan mengabsorbsi logam, hal ini dapat memengaruhi kadar abu dalam bahan berkurang. Selain itu, kandungan kadar abu pada bahan pangan disebabkan karena kandungan mineral pada bahan pangan terbawa bersama uap panas yang keluar. Menurut Indriany (2000), kadar abu yang terkandung dalam suatu produk menunjukkan tingkat kemurnian produk tersebut. Tingkat kemurnian ini sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kandungan mineralnya. Unsur-unsur mineral seperti natrium, khlor, kalsium, fosfor, magnesium, belerang dan sebagainya dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Pada proses pembakaran, bahan organik akan terbakar, sedangkan zat anorganik tidak terbakar tetapi membentuk abu. 4.3 Pengujian Hipotesis Perbedaan suhu pengeringan berpengaruh terhadap kandungan karakteristik kimia tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.). Hasil penelitian membuktikan bahwa, pengeringan suhu 90ºC selama 7 jam dan suhu 90ºC selama 9 jam mampu menurunkan kadar air pada tepung cangkang kijing lokal. Suhu pengeringan 50ºC dan 70ºC selama 5 jam kandungan protein pada tepung cangkang kijing lokal dapat dipertahankan dan suhu 90ºC selama 7 jam dan pemanasan suhu 50ºC selama 9 jam serta suhu 90ºC selama 9 jam mampu meningkatkan kadar abu pada tepung cangkang kijing lokal. Berdasarkan

pembuktian pada penelitian tersebut bahwa hipotesis H 1 1 (Perbedaan suhu pengeringan berpengaruh terhadap karakteristik kimia tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha sp.) diterima.