HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V."

Transkripsi

1 10 larutan elektrolit yang homogen. Pada larutan yang telah homogen dengan laju stirring yang sama ditambahkan larutan elektrolit KI+I 2 sebanyak 10 ml dengan konsentrasi 0.3 M tanpa annealing. Setelah itu, stirring dilanjutkan dengan laju 250 rpm hingga homogen. Campuran larutan kitosan/peg/ki+i 2 yang telah homogen tersebut membentuk gel yang selanjutnya didinginkan pada suhu ruang. Pembuatan Sel Fotoelektrokimia Untuk tiap sampel film SnS yang telah dibuat sebelumnya, pada sisi substrat ITO yang berlapiskan SnS ditutup dengan pita perekat sebagai pembatas sehingga terdapat area yang tidak tertutupi seluas 0,25 cm 2. Pada area yang tidak tertutupi tersebut ditetesi dengan 1-2 tetes gel elektrolit kitosan/peg/ki+i 2 dengan molaritas yang sama yakni 0.3 M. Selanjutnya diletakkan substrat ITO lain yang tidak dilapisi SnS. Kedua sisi ITO dijepit dengan menggunakan klip binder agar posisi substrat tidak bergeser. Elektroda kerja yang telah dibuat kemudian diletakkan dengan posisi substrat yang berlapis SnS di bagian atas. Dengan demikian, diperoleh struktur sel fotoelektrokimia padat seperti pada Gambar 10. Gambar 10. Struktur sel fotoelektrokimia berbasis SnS- Kitosan/PEG/KI+I 2. Karakterisasi Arus-Tegangan Karakterisasi arus-tegangan (I-V) dilakukan dalam keadaan gelap dan terang yang diukur menggunakan alat Keithly 2400 Source Meter. Pengukuran dilakukan dengan menghubungkan elektroda positif pada kontak ITO/SnS, dan elektroda negatif pada kontak ITO/kitosan-PEG-KI+I 2. Sedangkan pengukuran parameter fotovoltaik dilakukan menggunakan rangkaian sel surya seperti pada Gambar 11. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Deposisi Film Timah Sulfida Ada 3 proses penting dalam pembentukan film timah sulfida (SnS) dengan metode CBD, yaitu proses nucleation center dan pembentukan ion per ion (mekanisme heterogen), mekanisme hydroxide cluster, dan mekanisme dekomposisi ion kompleks. Pada proses nucleation center dan pembentukan ion per ion terjadi proses pembentukan ion Sn 2+ dan S 2-. Ion-ion tersebut tersebar ke dalam larutan untuk membentuk SnS. Kristal SnS pada substrat terikat satu dengan yang lainnya oleh gaya van der waals. Pertumbuhan kristal SnS berlangsung hingga prekursor dalam larutan habis. Pada mekanisme hydroxide cluster, partikel koloid hidroksida (OH -) tersebar ke substrat dan menempel pada substrat, selanjutnya partikel tersebut bereaksi dengan ion S 2-. Pada reaksi ini terjadi pergantian antara ion S 2- dan ion OH -. Partikel-partikel SnS yang terbentuk mulai menempel dan melekat satu sama lain untuk membentuk suatu kesatuan film. Pada mekanisme dekomposisi ion kompleks, terjadi penguraian komposisi kompleks dari Sn-ligand menjadi SnS dan proses selanjutnya hingga membentuk film. Kompleks antara ion 10

2 11 logam dan ligand diperlukan untuk mencegah terjadinya presipitasi. 6 Untuk mendapatkan film yang berkualitas dengan CBD, reaksi yang terjadi di dalam larutan harus berlangsung perlahan. Pembentukan film SnS dapat dipahami melalui reaksi berikut: [Sn(TEA)] 2+ + CH 3 CSNH 2 + 2OH - SnS+TEA+CH 3 CONH 2 +H 2 O (5) Saat deposisi, ion Sn 2+ membentuk ikatan dengan ligand-tea membentuk [Sn]TEA untuk mencegah terjadinya presipitasi sehingga fase lain yang tidak diinginkan seperti [Sn(OH) 2 ] untuk kompleks ini dapat dicegah. Selanjutnya kompleks dipecah untuk membuat ikatan dengan ion S 2- dan komponen lain pembentuk SnS hingga terbentuklah SnS. Persamaan yang serupa dapat ditulis dengan mengganti TEA dengan TSC. 6 Ada 3 sumber sulfur di dalam pendeposisian SnS yaitu natrium thiosulfat (Na 2 S 2 O 3), thiourea (SCN 2 H 4 ), dan thioacetamida (CH 3 CSNH 2 ). Ketika menggunakan natrium tiosulfat dan thiourea presipitasi berlangsung sangat cepat yang menyebabkan film tidak terbentuk sehingga dalam penelitian ini sumber sulfur yang digunakan adalah thioacetamida. Agen kompleks seperti natrium hidroksida (NH 4 OH), trietanolamine (TEA), dan trisodium sitrat (TSC) dibutuhkan sebagai komponen pendukung pembentuk film SnS. Konsentrasi agen kompleks sangat berpengaruh dalam pembentukan film. NH 4 OH berperan sebagai kontrol di dalam larutan sedangkan TEA dan TSC berperan sebagai agen kompleks untuk katalisis film. Pada laju deposisi yang rendah, jika konsentrasi NH 4 OH rendah maka film yang terbentuk sangat tipis. TEA berperan dalam mengurangi laju reaksi, jika TEA sedikit atau tidak ada maka presipitasi berlangsung sangat cepat sehingga film tidak terbentuk pada substrat. TSC bersama EDTA merupakan garam pembentuk agen kompleks tetapi TSC memberikan hasil yang lebih baik sehingga pada penelitian ini digunakanlah TSC. Pelarut etilen glikol berperan dalam menentukan daya lekat dan morfologi film. 6 Lamanya waktu dan suhu deposisi mempengaruhi karakteristik film yang dihasilkan. Jika suhu rendah, struktur yang terbentuk cenderung amorf. Pada temperatur 80 o C, adhesi film miskin sehingga film cenderung tipis. 6 Jika deposisi berlangsung singkat maka film yang dihasilkan cenderung tipis. 28 Pada penelitian ini lama deposisi yaitu 1 jam 20 menit dan suhu deposisi 80 o C sehingga film yang dihasilkan cenderung tipis. Hasil Karakterisasi XRD Film SnS yang telah dibuat dikarakterisasi struktur kristalnya menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) dengan sumber cahaya Cu dengan tegangan 30 kv dan arus 30 ma di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Bahan (P3IB) Badan Teknologi Nuklir Nasional, Serpong. Gambar 12. Pola difraksi film pada permukaan substrat ITO sampel S1. substrat ITO untuk sampel S1 ditunjukkan oleh Gambar 12. Puncak yang muncul pada 2θ dan merupakan puncak untuk SnS yang pada (040), (200) (JCPDS no ). Puncak pada 2θ dan

3 12 merupakan puncak untuk SnO 2 yang pada (200), (310) (JCPDS no ). Puncak pada 2θ , , dan merupakan puncak untuk SnS 2 yang bersesuaian dengan orientasi bidang pada (002), (110), (103) (JCPDS no ). Sedangkan puncak pada 2θ , 35.06, dan merupakan puncak untuk InSn 2 O 7-x atau ITO yang pada (222), (400), (622) (JCPDS no ). Gambar 14. Pola difraksi film pada permukaan substrat ITO sampel S3. Gambar 13. Pola difraksi film pada permukaan substrat ITO sampel S2. substrat ITO untuk sampel S2 ditunjukkan oleh Gambar 13. Puncak yang muncul pada 2θ dan merupakan puncak untuk SnS yang pada (110), (101) (JCPDS no ). Puncak pada 2θ merupakan puncak untuk SnO 2 yang bersesuaian dengan orientasi bidang pada (200) (JCPDS no ). Puncak pada 2θ 30.11, , dan merupakan puncak untuk SnS 2 yang bersesuaian dengan orientasi bidang pada (002), (110), (103) (JCPDS no ). Sedangkan puncak pada 2θ , , dan merupakan puncak untuk InSn 2 O 7-x atau ITO yang pada (222), (400), (622) (JCPDS no ). substrat ITO untuk sampel S3 ditunjukkan oleh Gambar 14. Puncak pada 2θ , , dan merupakan puncak untuk SnO 2 yang pada (110), (200), (202) (JCPDS no ). Puncak pada 2θ dan merupakan puncak untuk SnS 2 yang bersesuaian dengan orientasi bidang pada (002), (110) (JCPDS no ). Sedangkan puncak pada 2θ , , dan merupakan puncak untuk InSn 2 O 7-x atau ITO yang pada (222), (400), (622) (JCPDS no ). Gambar 15. Pola difraksi film pada permukaan substrat ITO sampel S4. 12

4 13 substrat ITO untuk sampel S4 ditunjukkan oleh Gambar 15. Puncak yang muncul pada 2θ dan merupakan puncak untuk SnS yang pada (002), (311) (JCPDS no ). Puncak pada 2θ dan merupakan puncak untuk SnS 2 yang pada (002), (110) (JCPDS no ). Sedangkan puncak pada 2θ dan merupakan puncak untuk InSn 2 O 7-x atau ITO yang bersesuaian dengan orientasi bidang pada (400), (622) (JCPDS no ). Data XRD menunjukkan bahwa SnS telah tumbuh pada permukaan ITO. Pembentukan SnS diawali dengan hidrolisis thioacetamida dengan proses penjenuhan yang tinggi dalam larutan. Namun, pada film juga terbentuk fase lain yakni SnS 2. SnS 2 terbentuk karena terjadi kelebihan ion S 2- dan ion H + pada reaksi hidrotermal baik selama deposisi SnS maupun ketika dipanaskan (annealing) yang dapat dijelaskan 17 melalui reaksi berikut: Sn+S SnS (6) SnS Sn 2+ + S 2 (7) 2Sn 2+ +4H + +O 2 2Sn 4+ +2H 2 O (8) Sn 4+ +2S 2 SnS 2 (9) Pada pola XRD, SnO 2 terbentuk karena adanya oksidasi SnS akibat terjadi pengikatan oksigen dari udara ketika proses deposisi dan annealing sedangkan munculnya puncak ITO dapat disebabkan karena terlalu tipisnya film SnS yang terbentuk sehingga kristalinitas ITO yang lebih kuat menutupi kristalinitas SnS. 29 Struktur kristal dapat dipengaruhi oleh karakteristik dari sumber Sn dan S, substrat dan prekursor yang digunakan, suhu, dan proses pengadukan selama deposisi film. Struktur kristal SnS dapat berupa ortorombik, kubik, dan campuran keduanya bergantung pada metode deposisi yang digunakan. Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa film SnS yang dihasilkan umumnya memiliki fase ortorombik. Fase kubik pada film dapat terbentuk jika metode deposisi seperti CBD dilakukan pada suhu rendah. 28 Puncak SnS yang terbentuk dalam penelitian ini memiliki struktur ortorombik yang bersesuaian dengan JCPDS no Puncak sudut 2θ SnS yang paling mendekati literatur terdapat pada sampel S2 yakni sampel dengan annealing 100 o C dengan 2θ sebesar dan Puncak SnS 2 yang turut terbentuk pada deposisi SnS memiliki struktur kristal heksagonal sesuai dengan JCPDS no Hasil Karakterisasi Serapan Optik Karakterisasi serapan optik film timah sulfida dilakukan di Laboratorium Spektroskopi Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada penelitian ini dibuat empat sampel, yaitu sampel tanpa annealing (S1) dan sampel dengan annealing 100 o C (S2), 200 o C (S3), dan 300 o C (S4). Hasil karakterisasi serapan optik film timah sulfida dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Hubungan absorbansi dan panjang gelombang untuk film timah sulfida tanpa annealing dan dengan annealing 100 o C, 200 o C, dan 300 o C. Karakterisasi serapan optik diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui spektrum serapan dari film timah sulfida yang dibuat. Pengukuran 13

5 14 nilai serapan (absorbansi) optik terhadap panjang gelombang dilakukan untuk menentukan daerah serapan film tipis melalui pita-pita serapan. Serapan optik sampel dipindai pada rentang panjang gelombang nm. Kurva penyerapan yang terukur merupakan fungsi panjang gelombang yang disebut spektrum serapan. Karakteristik serapan keempat sampel memiliki luas spektrum serapan yang lebar yakni pada panjang gelombang nm pada daerah cahaya tampak. Terlihat bahwa film SnS menyerap dengan kuat pada panjang gelombang sekitar nm dengan serapan maksimum terjadi pada nm yang diidentifikasi sebagai pita biru Daerah serapan tersebut menunjukkan daerah serapan spesifik film SnS. Hal ini sesuai dengan literatur yang memperlihatkan bahwa pita absorbansi SnS yakni pada panjang gelombang nm. 6 Celah energi yang dihasilkan pada keempat sampel berturut-turut adalah 2.0 ev, 1.87 ev, 1.96 ev, dan 1.96 ev (Lampiran 6). Annealing menyebabkan terjadi pergeseran tepi absorpsi. Terlihat pula bahwa annealing mempengaruhi besarnya celah energi. 28 Celah energi sampel S2 paling mendekati celah energi SnS dimana rentang celah energi SnS berada pada ev. Sedangkan untuk ketiga sampel lainnya lebih mendekati celah energi SnS 2 dimana rentang celah energi SnS 2 berada pada ev. Hasil Pembuatan Elektrolit Polimer Padat Sel fotoelektrokimia yang dibuat dalam penelitian ini berbasis elektrolit polimer padat. Elektrolit polimer pada dasarnya terdiri dari polimer dan garam yang secara bersama membentuk pasangan redoks. Pada penelitian ini elektrolit padat yang digunakan merupakan campuran dari polimer kitosan-peg dan garam KI+I 2. Polimer kitosan berperan sebagai polielektrolit kationik dan bersama-sama PEG berperan sebagai matriks pembentuk gel pada film. Gel polimer elektrolit didesain untuk memfasilitasi transport ion pada medium. Garam KI+I 2 merupakan pasangan redoks yang berfungsi sebagai mediator dalam transport muatan. Mediator dalam elektrolit padat berperan untuk menggantikan elektron yang hilang selama proses penyerapan cahaya. Elektrolit padat memiliki sifat konduktif ionik dan dapat berfungsi sebagai hole transpor pada piranti sel surya fotoelektrokimia. Namun, penggunaan elektrolit padat pada sel surya akan menambah resistansi secara keseluruhan sehingga menyebabkan kecilnya arus yang dihasilkan. 30 Hasil Pembuatan Sel Fotoelektrokimia Pada penelitian ini telah dibuat empat film SnS yakni sampel S1, S2, S3, dan S4 seperti yang ditunjukkan pada Tabel (halaman 9). Sel fotoelektrokimia yang dibuat terdiri dari film SnS sebagai elektroda semikonduktor, polimer kitosan/peg/ki+i 2 sebagai elektrolit padat dan substrat ITO sebagai elektroda lawan. Substrat ITO yang digunakan dalam penelitian memiliki dimensi kaca yang berbeda untuk tiap sampel. Sel fotoelektrokimia yang dibuat ketika dihubungkan dengan rangkaian luar memiliki struktur seperti pada Gambar 17. Pengujian sel dilakukan dengan menghubungkan multimeter pada kedua sisi ITO, dimana tepi substrat ITO dengan lapisan SnS sebagai elektroda positif (fotoanoda) dan tepi substrat ITO tanpa lapisan SnS sebagai elektroda negatif (katoda). Gambar17. Struktur sel fotoelektrokimia berbasis fotoelektroda SnS dan elektrolit polimer padat kitosan/ PEG/KI+I 2 ketika dihubungkan dengan rangkaian luar. 14

6 15 Hasil Karakterisasi Arus-Tegangan Karakterisasi untuk mengetahui ada tidaknya efek fotovoltaik pada sampel dilakukan dengan karakterisasi arustegangan (I-V) yaitu pengujian nilai arus dan tegangan yang keluar dari keempat sampel yang telah dibuat dengan sumber cahaya matahari. Rangkaian pengukuran tegangan diperlihatkan pada Gambar 18. Hasil pengukuran tegangan untuk keempat sampel S1, S2, S3, dan S4 berturut-turut adalah 20 mv, 80 mv, 120 mv, dan 20 mv (Lampiran 7). Gambar 18. Rangkaian pengukuran tegangan rangkaian buka (Voc) pada sel fotoelektrokimia berbasis timah sulfidakitosan/peg/ki+i 2. Nilai tegangan terbesar dihasilkan oleh sampel S3 ketika dibandingkan dengan keluaran tegangan dari ketiga sampel lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh karakteristik film yang terbentuk didominasi oleh SnS 2 dimana SnS 2 cocok diaplikasikan sebagai sel fotoelektrokimia sehingga sel dapat bekerja secara maksimal dibandingkan sampel S2 yang lebih memiliki karakteristik SnS. Tidak terukurnya nilai arus dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena penggunaan elektrolit padat yang dapat meningkatkan resistansi sehingga transpor muatan oleh elektrolit padat menjadi kurang maksimal. Amperemeter yang digunakan dalam skala milimeter sehingga tidak dapat membaca keluaran arus yan sangat kecil (misal dalam skala mikro). Hal ini mengakibatkan kerja sel surya berbasis fotoelektroda timah sulfida dan elektrolit padat kitosan/peg/ki+i 2 untuk kajian efek fotovoltaik menjadi tidak maksimal. Karakterisasi I-V yang selanjutnya dilakukan menggunakan alat Keithly 2400 Source Meter dengan sumber cahaya berasal dari lampu dengan intensitas lampu sebesar 20 mw/cm 2. Tiap sampel diuji dalam dua keadaan yakni kondisi terang (disinari) dan gelap (tidak disinari). Hasil karakterisasi ditunjukkan oleh Gambar 19 (a), (b), (c), dan (d) yang menunjukkan kurva hasil karakteristik I-V pada kondisi gelap dan terang. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa keempat sampel yang dibuat telah bersifat fotovoltaik karena sel telah mampu menghasilkan tegangan. Sel tersebut juga telah bersifat dioda karena distribusi arus dan tegangan yang dihasilkan tidak linear dan tidak simetris. Karakterisasi ini memberikan gambaran kondisi yang terjadi ketika sel surya mendapat tegangan bias maju dan tegangan bias mundur. Bias maju terjadi ketika tegangan bernilai positif dan arus mulai meningkat, sedangkan bias mundur terjadi ketika tegangan bernilai negatif dan tidak ada arus yang mengalir. (a) 15

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan efek fotovoltaik yaitu mengonversi energi cahaya menjadi energi listrik secara langsung.

TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan efek fotovoltaik yaitu mengonversi energi cahaya menjadi energi listrik secara langsung. 2 aplikasi sel surya. Perumusan Masalah Apakah sel fotoelektrokimia berbasis fotoelektroda timah sulfida dan elektrolit polimer padat kitosan/peg/ki+i 2 dapat menghasilkan efek fotovoltaik? Hipotesis Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia. Sehingga para peneliti terus berupaya untuk mengembangkan sumber-sumber energi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 21 Pendahuluan Sel surya hibrid merupakan suatu bentuk sel surya yang memadukan antara semikonduktor anorganik dan organik. Dimana dalam bentuk

Lebih terperinci

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION Yolanda Oktaviani, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: vianyolanda@yahoo.co.id

Lebih terperinci

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC Surabaya 27 Januari 2012 Perumusan Masalah B Latar

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL 3 2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL Pendahuluan Bahan semikonduktor titanium oxide (TiO 2 ) merupakan material yang banyak digunakan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu yang mempelajari, menciptakan dan merekayasa material berskala nanometer dimana terjadi sifat baru. Kata nanoteknologi berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber energi merupakan masalah yang harus segera diselesaikan oleh masing-masing negara termasuk Indonesia. Untuk itu perlu dikembangkan suatu teknologi

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Energi cahaya matahari dapat dikonversi menjadi energi listrik melalui suatu sistem yang disebut sel surya. Peluang dalam memanfaatkan energi matahari masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya λ Panjang Gelombang 21 ω Kecepatan Angular 22 ns Indeks Bias Kaca 33 n Indeks Bias Lapisan Tipis 33 d Ketebalan Lapisan Tipis 33 α Koofisien Absorpsi 36 Frekuensi Cahaya 35 υ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Hasil XRD dan Ukuran Kristalit TiO 2 Pola difraksi sinar-x dari ZnO, TiO 2 yang dihasilkan dari pengeringan produk proses hidrolisis Ti-iP, dan TiO 2 yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Material berukuran nanometer memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan eksperimental yang dilakukan di laboratorium Fisika Material, Jurusan pendidikan fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA Rita Prasetyowati, Sahrul Saehana, Mikrajuddin Abdullah (a), dan Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika Material

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN MENGGUNAKAN EKTRAKSI DAGING BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) SEBAGAI DYE SENSITIZER

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

III. PROSEDUR PERCOBAAN. XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung dan

III. PROSEDUR PERCOBAAN. XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung dan 29 III. PROSEDUR PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan Desember 2012, di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Proses pembangunan disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan membawa dampak negative bagi lingkungan hidup. Industrialisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Secara umum penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan: 1. Tahapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, laboratorium Mikrobiologi, Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan peneliti adalah metode eksperimen. Material yang digunakan berupa pasta TiO 2 produksi Solaronix, bubuk Dyesol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH Iwantono *), Erman Taer, Rika Taslim dan Lutfi Rindang Lestari Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

2014 PEMBUATAN BILAYER ANODE - ELEKTROLIT CSZ DENGAN METODE ELECTROPHORETIC DEPOSITION

2014 PEMBUATAN BILAYER ANODE - ELEKTROLIT CSZ DENGAN METODE ELECTROPHORETIC DEPOSITION BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan listrik dunia semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini tentu disebabkan pertumbuhan aktivitas manusia yang semakin padat dan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lapisan tipis adalah suatu lapisan yang sangat tipis terbuat dari bahan organik,

I. PENDAHULUAN. Lapisan tipis adalah suatu lapisan yang sangat tipis terbuat dari bahan organik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lapisan tipis adalah suatu lapisan yang sangat tipis terbuat dari bahan organik, inorganik, logam maupun campuran metal organik dan memiliki sifat-sifat konduktor, semikonduktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya baru

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembentukan Senyawa Indotimol Biru Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini, pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada 1859, sudah sangat lazim digunakan untuk penentuan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon. 3 Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau (Gambar 2). Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode

Lebih terperinci

Struktur dan konfigurasi sel Fotovoltaik

Struktur dan konfigurasi sel Fotovoltaik 9 Gambar 17. Struktur dan konfigurasi sel Fotovoltaik BST yang sudah mengalami proses annealing dipasang kontak di atas permukaan substrat silikon dan di atas film tipis BST. Pembuatan kontak ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki abad 21, persediaan minyak dan gas bumi semakin menipis. Sementara kebutuhan akan energi semakin meningkat, terutama dirasakan pada negara industri. Kebuthan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi pada bidang material dewasa ini sedang mengarah pada revolusi nanopartikel dimana dalam periode ini tejadi percepatan luar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis BCP dan ACP Sintesis BCP dan ACP dilakukan dengan metode yang berbeda, dengan bahan dasar yang sama yaitu CaO dan (NH 4 ) 2 HPO 4. CaO bersumber dari cangkang telur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karena tidak akan ada kehidupan di permukaan bumi tanpa energi matahari maka sebenarnya pemanfaatan energi matahari sudah berusia setua kehidupan itu sendiri.

Lebih terperinci

PEMBUATAN SEL FOTOELEKTROKIMIA PADAT DENGAN STRUKTUR ITO/CdS/ELEKTROLIT/ITO HAQQI GUSRA

PEMBUATAN SEL FOTOELEKTROKIMIA PADAT DENGAN STRUKTUR ITO/CdS/ELEKTROLIT/ITO HAQQI GUSRA PEMBUATAN SEL FOTOELEKTROKIMIA PADAT DENGAN STRUKTUR ITO/CdS/ELEKTROLIT/ITO HAQQI GUSRA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 ABSTRAK HAQQI

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan)

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan) Mekanisme Kerja Devais Sel Surya Sel surya merupakan suatu devais semikonduktor yang dapat menghasilkan listrik jika diberikan sejumlah energi cahaya. Proses penghasilan energi listrik itu diawali dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokatalis telah mendapat banyak perhatian selama tiga dekade terakhir sebagai solusi yang menjanjikan baik untuk mengatasi masalah energi maupun lingkungan. Sejak

Lebih terperinci

(a) (b) Gambar 1 Pita energi semikonduktor intrinsic 3. Gambar 2 Semikonduktor (a) tipe-n, (b) tipe-p.

(a) (b) Gambar 1 Pita energi semikonduktor intrinsic 3. Gambar 2 Semikonduktor (a) tipe-n, (b) tipe-p. 2 Gambar 1 Pita energi semikonduktor intrinsic 3. (a) (b) Gambar 2 Semikonduktor (a) tipe-n, (b) tipe-p. (a) (b) Gambar 3 Energi Fermi pada semikonduktor (a) tipe-n, (b) tipe-p Semikonduktor extrinsic

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKUR KARAKTERISTIK I-V SEL SURYA DALAM KEADAAN PENYINARAN DAN TANPA PENYINARAN

PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKUR KARAKTERISTIK I-V SEL SURYA DALAM KEADAAN PENYINARAN DAN TANPA PENYINARAN Program Studi Fisika Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKUR KARAKTERISTIK I-V SEL SURYA DALAM KEADAAN PENYINARAN DAN TANPA PENYINARAN Latar Belakang

Lebih terperinci

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING DALAM PELAPISAN TiO 2 UNTUK PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PROTOTIPE DSSC DENGAN EKSTRAKSI KULIT BUAH MANGGIS (Garciniamangostana L.) SEBAGAI DYE SENSITIZER

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 33 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa yang disintesis. Senyawa disintesis menggunakan metoda deposisi dalam larutan pada temperatur rendah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data 7 jam dan disonikasi selama jam agar membran yang dihasilkan homogen. Langkah selanjutnya, membran dituangkan ke permukaan kaca yang kedua sisi kanan dan kiri telah diisolasi. Selanjutnya membran direndam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor dimulai bulan Mei 2010 sampai Bulan Mei 2011 3.2.

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini terlihat dari banyaknya komponen semikonduktor yang digunakan disetiap kegiatan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 31 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2010 hingga bulan Juni 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel surya merupakan suatu piranti elektronik yang mampu mengkonversi energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan dampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Titanium dioksida (TiO 2 ) sejak beberapa tahun terakhir banyak digunakan dalam berbagai bidang anatas anatara lain sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi,

Lebih terperinci

PERFORMANSI SEL SURYA YANG DIHASILKAN THE EFFECT OF INSERTION OF IRON METALSON TITANIA ACTIVE LAYERTO THE MORPHOLOGICAL STURCTURE AND RESISTANCE OF

PERFORMANSI SEL SURYA YANG DIHASILKAN THE EFFECT OF INSERTION OF IRON METALSON TITANIA ACTIVE LAYERTO THE MORPHOLOGICAL STURCTURE AND RESISTANCE OF Pengaruh Penyisipan Logam. (Winda Setya Ningtias) 1 PENGARUH PENYISIPAN LOGAM BESIPADA LAPISAN AKTIF TITANIA TERHADAP STRUKTUR MORFOLOGI DAN RESISTANSI LAPISAN AKTIF TiO2 SERTA PERFORMANSI SEL SURYA YANG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur dan Waktu Putar Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis ZnO yang Dibuat dengan Metode Sol-Gel Spin Coating

Pengaruh Temperatur dan Waktu Putar Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis ZnO yang Dibuat dengan Metode Sol-Gel Spin Coating ISSN 2302-8491 Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 2, April 2017 Pengaruh Temperatur dan Waktu Putar Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis ZnO yang Dibuat dengan Metode Sol-Gel Spin Coating Fitriani *, Sri Handani

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM

BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM Pada bab sebelumnya telah diperlihatkan hasil karakterisasi struktur kristal, morfologi permukaan, dan komposisi lapisan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan eksperimen murni yang

BAB III METODE PELAKSANAAN. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan eksperimen murni yang 25 BAB III METODE PELAKSANAAN Metode penelitian yang dilakukan menggunakan eksperimen murni yang dilakukan di laboratorium. Metode yang digunakan untuk penumbuhan film tipis LiTaO 3 adalah metode spin-coating.

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 7 3. Pengenceran Proses pengenceran dilakukan dengan menambahkan 0,5-1 ml akuades secara terus menerus setiap interval waktu tertentu hingga mencapai nilai transmisi yang stabil (pengenceran hingga penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan TiO 2 sebagai fotokatalis diperkenalkan pertama kali oleh Fujishima dan Honda tahun 1972 mengenai pemecahan air menjadi oksigen dan hidrogen secara fotoelektrokimia

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN 29 BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian XRD Hasil Pengeringan Pada pengujian XRD material TiO 2 hasil proses sol-gel hanya sampai proses pengeringan ini, akan dibandingkan pengaruh perbedaan molaritas

Lebih terperinci

Homogenitas Ketebalan, Konduktivitas Listrik dan Band Gap Lapisan Tipis a-si:h tipe-p dan tipe-p Doping Delta yang dideposisi dengan Sistem PECVD

Homogenitas Ketebalan, Konduktivitas Listrik dan Band Gap Lapisan Tipis a-si:h tipe-p dan tipe-p Doping Delta yang dideposisi dengan Sistem PECVD JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 8, NOMOR JANUARI 202 Homogenitas Ketebalan, Konduktivitas Listrik dan Band Gap Lapisan Tipis a-si:h tipe-p dan tipe-p Doping Delta yang dideposisi dengan Sistem PECVD

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT Tujuan Berdasarkan metode ph-metri akan ditunjukkan bahwa ion metalik terhidrat memiliki perilaku seperti suatu mono asam dengan konstanta keasaman yang tergantung pada

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Perkembangan sel surya atau photovoltaic menjadi penelitian yang dikembangkan pemanfaatannya sebagai salah satu penghasil energi. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi listrik. Pemanfaatan energi listrik terus berkembang tidak hanya berfokus

BAB I PENDAHULUAN. energi listrik. Pemanfaatan energi listrik terus berkembang tidak hanya berfokus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring pertumbuhan penduduk di dunia yang semakin meningkat, kebutuhan akan sumber energi meningkat pula. Termasuk kebutuhan akan sumber energi listrik. Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci