7 Keterangan Gambar 7 : 1. Komputer 2. Ocean Optic USB 2000 Spektrofotometer 3. Sumber Cahaya (Polikromatis) 4. Fiber Optik 5. Holder 6. Samp 7. Gambar 7 Perangkat spektrofotometer UV-VIS. Karakterisasi listrik Karakterisasi listrik dilakukan dengan mengukur arus dan tegangan (I-V) dari material CaTiO 3 yang diapit oleh dua kaca TCO. Tegangan bias di scan dari -3 V sampai +3 V. Sampel diukur pada suhu ruang, yaitu suhu 27 0 C. Gambar 8 Skema sampel CaTiO 3 pada dua kaca TCO HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi kalsium oksida (CaO) Pembuatan kalsium titanat dalam penelitian ini diperoleh dari pencampuran senyawa kalsium oksida yang disintesis dengan menggunakan sumber kalsium dari cangkang telur itik dan bubuk TiO 2 murni. Sintesis kalsium titanat diawali dengan melakukan kalsinasi cangkang telur itik pada suhu 900 0 C selama 5 jam. Kalsinasi bertujuan untuk mengeliminasi komponen organik dan mengkonversi senyawa kalsium karbonat (CaCO 3 ) sebagai komponen utama cangkang telur itik menjadi kalsium oksida (CaO). Persamaan reaksi yang terjadi : CaCO 3 Heat CaO + CO 2 Senyawa CaO yang dihasilkan pada reaksi diatas nantinya digunakan sebagai perkusor dalam pembentukan CaTiO 3. Sedangkan CO 2 yang terkandung di dalam kalsium karbonat akan menguap ketika dipanaskan pada suhu tinggi. Bubuk CaO yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi XRD untuk melihat apakah CaO sudah terbentuk. Pola XRD CaO diperlihatkan pada Gambar 9. Identifikasi fasa dapat dilakukan dengan menggunakan database dari JCPDS 04-0636 dan 43-1001. Gambar tersebut menunjukkan masih terdapat CaCO 3 pada 2θ = 29,120 ; 35,871 ; 47,215 ; 63,240 ; 72,437 yang bersesuaian dengan data JCPDS CaCO 3 (04-0636). Sedangkan pada CaO dapat dilihat pada 2θ = 32,124; 37,324; 53,768; 64,120; 67,348; dan 79,540 yang bersesuaian dengan bidang difraksi : (111); (200); (220); (311); (222); (400). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak CaCO 3 yang terdapat di dalam sampel hasil kalsinasi cangkang telur. Gambar 9 Pola XRD CaO
8 Karakterisasi Titanium Dioksida (TiO 2 ) 600 A (1 2 0) 500 400 Intensitas (arb. unit) 300 200 100 A ( 2 0 1) A ( 1 3 1) A( 2 1 1) A( 2 3 1) A( 3 2 0) A ( 2 4 1) A ( 1 6 0) A ( 4 0 0) A ( 3 3 2) 0 20 30 40 50 60 70 80 2θ ( ) Gambar 10 Pola XRD TiO 2 Hasil karakterisasi XRD sampel TiO 2 murni dapat dilihat pada Gambar 10. Pola XRD tersebut menunjukkan puncak-puncak difraksi TiO 2 pada sudut 2θ : 25,46 0 ; 37,94 0 ; 48,18 0 ; 54 0 ; 55,2 0 dan 62,8 0 yang bersesuaian dengan bidang fraksi (hkl) : (1 2 0), (1 3 1), (2 3 1), (3 2 0), (2 4 1) dan (1 6 0). Sudut-sudut pada puncak difraksi merupakan puncak TiO 2 anatase yang bersesuaian dengan data JCPDS 29-1360 (Lampiran 2). Karakteristik Kristal CaTiO 3 Pembuatan CaTiO 3 melalui proses hidrotermal dan annealing. Bubuk CaO hasil karakterisasi XRD dicampur dengan bubuk TiO 2 murni dalam larutan amonia sebanyak 20 ml. Campuran tadi dimasukkan ke dalam reaktor dan diletakkan diatas hot plate kemudian dihidrotermal pada suhu 200 0 C selama 24 jam. Perlakuan ini bertujuan agar pemanasan menyeluruh pada sampel, kemurnian tinggi, reaksi cepat. Hasil perlakuan hidrotermal berupa endapan berwarna putih yang masih mengandung air. Endapan berwarna putih ini kemudian disaring. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan cairan dengan bubuk. Kemudian dikeringkan dalam furnace pada suhu 100 0 C. Hasil pemanasan endapan tadi berbentuk bongkahan kecil yang kemudian digerus dan dimasukkan ke dalam wadah plastik dalam bentuk bubuk CaTiO 3 yang halus. Bubuk CaTiO 3 tersebut dibuat dalam bentuk pelet. Pelet CaTiO 3 memiliki diameter 1,3 cm dengan ketebalan 0,2 cm. Masing-masing pelet di annealing pada suhu berbeda yaitu 700 0 C, 800 0 C dan 900 0 C selama 5 jam seperti terdaftar pada Tabel 2. Annealing bertujuan agar reaksi CaTiO 3 dari proses hidrotermal menjadi sempurna. CaTiO 3 hasil perlakuan ini dikarakterisasi XRD. Tabel 2 Perlakuan Sampel CaTiO 3 Sampel Suhu Annealing waktu annealing A 700 0 C 5 jam B 800 0 C 5 jam C 900 0 C 5 jam Hasil karakterisasi XRD berupa pola-pola difraksi yang merupakan puncak-puncak karakteristik struktur suatu sampel. Pola-pola difraksi diidentifikasi untuk mengetahui keberadaan CaTiO 3 pada sampel. Jika puncakpuncak karakteristik CaTiO 3 muncul maka fase kristal CaTiO 3 dapat diidentifikasi. Pola difraksi sinar-x yang terbentuk adalah akibat adanya hamburan atom-atom yang terletak pada suatu bidang h k l dalam kristal [10].
9 Gambar 11 Pola XRD Gabungan pada Tiga Sampel CaTiO 3 a). Sampel CaTiO 3 pada suhu 700 0 C b). Sampel CaTiO 3 pada suhu 800 0 C c). Sampel CaTiO 3 pada suhu 900 0 C Karakterisasi XRD ketiga sampel CaTiO 3 diperlihatkan pada Gambar 11. Profil XRD ketiga sampel tersebut memiliki puncak CaTiO 3, walaupun masih terdapat fasa TiO 2 dan CaO. Ketiga sampel ini dihasilkan dengan suhu annealing yang berbeda, yaitu pada suhu 700 0 C, 800 0 C dan 900 0 C. Hasil ini dapat dilihat pada grafik hubungan intensitas terhadap 2θ. Berdasarkan data JCPDS, puncak-puncak difraksi CaTiO 3 terdapat pada 2θ : 23,328 (400); 33,152 (440); 39,133 (622); 40,990 (444); 47,568 (800); 59,117 (844); 69,640 (880) dan 79,077 (11 6 1). Gambar 9a memperlihatkan pola XRD yang dibentuk sampel CaTiO 3 pada suhu 700 0 C. Pola XRD menunjukkan adanya beberapa sudut dengan intensitas cukup tinggi yaitu pada 2θ = 29,44 0 ; 33,1 0 ; 40,97 0 ; 59,42 0 dan 69.48 0. Sudut-sudut ini bersesuaian dengan bidang difraksi (510); (440); (444); (940) dan (11 2 1). Pada suhu 700 0 C pembentukan CaTiO 3 masih belum optimum. Hal ini terlihat bahwa masih banyaknya muncul puncak-puncak dari senyawa perkursor pembentukannya, yaitu CaO dan TiO 2. Pada Gambar 11b sudah mulai terlihat didominasi oleh puncak-puncak dari CaTiO 3, ini ditandai dengan hanya 2 puncak senyawa TiO 2 yang muncul. Sedangkan Gambar 11c terlihat bahwa hasil karakterisasi sudah semuanya muncul puncak-puncak CaTiO 3. Artinya pada suhu 900 0 C merupakan suhu yang optimum untuk menghasilkan kalsium titanat. Pola XRD diperoleh dari data JCPDS 08-0091 (Lampiran 2). Analisis Kristal CaTiO 3 Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, derajat kristalinitas, parameter kisi kristal dan ukuran kristal dari sampel. Perhitungan parameter kisi pada sampel CaTiO 3 menggunakan metode Cohen yang dihitung dengan menggunakan data 2θ, h k l, dan panjang gelombang dari sumber XRD (λcu). Perhitungan parameter kisi tercantum pada Lampiran 3. Data parameter kisi dari ketiga sampel CaTiO 3 dapat dilihat pada Tabel 3. Persen ketepatan diperoleh dengan membandingkan hasil perhitungan dengan nilai literatur, yaitu a=b=c=15,25å.
10 Tabel 3 Parameter kisi sampel CaTiO 3 No Sampel Parameter Kisi Persen Ketepatan a=b=c (Å) (%) 1 A 15,28891 99,7 3 2 B 15,25151 99,9 3 C 15,26382 99,9 Nilai parameter kisi pada sampel B dan sampel C yang diperoleh dari hasil pengolahan data mendekati nilai parameter kisi dari literatur sehingga diperoleh ketepatan yang tinggi sebesar 99,9%. Untuk sampel A diperoleh hasil yang sedikit berbeda dari literatur. Hal ini disebabkan karena pola XRD yang terbentuk sedikit bergeser kekiri, sehingga pada perhitungannya diperoleh ketepatan yang kecil yaitu 99,7%. Pola difraksi dapat dipengaruhi oleh ukuran kristal. Ukuran kristal (t) diperoleh dari nilai FWHM puncak-puncak pada data XRD. Bidang yang sering digunakan untuk menghitung ukuran kristal adalah bidang yang memiliki puncak yang cukup tinggi. Penentuan ukuran kristal menggunakan persamaan Scherrer (11) sebagai berikut: 0.9 t...(11) cos dengan merupakan panjang gelombang sinar-x yang digunakan, β adalah lebar puncak pada setengah intensitas, dan adalah sudut puncak. Ukuran kristal pada sampel CaTiO 3 dihitung menggunakan formula Scherrer. Hasil perhitungan ukuran kristal CaTiO 3 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan hasilnya dirangkum pada Tabel 4. Tabel 4 Ukuran kristal sampel CaTiO 3 Sampel 2θ cosθ FWHM (rad) t (nm) A 33,2723 0,9756 5,569E-3 37,77 B 25,3630 0,9582 7,875E-3 37,33 C 32,9575 0,9585 7,250E-3 38,36 Dari pengolahan data pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan suhu yang berbeda juga memberikan pengaruh terhadap ukuran kristal yang terbentuk. Dari ketiga ukuran kristal pada tabel diatas, terlihat bahwa ukuran kristal yang paling kecil diperoleh pada sampel B (yang dipanaskan pada suhu 800 0 C) sebesar 37,33 nm. Sedangkan pemanasan pada suhu lebih tinggi (900 0 C) menghasilkan ukuran kristal paling besar. Karakteristik SEM CaTiO 3 Karakterisasi dengan menggunakan Scanning electron microscope (SEM) dilakukan untuk mengetahui morfologi presipitasi. Pada penelitian ini diteliti tiga pelet CaTiO 3 yang di anneling pada suhu 700 0 C, 800 0 C dan 900 0 C. Hasil observasi sampel dengan SEM diamati pada bagian permukaan pelet yang dapat dilihat dalam Gambar 12 dengan perbesaran 20.000x. Ukuran partikel sampel CaTiO 3 pada karakterisasi SEM didapat dari perbandingan hasil foto penampang melintang sampel CaTiO 3 terhadap skala perbesaran scanning. Gambar 12 Morfologi permukaan sampel CaTiO 3 pada perbesaran 20.000x yang di annealing (A) 700 0 C, (B) 800 0 C dan (C) 900 0 C A B C
11 Analisis SEM CaTiO 3 Hasil observasi pada sampel A yang diannealing suhu 700 C, sampel B pada suhu 800 C dan sampel C pada suhu 900 C yang diamati pada perbesaran 20.000x. Berdasarkan hasil SEM pada bagian permukaan sampel C memiliki ukuran butir yang berdiameter 0,25 μm dan sampel A berdiameter 0,23 μm sedangkan sampel B berdiameter 0,22 μm. Analisis dari hasil SEM dengan perbesaran 20.000x dalam sampel A memperlihatkan (Gambar 12c) bongkahan sampel dengan poriporinya tampak lebih kecil dan sangat rapat. Pada sampel B, morfologi permukaan sampelnya terlihat butiran-butiran lebih besar dan homogen walaupun masih terdapat celah antara butiran itu. Sedangkan, pada sampel C butiran-butiran dihasilkan lebih besar, sangat rapat dan menggumpal bahkan sudah homogen. Hal ini menunjukkan bahwa pada sampel C sudah terkandung sampel CaTiO 3 yang homogen. Sampel CaTiO 3 terlihat bahwa ukuran butir pada sampel B lebih kecil dan lebih rapat dibandingkan dengan sampel A dan C. Hal ini diperkuat dari hasil perhitungan ukuran kristal dari hasil pola XRD. Dari SEM juga memperlihatkan bahwa kristal dari sampel CaTiO 3 lebih optimal pada suhu 900 0 C, ditandai dengan lebih terlihatnya struktur kristal secara jelas dan lebih rapat jarak antara kristal yang satu dengan kristal yang lainnya. Karakterisasi Optik Pengujian sifat optik dilakukan dengan menggunakan alat spektroskopi UV-VIS. Uji spektroskopi optik dimaksudkan untuk melihat karakteristik serapan (absorbansi) dan reflektansi pada CaTiO 3 pada spektrum UV, visible hingga IR-near. Hasil pengukuran nilai absorbansi dan reflektansi untuk setiap panjang gelombang masing-masing sampel dapat dilihat pada kurva hubungan absorbansi dan reflektansi terhadap panjang gelombang (Gambar 13 dan Gambar 14). Karakterisasi optik ini dilakukan pada panjang gelombang 350 nm sampai 700 nm. Pita serapan berada dalam kisaran spektrum UV ( 360-380 nm). Gambar 13 Perubahan nilai absorbansi CaTiO 3 terhadap panjang gelombang tertentu pada variasi suhu 700 C, 800 C dan 900 C Gambar 14 Perubahan nilai reflektansi CaTiO 3 terhadap panjang gelombang tertentu pada variasi suhu 700 C, 800 C dan 900 C Berdasarkan Gambar 13 diperoleh bahwa absorpsi yang paling tinggi terjadi pada panjang gelombang (λ) antara 360-380 nm, sedangkan Gambar 14 memperlihatkan bahwa sampel CaTiO 3 merefleksikan pada daerah visible dan infrared. Perlakuan annealing dapat merubah sifat optik yang dipelajari. Kenaikan suhu yang diterapkan pada sampel CaTiO 3 menyebabkan nilai absorbansi semakin kecil, sedangkan nilai reflektansinya semakin besar. Hal ini terjadi akibat proses pengembangan volume dan terbentuknya kristal atau berubahnya orientasi kristal.
12 Celah Pita Energi (Band gap) Karakterisasi optik dapat menentukan ukuran lebar celah energi (band gap). Dengan menggunakan metode full width half maximum (FWHM) yang menggunakan puncak maksimum panjang gelombang dari data pengukuran absorbansi, kita juga dapat menentukan nilai band gap masing-masing sampel CaTiO 3. Sampel A diketahui λ edge = 361,12 nm, sampel B menghasilkan nilai λ edge = 368,77 nm dan sampel C di λ edge = 370,84 nm. Dari kurva absorpsi dapat ditentukan λ edge -nya, yang menyatakan frekuensi terpendek dimana mulai terjadinya emisi. λ edge ini juga menyatakan panjang gelombang emisi. Dari λ edge yang diperoleh akan didapatkan nilai band gap-nya melalui : E g hc h edge 1240 edge. (12) Semakin besar panjang gelombang edge, semakin kecil band gap dari sampel CaTiO 3 tersebut. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Eg sebesar 3,43 ev untuk sampel A, untuk sampel B didapatkan nilai Eg sebesar 3,36 ev dan pada sampel C diperoleh nilai Eg = 3,34 ev. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode full width half maximum menghasilkan nilai band gap yang hampir mendekati dengan literatur CaTiO 3 yaitu 3,5 ev. Karakterisasi Listrik Sifat listrik dapat dikarakterisasi melalui pengukuran I-V. Kurva I-V diukur dengan menggunakan I-V Meter yang di scan dari tegangan bias -3 V sampai +3 V. Dari kurva yang diperoleh akan diketahui bahwa sampel CaTiO 3 bersifat ohmik atau nonohmik. Adapun suhu yang digunakan pada pengukuran I-V adalah suhu ruang (27 0 C). Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa sampel CaTiO 3 pada annealing 700 0 C (Sampel A) bersifat nonohmik dari kurva I-V yang tidak linear. Hal ini dikarenakan material CaTiO 3 yang terbentuk belum optimum, sehingga menghasilkan impuritas yang tinggi dan mempengaruhi hasil karakterisasi listrik. Sedangkan pada sampel B dan C (annealing 800 0 C dan 900 0 C) bersifat ohmik berdasarkan kurva I-V yang linear. Dari kurva hubungan arus dan tegangan dapat ditentukan nilai resistansinya. Resisitansi dihitung pada sampel B dan C saja karena kurva pada kedua sampel ini berbentuk linear. Perhitungannya dengan menggunakan Persamaan 7 yang pengolahannya dapat dilihat pada Lampiran 10a. Berdasarkan Lampiran 10a menghasilkan resistansi pada masing-masing sampel CaTiO 3 (annealing 800 0 C dan 900 0 C) secara berturut-turut adalah 4,47 MΩ dan 12,47 MΩ. Nilai resistansi yang dihasilkan sangatlah besar yakni dalam ukuran megaohm (MΩ). Gambar 15 Kurva absorbansi terhadap energi foton pada variasi suhu 700 C, 800 C dan 900 C Gambar 16 Kurva arus Vs tegangan sampel CaTiO 3 yang diukur pada suhu ruang (27 0 C)
13 Nilai resistivitas dan konduktivitas dari kedua sampel CaTiO 3 dihitung dengan data dari resistansi, luas penampang dan panjang penghantar. Pengolahan datanya dengan mengunakan Persamaan 8 dan 9 yang diperlihatkan oleh Lampiran 10b. Nilai resistivitasnya pada kedua sampel CaTiO 3 adalah 2,97 10 7 Ωcm dan 8,29 10 7 Ωcm. Dari kedua nilai resistivitas yang diperoleh dapat dikatakan bahwa ketiga sampel CaTiO 3 merupakan material semikonduktor karena nilai resistivitasnya masih berada pada range 10-3 sampai 10 8 Ωcm [11]. Sedangkan untuk nilai konduktivitas listrik pada kedua sampel CaTiO 3 diperoleh 3,37 x 10-8 (Ωcm) -1 dan 1,21 x10-8 (Ωcm) -1. Dilihat dari nilai konduktivitas yang dihasilkan dapat dikatakan bahwa sampel CaTiO 3 ini merupakan bahan semikonduktor, yakni masih berada pada range 10 3 sampai 10-9 (Ωcm) -1 [11]. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa resistansi berbanding lurus dengan resistivitas dan berbanding terbalik dengan konduktivitas, artinya semakin besar nilai resintansi pada suatu bahan maka resistivitasnya akan semakin besar pula tetapi nilai konduktivitas bahannya semakin kecil. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Karakterisasi XRD menunjukkan fasa kalsium titanat lebih optimal terbentuk pada suhu 900 0 C yang dapat dilihat dari profil XRD yang sudah terbentuk CaTiO 3. Hal ini juga diperkuat dari ketepatan yang diperoleh dan dibandingkan dengan literatur JCPDS, bahwa suhu 900 0 C memiliki nilai ketepatan yang tinggi sebesar 99.9 %. Dari hasil perhitungan ukuran kristal didapatkan ukuran kristal yang paling kecil pada suhu 800 0 C yaitu 37,33 nm. Sedangkan, pada suhu 700 0 C dan 900 0 C secara berturut-turut adalah 37,77 nm dan 38,36 nm. Hasil SEM juga memperlihatkan bahwa ukuran butir kristal paling kecil diantara tiga sampel CaTiO 3 yaitu pada sampel B yang di anneling pada suhu 800 0 C dengan ukurannya sebesar 0,22 μm. Pada karakterisasi optik, serapan yang paling tinggi terdapat di daerah ultra violet (UV) yaitu pada panjang gelombang 360-380 nm, sebaliknya merefleksikan di daerah visible dan infrared. Nilai band gap secara berturut-turut yaitu 3,43 ev; 3,36 ev dan 3,34 ev. Kenaikan suhu pada sampel CaTiO 3 berbanding terbalik dengan celah pita energi (band gap) yang dihasilkan. Artinya, semakin tinggi suhu pemanasannya maka band gap yang diperoleh semakin kecil. Pada karakterisasi listrik dapat disimpulkan bahwa pada sampel annealing 700 0 C bersifat nonohmik, sedangkan pada sampel annealing 800 0 C dan 900 0 C bersifat ohmik dengan nilai resistansi yang besar yakni dalam ukuran megaohm (MΩ) dan merupakan bahan semikonduktor. Hal ini dapat diperoleh dari nilai resistivitas dan konduktivitasnya yang masih berada pada range semikonduktor. Saran Untuk penelitian selanjutnya, dalam pembuatan CaTiO 3 dapat menggunakan larutan dan metode yang berbeda sebagai pembanding. Kalsium titanat juga bisa dilakukan untuk pengujian fisik lainnya seperti pengukuran dielektrik dan kapasitansi. Selain itu, dapat menggunakan CaTiO 3 sebagai katalis dalam proses fotokatalis, fotoluminesens dan fotovoltaik. DAFTAR PUSTAKA [1] Ringwood A. E. et al. 1988. Radioactive Waste Forms for Future (eds) W Lutreand R C Ewing (Amsterdam: Elsevier) p. 233 [2] Schaafsma A. et al. 2000. Mineral, Amino Acid, and Hormonal Composition of Chicken Eggshell Powder and the Evaluation of its Use in Human Nutrition, Poultry Science (79) 1833-1838 [3] H. Salehi, S. M. Hossein N. Shahtamasebi. 2004. First-Principles Study of the Electronic Structure of BaTiO 3, Using Different Approximations. Chinese Journal of Physics vol 42 no 5. 619-628. [4] Wang Y X, Zhong W L, Wang C L, Zhang P L. 2002. First Principles Study on the Optical Properties of Cubic CaTiO 3, Physics Letters A, 291, 338-342. [5] Chen X M. et al. 2003. Layered Complex Structures of MgTiO 3 and CaTiO 3 Dielectric Ceramics, Mater. Sci. Eng. B, 99, 255-258.