LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU"

Transkripsi

1 LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU DAMPAK EKONOMI TERHADAP KEBIJAKAN LARANGAN PENANGKAPAN IKAN (KASUS BANDA NEIRA, PROVINSI MALUKU DAN KABUPATEN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT) OLEH: LUKMAN ADAM PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR RI

2 RINGKASAN EKSEKUTIF Kebijakan larangan penangkapan ikan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, antara lain dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP RI) dan Permen KP Nomor 4 Tahun 2015 tentang Larangan Penangkapan Ikan di WPP RI 714 membuat pelaku usaha perikanan-seperti nelayan dan pengolah hasil perikanan-yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumber daya ikan menjadi gelisah. Ada nelayan yang melakukan penolakan dan ada yang mendukung. Penolakan khususnya terjadi di wilayah perikanan yang: (a) sudah mengalami overfishing sehingga nelayannya harus beroperasi jauh ke tengah, dan (b) banyak terdapat pelaku usaha skala besar. Sedangkan yang memberikan dukungan merupakan nelayan yang berada di kawasan yang masih memungkinkan dilakukannya eksploitasi dan banyak terdapat nelayan tradisional atau nelayan skala kecil, contohnya di Kabupaten Maluku Barat Daya. Pemberlakuan Permen KP No. 2 dan 4 Tahun 2015 menyiratkan pergeseran paradigma pengelolaan perikanan di Indonesia dari peningkatan produktivitas dan industrialisasi perikanan ke paradigma pemulihan ekologi lingkungan perairan pesisir dan lautan. Pergeseran paradigma tersebut seolah-olah mengabaikan keberadaan 927,25 ribu nelayan 1 yang selama ini menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan sumber daya di perairan pesisir dan lautan. 1 Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013 dalam Sonny Harry Harmadi, Nelayan Kita, Kompas, 19 November 2014, hlm. 5. 2

3 Dampak ekonomi yang ditimbulkan dalam jangka pendek dari kedua Permen KP tersebut sangat terasa bagi nelayan dan keluarganya, serta para pihak yang selama ini bergantung pada pemanfaatan hasil sumber daya ikan, termasuk pengolah dan pedagang. Dampak ekonomi yang ditimbulkan adalah merosotnya pendapatan karena alat tangkap yang biasa digunakan menjadi alat tangkap yang terlarang, sedangkan permasalahan yang timbul di WPP 714 adalah jangkauan melaut yang lebih jauh bagi nelayan di sekitar Laut Banda. Pembatasan upaya penangkapan dalam pengelolaan sumber daya perikanan secara teoritis tepat karena dapat melestarikan stok ikan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha sektor perikanan. Namun dalam waktu singkat, kebijakan pembatasan akan menciptakan masalah lain seperti masalah sosial. Dalam hal ini, administrasi pemerintah di sektor perikanan harus mempertimbangkan solusi yang komprehensif untuk menyelesaikan masalah ini. 2 Atas dasar tersebut, penelitian ini diarahkan untuk mengetahui secara langsung dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pemberlakuan 2 Permen KP tersebut. Sementara itu, secara khusus penelitian ditujukan untuk mengkaji: alasan terbitnya kedua Permen KP tersebut, dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan dan solusi yang harus dilakukan. Paradigma pembangunan perikanan pada dasarnya mengalami evolusi dari paradigma produktivitas ke paradigma ekologi, sehingga bisa disebutkan konsep pembangunan perikanan berkelanjutan menjadi perhatian pengambil kebijakan saat ini. Secara umum, tujuan pembangunan perikanan dapat dikelompokkan dalam berbagai kategori tujuan, yaitu kategori ekonomi, sosial, dan lingkungan. Interaksi tujuan pembangunan perikanan dengan ketiga aspek pengelolaan, yang menunjukkan bahwa dari sekian banyak tujuan pembangunan perikanan, tidak ada satu pun yang memiliki tanda checked yang berada 2 Nimmi Zulbainarni, 2012, Teori dan Praktik Pemodelan Bioekonomi dalam Pengelolaan Perikanan Tangkap, Bogor: PT Penerbit IPB Press, hal

4 pada semua aspek. Ini menunjukkan adanya trade off dalam pengelolaan perikanan untuk mencapai kondisi ideal. 3 Penelitian lapangan pertama dilaksanakan pada bulan Juli 2016 di Ambon, Provinsi Maluku dan Kecamatan Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Alasan pemilihan lokasi penelitian di Ambon dan Banda Neira adalah: (1) Masyarakat di Kecamatan Banda Neira terkena dampak langsung dari Permen KP No. 4 Tahun 2015, karena WPP 714 merupakan wilayah Laut Banda; (2) Nilai Tukar Nelayan di Provinsi Maluku termasuk tertinggi dengan angka mencapai 105,38; 4 (3) kelompok usaha bersama perikanan tangkap di Provinsi Maluku mengalami peningkatan signifikan dari 17 kelompok di tahun 2010 menjadi 721 kelompok di tahun 2014; 5 dan (4) rata-rata produksi perikanan tangkap di Provinsi Maluku pada tahun 2003 sampai 2013 adalah yang terbesar di seluruh Indonesia, yaitu mencapai 8,99%. 6 Penelitian lapangan kedua dilaksanakan pada 10 sampai 19 Agustus 2016 di Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Alasan pemilihan Provinsi NTB pada umumnya dan secara khusus Kabupaten Sumbawa adalah: (1) Sumbawa merupakan lumbung perikanan Provinsi NTB dan nasional, dengan perolehan satu orang pengepul di kabupaten tersebut rata-rata lebih dari 2 ton/hari. Namun minim infrastruktur. 7 Tentunya larangan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik berdampak terhadap nelayan dan pengepul; (2) kelompok usaha bersama perikanan tangkap di Provinsi NTB terus mengalami peningkatan signifikan. Bahkan untuk bagian selatan Indonesia, KUB perikanan tangkap di Provinsi NTB sangat banyak, yaitu 3 Ahmad Fauzi, Ekonomi Perikanan: Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Hal Pusat Data, Statistik, dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan, ibid. 6 Pusat Data, Statistik, dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Analisis Data Pokok Kelautan dan Perikanan 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan, n.tapi.minim.infrastruktur, diakses 22 Juni

5 mencapai 720 di tahun 2014 meningkat pesat dari 191 unit di tahun ; dan (3) perairan di Provinsi NTB termasuk dalam WPP 573, dan satu-satunya WPP yang mengalami penurunan pada tahun , namun mengalami peningkatan positif mencapai 1,15 persen pada tahun Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperlukan dalam menjawab pertanyaan penelitian nomor 1, yaitu alasan terbitnya kedua Permen KP yang menjadi topik penelitian dan kerugian ekonomi. Narasumber yang diperlukan adalah narasumber yang berada di wilayah Jakarta, seperti dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan LSM, serta narasumber yang berada di lokasi penelitian lapangan yang berkaitan langsung dengan topik penelitian, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kabupaten, LSM, kelompok dan organisasi nelayan, pengusaha perikanan, dan nelayan. Sedangkan data sekunder diperlukan untuk menjawab sebagian pertanyaan penelitian nomor 2. Data sekunder yang diperlukan adalah Statistik Perikanan Tangkap Provinsi dan Kabupaten Tahun 2015 dan sebelumnya, serta Kecamatan Banda Neira dalam Angka. Informasi yang diperoleh dari Biro Hukum, Kementerian Kelautan dan Perikanan, menyebutkan bahwa tidak ada kajian akademis yang melengkapi Permen KP No. 4 Tahun Latar belakang terbitnya Permen KP tersebut didasari dua faktor, yaitu: (1) besarnya volume, nilai produksi, dan pengeluaran terhadap subsidi sub sektor perikanan tangkap tidak sebanding dengan kontribusi sub sektor ini terhadap total Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBP); dan (2) ada hasil penelitian dari Badan Litbang Kelautan dan Perikanan yang menunjukkan terjadi penurunan potensi SDI tuna di WPP 8 Pusat Data, Statistik, dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan, ibid. 5

6 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku juga tidak diminta masukan terhadap penyusunan Permen KP No. 4 Tahun 2015 ini. 11 PDB perikanan tangkap yang tergolong tinggi, nyatanya hanya menyumbang PNBP sebesar 0,2 persen dari total PNBP tahun Bahkan ada indikasi inefficiency lost yang tinggi dari PNBP perikanan yang menyebabkan potensi kerugian negara sebesar 386 persen dari total PNBP perikanan di tahun Pada tahun 2011, dengan nilai perikanan tangkap Rp 70,03 triliun hanya 0,26 persen dana yang disumbangkan ke APBN, sedangkan pada tahun 2013 dengan nilai perikanan tangkap Rp101,32 triliun 13 hanya 0,22 persen yang dikontribusikan pada APBN Terbitnya PP No. 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa pemerintah sedang berupaya meningkatkan PNBP sektor kelautan dan perikanan, khususnya perikanan tangkap. Namun terbitnya PP ini menunjukkan dua hal yang tidak tepat dengan keinginan memberdayakan usaha perikanan kecil dan menengah, serta keinginan pengelolaan perikanan berkelanjutan, yaitu (1) rumus perhitungan pungutan hasil perikanan (PHP) memberatkan usaha perikanan skala kecil dan menengah. Tarif royalti PHP usaha perikanan skala kecil naik dari 1,5% menjadi 5% dan untuk skala menengah ditetapkan sebesar 10%, sedangkan usaha besar meningkat 25%. Perlu diperhatikan implikasi dari kebijakan tarif tersebut bagi keberlanjutan usaha perikanan tangkap kedepan. Tarif yang tinggi memang secara otomatis akan mendongkrak PNBP dan menghindari eksploitasi berlebih pada SDI. Namun jika terlalu tinggi akan melemahkan usaha perikanan skala kecil dan menengah (khususnya usaha lokal), ditengah-tengah keinginan 10 Wawancara dengan Husni Mubarak, Kepala Sub Bagian Perundang-undangan Perikanan Tangkap, Biro Hukum, Kementerian Kelautan dan Perikanan, 21 Juli Wawancara dengan Ahmad Umarella, Kepala Bidang Penangkapan Ikan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Provinsi Maluku, 25 Juli Departemen Kajian Strategis BEM FEB UI, Penyempurnaan Zonasi Kelautan dan Pengoptimalan Lembaga Keuangan Mikro Nelayan dalam Upaya Pembangunan Sektor Perikanan, diakses 25 Juli Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015, Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun

7 memberdayakan usaha perikanan skala kecil dan menengah; dan (2) saat ini arah kebijakan KKP mengarah pada pengelolaan perikanan berkelanjutan. Hal ini bisa dilihat dari aksi-aksi yang dilakukan oleh KKP, salah satunya melarang penggunaan pukat. Namun, sangat mengejutkan KKP membuka peluang beroperasinya alat tangkap pukat seperti tertera dalam Lampiran PP di halaman 2, dalam point I.A.1.c. Informasi dari Biro Hukum KKP bahwa hasil penelitian Badan Litbang KKP menunjukkan terjadi penurunan SDI tuna di WPP 714. Namun berdasarkan data tingkat eksploitasi SDI di setiap WPP tahun 2011, tuna sirip kuning (Thunnus albacores, madidihang) berada pada tingkat fully exploited. 14 Fully exploited menunjukkan bahwa ikan tuna sirip kuning masih memungkinkan untuk dieksploitasi, namun dengan prinsip hati-hati. Hal yang juga bertentangan dengan informasi dari Biro Hukum KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku menyebutkan tingkat pemanfaatan pada tahun 2015 di tiga WPP (WPP 714, 715, dan 718) yang berada dalam lingkup administrasi Provinsi Maluku hanya mencapai 29,18 persen. 15 Di sisi lain, dari rancangan estimasi potensi SDI di WPP 714 untuk ikan pelagis besar 16 tahun 2016 menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatannya mencapai 86 persen, dengan potensi mencapai 43,062 dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan mencapai Dari angka tahun 2016 tersebut menunjukkan bahwa status pemanfaatan ikan pelagis besar di WPP 714 masih berada pada moderate exploited. Selain itu, berdasarkan analisis komposit SDI di WPP 714, yang dipublikasikan tahun 2016, diperoleh nilai sejumlah Hasil analisis ini menunjukkan kondisi SDI di WPP 714 adalah sedang atau warna bendera 14 Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015, Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun Hal Catatan tertulis Dinas Kelautan dan Perikanan dalam penelitian mengenai Dampak Ekonomi Kebijakan Pelarangan Penangkapan Ikan, 25 Juli Ikan pelagis besar mencakup: ikan layaran, setuhuk hitam, setuhuk biru, setuhuk loreng, ikan pedang, madidihang, albakora, tuna sirip biru selatan, tuna mata besar, tongkol abu-abu, tenggiri, tenggiri papan, tongkol krai, tongkol komo, dan cakalang. 17 Komisi Nasional Kajian Sumber Daya Ikan, Tabel Rancangan Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Status Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, 2016 (Belum dipublikasikan). 7

8 kuning. Indikator SDI yang ditinjau antara lain ukuran ikan, proporsi tertangkapnya juvenile, komposisi jenis, dan selektivitas alat tangkap. 18 Berdasarkan nilai keberlanjutannya, alat tangkap dapat dibedakan kedalam empat kelompok sebagai berikut; (1) Alat tangkap selektif, ialah alat tangkap yang ramah secara ekologis (ecologically friendly). Contoh paling umum dari alat penangkapan ikan kategori ini adalah pancing; (2) Alat tangkap yang cenderung menyebabkan terjadinya tangkap lebih (overfishing), sehingga bisa merusak sumber daya dan ekologi; (3) Alat tangkap yang dalam operasinya cederung menyebabkan kerusakan habitat ikan sehingga berdampak negatif secara ekologis; (4) Alat tangkap yang cenderung merusak secara ekologis melalui tangkap lebih dan kerusakan habitat ikan. Alat tangkap seperti peledak, atau di masyarakat dikenal dengan istilah bom ikan sudah umum dikenal sebagai alat tangkap kategori 4 di atas. Berdasarkan hasil penilaian pakar, 14 jenis alat penangkapan ikan yang dilarang oleh pemerintah termasuk dalam salah satu kategori sebagai berikut: (1) seluruh alat tangkap (14 jenis alat penangkapan ikan) diperkirakan memberikan dampak negatif secara ekologis. Lebih dari 50% (9 dari 17) diduga menyebabkan kerusakan habitat dan juga penurunan stok sumber daya ikan; (2) seluruh jenis alat tangkap memberikan keuntungan ekonomi jangka pendek kepada nelayan dan rumah tangga perikanan (RTP). Alat tangkap ini cenderung untuk dipertahankan oleh nelayan, kecuali terdapat pilihan ekonomi jangka pendek yang lebih menguntungkan; (3) sejumlah enam jenis alat penangkapan ikan (35%) yang dalam operasinya tidak menimbulkan kecemburuan nelayan lain dan tidak menimbulkan konflik. Terdapat sembilan jenis alat yang dalam operasinya dirasakan menimbulkan kecemburuan sosial dari nelayan lainnya dan terkadang menimbulkan konflik di permukaan. Sisanya, ada dua jenis alat tangkap (cantrang dan lampara dasar) yang sering menimbulkan konflik dengan nelayan lainnya diakses 30 Juli

9 Berdasarkan data Statistik Perikanan Provinsi Maluku terlihat bahwa Tuna Sirip Kuning (Yellowfin Tuna/Thunnus albaceres/madidihang) merupakan ikan pelagis besar yang bernilai ekonomis penting di Kabupaten Maluku Tengah dengan produksi 5.137,7 ton atau Rp25,688 miliar (2013) dan 1.961,7 ton atau Rp17,655 miliar (2014). Diatas tuna mata besar, tongkol abu-abu, tenggiri, dan tenggiri papan. Namun, masih dibawah tongkol komo dan cakalang. 19 Pendapatan per kapita nelayan di Kecamatan Banda Neira mengalami peningkatan pesat sejak tahun Nilai produksi meningkat pesat sehingga keuntungan bertambah dua kali lipat. Hal ini juga berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Banda Neira. Jenis ikan yang banyak ditangkap oleh nelayan di Kecamatan Banda Neira adalah tuna dan cakalang. Substansi Permen KP No. 4 Tahun 2015 tidak diketahui oleh nelayan di Kecamatan Banda Neira. Kapal motor tempel dan kapal motor di bawah 5 GT yang dikuasai oleh nelayan di Kecamatan Banda Neira telah sampai di koordinat yang dilarang dalam lampiran Permen KP tersebut. Nelayan juga menyebutkan bahwa tidak ada patroli pengawas sumber daya kelautan dan perikanan yang menghalau nelayan pada koordinat tersebut. Nelayan di Banda Neira yang menggunakan kapal motor tempel bahkan mampu mencapai perairan sejauh 9 mil. Sedangkan nelayan yang memiliki armada perikanan dengan ukuran di bawah 10 GT mampu mencapai koordinat yang dilarang dalam lampiran Permen KP No. 4 Tahun Patroli pengawas hanya memberikan sosialisasi dan informasi pada nelayan agar tidak merusak terumbu karang yang banyak di jumpai di perairan sejauh hampir 5 mil dari lepas pantai Pulau Banda Besar atau Pulau Manukang. Nelayan kecil tidak memperoleh dampak berarti dari larangan menangkap ikan yang ada dalam Permen KP No. 4 Tahun Bahkan penelitian yang dilakukan staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas 19 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku (2014 dan 2015) 9

10 Pattimura, menunjukkan bahwa perikanan rakyat di Maluku berkembang sebesar 40 persen. Dampak luar biasa dirasakan oleh industri perikanan skala besar, dimana terjadi pemutusan hubungan kerja, baik tenaga kerja asing maupun lokal. 20 Tuna Sirip Kuning (Yellowfin Tuna/Thunnus albaceres/madidihang) tidak boleh ditangkap di bulan Oktober sampai Desember pada koordinat BT dan 4 6 LS di Laut Banda. Pelacakan asal penangkapan ikan tuna sirip kuning sangat sulit dilakukan, karena nelayan di Laut Banda yang menguasai armada penangkapan ikan mulai dari 1 sampai 10 GT dapat menangkap ikan pada koordinat yang dilarang dan bercampur dengan koordinat yang diperbolehkan. Nelayan juga tidak mengetahui jika pada koordinat tersebut ada larangan. Namun, ditinjau dari ukuran tuna sirip kuning yang ditangkap oleh nelayan di Kecamatan Banda Neira menunjukkan bahwa ikan tuna sirip kuning yang ditangkap termasuk kategori dewasa karena sudah memiliki panjang mencapai 1 meter lebih. Data yang ada menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara pendapatan per kapita nelayan saat sebelum ada pelarangan dan sesudah ada pelarangan. Pendapatan per kapita nelayan mengalami peningkatan karena produksi perikanan tangkap pada tahun 2015 meningkat. Saat itu, musim timur yang tidak bersahabat dengan nelayan berlangsung lebih singkat dibandingkan musim barat. Sehingga dampak ekonomi dari Permen KP No. 4 Tahun 2015 tidak dirasakan oleh nelayan di Kecamatan Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah. Nelayan tetap dapat menangkap ikan tanpa ada hambatan dari pengawas sumber daya kelautan dan perikanan, KKP atau Polisi Perairan. Berdasarkan informasi dari Camat dan nelayan Banda Neira, tidak ada nelayan yang ditangkap karena menangkap ikan Tuna Sirip Kuning (Yellowfin Tuna/Thunnus albaceres/madidihang) pada bulan Oktober sampai Desember FGD dengan W. Waileruny dan Delly Matrutty, Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura, tanggal 26 Juli

11 Mungkin dampak dari Permen KP No. 4 Tahun 2015 dirasakan oleh usaha perikanan skala besar yang memiliki armada perikanan di atas 30 GT. Dari data dan informasi yang berkembang bahwa banyak kapal perikanan yang juga mendaratkan ikan di Bitung, Kendari, Bali, dan Jakarta. Namun, bagi nelayan di Banda Neira, dampak ekonomi, seperti penurunan hasil tangkapan, tidak ada. Nelayan mengalami kemunduran pendapatan apabila sedang musim timur yang berlangsung dari Juni sampai September. Dari 24 kecamatan di Kabupaten Sumbawa, hanya ada 15 kecamatan yang memiliki nelayan dalam jumlah signifikan. Ikan ekonomis penting yang terdapat di Kabupaten Sumbawa adalah ubur-ubur, kembung, layang, dan kerapu. Pada tahun 2013, produksi komoditas ubur-ubur mencapai 8.720,3 ton; kembung mencapai 4.339,3 ton; layang mencapai 2.977,9 ton, dan kerapu mencapai 2.791,1 ton. Ikan komoditas perikanan tangkap yang memiliki nilai ekonomis penting di Kabupaten Sumbawa adalah ikan kembung, ikan kakap, ikan kerapu, dan ikan tongkol. Pelarangan penggunaan alat tangkap trawl oleh nelayan, khususnya alat tangkap cantrang, berdampak bagi kehidupan nelayan sehari-hari dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan mulai dari aspek ekologis, sosial, maupun ekonomi. Sejak diperkenalkan kepada nelayan-nelayan pesisir Indonesia, trawl mulai berkembang pesat dan memengaruhi kehidupan sosial-ekonomi nelayan tradisional hingga saat ini. Hal itu merupakan salah satu modernisasi perikanan untuk meningkatkan produksi perikanan. Akibat penggunaan pukat (trawl, alat tangkap yang dilarang dalam Permen KP No. 2 Tahun 2015), kompetisi antara nelayan tradisional dengan nelayan modern tidak dapat dihindari dan akhirnya menimbulkan konflik antar nelayan. Mayoritas nelayan di NTB menggunakan alat tangkap cantrang sebagai alat tangkap tradisional yang menurut mereka tidak merusak ekosistem dan tidak bersifat eksploitatif. Tidak berbeda dengan penggunaan trawl, penggunaan cantrang juga menimbulkan konflik antar nelayan dan kerusakan ekosistem. Oleh karena itu, dikeluarkan Permen KP No. 2 tahun 11

12 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Pemerintah menerapkan pelarangan penggunaan cantrang karena alat tangkap cantrang dan pukat merusak ekosistem terumbu karang di perairan dengan radius 4-12 mil dari pantai dan mata jaring pukat yang rapat dapat menangkap seluruh jenis ikan baik target maupun yang bukan target penangkapan. Saat ini di Provinsi NTB dan Kabupaten Sumbawa isu yang menarik terkait dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan adalah Permen KP No. 1 Tahun 2015 tentang Larangan Ekspor Kepiting Bertelur, Rajungan Bertelur, dan Lobster Bertelur. Pertentangan yang terjadi disebabkan kepiting, rajungan, dan lobster bertelur menjadi komoditas yang disukai oleh konsumen di luar negeri. Akibatnya permintaan terhadap komoditas ini menjadi tinggi, apalagi kepitingan, rajungan, dan lobster bertelur yang diperoleh dari hasil tangkapan. Padahal spesies ini membutuhkan tempat yang baik untuk dapat bertelur. Penangkapannya dianggap oleh Pemerintah sudah harus dikendalikan karena sudah mengancam keberlangsungan ekosistemnya. Namun sesungguhnya yang banyak dirugikan adalah pedagang pengumpul besar, yang berjumlah 6 orang di Provinsi NTB. Permen KP No. 1 Tahun 2015 merupakan bentuk kehati-hatian dari pengambil kebijakan, karena pengelolaan sumber daya perlu diatur. Permen KP No. 1 Tahun 2015 lebih mempertimbangkan pada aspek keseimbangan ekologi. Namun, sangat disayangkan bahwa tidak ada sosialisasi menyeluruh dan tidak ada perhitungan stock assessment (berapa sumber daya yang boleh diambil). Sebelum ada Permen KP No. 1 Tahun 2015, pembibit/nelayan yang menangkap kepiting bertelur, rajungan bertelur, dan lobster bertelur lebih suka langsung menjual pada pedagang pengumpul daripada ke pembudi daya karena harga jualnya yang tinggi. Adanya Permen KP No. 1 Tahun 2015 seharusnya menimbulkan kesadaran agar pihak yang terbiasa hidup dari penjualan kepiting bertelur, rajungan 12

13 bertelur, dan lobster bertelur, khususnya yang berada di sektor hulu, untuk beralih komoditas. Saat ini, penjualan kepiting bertelur, rajungan bertelur, dan lobster bertelur masih dilakukan secara tidak sah (illegal). Rantai pemasaran menjadi lebih panjang, dimana nelayan tidak bisa langsung ke pedagang pengumpul, tapi melalui pedagang perantara, baru ke pedagang pengumpul. Ekspor juga dilakukan secara tidak sah (illegal), tidak melalui karantina maupun bea cukai. Permasalahan yang dihadapi nelayan di Kecamatan Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah sebelum dan sesudah terbitnya Permen KP No. 4 Tahun 2015 adalah armada perikanan sederhana, potensi peningkatan alat tangkap tidak ramah lingkungan, harga, dan kesulitan ketika paceklik. Sejumlah 88 persen nelayan di Kecamatan Banda Neira pada tahun 2015 hanya memiliki perahu tanpa motor dan motor tempel. Sedangkan 12 persen diantaranya sudah memiliki kapal motor di bawah 10 GT. Walaupun armada perikanan yang dimiliki sederhana dan termasuk kategori nelayan kecil, namun aksesibilitas nelayan di Banda Neira mampu mengeksploitasi SDI di Laut Banda. Permen KP No. 4 Tahun 2015 sangat bagus dari aspek SDI, dimana SDI yang sudah tereksploitasi akan segera pulih. Di masa depan perlu dilakukan kajian mengenai potensi SDI yang tepat agar bisa diketahui alokasi izin terhadap kapal dan alat tangkap yang digunakan. Penutupan eksploitasi pada koordinat tertentu di Laut Banda pada bulan Oktober sampai Desember merupakan kebijakan yang baik, asalkan tiga syarat dipenuhi, yaitu kajian yang didasarkan data SDI yang tepat dan dipublikasikan, solusi terhadap nelayan yang tidak boleh menangkap ikan tuna sirip kuning, dan sosialisasi terhadap Permen yang dikeluarkan. Sosialisasi diperlukan agar nelayan tidak menangkap ikan tuna sirip kuning pada koordinat tersebut karena merupakan daerah beruaya dan berpijah ikan. Namun perlu dipikirkan bahwa ada potensi SDI tuna sirip kuning yang harus dikembalikan dan nelayan harus memperoleh intangible cost akibat 13

14 kehilangan potensi pendapatan. Pemerintah harus memikirkan bagaimana pelaksanaan di lapangan pada bulan Oktober sampai Desember pada koordinat tersebut, mengingat penangkapan diluar jenis ikan tuna sirip kuning masih diperbolehkan. Khususnya terhadap nelayan yang menggunakan alat tangkap huhate dan jaring insang hanyut, dimana ikan tuna sirip kuning yang bergerombol dengan ikan tuna mata besar terdapat kemungkinan terjaring bersama. Idealnya, perairan pada koordinat BT dan 4 6 LS di Laut Banda di bulan Oktober sampai Desember ditutup total, sehingga lebih mudah dilakukan pengawasan. Penutupan tuna sirip kuning pada saat itu memungkinkan terjadinya eksploitasi berlebih pada jenis ikan lain, seperti tuna komo dan tuna mata besar. Faktor penghambat sulitnya penerapan Permen KP No. 1 dan 2 Tahun 2015 di Provinsi NTB adalah masyarakat nelayan/perikanan kurang memiliki kepercayaan pada pemerintah menjaga ekosistem laut. Larangan penggunaan alat penangkapan ikan bukan merupakan solusi yang baik. Seharusnya pemerintah menanam rumpon atau meningkatkan budidaya ikan di laut. Program rumponisasi telah dimiliki oleh pemerintah daerah, namun dirasakan oleh masyarakat bahwa pemerintah daerah kurang serius dalam mengembangkan program ini. Dari pengamatan penelitian, program yang dimiliki oleh pemerintah daerah tidak berkesinambungan. Demikian juga dengan program di pemerintah pusat. Berganti pemerintah pada setiap 5 atau 10 tahun, maka kebijakan pemerintah atau pemerintah daerah akan berganti. Selain itu, faktor penghambat lainnya adalah jumlah penyuluh yang sangat minim. Saat ini jumlah tenaga penyuluh di Kabupaten Sumbawa mencapai 10 orang dan harus memberikan penyuluhan di 15 kecamatan. Faktor sarana pendukung juga menjadi masalah, dimana keterbatasan sarana dan prasarana masih menjadi persoalan klasik di Indonesia. Kapal patroli untuk mengawasi penggunaan alat tangkap yang dilarang dan pengawasan terhadap kegiatan ekspor kepiting dan rajungan bertelur sangat minim. 14

15 Faktor masyarakat juga merupakan masalah besar, mengingat karakter masyarakat NTB yang terkenal keras. Mereka berani melawan walaupun mengetahui telah melanggar aturan. Untuk mencapai upaya yang diharapkan akibat terbitnya Permen KP No. 1 Tahun 2015 adalah peningkatan pendapatan nelayan melalui penguatan sistem produksi hulu-hilir. Upaya peningkatan nilai tambah produksi perikanan, baik tangkap maupun budi daya. 15

KEBIJAKAN PELARANGAN PENANGKAPAN IKAN TUNA SIRIP KUNING: ANALISIS DAMPAK DAN SOLUSINYA

KEBIJAKAN PELARANGAN PENANGKAPAN IKAN TUNA SIRIP KUNING: ANALISIS DAMPAK DAN SOLUSINYA KEBIJAKAN PELARANGAN PENANGKAPAN IKAN TUNA SIRIP KUNING: ANALISIS DAMPAK DAN SOLUSINYA (Policy of Prohibition on Fishing of Yellowfin Tuna: Impact Analysis and Solution) Lukman Adam Puslit, Bidang Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI Oleh : Patric Erico Rakandika Nugroho 26010112140040 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : FRANSISKUS LAKA L2D 301 323 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

USULAN REKOMENDASI DESAIN PROGRAM DAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP LAUT

USULAN REKOMENDASI DESAIN PROGRAM DAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP LAUT USULAN REKOMENDASI DESAIN PROGRAM DAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP LAUT PENTINGNYA DUKUNGAN MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL (MLIN) DALAM KEBERHASILAN PROGRAM INDUSTRIALISASI BALAI BESAR PENELITIAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA MOR 10/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PROGRAM LEGISLASI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem perikanan dan memiliki peranan ganda sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

Pembinaan terhadap Nelayan pada Wilayah Pengelolaan s.d. 12 Mil

Pembinaan terhadap Nelayan pada Wilayah Pengelolaan s.d. 12 Mil PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN JL. Wastukancana No. 17 Telp. 022-4203471, Fax 022-4232541 BANDUNG 40117 Pembinaan terhadap Nelayan pada Wilayah Pengelolaan s.d. 12 Mil Oleh

Lebih terperinci

rovinsi alam ngka 2011

rovinsi alam ngka 2011 Buku Statistik P D A rovinsi alam ngka 2011 Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012 1 2 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Statistilk Provinsi Dalam Angka Provinsi Aceh... 1

Lebih terperinci

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN Dionisius Bawole *, Yolanda M T N Apituley Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4.1 Provinsi Maluku Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 46 tahun 1999 tentang pemekaran wilayah Provinsi Maluku menjadi Provinsi Maluku Utara dan Provinsi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NASKAH KAPOLRI SEBAGAI KEYNOTE SPEECH PADA RAKORNAS PEMBERANTASAN ILLEGAL, UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING TANGGAL 11 JULI 2017 ASSALAMU ALAIKUM Wr. Wb. SALAM

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara 58 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0 15 5 34 Lintang Utara dan antara 123 07 127 10 Bujur Timur,

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN SERTA POKMASWAS DALAM MEMBANTU KEGIATAN PENGAWASAN

MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN SERTA POKMASWAS DALAM MEMBANTU KEGIATAN PENGAWASAN PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) PELAPORAN, PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN PERAN SERTA POKMASWAS TERHADAP TINDAK PIDANA KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TOPAN RENYAAN, S.H. MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA ARAHAN UMUM MKP GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN Medan, 24 Maret 2015 I. PENDAHULUAN 1. Hasil kajian KPK (Gerakan Nasional Penyelamatan SD Kelautan) merupakan bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011 KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011 TENTANG ESTIMASI POTENSI SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan perikanan tangkap adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan, dan sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6 o 57-7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o 49-107 o 00 Bujur Timur dan mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP Jakarta, 21 April 2015 I. PENDAHULUAN 1. Hasil kajian KPK (Gerakan Nasional Penyelamatan SD Kelautan) merupakan

Lebih terperinci

KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN

KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN Sejak digelarnya Sail Banda 2010, Pemerintah telah menetapkan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Maluku memiliki potensi produksi ikan tangkap

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Kabupaten Cilacap sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah serta memiliki wilayah geografis berupa

Lebih terperinci

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak 5 PEMBAHASAN Hasil penghitungan pemanfaatan kapasitas penangkapan dengan menggunakan single output (total tangkapan) berdasarkan bulan ( Agustus 2007 Juli 2008) menunjukkan bahwa hanya ada 1 2 unit kapal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50/KEPMEN-K P/2017 TENTANG ESTIMASI POTENSI, JUMLAH TANGKAPAN YANG DIPERBOLEHKAN, DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai terdiri dari empat pulau besar dan berpenghuni yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan. Setelah Indonesia merdeka dan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis 4.1.1 Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon.

Lebih terperinci

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Secara geografis propinsi Bali terletak pada posisi 8º 03 40-8º 50 48 LS dan 144º 50 48 BT. Luas propinsi Bali meliputi areal daratan sekitar 5.632,66 km² termasuk keseluruhan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1

Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1 Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1 Oleh: Yudi Wahyudin 2 Abstrak Wilayah Pengelolaan Perikanan Repubik Indonesia (WPP RI)

Lebih terperinci

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa Oleh: Akhmad Solihin Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Selatan Jawa yang menghadap Samudera Hindia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGANTAR ILMU PERIKANAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Bumi Yang Biru begitu Kecilnya dibandingkan Matahari Bumi, Planet Biru di antara Planet lain The Blue Planet 72 % Ocean and 28 % Land Laut Dalam Al Qur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konstelasi sistem agribisnis perikanan, pasar merupakan salah satu komponen penting yang menjadi ujung tombak bagi aliran komoditas perikanan setelah dihasilkan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah produksi perikanan laut di Provinsi Jambi sebesar 43.474,1.ton pada tahun 2015, akan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) 1 Nurintang dan 2 Yudi ahdiansyah 1 Mahasiswa Manajemen

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla

Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla PROGRAM UNGGULAN A B C Pemberantasan IUU Fishing Pengelolaan sumber daya ikan

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG GUBERNUR LAMPUNG,

GUBERNUR LAMPUNG GUBERNUR LAMPUNG, GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR: G/ 7\ /V.19/HK/2017 TENTANG PEMBENTUKAN TIM INISIATIF PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN BERKELANJUTAN PERAIRAN PESISIR TIMUR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015. Tanggal 08 Januari 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015. Tanggal 08 Januari 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan 2015/05/31 07:49 WIB - Kategori : Warta Penyuluhan SOSIALISASI PERMEN KP RI NOMOR 2/PERMEN-KP/2015 DILEMATIS BAGI PENYULUH PERIKANAN KAB. BARITO KUALA PROV. KALSEL BARITO KUALA (31/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia luasnya sekitar 7000 km 2 dan memiliki lebih dari 480 jenis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia luasnya sekitar 7000 km 2 dan memiliki lebih dari 480 jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa indonesia adalah negara kepulauan terbesar didunia, yang memliliki kurang lebih 17.480 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, berdasarkan Konvensi Hukum

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA Oleh : Dr. Dina Sunyowati,SH.,MHum Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum-Universitas Airlangga Email : dinasunyowati@gmail.com ; dina@fh.unair.ac.id Disampaikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013, No.44 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH Erika Lukman Staf Pengajar Faperta FPIK UNIDAR-Ambon, e-mail: - ABSTRAK Ikan tuna (Thunnus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah yang termasuk ke dalam pesisir laut di Sumatera Utara adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah 5.625 km 2. Posisinya sangat strategis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi Perikanan Indonesia dapat diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2003 telah mencapai 4.383.103 ton, dan tahun 2004 tercatat

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

PENGERTIAN EKONOMI POLITIK

PENGERTIAN EKONOMI POLITIK PENGERTIAN EKONOMI POLITIK CAPORASO DAN LEVINE, 1992 :31 INTERELASI DIANTARA ASPEK, PROSES DAN INSTITUSI POLITIK DENGAN KEGIATAN EKONOMI (PRODUKSI, INVESTASI, PENCIPTAAN HARGA, PERDAGANGAN, KONSUMSI DAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA, PULAU HATTA, DAN PULAU AY

IDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA, PULAU HATTA, DAN PULAU AY Disampaikan dalam Simposium Nasional Kawasan Konservasi Perairan Kementerian Kelautan dan Perikanan 9-10 Mei 2017 IDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah dalam penelitian, serta pada bagian akhir sub bab juga terdapat sistematika penulisan

Lebih terperinci

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN DITJEN PSDKP SDKP TAHUN TA. 2018 2017 Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP OUTLINE 1. 2. 3. 4. ISU STRATEGIS IUU

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci