USULAN REKOMENDASI DESAIN PROGRAM DAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP LAUT

dokumen-dokumen yang mirip
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Dana Alokasi Khusus. Tahun Penggunaan Petunjuk Teknis.

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

JENlS TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAM YANG SESUAI UNTUK DIKEMBANGXAN Dl BANTAl TlMUR KABUPATEN DONGGALA, SULAYESI TENGAHl.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

Status Kondisi Sosial, Pemanfaatan Sumber Daya Laut dan Habitat Pesisir di Teluk Sawai

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Peta Pulau Ambon

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kebijakan Percepatan Pembangun Industri Perikanan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

Pembinaan terhadap Nelayan pada Wilayah Pengelolaan s.d. 12 Mil

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

Transkripsi:

USULAN REKOMENDASI DESAIN PROGRAM DAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP LAUT PENTINGNYA DUKUNGAN MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL (MLIN) DALAM KEBERHASILAN PROGRAM INDUSTRIALISASI BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013 1

PENTINGNYA DUKUNGANMALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL (MLIN) DALAM KEBERHASILAN PROGRAM INDUSTRIALISASI Sasaran Rekomendasi : Kebijakan Perikanan Tangkap Latar Belakang Kebijakan industrialisasi perikanan merupakan kebijakan yang diarahkan untuk merubah sistem produksi untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumberdaya kelautan dan perikanan, melalui modernisasi yang didukung oleh kebijakan kebijakan ekonomi makro, pengembangan infrastruktur, sistem investasi, IPT EK dan SDM yang terintegrasi untuk kesejahteraan rakyat. Komitmen yang kuat terhadap industrialisasi perikanan terlihat sejak Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan kebijakan minapolitan pada tahun 2010. Program ini diarahkan untuk memobilisasi seluruh potensi pembangunan nasional ke sentra produksi perikanan. Hal ini harus dilakukan karena sarana dan prasarana yang tersedia pada pusat-pusat produksi perikanan budidaya dan perikanan tangkap masih terbatas dan kurang sempurna. Dukungan keberhasilan program industrialisasi tersebut diperkuat dengan program Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (MLIN). Pemilihan Maluku sebagai wilayah lumbung ikan nasional ini memiliki beberapa alasan diantaranya Maluku memiliki posisi trategis dan potensi perikanan yang cukup besar sehingga peluang pengembangan sektor kelautan dan perikanan Maluku masih sangat besar. Selain itu juga Ambon (Maluku) merupakan salah satu pelabuhan percontohan industrialisasi perikanan tangkap laut Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah dengan menjadikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional. Konsep pengembangan Lumbung Ikan Nasional terdiri dari 4 (empat) pilar utama yang saling berkaitan dan bersinergi antara lain lumbung (logistik), produk (ikan), sumberdaya manusia dan tata ruang. Maluku merupakan propinsi kepulauan yang memiliki 976 pulau, dengan 171 pulau diantaranya merupakan pulau berpenghuni. Maluku secara keseluruhan memiliki perairan seluas 658.294,69 km2 atau mencapai 92,4 persen, sebanyak 20 persen potensi perikanan tangkap Indonesia berada di wilayah ini. Berdasarkan hasil kajian, potensi Perikanan di propinsi inimencapai 1,627 juta ton per tahun yang tersebar di tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), meliputi: Laut Banda; Laut Maluku, T eluk T omini dan Laut Seram; dan Laut Aru, Laut Arafura danlaut T imor. Besarnya potensi tersebut belum diimbangi dengan pemanfaatannya, hingga tahun 2009 sajat ercatat potensinya baru dimanfaatkan sekitar 21 persen atau 341.966 ton. Wilayah laut Provinsi Maluku memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar. Berdasarkan hasil kajian potensi sumberdaya ikan (DKP Maluku, 2007), diperoleh nilai potensi sumberdaya ikan, yaitu : (1) WPP Laut Seram dan teluk T omini diperoleh nilai potensi sebesar 587.000 ton/tahun yang didominasi oleh ikan pelajik kecil (378.800 ton/tahun), ikan pelajik besar (106.000 ton/tahun) dan ikan demersal (83.800 ton/tahun) dengan total jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 469.500 ton/tahun; 2

(2) WPP Laut Banda diperoleh nilai potensi sebesar 248.400 ton/tahun yang didominasi oleh ikan pelajik kecil (132.000 ton/tahun), ikan pelajik besar (104.100 ton/tahun) dan ikan demersal (9.300 ton/tahun) dengan total jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 198.700 ton/tahun; (3) WPP Laut Arafura diperoleh nilai potensi sebesar 792.100 ton/tahun yang didominasi oleh ikan pelajik kecil (468.700 ton/tahun), ikan demersal (246.800 ton/tahun) dan ikan pelajik besar (50.900 ton/tahun) dengan total jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 633.600 ton/tahun. Berdasarkan nilai potensi sumberdaya ikan yang besar tersebut, maka Pemerintah Daerah Provinsi Maluku memiliki tantangan dan peluang untuk dapat memanfaatkan sumberdaya ikan tersebut secara optimal dan berkelanjutan. Konsepsi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mengembangkan Maluku sebagai wilayah lumbung ikan nasional dilakukan melalui empat tahapan. Pertama, pengembangan wilayah berbasiskan pada peluang pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Kedua, potens ispesifik sumberdaya kelautan dan perikanan yang akan dikembangkan memiliki daya saing. Ketiga, bagian-bagian wilayah yang akan dikembangkan didorong untuk saling bersinergi. Keempat, bagian wilayah dimantapkan dengan penerapan struktur pengembangan wilayah. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu mengetahui sejauhmana MLIN sehingga dapat mendukung keberhasilan program industrialisasi perikanan. Dasar pertimbangan Sebagai wilayah kepulauan, pembangunan industri di provinsi Maluku termasuk sector kelautan dan perikanan tergolong pembangunan industry dengan biaya tinggi. Oleh sebab itu, perencanaan industri di daerah seperti provinsi Maluku memerlukan pertimbangan tingginya biaya produksi akibat dari tingginya biaya transportasi. Strategi pembangunan dengan mengelompokan sentra industry dalam suatu jaringan industri yang mempertimbangkan sarana prasarana, kondisi existing, potensi pengembangan, jarak antar pusat industry merupakan kunc ikeberhasilan pengembangan industri. Mempertimbangkan faktor tersebut diatas, model jaringan industri yang cocok di Provinsi Maluku dapat dikelompokan menjadi 1 penyedian jasa utama yaitu Kota Ambon, 5 penyedia jasa antara yaitu Maluku T engah di Masohi, Kab Maluku T enggara dan Kab Aru pusatnya di T ual, Maluku T enggara Barat di P. Yamdena dan P. Wetar. Sedangkan sentra bahan baku lainnya berfungsi sebagai client (sentra bahan baku).pola hubungan industri antar sentra usaha tersebut diatas tertuang dalam gambar berikut : 3

Gambar 1.Model jaringan industri kelautan dan perikanan di Provinsi Maluku (Sumber: DinasKelautandanPerikanan, 2011) T antangan ke depan yang sangat berarti bagi pembangunan perikanan yang berkelanjutan di wilayah provinsi kepulauan ini adalah upaya untuk pencapaian Provinsi Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional. Lumbung ikan dalam suatu wilayah tertentu secara nasional dapat diartikan sebagai kawasan penghasil produksi ikan secara berkelanjutan dan merupakan pusat pertumbuhan ekonomi perikanan nasional. Produksi ikan yang dihasilkan dalam konteks lumbung ikan diperoleh dari kegiatan perikanan tangkap, budidaya dan pengolahan. Produksi ikan yang dihasilkan dari kegiatan penangkapan, idealnya harus memiliki kriteria kegiatan perikanan tangkap yang berkelanjutan, yaitu menerapkan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan, melaksanakan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF-FAO), jumlah hasil tangkapan tidak melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan, menguntungkan, investasi rendah (perikanan skala kecil dan menengah), penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) rendah, memenuhi ketentuan hukum dan per-undang-undangan yang berlaku (IUU fishing). Konsep program MLIN tersebut yang terdiri dari empat pilar utama yang saling berkaitan dan bersinergi tersebut tentunya tidak terlepas dari potensi sumberdaya perikanan yang dimiliki Maluku terutama perikanan tangkap Maluku sebagai lumbung (logistik) ikan harus dapat memeluni kebutuhan ikan untuk konsumsi skala lokal dan berperan mendukung program ketahanan pangan nasional. Hal ini terlihat dari data yang menunjukkan bahwa Kota Ambon memiliki potensi sumber daya ikan pelagis besar, pelagis kecil dan ikan demersal sebesar 160.669 ton. Potensi terbesar yang dimiliki adalah ikan pelagis kecil yang berjumlah 1.669,62 ton dengan tingkat eksploitasi maksimum lestari (MSY) sebesar 834,81 ton dan jumlah tangkapan yang diperbole hkan (JT B) sebesar 667,85 ton/tahun. Potensi sumberdaya ikan pelagis besar yang menjadi komoditas unggulan Kota 4

Ambon diperkirakan sebesar 1.655,81 ton. dengan nilai pemanfaatan maksimum lestari (MSY) sebesaar 827,90 ton dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JT B) sebesar 662,32 ton/tahun. Ikan demersal di perairan Kota Ambon diperkirakan memiliki potensi sebesar 684,07 ton dengan MSY sebesar 342,03 ton dan JT B sebesar 273,63 ton/tahun (T abel 1). T abel 1. Perkiraan Potensi Sumberdaya Ikan di Setiap Wilayah Ekologis, T ahun 2012 Potensi (Ton) No. Wilayah Ekologis Pelagis Kecil Pelagis Besar Ikan Demersal 1. T eluk Ambon Dalam 13,81-23,48 2. T eluk Ambon Luar 391,22 391,22 199,97 3. T eluk Baguala 154,29 154,29 92,09 4. Pesisir Selatan 1.110,29 1.110,29 368,53 Total 1.669,62 1.655,81 684,07 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ambon, 2013 Jika dilihat dari produksi perikanan tangkap laut dimana pada tahun 2012, volume produksi perikanan tangkap laut Kota Ambon adalah sebanyak 31.785 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 173.202.315.000. Produksi tersebut disumbang oleh ikan pelagis kecil, pelagis besar, dan ikan demersal. Berdasarkan wilayah ekologis, volume produksi disumbang besar oleh ikan pelagis kecil yaitu ikan layang sebanyak 10.412,42 ton dengan nilai Rp 41,6 miliar dan ikan selar sebanyak 789,97 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 3.949.850.000. Untuk ikan pelagis besar, volume dan nilai produksi terbesar disumbang oleh ikan tongkol yang masing-masing sebesar 10.059,59 ton dan Rp30.178.770, ikan cakalang dengan volume produksi 6.452,05 ton senilai Rp48.390.375.000, dan ikan tuna sebanyak 2.106,78 ton dengan nilai produksi Rp42.135.600.000. Besarnya volume dan nilai produksi berdasarkan jenis ikan ditunjukkan pada T abel 2. 5

2008 2009 2010 2011 2012 T abel 2. Volume dan Nilai Produksi Berdasarkan Jenis Ikan di Kota Ambon T ahun 2012 Jenis Ikan Volume (Ton) Harga (Rp/Kg) Nilai (000 Rp) Cakalang 6.452,05 7.500 48.390.375 T una 2.106,78 20.000 42.135.600 Kembung 951,36 3.500 3.329.760 T ongkol 10.059,59 3.000 30.178.770 Layang 10.412,42 4.000 41.649.680 Selar 789,97 5.000 3.949.850 Lalosi 412,3 3.000 1.236.900 T eri 35,37 2.000 70.740 Lainnya 565,16 4.000 2.260.640 Jumlah 31.785 173.202.315 Sumber: BPS Kota Ambon, 2012 T abel 2 menunjukkan bahwa dari aspek volume produksi maka ikan layang dan tongkol menjadi komoditas utama di Kota Ambon, tetapi jika dilihat dari nilai produksi maka ikan cakalang dan tuna yang memberikan sumbangan terbesar. Hal ini disebabkan oleh karena tingkat harga ikan pelagis kecil cenderung rendah dibandingkan dengan harga ikan cakalang dan tuna yang mencapai 2 5 kali lipat lebih tinggi. Faktor inilah yang membuat ikan tuna dan cakalang menjadi komoditas utama perikanan Kota Ambon. Pemasaran ikan tuna dan cakalang juga lebih luas karena menjadi komoditi ekspor ke negara tujuan Amerika Serikat dan juga ke pasar regional seperti Jakarta dan Surabaya. Sementara ikan layang dan selar dipasarkan di pasar lingkup Pulau Ambon saja. Perkembangan produksi perikanan tangkap laut di Kota Ambon menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun 2008 hingga tahun 2012, baik volume maupun nilai produksinya. Pertumbuhan volume produksi teridentifikasi sebesar 9% per tahun, sedangkan pertumbuhan nilai produksi sebesar 27% per tahun. Peningkatan produksi tersebut disebabkan oleh karena meningkatnya faktor-faktor yang mempengaruhinya secara signifikan, seperti jumlah armada penangkapan, jumlah nelayan dan jumlah alat tangkap menunjukkan peningkatan yang nyata. Perkembangan volume dan nilai produksi periode tahun 2008 2012 ditunjukkan pada Gambar 2, 40000 20000 0 Volume Produksi (Ton) 2008 2009 2010 2011 2012 Nilai Produksi (Rp) 200000000 100000000 0 Sumber: BPS Kota Ambon, 2012 (diolah) Gambar 2. Perkembangan volume dan nilai produksi perikanan tangkap di Kota Ambon, 2008 2012 6

T erkait dengan sumberdaya manusia yang ada dalam sektor perikanan dapat dilihat berdasarkan aspek sosial ekonomi, Kota Ambon memiliki sebaran kepadatan penduduk yang relatif dibagi atas 5 Kecamatan, terdiri dari 50 Desa/Kelurahan dengan 34 Desa/Kelurahan atau sekitar 68% berada pada kawasan pesisir, termasuk di dalamnya desa-desa yang letaknya di daerah pegunungan. Tabel 3. Jumlah Nelayan, Jumlah Pengolah Ikan Asar serta RTP Kota Ambon Tahun 2012 No. Kecamatan Jumlah Nelayan Jumlah Pengolah Ikan Asar Jumlah RTP 1. T eluk Ambon 683 595 2. T eluk Ambon Baguala 822 726 3. Sirimau 375 294 4. Leitimur Selatan 617 548 5. Nusaniwe 1.329 1.224 Jumlah 3.826 66 3.387 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ambon, 2013 Meskipun desa-desa di pegunungan letaknya jauh dari pantai, namun memiliki hak petuanan di kawasan pesisir dan laut. Oleh karena itu, sebagai dearah kepulauan maka wilayah Kota Ambon memiliki pelaku utama di sektor perikanan sebanyak 5.363 orang dimana jumlah nelayan sebanyak 3.826 orang yang terdistribusi pada 3.387 rumah tangga perikanan dan jumlah pengolah ikan asapan di kota Ambon sebanyak 66 orang (T abel 3). Sektor kelautan dan perikanan mampu menyerap tenaga kerja 1.085 orang selama tahun 2006 2012 melalui usaha perikanan tangkap, budidaya, pengolahan, dan pemasaran (Diskanlut, 2013). T abel 3 menunjukkan bahwa nelayan Kota Ambon bermukim di Kecamatan Nusaniwe karena 35% dari total jumlah nelayan berasal Nusaniwe, yaitu sebanyak 1.329 orang dengan jumlah RT P sebanyak 1.224 orang, sedangkan sisanya tersebar di Kecamatan T eluk Ambon Baguala, T eluk Ambon, Leitimur Selatan dan Kecamatan Sirimau. Sementara jumlah pengolah dan pemasar ikan asar banyak berasal dari Kecamatan T eluk Ambon Baguala yang dikenal sebagai pusat produksi ikan asar di Kota Ambon. Kegiatan perikanan di Kota Ambon didominasi oleh kegiatan penangkapan laut karena wilayahnya yang dikelilingi oleh laut lepas dan teluk. Posisi geografis ini menguntungkan bagi nelayan karena sepanjang tahun dapat melakuakan penangkapan dengan berpindah lokasi ke laut lepas (Laut Banda) saat musim angin Barat dan berpindah ke laut dalam (teluk Ambon) saat musim angin timur. Pada tahun 2012, jumlah armada dan alat tangkap di Kota Ambon masing-masing berjumlah 1.346 dan 3.682 unit. Kegiatan penangkapan sebagian besar didominasi oleh jukung sebesar 64%, perahu motor tempel (32%), perahu papan (3%) dan kapal motor (1%). Kondisi ini disebabkan oleh karena nelayan lokal Kota Ambon masih banyak yang menggunakan perahu 7

berukuran ukuran kecil (77%), sedangkan kapal-kapal besar didominasi oleh kapal eks asing milik cold storage yang beroperasi di kawasan PPN T antui Ambon. 1200 1150 1100 1050 1000 950 900 850 800 750 700 650 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 2008 2009 2010 2011 2012 JUMLAH ARMADA PENANGKAPAN IKAN (UNIT) Jukung Perahu Papan Motor Tempel Kapal Motor Sumber: BPS Kota Ambon, 2012 Gambar 3. Jumlah armada penangkapan yang digunakan nelayan Kota Ambon Jenis alat tangkap yang digunakan oleh sebagian besar nelayan antara lain jaring angkat, jari ng insang, pancing tonda, huhate (pole and line) dan pukat cincin (BPS Kota Ambon, 2012). Berdasarkan dominasi penggunaan, alat tangkap yang paling banyak digunakan adalah jala, bubu, serok, bagan dan lainnya (65%), jaring angkat (14%), jaring insang (10%), dan pancing tonda (8%). Jenis ikan yang ditangkap antara lain ikan cakalang, kembung, julung, tongkol, layang, selar dan ikan lainnya. Dari jenis ikan tersebut, ikan layang menjadi ikan yang besar volume pemasarannya yaitu sebesar 57%, tongkol 13% dan ikan cakalang sebanyak 12% (BPS Kota Ambon, 2012). 8

T abel 4. Jenis Alat T angkap yang Digunakan Nelayan, T ahun 2008 2012 Jenis Alat Tangkap (Unit) Jala, Bubu, Tahun Pukat Jaring Pancing Pukat Cincin Jaring Insang Huhate Serok, Pantai Angkat Tonda Lainnya 2008 7 48 322 494 25 269-2009 7 48 330 494 25 269-2010 7 48 339 494 26 269 2253 2011 10 52 336 494 27 280 2253 2012 10 55 344 494 27 295 2253 Sumber: BPS Kota Ambon, 2012 Sementara itu, kegiatan pengolahan umumnya mengolah ikan tongkol dan cakalang menjadi produk ikan asap (smoked fish) yang dikenal dengan nama ikan asar karena pengolah asal Ambon menegaskan bahwa ikan asarnya tidak sama dengan ikan asap daerah lain yang berbeda dalam proses pengolahannya..umumnya penjualan ikan asap yang tersebar di beberapa tempat, namun terbesar terdapat di desa Hative Kecil 40-90% dan Desa Passo dan Desa Poka 15,15% (Diskanlut Kota Ambon, 2012). Strategi Implementasi Untuk mendukung keberhasilan program industrialisasi perikanan tangkap, maka adanya dukungan program MLIN beberapa strategi implementasi yang perlu diperhatikan dalam program Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (MLIN) yaitu (1) Pengembangan kemampuan armada penangkapan ikan, dari yang bersifat hunting menjadi lebih bersifat harvesting. Ini memerlukan penguasaan dan penerapan IPT EK baru, antara lain sensor sistem, remote sensing dan GIS, pemodelan dan simulasi komputer, artificial inteligence dan decision support system, teknologi penangkapan dan kapal penangkapan ikan yang efektif dan efisien untuk eksploitasi sumberdaya ikan di ZEEI; (2) Pengembangan teknologi budidaya laut (mariculture), termasuk sea ranching, untuk sumberdaya ikan yang sudah dibudidayakan maupun yang belum (baru); (3) Penerapan bioteknologi untuk budidaya laut, termasuk teknik ekstrasi bioactive subtances atau marine natural products untuk industri pangan, obat-obatan dan kosmetika; (4) Pengembangan teknologi pengelolaan (konservasi) sumber daya ikan dan lingkungan laut serta rehabilitasi habitat ikan yang telah rusak, sehingga kelestarian dan keberlanjutan produksi sumber daya ikan dapat tetap terjaga ; (5) Pengembangan sumber daya manusia dibidang perikanan dan kelautan, baik kuantitas maupun kualitasnya; (6) Pengembangan infrastruktur penunjang dalam pengembangan wilayah, baikuntuk menunjang aktivitas ekonomi maupun aktivitas sosial; 9

(7) Pengembangan ilmu dan teknologi perikanan dan kelautan, untuk menunjang diversifikasi produk dan meningkatkan nilai tambah sumber daya ikan; (8) Pengembangan sistem logistik, agar distribusi dan pemasarannya dapat berjalan secara efisien ; dan (9) Selain itu, hal utama lainnya yang paling penting untuk mewujudkan Provinsi maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional adalah dukungan penuh dari Pemerintah Pusat. Prakiraan Dampak Dengan potensi perikanan dan kelautan sangat tinggi yang dimiliki Maluku maka pertumbuhannya perlu diakselerasi. Oleh karena itu Maluku ditetapkan sebagai Lumbung Ikan Nasional sehingga potensi yang belum termanfaatkan secara optimal menjadi salah satu pemicu untuk mendukung keberhasilan program industrialisasi dan dapat mempercepat pembangunan sektor kelautan dan perikanan di kawasan Maluku. Dengan adanya kebijakan MLIN ini diharapkan dapat mendongkrak peningkatan ekon omi daerah yang berimplikasi pada perekonomian nasional. Daftar Pustaka Biro Pusat Statistik. 2012. Kota Ambon dalam Angka, Ambon Direktorat Jenderal KP3K, KKP. 2012. Rencana Pengembangan Maluku Lumbung Ikan Nasional, Jakarta. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Maluku, 2007. Statistik Perikanan, Maluku Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ambon, 2013. Statistik Perikanan, Ambon Zulham, A. et al. 2011. Kajian Model Pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan T angkap laut. Penyusun Usulan Rekomendasi: Nama : Risna Yusuf Hp : 087888514915 10