BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1.

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4.

I. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY

BAB 2 STUDI LITERATUR

Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH

Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo)

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

PENGEMBANGAN KAMERA NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN PEMODELAN BANGUNAN

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Posisi Titik Perbandingan Posisi Titik dari Elektronik Total Station

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

Defry Mulia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI

PEMBUATAN MODEL ORTOFOTO HASIL PERKAMAN DENGAN WAHANA UAV MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FOTOGRAMETRI

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STEREOSKOPIS PARALAKS

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Aplikasi Fotogrametri Jarak Dekat untuk Pemodelan 3D Candi Gedong Songo

Fotografi 1 Dkv215. Bayu Widiantoro Progdi Desain Komunikasi Visual Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik SOEGIJAPRANATA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI

PEMANFAATAN FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DALAM BIDANG ARSITEKTUR LANSEKAP (STUDI KASUS : CAMPUS CENTER INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

SURVEYING (CIV -104)

ANALISIS PARAMETER ORIENTASI LUAR PADA KAMERA NON-METRIK DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM RTK-GPS

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS. 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III PENGOLAHAN DATA

Jurnal Geodesi Undip April 2015

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Jurnal Geodesi Undip AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI DASAR PENGAMATAN PARALAKS FOTO UDARA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kamera

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

Produksi Media PR Audio-Visual

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1B untuk Pembuatan Peta Desa (Studi Kasus: Kelurahan Wonorejo, Surabaya)

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Bab III TEORI PENUNJANG

Pencocokan Citra Digital

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

Visualisasi 3D Objek Menggunakan Teknik Fotogrametri Jarak Dekat

Pemodelan Bangunan Dengan Memanfaatkan Kamera Non-Metrik

STUDI FOTOGRAMETRI JARAK DEKAT DALAM PEMODELAN 3D DAN ANALISIS VOLUME OBJEK

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 TAHAPAN STUDI. 3.1 Percobaan Videogrametri di Laboratorium

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar belakang Di awal abad 21, perkembangan teknologi komputer grafis meningkat secara drastis sehingga mempermudah para akademisi dan industri

PENGGUNAAN FOTO UDARA FORMAT KECIL MENGGUNAKAN WAHANA UDARA NIR-AWAK DALAM PEMETAAN SKALA BESAR

1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara)

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

IV.1. Analisis Karakteristik Peta Blok

1.1 Latar Belakang Volume penggalian dan penimbunan suatu material merupakan hal yang penting dalam banyak pekerjaan teknik dan pertambangan.

Pemodelan 3 Dimensi Candi Wringinlawang Menggunakan Metode Structure From Motion untuk Dokumentasi Cagar Budaya

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

EVALUASI PEMETAAN JALAN RAYA DENGAN VIDEO KAMERA STEREO

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 KOREKSI KOORDINAT

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tersedianya data spasial, tidak lepas dari keberadaan ilmu Geodesi dan Geomatika. Ilmu Geodesi dan Geomatika memiliki kompetensi dalam penyediaan data spasial dua dimensi maupun tiga dimensi. Data spasial yang mampu disediakan, tidak sebatas data terkait topografi saja. Bidang ilmu Geodesi dan Geomatika mampu menyediakan data spasial non topografi. Berbagai macam teknologi disediakan bidang ilmu Geodesi dan Geomatika untuk keperluan akuisisi data spasial. Teknologi dalam bidang ilmu Geodesi dan Geomatika yang dapat digunakan untuk melakukan akuisisi data tiga dimensi non topografi salah satunya adalah fotogrametri jarak dekat. Fotogrametri jarak dekat adalah sebuah teknik akuisisi data spasial di permukaan bumi menggunakan metode fotogrametri dengan jarak kamera ke objek menurut Seker dan Duran (2011) adalah 10 meter sampai dengan 100 meter. Biaya akuisisi data yang murah dan pemrosesan data yang mudah, membuat fotogrametri jarak dekat menjadi alternatif pilihan dalam pekerjaan akuisisi data tiga dimensi suatu objek diatas permukaan bumi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Janitra (2014) ditemukan bahwa fotogrametri jarak dekat efektif digunakan untuk melakukan akuisisi data tiga dimensi suatu objek, terlebih untuk objek yang kecil. Keefektifan tersebut dinilai dari terbentuknya model tiga dimensi objek yang teliti dan memiliki dimensi mendekati objek nyata. Namun demikian pada penelitian ini dikatakan bahwa untuk mendapatkan model tiga dimensi objek yang teliti, satu sisi objek harus terekam dalam satu foto. Hasil penelitian Janitra (2014), tentu akan sulit jika diaplikasikan untuk objek dengan ukuran besar, contohnya bangunan besar. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan bangunan besar adalah bangunan yang memiliki dimensi panjang lebih dari 10 meter dan lebar lebih dari 10 meter. Apabila dipaksakan satu sisi bangunan terekam dalam satu foto, maka foto sisi tersebut harus diambil dari jarak yang cukup jauh. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Wihasti (2012) ketelitian koordinat yang

dihasilkan oleh model dari foto berbanding terbalik dengan jarak kamera ke objek. Semakin dekat suatu objek dengan kamera, maka koordinat yang dihasilkan akan semakin teliti. Sebaliknya, semakin jauh jarak kamera ke objek maka ketelitian koordinat yang dihasilkan akan menurun. Selain itu, pengambilan foto dari jarak yang jauh, juga akan menurunkan ketelitian model yang dihasilkan dari segi kelengkapan model yang ditandai dengan hilangnya detil detil yang terdapat pada bangunan nyata, seperti lekuk lekuk pada bagian bangunan. Apabila bangunan yang besar difoto dari jarak dekat, maka akan dihasilkan beberapa foto pada setiap sisinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk meneliti hasil data spasial yang diperoleh melalui model yang dihasilkan. Penelitian hasil data spasial yang dilakukan meliputi dua aspek, yaitu akurasi ukuran dimensi model dan kelengkapan model tiga dimensi objek yang dihasilkan. Akurasi ukuran dimensi model yang diteliti terletak pada beberapa bagian di setiap sisi model. Akurasi kelengkapan model yang akan diteliti terletak pada seluruh bagian model yang dihasilkan. Dalam penelian ini, dilakukan pembuatan model menggunakan dua metode, yaitu interaktif dan otomatis. Perhitungan ketelitian ukuran dimensi model yang dihasilkan dari metode interaktif, dilakukan dengan membandingkan hasil ukuran dimensi yang dihasilkan dengan ukuran hasil pengukuran alat total station reflectorless. Perhitungan ketelitian ukuran dimensi model yang dihasilkan dari metode otomatis, dilakukan dengan membandingkan hasil ukuran dimensi model tersebut dengan ukuran dimensi model hasil metode interaktif. Penelitian kelengkapan model yang dihasilkan dari metode interaktif maupun otomatis, dilakukan dengan membandingkan model tiga dimensi objek yang dihasilkan dengan objek yang sebenarnya. I.2. Identifikasi Masalah Penelitian yang dilakukan oleh Janitra (2014) menghasilkan penemuan bahwa model tiga dimensi objek yang teliti akan didapatkan apabila satu sisi objek terekam dalam satu foto. Hasil penelitian tersebut mudah diterapkan pada objek yang berukuran 2

kecil, seperti bangunan kecil. Namun demikian hasil penelitian tersebut akan sulit diterapkan pada objek yang berukuran besar, seperti bangunan besar. Pada bangunan besar, tentu diperlukan beberapa foto pada setiap sisinya. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan ketelitian model dari segi kelengkapan objek yang dimiliki, seperti lekuk lekuk bangunan. Semakin kecil jarak dari objek ke kamera, maka angka ground sample distance yang dihasilkan juga makin rapat. Selain itu, jarak pengambilan foto yang dekat digunakan untuk menghasilkan koordinat model yang teliti, seperti pada penelitian yang telah dilakukan Wihasti (2012). Adanya beberapa foto yang diperlukan untuk memodelkan satu sisi objek, perlu dianalisis bagaimana hasil ketelitiannya. Analisis perlu dilakukan pada ukuran dimensi model untuk setiap sisinya. Selain itu, analisis juga diperlukan untuk mengamati kelengkapan model tiga dimensi yang dihasilkan dari foto. Hasil analisis nantinya digunakan untuk mengetahui kualitas data spasial model tiga dimensi objek yang dihasilkan. Kondisi lain yang perlu diteliti adalah hasil pembuatan model menggunakan dua metode yang berbeda, yaitu interaktif dan otomatis. Selama ini, metode interaktif diketahui memiliki ketelitian yang bagus, karena memungkinkan operator untuk melakukan kontrol pekerjaan selama pembuatan model. Namun demikian metode interaktif memerlukan waktu pemrosesan data yang cukup lama. Metode otomatis diketahui sebagai metode yang memiliki kelebihan dalam segi waktu. Waktu yang diperlukan untuk melakukan pemrosesan data cukup singkat. Namun demikian ketelitian model yang dihasilkan dari metode otomatis ini masih kurang dapat diyakini kualitasnya, karena operator tidak dapat melakukan kontrol pekerjaan selama pembuatan model. I.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah ketelitian ukuran dimensi model yang dihasilkan dari metode interaktif? 2. Bagaimanakah ketelitian ukuran dimensi model yang dihasilkan dari metode otomatis? 3

3. Apakah model tiga dimensi yang dihasilkan dari metode interaktif memiliki kelengkapan detil seperti objek asli di lapangan? 4. Apakah model tiga dimensi yang dihasilkan dari metode otomatis memiliki kelengkapan detil seperti objek asli di lapangan? I.4. Cakupan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menerapkan metode fotogrametri jarak dekat untuk akuisisi data tiga dimensi suatu objek. Objek yang digunakan merupakan objek besar yang dalam hal ini adalah bangunan besar. Bangunan besar yang digunakan sebagai objek penelitian adalah gedung Grha Sabha Pramana (GSP) Universitas Gadjah Mada. Objek penelitian dibatasi hanya bagian timur dan utara dari bangunan saja. Penelitian dilakukan pada tahun 2015. Data utama penelitian berupa foto objek yang didapat dari pemotretan pada objek. Hasil pemotretan pada objek digunakan sebagai bahan pembuatan model tiga dimensi objek yang dapat dimanfaatkan untuk akuisisi data tiga dimensi. Batasan batasan yang didefinisikan pada penelitian yaitu : 1. pemotretan dilakukan menggunakan kamera small format, yaitu kamera digital single lens reflex, 2. digunakan panjang fokus yang sama pada setiap pemotretan, 3. jarak antar stasiun pemotretan (base) tidak ditentukan berdasarkan perbandingan dengan height/distance, base ditentukan berdasarkan kondisi sekitar objek pemotretan, dengan kondisi base tersebut, maka jarak antar stasiun pemotretan tidak sama, 4. data ukuran objek di lapangan diambil menggunakan alat total station reflectorless, dengan koordinat yang dihasilkan adalah koordinat lokal, 5. tidak dilakukan pengukuran posisi kamera saat pemotretan, sehingga koordinat yang dihasilkan oleh model adalah koordinat lokal model, 6. nilai parameter kalibrasi kamera yang digunakan pada setiap foto untuk pembuatan model secara interaktif maupun otomatis diasumsikan sama, yaitu diwakili oleh nilai parameter kalibrasi kamera yang diperoleh dari PhotoModeler Scanner, 4

7. kedua perangkat lunak yang digunakan untuk membuat model, dianggap memiliki bundle adjustment yang sama, 8. kelengkapan detil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dinding, jendela, lekuk lekuk di dinding, tangga dan ornamen ornamen yang dimiliki oleh gedung GSP, 9. bagian yang diukur ketelitian dimensinya adalah panjang dan lebar jendela secara mendatar yang tampak di permukaan (parameter x dan y), bukan bagian jendela yang menjorok ke dalam (parameter z). Sebelum digunakan untuk melakukan pemotretan, kamera dikalibrasi. Pencarian parameter kalibrasi dilakukan dengan pengolahan foto hasil pemotretan target kalibrasi dari cetakan calibration grid pada perangkat lunak PhotoModeler Scanner. Pemrosesan foto menjadi model tiga dimensi secara interaktif dilakukan dengan perangkat lunak PhotoModeler Scanner versi 2013.0.0.911, untuk perangkat 64 bit. Pemrosesan foto menjadi model tiga dimensi secara otomatis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak AgiSoft Photoscan Professional versi 1.1.4 build 2021, untuk perangkat 64 bit. Model yang dihasilkan dari metode interaktif, dibandingkan ukuran dimensi dan kelengkapan detilnya dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Model yang dihasilkan dari metode otomatis, dibandingkan ukuran dimensinya dengan ukuran dimensi model hasil metode interaktif, sedangkan kelengkapan detilnya dibandingkan dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Hasil analisis digunakan untuk mengetahui kualitas data spasial model tiga dimensi objek yang dihasilkan. I.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan dan dengan memperhatikan cakupan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. membuat model tiga dimensi gedung GSP dengan fotogrametri jarak dekat, menggunakan metode pemrosesan interaktif dan otomatis, 2. menghitung ketelitian ukuran dimensi dan mengetahui kelengkapan model tiga dimensi gedung GSP hasil metode interaktif, 5

3. menghitung ketelitian ukuran dimensi dan mengetahui kelengkapan model tiga dimensi gedung GSP hasil metode otomatis, 4. melakukan evaluasi kualitas data spasial model tiga dimensi gedung GSP yang dihasilkan dari metode pemrosesan interaktif dan otomatis. I.6. Manfaat Penelitian Penerapan fotogrametri jarak dekat untuk memodelkan bangunan yang besar diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam ilmu fotogrametri jarak dekat. Selain itu, hasil analisis ketelitian model yang dibentuk dari metode pemrosesan interaktif maupun otomatis, diharapkan dapat memberikan manfaat berupa pertimbangan kepada instansi maupun individu yang ingin menggunakan metode pemrosesan tersebut. I.7. Tinjauan Pustaka Penelitian ini menerapkan metode fotogrametri jarak dekat pada objek yang besar, yaitu gedung GSP. Beberapa penelitian yang pernah ada sebelumnya, meneliti penerapan fotogrametri jarak dekat untuk berbagai macam objek. Penelitian terkait faktor faktor yang mempengaruhi ketelitian fotogrametri jarak dekat dan kombinasi fotogrametri jarak dekat dengan metode lain juga pernah dilakukan. Alsadik (2014) melakukan penelitian terkait fotogrametri jarak dekat untuk pembuatan model tiga dimensi situs cagar budaya. Hasil penelitian ini adalah beberapa macam konfigurasi kamera untuk pembuatan model tiga dimensi suatu bangunan cagar budaya. Konfigurasi kamera tersebut disesuaikan dengan ketelitian yang diharapkan, bentuk bangunan yang akan dimodelkan, dan metode pemrosesan yang akan digunakan. Aristia (2014) melakukan penelitian tentang pemodelan tiga dimensi kawasan cagar budaya menggunakan fotogrametri jarak dekat kombinasi data foto terestris dan foto udara kawasan Candi Sambisari. Hasil penelitian ini adalah data foto terestris dan foto udara dapat digabungkan menjadi satu kesatuan model tiga dimensi Candi Sambisari. Namun demikian pada tahap pemrosesan data menggunakan metode 6

otomatis, beberapa point cloud tidak berhasil dibuat akibat kurang baiknya orientasi kamera, gangguan eksternal dan perubahan cuaca saat pengambilan data. Janitra (2014) melakukan penelitian tentang fotogrametri jarak dekat untuk pembuatan model tiga dimensi Candi Gebang. Hasil penelitian ini adalah fotogrametri jarak dekat efektif untuk melakukan akuisisi data tiga dimensi suatu objek kecil, karena dimensi model mendekati dimensi objek nyata. Untuk mendapatkan model tiga dimensi objek yang teliti, satu sisi objek harus terekam dalam satu foto. Barnes (2012) melakukan penelitian fotogrametri jarak dekat yang dikombinasikan dengan laser scanning untuk pembuatan dense point cloud Candi Cangkuang. Hasil penelitian ini adalah baik dalam metode fotogrametri jarak dekat maupun laser scanning sebaiknya memperhatikan agar semua bagian objek tercakup seluruhnya dalam satu kali pengambilan data. Wihasti (2013) melakukan penelitian pengaruh jarak pemotretan terhadap ketelitian koordinat titik cek pada teknik fotogrametri jarak dekat. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat ketelitian koordinat titik yang dihasilkan berbanding terbalik dengan besarnya jarak pemotretan. Semakin dekat jarak pemotretan, maka koordinat yang dihasilkan semakin teliti. Murtiyoso (2011) melakukan penelitian fotogrametri jarak dekat untuk membantu rekonstruksi objek arkeologi Candi Perwara. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat akurasi model yang dihasilkan mencapai level milimeter dan memiliki kedetailan yang tinggi, yang ditandai dengan kenampakan relief yang rumit. Penggunaan kamera non metrik pada pemotretan tetap mampu menghasilkan ketelitian dimensi model yang tinggi asalkan kamera tersebut dikalibrasi. Wahab (2009) melakukan penelitian analisis geometri data objek tiga dimensi menggunakan fotogrametri jarak dekat, terrestrial laser scanner dan electronic total station. Hasil dari penelitian ini adalah akurasi fotogrametri jarak dekat dipengaruhi oleh kalibrasi kamera. Hasil fotogrametri jarak dekat akan lebih baik apabila dilakukan kalibrasi menggunakan metode field calibration karena kondisi kamera non metrik yang tidak stabil. Widianto (1987) melakukan penelitian fotogrametri jarak dekat untuk penggambaran kembali bentuk geometri permukaan badan pesawat terbang. Hasil dari 7

penelitian ini adalah Fotogrametri jarak dekat mampu menghasilkan informasi detil teknik berupa gambar profil permukaan badan pesawat terbang dan gambar garis garis isometrisnya. I.8. Landasan Teori I.8.1. Fotogrametri Jarak Dekat Fotogrametri dapat diartikan sebagai seni, ilmu, dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu objek fisik dan keadaan di sekitarnya melalui proses perekaman, pengukuran, dan interpretasi citra fotografis atau rekaman pola radiasi elektromagnetik (Wolf dan Dewitt 2000). Fotogrametri jarak dekat adalah fotogrametri yang diterapkan pada objek di permukaan bumi, dengan jarak objek tersebut ke kamera kurang dari 300 meter (Mathew 2008). Pada prinsipnya metode fotogrametri dilakukan dengan melakukan pengambilan gambar di sekitar/sekeliling objek yang akan dipotret dengan posisi kamera yang konvergen (Atkinson 1996). Faktor faktor yang mempengaruhi ketelitian fotogrametri jarak dekat menurut Harintaka (2012) adalah : a. B/H ratio, b. besar area overlap yang dihasilkan oleh foto, c. jumlah titik kontrol d. jumlah titik yang diukur di foto e. GSD piksel f. internal orientation parameter dan exterior orientation parameter. Pembuatan model tiga dimensi menggunakan data fotogrametri jarak dekat, terbagi dalam tiga tahap, yaitu orientasi dalam, orientasi relatif dan orientasi absolut. Menurut Mathew (2008) orientasi dalam merupakan suatu proses yang memerlukan nilai kalibrasi kamera, karena dalam proses ini akan terjadi koreksi pada kesalahan akibat distorsi kamera dan kesalahan lain pada kamera. Orientasi relatif adalah suatu proses menentukan elemen orientasi luar pada kamera. Dalam orientasi relatif, suatu foto akan dihubungkan dengan foto lain, sehingga akan tersusun posisi foto yang kondisinya sama seperti saat pemotretan. Setelah foto memiliki kondisi yang sama 8

seperti saat pemotretan, maka foto yang saling bertampalan dapat dibuat model tiga dimensinya. Orientasi absolut adalah suatu proses untuk mengubah koordinat model tiga dimensi yang dihasilkan yang semula masih dalam koordinat relatif menjadi koordinat tanah. Mathew (2008) mengatakan bahwa akan terdapat transformasi konform tiga dimensi saat melakukan pengubahan koordinat dalam proses ini. I.8.2. Kamera Digital Penggunaan kamera digital erat kaitannya dalam perkembangan era digital dan keekonomisannya untuk aplikasi fotogrametri jarak dekat. Kamera digital memiliki komponen utama yang terdiri atas lensa, sensor, dan media penyimpanan. Kamera ini memiliki karakteristik desain yang berbeda dengan kamera analog. Perbedaan utamanya ialah pada media film seluloid yang diganti oleh sensor optik elektrik seperti Charge Couple Device (CCD) atau Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS). CCD dan CMOS berfungsi mengubah photon yang jatuh mengenai permukaan sensor menjadi elektron yang selanjutnya elektron ini diakumulasikan ke dalam kapasitor dan diubah menjadi bentuk sinyal elektronik. Pada awalnya, CCD memiliki keunggulan dibandingkan dengan CMOS. Saat itu, CCD memiliki sensor yang lebih peka terhadap cahaya sehingga pada kondisi redup tanpa bantuan flash masih bisa menangkap objek dengan baik. Namun demikian, kini kamera digital yang dijual di pasaran lebih banyak menggunakan sensor CMOS. CMOS telah memiliki banyak perkembangan. CMOS menurut Axis (2010) adalah sensor yang menggunakan teknologi khusus dengan kualitas dan kepekaan cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan sensor CCD. Bentuk CCD dan CMOS dapat dilihat pada Gambar I.1. Gambar I.1. Bentuk CCD (kiri) dan CMOS (kanan) (Sumber : Axis, 2010). 9

Kamera digital juga dilengkapi dengan Liquid Crystal Display (LCD), yaitu layar monitor mini yang digunakan untuk melihat secara langsung hasil pemotretan yang dilakukan. Adanya LCD ini dapat membantu pengguna untuk memilih dan mengatur menu secara interaktif, serta apabila hasil pemotretan kualitasnya kurang baik, maka dapat langsung dihapus, kemudian dilakukan pemotretan ulang. Terdapat sebuah istilah yang dikenal dengan nama ppi (pixel per inch) pada kamera digital. Ppi menunjukkan jumlah piksel per inci linear dalam sebuah foto. Resolusi foto tidak dapat dipisahkan dengan ppi. Semakin besar ppi maka jumlah piksel per satuan incinya semakin banyak, sehingga objek pada foto akan semakin jelas atau resolusi fotonya baik (Ikawati 2012). I.8.3. Geometri Foto Geometri foto erat kaitannya dengan sistem proyeksi pada foto. ASPRS (1989) menjelaskan bahwa proyeksi sentral pada foto berbeda dengan proyeksi ortografi. Proyeksi ortografi menunjukkan skala yang konstan di sepanjang garis proyeksinya, sedangkan proyeksi sentral menunjukkan skala yang berbeda pada setiap titik yang diproyeksikan. Skala suatu titik yang mendekati pusat proyeksi pada proyeksi sentral akan lebih besar daripada skala suatu titik yang jauh dari pusat proyeksi. Variasi skala pada foto menyebabkan kurang telitinya pengukuran pada satu foto. Semakin besar variasi jarak objek ke lensa kamera, semakin besar pula variasi skala yang disajikan. Hal tersebut menyebabkan kemungkinan terjadinya relief displacement atau pergeseran relief. Besarnya pergeseran relief bergantung pada jarak titik pada foto ke pusat proyeksi. Semakin jauh dari pusat proyeksi, semakain besar kemungkinan terjadinya pergeseran relief (Wihasti 2012). I.8.4. Geometri Kamera Setiap kamera memiliki model geometri proyeksi. Menurut Axis (2010), model geometri proyeksi kamera dapat diperlihatkan menggunakan hubungan antara bidang gambar, pusat kamera dan panjang fokus kamera. Gambar model geometri proyeksi kamera, dapat dilihat pada Gambar I.2. 10

Gambar I.2. Geometri proyeksi kamera tiga dimensi (kiri) dan dua dimensi (kanan) (Sumber : Axis, 2010). Gambar I.2 kiri menunjukkan geometri proyeksi kamera dalam tiga dimensi, sedangkan Gambar I.2 kanan menunjukkan geometri proyeksi kamera dalam dua dimensi. Gambar I.2 kiri, menunjukkan lokasi suatu titik X yang ada pada ruang tiga dimensi (X,Y,Z) dan lokasi titik tersebut pada bidang gambar. Pada Gambar I.2 kanan, dapat diamati bahwa panjang fokus kamera (f) merupakan jarak antara pusat kamera (C) dengan bidang gambar (P). Untuk membentuk foto yang memiliki tampalan, maka diperlukan suatu geometri kamera yang epipolar. Geometri epipolar menurut Axis (2010) adalah suatu kondisi dimana dua sistem kamera, didefinisikan terletak pada suatu baseline yang sama. Kondisi geometri epipolar dapat dilihat pada Gambar I.3. Gambar I.3. Geometri epipolar dua buah kamera (Sumber : Axis, 2010) Melalui Gambar I.3, maka dapat didefinisikan bahwa pada geometri epipolar, foto yang dihasilkan dari kedua posisi kamera harus memiliki korespondensi. Selain itu, setiap bidang gambar harus dapat mendefinisikan garis epipolar yang menghubungkan kedua bidang gambar tersebut. Pada Gambar I.3, garis epipolar yang dibentuk dari kedua bidang gambar adalah baseline CC. 11

I.8.5. Kalibrasi Kamera Meskipun telah didesain dengan sangat cermat, komponen kamera tidak dapat dibuat secara sempurna. Salah satu kondisi yang membuat kamera tidak sempurna adalah lensa yang digunakan pada kamera tersebut. Tidak sempurnanya lensa, membuat foto yang nantinya dihasilkan memiliki distorsi. Adanya distorsi pada foto, tidak akan mempengaruhi kualitas ketajaman citra yang dihasilkan (Hanifa 2007). Namun demikian distorsi foto akan menimbulkan kesalahan informasi akibat pergeseran lokasi titik yang ada pada foto dari kondisi sebenarnya di lapangan. Dengan adanya kondisi tersebut, maka perlu dilakukan pengkalibrasian kamera untuk dapat menentukan besarnya penyimpangan yang terjadi. Parameter yang dicari dalam proses kalibrasi kamera adalah panjang fokus, principal point (x, y), dan distorsi lensa. Distorsi lensa dibagi menjadi dua yaitu distorsi parsial dan distorsi tangensial. Distorsi parsial yaitu distorsi kearah vertikal dan horizontal, yang diistilahkan dengan K1, K2 dan K3, sedangkan distorsi tangensial adalah distorsi kearah diagonal, yang diistilahkan sebagai P1 dan P2. Salah satu metode kalibrasi kamera adalah field calibration. Menurut Clarke dan Fryer (1998) field calibration adalah suatu metode kalibrasi kamera yang dilakukan dengan menggunakan objek yang telah disurvei dan diyakini mampu menghasilkan nilai kalibrasi kamera yang teliti. Salah satu objek yang dapat digunakan untuk melakukan field calibration adalah pola yang terdapat pada bidang planar dua dimensi. Penerapan teknik kalibrasi menggunakan pola yang terdapat pada bidang planar dilakukan dengan melakukan pemotretan pola tersebut dari berbagai posisi (Elgamal, 2012). I.8.6. Konfigurasi Kamera Terdapat dua buah konfigurasi kamera yang cukup dikenal dalam fotogrametri jarak dekat. Konfigurasi kamera tersebut adalah konvergen dan planar. Didapatkan sebuah penemuan bahwa konfigurasi kamera secara konvergen bagus bila diterapkan pada pembuatan model dari foto secara interaktif. Kondisi ini disebabkan oleh karena konfigurasi kamera konvergen mampu menghasilkan konfigurasi perbandingan base 12

dan height/distance yang baik pula. Konfigurasi kamera secara konvergen, dapat dilihat pada Gambar I.4. objek Gambar I.4. Konfigurasi kamera konvergen. = posisi kamera Ditemukan juga beberapa fenomena bahwa konfigurasi planar lebih cocok digunakan untuk pekerjaan pembuatan model tiga dimensi dari foto secara otomatis. Adanya konfigurasi kamera yang planar, membuat foto yang dihasilkan dari setiap pemotretan memiliki kemiripan orientasi. Adanya kemiripan orientasi antar foto, membuat proses matching foto secara otomatis akan berhasil. Keberhasilan tersebut disebabkan oleh keberhasilan proses matching antar feature pada setiap area yang bertampalan. Konfigurasi kamera planar, dapat dilihat pada Gambar I.5. objek = posisi kamera Gambar I.5. Konfigurasi kamera planar. I.8.7. Pembentukan Model Tiga Dimensi Pada PhotoModeler Scanner I.8.7.1. PhotoModeler Scanner. Menurut Eos (2014) PhotoModeler Scanner merupakan suatu perangkat lunak yang menyediakan berbagai peralatan untuk membuat model tiga dimensi dengan kulaitas baik dari data fotografi. Proses yang dilakukan pada PhotoModeler Scanner 13

untuk membuat model tiga dimensi suatu objek dari foto adalah photo based 3D scanning. PhotoModeler Scanner, dapat digunakan untuk melakukan pengukuran dan pemodelan berbagai macam objek, termasuk objek arsitektur, konservasi dan cagar budaya. PhotoModeler Scanner mampu melakukan dokumentasi dan pengukuran model yang dihasilkan. Selain itu, perangkat lunak ini mampu membuat model tiga dimensi untuk divisualisasikan maupun untuk diteliti. Perangkat lunak ini juga dapat membuat kenampakan elevasi dan memberikan tekstur pada model yang dibuat. Dalam PhotoModeler Scanner, proses orientasi dalam diistilahkan sebagai idealize project, orientasi relatif diistilahkan sebagai referencing sedangkan orientasi absolut diistilahkan sebagai external geometry. I.8.7.2. Pembentukan model tiga dimensi pada PhotoModeler Scanner. Pembentukan model tiga dimensi menggunakan perangkat lunak PhotoModeler Scanner dilakukan dengan menerapkan beberapa tahap. Tahapan yang dilakukan adalah orientasi dalam, orientasi relatif antar foto dan proses pembuatan model. Ketiga tahapan tersebut dilakukan secara berurutan. Orientasi dalam dilakukan untuk melakukan koreksi distorsi pada foto yang akan digunakan pada pembuatan model. Orientasi dalam melibatkan nilai parameter kalibrasi kamera, yang memberikan informasi tentang nilai parameter internal kamera. Setelah foto yang akan digunakan selesai dikoreksi, dilakukan orientasi relatif antar foto. Orientasi relatif dilakukan dengan memberikan tanda pada objek yang sama dalam foto yang akan diorientasikan dengan foto lain. Proses penandaan dilakukan untuk memudahkan proses referencing. Setelah diberi tanda, objek yang sama dalam beberapa foto tersebut kemudian direferensikan satu dengan yang lain. Proses referensi adalah proses untuk menghubungkan titik yang sama pada sepasang foto atau lebih. Menurut Wihasti (2012) Penandaan titik pada PhotoModeler Scanner dapat dilakukan secara otomatis yaitu dengan automatic target marking. Tahapan selanjutnya adalah pembuatan model tiga dimensi. Pada tahapan pembuatan model, PhotoModeler Scanner melalui dua tahap yaitu audit dan adjustment. Audit digunakan untuk memeriksa kualitas dari keseluruhan foto agar terbentuk model 3D yang baik. Pada tahap adjustment, PhotoModeler Scanner akan 14

menjalankan sejumlah algoritma untuk menghasilkan model 3D dan meminimalisasi kesalahan agar terbentuk model 3D yang teliti. I.8.8. Pembentukan Model Tiga Dimensi Pada Agisoft PhotoScan Professional I.8.8.1. Agisoft PhotoScan Professional. Menurut Agisoft (2014), Agisoft PhotoScan Professional adalah suatu perangkat lunak yang menggunakan metode pemrosesan fotogrametri secara otomatis. Agisoft PhotoScan Professional mampu menghasilkan tekstur poligonal model secara otomatis dengan hanya menggunakan data foto. Agisoft PhotoScan Professional mampu melakukan pemrosesan dengan data yang jumlahnya sangat banyak tanpa memerlukan bantuan perangkat transmisi lain. Perangkat lunak ini mudah dioperasikan oleh berbagai macam kalangan operator. Perangkat ini didesain menggunakan linear project based workflow. Sayangnya, kontrol pekerjaan hanya dapat dilihat setelah pemrosesan selesai dilakukan, dalam bentuk report. Dalam Agisoft PhotoScan Professional, proses orientasi dalam diistilahkan sebagai optimize camera, orientasi relatif diistilahkan sebagai align photos, sedangkan orientasi absolut diistilahkan sebagai setting coordinate system. I.8.8.2. Pembentukan model tiga dimensi pada Agisoft PhotoScan Professional. Pembentukan model tiga dimensi menggunakan perangkat lunak Agisoft PhotoScan Professional dilakukan dengan menerapkan beberapa tahap. Tahapan yang dilakukan adalah orientasi relatif antar foto dan proses pembuatan model. Kedua tahapan tersebut dilakukan secara berurutan. Orientasi relatif dilakukan dengan melakukan align untuk setiap foto yang digunakan dalam pemrosesan. Proses tersebut dilakukan secara otomatis. Apabila foto yang akan digunakan berhasilkan di align satu dengaan yang lainnya, maka foto tersebut dapat dikatakan telah tereferensi satu dengan yang lain. Proses selanjutnya adalah pembuatan dense point cloud. Proses ini juga dilakukan secara otomatis oleh perangkat lunak. Proses ini akan menghasilkan tampilan model sementara yang berhasil dibentuk. Selanjutnya, untuk menyempurnakan model dilakukan editing pada dense point cloud bila perlu, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan mesh. Mesh 15

menurut Agisoft (2013) adalah model tiga dimensi poligonal. Setelah proses ini selesai, dapat dilakukan editing pada mesh yang dihasilkan. Apabila perlu, dapat dilanjutkan dengan pembuatan kenampakan tekstur pada model. Setelah seluruh tahapan selesai dilaksanakan, maka report pekerjaan dapat dimunculkan. I.8.9. Root Mean Square Error (RMSE) RMSE atau yang dikenal dengan RMS residual menurut ESRI (2006) adalah nilai perbedaan antara nilai sesungguhnya dengan nilai hasil ukuran. RMS residual didapatkan dari proses pembagian antara nilai akar kuadrat total selisih ukuran kuadrat dengan jumlah ukuran yang digunakan. Rumus menghitung RMS residual disajikan pada rumus I.1. RMSE = (X 1 X) 2 n Keterangan : RMSE = Root Mean Square Error X = nilai sebenarnya X1 n I.1 = nilai hasil ukuran = banyak ukuran yang digunakan I.8.10. Ketelitian Ukuran Dimensi Model Hasil Metode Interaktif Ukuran dimensi hasil pengukuran total station reflectorless merupakan ukuran yang diasumsikan sebagai ukuran dimensi objek asli di lapangan. Pada tahapan akuisisi data, total station reflectorless hanya menghasilkan data koordinat tiga dimensi setiap titik yang diukur saja. Ukuran dimensi hasil pengukuran harus dihitung menggunakan konsep pembentukan garis oleh dua buah titik dalam ruang tiga dimensi. Konsep tersebut disajikan pada rumus I.2. l = (X 2 X 1 ) 2 + (Y 2 Y 1 ) 2 + (Z 2 Z 1 ) 2 I.2 Keterangan : l = panjang garis yang dibentuk oleh titik 1 dan 2 16

X1, Y1, Z1 = koordinat tiga dimensi titik 1 X2, Y2, Z2 = koordinat tiga dimensi titik 2 Selisih ukuran dimensi hasil pengukuran total station reflectorless yang diasumsikan sebagai ukuran dimensi objek sebenarnya dengan ukuran dimensi model hasil pemrosesan dengan metode interaktif, dapat dihitung menggunakan rumus I.3 dan I.4. p = P s P m I.3 l = L s L m I.4 Keterangan : p Ps Pm l Ls Lm = selisih ukuran panjang objek sebenarnya dengan panjang model = panjang detil pada objek sebenarnya = panjang detil pada model = selisih ukuran lebar objek sebenarnya dengan panjang model = lebar detil pada objek sebenarnya = lebar detil pada model Nilai RMSE dapat diperoleh dari proses pembagian antara nilai akar kuadrat total selisih ukuran kuadrat dengan jumlah ukuran yang digunakan, seperti pada rumus I.5. RMSE = ( p dan l ) 2...I.5 n Keterangan : RMSE = Root Mean Square Error p l n = selisih ukuran panjang objek sebenarnya dengan panjang model = selisih ukuran lebar objek sebenarnya dengan panjang model = banyak ukuran yang digunakan 17

I.8.11. Ketelitian Ukuran Dimensi Model Hasil Metode Otomatis Ukuran dimensi hasil pemodelan menggunakan metode interaktif merupakan ukuran yang diasumsikan sebagai ukuran dimensi objek asli di lapangan. Selisih ukuran dimensi model hasil pemrosesan interaktif yang diasumsikan sebagai ukuran dimensi objek sebenarnya dengan ukuran dimensi model hasil pemrosesan dengan metode otomatis dapat dihitung dengan menggunakan rumus I.6 dan I.7. p = P mi P mo I.6 l = L mi L mo.... I.7 Keterangan : p Pmi Pmo l Lmi Lmo = selisih ukuran model hasil proses interaktif dengan panjang model hasil proses otomatis = panjang detil pada model hasil proses interaktif = panjang detil pada model hasil proses otomatis = selisih ukuran lebar objek sebenarnya dengan panjang model = lebar detil pada model hasil proses interaktif = lebar detil pada model hasil proses otomatis Nilai RMSE dapat diperoleh dari proses pembagian antara nilai akar kuadrat total selisih ukuran kuadrat dengan jumlah ukuran yang digunakan, seperti pada rumus I.5. I.8.12. Ground Sample Distance (GSD) GSD adalah nilai ukuran terkecil yang mampu terekam dalam satu piksel (Harintaka 2012). Hitungan untuk memperoleh nilai GSD, dapat dilihat dari rumus I.8. GSD = SPS D f.... I.8 Keterangan : SPS = sensor pixel size D = jarak objek ke kamera 18

f = panjang fokus yang digunakan saat pemotretan Foto yang dihasilkan dari pemotretan memiliki ukuran medium yang memiliki dimensi kolom baris adalah 3456 2304 pixel. Kamera yang digunakan untuk pemotretan adalah kamera DSLR Nikon D3100, yang memiliki sensor gambar CMOS dengan ukuran panjang lebar adalah 23.1 15.4 milimeter, menurut Nikon (2010). Adanya ukuran dimensi foto dan ukuran sensor, maka nilai SPS dari foto dapat ditentukan dengan rumus I.9. SPS = P CMOS K..... I.9 Berdasarkan rumus I.9, maka diperoleh nilai SPS kamera NIKON D3100 yang digunakan adalah 0.0067 milimeter. I.9. Hipotesis Secara keseluruhan, model tiga dimensi hasil penerapan fotogrametri jarak dekat dengan pemrosesan metode interaktif memiliki kualitas data spasial yang lebih baik dibandingkan dengan pemrosesan metode otomatis. 19