VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

dokumen-dokumen yang mirip
VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN)

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

ANALISIS TATANIAGA BERAS

Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam

KUISIONER PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

METODOLOGI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM PEMASARAN NENAS BOGOR (Ananas comosus) DI KABUPATEN BOGOR THE MARKETING SYSTEM OF BOGORINARIAN PINEAPPLE (Ananas comosus) IN BOGOR DISTRIC

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN. Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

TELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

Gambar 4.5 Kriteria Panen, Penilaian Tingkat Kematangan Secara Visual

. Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Volume Ekspor (Ton) 1 Nanas %

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

7. KINERJA RANTAI PASOK

8.2. PENDEKATAN MASALAH

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Tabanan menunjukkan, produksi tomat kecamatan Baturiti pada tahun adalah sebesar 98% produksi kabupaten Tabanan.

VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Kecamatan Ambarawa Kecamatan Bandungan Kecamatan Sumowono 4824 ha. Sumowono. Bawen. Bergas.

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

PENANGANAN PASCAPANEN

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah beriklim tropis basah dengan keragaman

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

Penanganan Hasil Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

V. GAMBARAN UMUM KPJI

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

KEBIJAKAN SALURAN DISTRIBUSI PADA CV SINAR PUTRA MAHKOTA DI PONTIANAK

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PRAKTEK WANPRESTASI PEMESANAN BARANG DALAM PERJANJIAN JUAL BELI BAK TRUK DI C.V SUMBER JATI BATANG DAN TIGA PUTRA WELERI

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

BAB III MATERI DAN METODE

KUISIONER. 1. Apakah Anda membudidayakan koro pedang selama 1 tahun terakhir? ( ) Ya ( ) Tidak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMASARAN GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) DI KENAGARIAN MANGGILANG KEC. KOTO BARU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

Lampiran 1. Kuisioner Pemasaran Udang Windu

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas di Desa Paya Besar dimulai dari petani sebagai produsen nenas hingga ke konsumen dengan melibatkan lembaga-lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul desa, pedagang besar lokal, pedagang besar non-lokal, pedagang pengecer lokal dan pedagang pengecer non-lokal. a. Petani adalah pihak yang melakukan budidaya nenas dan berperass sebagai produsen di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir. b. Pedagang pengumpul desa adalah lembaga tataniaga yang tinggal di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman dan berperan menyalurkan nenas ke lembaga tataniaga selanjutnya. c. Pedagang besar lokal adalah lembaga tataniaga yang tinggal di wilayah Kota Palembang namun di luar Desa Paya Besar yang berperan menyalurkan nenas ke pedagang pengecer lokal. d. Pedagang besar non-lokal adalah lembaga tataniaga yang tinggal di luar Provinsi Sumatera Selatan yang berperan menyalurkan nenas ke pedagang pengecer di luar Provinsi Sumatera Selatan. e. Pedagang pengecer lokal adalah lembaga tataniaga yang tinggal di wilayah Kota Palembang namun di luar Desa Paya Besar yang berperan menyalurkan nenas ke konsumen akhir yang berada di wilayah Kota Palembang dan sekitarnya. f. Pedagang pengecer non-lokal adalah lembaga tataniaga yang tinggal di luar Provinsi Sumatera Selatan yang berperan dalam menyalurkan nenas ke konsumen akhir yang berada di luar Provinsi Sumatera Selatan. 6.2. Sistem Tataniaga Saluran tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar diawali dari petani sebagai produsen nenas hingga konsumen akhir. Proses tataniaga nenas Palembang melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Lembaga yang terlibat dalam

tataniaga nenas Palembang di lokasi penelitian yaitu pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan pedagang pengecer. Berikut skema saluran tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar dapat dilihat pada bagan berikut: Petani 16.800 buah (18,81%) 6.123 buah (6,86%) 66.368 buah (74.33%) PPD Pedagang Besar Non Lokal Pengecer Lokal Pedagang Besar Pengecer Non Lokal Konsumen Lokal Konsumen Non Lokal Gambar 6. Skema Saluran Tataniaga Nenas Palembang di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir Keterangan: 6.2.1. Saluran Tataniaga Saluran tataniaga merupakan serangkaian organisasi-organisasi yang terlibat dalam proses mengalirkan suatu produk barang atau jasa yang siap dikonsumsi oleh konsumen. Penelusuran pola tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar dimulai dari produsen sampai ke konsumen akhir dengan melibatkan lembaga-lembaga tataniaga lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, tataniaga nenas di Desa Paya Besar memiliki tiga pola saluran tataniaga dan melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul desa, pedangan besar dan pedagang pengecer. Adapun pola saluran tataniaga nenas yang terbentuk adalah sebagai berikut: : Saluran Tataniaga I : Saluran Tataniaga II : Saluran Tataniaga III (1) Pola I: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Besar Lokal Pedagang Pengecer Lokal Konsumen Lokal

(2) Pola II: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengecer Lokal Konsumen Lokal (3) Pola III: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Besar Non-lokal Pedagang Pengecer Non-lokal Konsumen Non-lokal Berdasarkan ketiga pola saluran tataniaga yang ada, jumlah nenas yang diproduksi dari Desa Paya Besar mencapai 89.291 buah pada bulan Januari hingga Maret 2012. Semua nenas yang dihasilkan dijual melalui pedagang pengumpul desa dan selanjutnya disalurkan ke pedagang besar, pedagang pengecer hingga ke konsumen akhir. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, tidak ditemukan responden petani yang menjual nenas langsung ke pedagang besar atau ke pedagang pengecer. Hal ini disebabkan karena petani tidak memiliki alternatif pasar selain menjual ke pedagang pengumpul desa. Petani juga takut menanggung risiko kerugian yang timbul jika petani melakukan penjualan langsung ke pedagang besar atau pedagang pengecer. Mengingat produk yang dihasilkan mudah rusak dan jarak lokasi pemasaran cukup jauh dari sentra produksi serta adanya ikatan kekeluargaan antara petani dengan pedagang pengumpul desa. Sihombing (2010) mengidentifikasi saluran tataniaga nenas Bogor yang terbentuk di Desa Cipelang dan hasilnya terdapat tiga saluran tataniaga. Pola satu melibatkan petani pedagang pengumpul desa pedagang besar pedagang pengecer konsumen lokal. Pola dua terdiri dari petani pedagang pengumpul desa konsumen (pedagang pengolah). Pola tiga melibatkan petani pedagang pengecer konsumen lokal. Berbeda halnya dengan saluran yang terbentuk pada tataniaga nenas Blitar. Indhra (2007) mendapati bahwa terdapat dua saluran tataniaga nenas Blitar. Saluran satu melibatkan petani pedagang pengumpul pedagang grosir pedagang pengecer. Saluran dua melalui petani pedagang pengumpul pedagang pengecer. Baik nenas Bogor maupun nenas Blitar pemasarannya hanya sampai di pasar lokal. Sedangkan nenas Palembang jangkauan pemasarannya hingga ke Jakarta. Berdasarkan informasi yang didapat dari pedagang pengumpul Desa Paya Besar bahwa permintaan pasar Jakarta terhadap nenas Palembang cukup tinggi dibandingkan dengan nenas jenis queen dari daerah lainnya. Hampir semua penyaluran nenas dari setiap saluran tataniaga yang terbentuk melibatkan

pedagang pengumpul desa. Hanya ada satu saluran pada tataniaga nenas Bogor dimana petani langsung menjual nenasnya pada pedagang pengecer. Ketergantungan petani terhadap pedagang pengumpul dalam pemasaran nenasnya sangat tinggi. Hal ini dikarenakan petani tidak memiliki alternatif pemasaran lain dan petani tidak memiliki informasi mengenai perkembangan harga nenas di pasar. Sihombing (2010) menambahkan bahwa jauhnya lokasi pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya risiko pada petani berupa biaya transportasi. Selain itu, petani dapat menghemat waktu tanpa perlu mencari pasar lain untuk menjual nenas. a. Saluran Tataniaga I Pola saluran tataniaga satu merupakan salah satu pola saluran cukup panjang dalam rantai tataniaga nenas. Pola saluran satu digunakan oleh tujuh orang petani responden (23,33%). Petani menjual nenas langsung kepada pedagang pengumpul desa (PPD), kemudian PPD menjualnya kepada pedagang besar di wilayah Kota Palembang lalu disalurkan ke pedagang pengecer yang ada di pasar Lemabang, pasar 26 Ilir, pasar Palimo, dan pasar Simpang Sungki untuk dijual kembali kepada konsumen akhir. Nenas yang dijual pada saluran ini adalah nenas buah kedua dan ketiga yang hanya dapat dijual di wilayah Kota Palembang. Saluran ini digunakan petani karena lokasi lahan petani sulit diakses dengan kendaraan besar seperti truk atau pick up. Petani lebih memilih untuk menjual nenasnya kepada pedagang pengumpul desa. Biasanya pedagang pengumpul desa mengangkut nenas petani dengan menggunakan sepeda motor dilengkapi dengan keranjang pada bagian belakang motor. Sehingga petani tidak repot mengantarkan nenasnya ke tempat pedagang pengumpul desa. Petani juga menghindari adanya risiko yang mungkin timbul seandainya petani menjual langsung kepada konsumen akhir. Jumlah nenas yang dipasarkan rata-rata sebanyak 16.800 buah (18,81%). Nenas tersebut kemudian dipasarkan ke pedagang besar di kawasan Jakabaring. Seluruh nenas yang dibeli pedagang besar dijual ke pedagang pengecer untuk disalurkan ke konsumen akhir. Harga yang diterima petani dari pola tataniaga satu adalah Rp. 1.500,00 untuk buah kedua dan Rp. 1.000,00 untuk buah ketiga.

Pedagang besar pada saluran ini adalah pedagang yang menjual nenas di Pasar Induk Jakabaring dan Pasar Buah Jakabaring. Pengecer pada saluran ini biasanya menjual nenas di pasar tradisional seperti pedagang pengecer di pasar Lemabang, pasar 26 Ilir, pasar Palimo dan pasar Simpang Sungki. Sedangkan konsumen pada saluran satu adalah konsumen perorangan yang tinggal di Kota Palembang. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul adalah biaya pengangkutan nenas dari lahan petani ke rumah pedagang pengumpul serta biaya transportasi ke tempat pedagang besar. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar adalah biaya masuk truk, biaya retribusi dan biaya bongkar muat. Biaya yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengecer adalah biaya retribusi, biaya penyusutan dan biaya pengangkutan. Transaksi jual beli nenas biasanya dilakukan dengan memberi kabar terlebih dahulu kepada pedagang pengumpul desa melalui telepon atau langsung mendatangi rumah pedagang pengumpul desa ataupun sebaliknya. Pemberitahuan ini dilakukan sebelum nenas dipanen. Biasanya pedagang pengumpul mendatangi lahan petani untuk melihat kondisi nenas yang siap dipanen. Jika memenuhi standar pemasaran ke wilayah Palembang, maka pedagang pengumpul akan mengambil nenas langsung ke lahan petani. Nenas dikumpulkan di rumah pedagang pengumpul dan kemudian didistribusikan kepada pedagang besar yang ada di wilayah Kota Palembang. Nenas diangkut dengan menggunakan truk colt diesel atau mobil pick up sesuai dengan volume nenas. Jumlah maksimal nenas yang dapat diangkut dengan menggunakan pick up yaitu 1000 buah nenas berukuran sedang dan 2000 buah nenas berukuran kecil. Pedagang besar akan menjual nenas kepada pedagang pengecer. Umumnya pedagang pengecer langsung datang ke tempat pedagang besar untuk melakukan pembelian nenas. Namun, ketika terdapat pesanan dalam jumlah besar maka pedagang besar akan mengirimkan nenas ke tempat pemesan dengan menggunakan mobil pick up. Selanjutnya pedagang pengecer akan memasarkan nenas langsung ke konsumen akhir. Sistem pembayaran yang dilakukan petani dengan pedagang pengumpul desa adalah sistem tunai dan terkadang sistem bayar kemudian. Sedangkan, sistem pembayaran yang dilakukan pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar

dan pedagang pengecer adalah sistem tunai dengan harga yang berlaku sesuai dengan harga pasar pada saat itu. b. Saluran Tataniaga II Saluran tataniaga dua digunakan oleh satu responden pedagang pengumpul desa dan empat petani responden. Saluran dua merupakan saluran terpendek pada tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar. Volume penjualan nenas pada saluran ini sebanyak 6.123 buah (6,86%). Nenas yang dijual pada saluran dua khusus nenas dengan kualitas super atau nenas buah pertama. Biasanya kualitas nenas lebih baik dan memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan dengan nenas buah kedua dan ketiga. Harga yang diterima petani adalah Rp. 2.000,00 per buahnya. Sedangkan, harga nenas di tingkat konsumen akhir adalah Rp. 5.500,00 per buah. Pedagang pengumpul desa membeli nenas secara langsung kepada petani dengan cara langsung mendatangi lahan petani. Pada saluran dua, petani mengeluarkan biaya untuk tenaga pancung ataupun upah pemanenan. Pengangkutan biasanya dilakukan oleh pedagang pengumpul dari lahan petani ke rumah pedagang pengumpul. Sehingga biaya angkut dari lahan petani ditanggung oleh pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul desa juga menanggung biaya trasportasi dari desa ke tempat pedagang pengecer di Kota Palembang. Pedagang pengumpul desa menjual nenas langsung ke pedagang pengecer yang berada di kawasan pasar Cinde Palembang. Hal ini dilakukan karena adanya ikatan langganan yang terjalin antara pedagang pengumpul desa dengan pedagang pengecer di Pasar Cinde. Nenas diangkut dengan menggunakan mobil pick up dan diantar langsung ke tempat pedagang pengecer sesuai dengan jumlah pesanan. Jumlah nenas yang diminta pedagang pengecer rata-rata 700 hingga 800 buah per minggunya. Pedagang pengumpul desa dapat menjual nenas dengan harga yang lebih tinggi pada saluran dua mengingat kualitas nenas pada saluran dua sama seperti nenas yang dipasarkan ke wilayah Jakarta. Pedagang pengecer menjual nenas langsung kepada konsumen akhir. Biasanya pedagang pengecer menanggung biaya bongkar muat, biaya kuli, biaya retribusi, biaya sewa lapak dan biaya pengemasan. Pedagang pengecer menjual nenas utuh dan nenas yang telah dibersihkan dari kulitnya. Biasanya konsumen

yang membeli nenas dalam jumlah sedikit akan meminta agar nenas langsung dibersihkan dari kulitnya. Pedagang pengecer menjual nenas dengan harga yang tinggi kepada konsumen karena kualitas nenas dan nilai tambah yang diberikan. Pengemasan dilakukan pedagang pengecer dengan memasukkan nenas ke dalam kantong plastik putih untuk nenas yang telah dibersihkan. Sedangkan nenas yang masih utuh dikemas dengan cara diikat menggunakan tali plastik. Adapun sistem pembayaran yang dilakukan antara petani dengan pedagang pengumpul secara tunai. Hal ini disebabkan karena jumlah nenas yang dibeli kepada pedagang pengumpul lebih sedikit. Sehingga pedagang pengumpul memiliki cukup uang untuk membeli nenas petani secara tunai. Sama halnya dengan pembayaran ke petani, sistem pembayaran yang dilakukan pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen akhir juga dilakukan secara tunai. c. Saluran Tataniaga III Saluran tataniaga tiga digunakan oleh 19 petani responden atau sebesar 63,33 persen. Saluran ini merupakan saluran yang paling banyak digunakan oleh petani responden di Desa Paya Besar. Pada saluran ini petani menjual langsung hasil panennya ke pedagang pengumpul desa. Transaksi dilakukan berdasarkan ketersediaan nenas di petani serta permintaan nenas oleh pedagang pengumpul. Jika petani memiliki nenas atau sebaliknya pedagang pengumpul membutuhkan nenas maka keduanya akan saling memberitahu lewat pertemuan langsung atau melalui telepon. Nenas yang dijual pada saluran ini merupakan nenas dengan kualitas super ukurannya lebih besar. Nenas dengan kualitas baik biasanya dihasilkan dari hasil panen pertama. Panen pertama biasanya menghasilkan buah yang besar, panen kedua, ketiga dan seterusnya buah lebih kecil. Jumlah nenas yang dipasarkan pada saluran ini rata-rata sebanyak 66.368 buah atau 74,33 persen. Harga yang diterima oleh petani adalah Rp. 2.015,79 per buah. Sedangkan harga yang diterima konsumen yaitu Rp. 4.833,33 per buah. Apabila jumlah nenas yang dipanen di bawah 1000 buah maka petani tidak menggunakan tenaga kerja tambahan untuk kegiatan pemanenan. Namun, ketika panen raya jumlah nenas yang dipanen bisanya mencapai 4000 buah sehingga petani harus mempekerjakan tenaga kerja tambahan. Biaya tenaga kerja untuk kegiatan pemanenan sebesar Rp. 100 per

buah. Umumnya petani di Desa Paya Besar menyerahkan pengangkutan hasil panennya kepada pedagang pengumpul desa. Biasanya pedagang pengumpul desa langsung mendatangi lahan petani dan mengangkut hasil panen dengan menggunakan motor keranjang. Jumlah nenas yang mampu dibawa oleh motor keranjang sebanyak 100 hingga 150 buah nenas. Oleh karena itu, biaya angkut pemanenan dibebankan kepada pedagang pengumpul. Nenas yang telah dikumpulkan siap didistribusikan ke pedagang besar di Jakarta. Pasar tujuan saluran tiga adalah Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur. Pedagang pengumpul telah menjadi pemasok tetap untuk para pedagang besar nenas Palembang yang berada di Pasar Induk Kramat Jati. Hal ini dilatarbelakangi karena kedua pedagang telah menjadi langganan. Hubungan ini terjalin karena kegiatan jual beli nenas sudah dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Biasanya nenas diangkut dengan menggunakan truk colt diesel atau Fusso. Truk colt diesel dapat menampung 5000 6000 buah nenas, sedangkan Fusso dapat menampung nenas sebanyak 15.000 buah. Biasanya pedagang pengumpul melakukan pengiriman nenas kepada pedagang besar sebanyak tiga sampai empat kali dalam seminggu. Biaya sewa truk dan armadanya ditanggung oleh pedagang pengumpul desa. Jika terdapat biaya-biaya tambahan selama di perjalanan maka hal tersebut menjadi tanggungan supir. Sistem pembayaran yang dilakukan antara pedagang pengumpul dan pedagang besar adalah sistem tunai. Harga yang berlaku adalah harga yang sedang terjadi di pasar berdasarkan informasi yang diperoleh dari pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang besar melakukan sortasi/grading terhadap nenas yang dibeli dari pedagang pengumpul desa. Kegiatan sortasi/grading melibatkan tenaga kerja tambahan. Tenaga kerja ini sekaligus melakukan bongkar muat dan mengangkut nenas dari truk ke kios pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Jumlah tenaga kerja yang digunakan tergantung banyaknya nenas yang datang. Pengangkutan nenas dari truk ke kios pedagang besar dilakukan dengan menggunakan keranjang roda. Selanjutnya dilakukan pemisahan nenas berdasarkan besar kecilnya ukuran. Biasanya nenas dipisahkan berdasarkan tiga grade lagi yakni A, B dan C. Penentuan grade ini tidak memiliki ukuran yang pasti, hanya dikelompokkan berdasarkan ukuran yang sama. Pedagang besar melakukan pengemasan nenas

dengan menggunakan karung plastik dan tali plastik. Karung plastik digunakan untuk mengemas penjualan nenas dalam jumlah besar. Satu karung plastik ukuran 50 kg dapat memuat nenas sebanyak 40 50 buah. Sedangkan penjualan nenas dalam jumlah kecil cukup dikemas dengan cara diikat menggunakan tali plastik. Pedagang besar menanggung biaya retribusi, biaya bongkar muat, biaya sortasi/grading dan biaya pengemasan. Pedagang pengecer umumnya langsung melakukan pembelian di kios penjualan nenas Pasar Induk Kramat Jati. Pengecer bebas melakukan pembelian kepada pedagang besar yang menjual nenas. Pedagang pengecer menjual nenas kepada konsumen akhir yang berada di pasar tradisional yang ada di Jakarta Timur. Jumlah nenas yang dijual rata-rata sebanyak 50 hingga 100 buah per periode penjualan. Pedagang pengecer menanggung biaya retribusi dan biaya transportasi. Sistem pembayaran yang dilakukan secara tunai. 6.3. Fungsi-Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga Lembaga-lembaga yang terlibat dalam tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar adalah pedagang pengumpul desa (PPD), pedagang besar dan pedagang pengecer. Masing-masing lembaga menjalankan fungsi-fungsi tataniaga untuk menyampaikan nenas kepada konsumen akhir. Setiap lembaga mempunyai fungsi yang berbeda dengan lembaga lainnya. Umumnya fungsi tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar terdiri atas fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Secara umum petani hanya melakukan fungsi pertukaran saja yaitu menjual nenas ke pedagang pengumpul desa. Pedagang pengumpul desa melakukan fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan) dan fungsi fasilitas (sortasi, informasi pasar, biaya dan penanggungan risiko). Pedagang besar melakukan fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan) dan fungsi fasilitas (sortasi, informasi pasar, pembiayaan dan penanggungan risiko). Pedagang pengecer melakukan fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan) dan fungsi fasilitas (penanggungan risiko, sortasi/grading,

pembiayaan dan informasi pasar). Lembaga tataniaga nenas di Desa Paya Besar menjalankan fungsi-fungsi tataniaga yang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Fungsi-Fungsi Tataniaga yang Dijalankan Oleh Lembaga Tataniaga Nenas di Desa Paya Besar. Saluran dan Lembaga Pemasaran Fungsi-fungsi Pemasaran Pertukaran Fisik Fasilitas Jual Beli Angkut Simpan Kemas Sortasi, Grading Risiko Biaya Inform asi Pasar Saluran I Petani - * - - - * PPD - - PB - Pengecer - Saluran II Petani - - - - - * * PPD - - Pengecer - Saluran III Petani - * - - - * PPD - - PB * Pengecer Keterangan : PPD = Pedagang Pengumpul Desa PB = Pedagang Besar = Melakukan fungsi tataniaga * = Kegiatan kadang-kadang dilakukan - = Tidak melakukan fungsi tataniaga Secara umum dapat dilihat bahwa pada tataniaga nenas Bogor juga melakukan tiga fungsi utama dalam tataniaga diantaranya fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Namun, jika dilihat lebih spesifik terdapat perbedaan fungsi yang dijalankan pada tataniaga nenas Bogor dan nenas Palembang. Pada tataniaga nenas Bogor tidak dilakukan fungsi pengemasan sebagaimana yang dilakukan pada nenas Palembang. Sihombing (2010) mendapatkan bahwa fungsi sortasi/grading pada nenas Bogor dilakukan sejak di tingkat petani. Namun pada nenas Palembang kegiatan sortasi/grading dilakukan oleh lembaga tataniaga setelah petani. Sehingga petani tidak mendapat nilai tambah dari kegiatan tersebut. Fungsi pengolahan dilakukan pada nenas Bogor oleh pedagang asinan, selai dan sirup nenas Bogor. Sedangkan pada nenas Palembang, kegiatan ini tidak dilakukan karena nenas dijual dalam bentuk segar/utuh tanpa pengolahan.

6.3.1. Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani Petani respoden melakukan fungsi pertukaran yaitu penjualan. Umumnya seluruh petani responden dari tiga pola saluran melakukan fungsi tersebut. Petani menjual seluruh nenasnya kepada pedagang pengumpul desa. Transaksi ini terjadi karena adanya ikatan kekeluargaan dan rasa saling percaya yang telah terjalin cukup lama antara petani dengan pedagang pengumpul desa. Proses penjualan nenas dilakukan secara bebas oleh petani. Petani bebas menjual nenas hasil panennya kepada pedagang pengumpul desa manapun yang membeli nenas petani dengan harga lebih tinggi. Ada petani yang membawa sendiri hasil panennya ke tempat pedagang pengumpul jika nenas yang dihasilkan dalam jumlah kecil. Jika hasil panen dalam jumlah besar biasanya pedagang pengumpul yang mendatangi lahan petani secara langsung untuk mengangkut nenas. Oleh sebab itu, fungsi fisik berupa pengangkutan kadang-kadang dilakukan oleh petani dan terkadang tidak dilakukan. Petani juga melakukan fungsi fasilitas yaitu berupa penanggungan risiko, pembiayaan dan informasi. Risiko yang dihadapi petani yaitu rendahnya harga jual nenas ketika terjadi panen raya atau musim buah lainnya. Selain itu juga petani menghadapi risiko penurunan produksi yang disebabkan oleh hama dan penyakit yang menyerang nenas. Terkadang petani juga menghadapi risiko penundaan pembayaran oleh pedagang pengumpul desa. Penangguhan pembayaran terkadang dialami petani ketika permintaan nenas berkurang di pasar. Sehingga pedagang pengumpul tidak memiliki cukup uang untuk membayar petani secara tunai. Biasanya pedagang pengumpul akan membayar petani setelah penjualan nenas di pasar dilakukan. Fungsi pembiayaan yang dilakukan petani yaitu berupa penyediaan modal untuk melakukan budidaya nenas selanjutnya. Petani kadang-kadang melakukan fungsi informasi berupa perkembangan harga nenas yang diperoleh dari pedagang pengumpul desa. Namun informasi yang diterima petani tidak lengkap dan kurang transparan. Oleh karena itu, petani tidak dapat mempengaruhi harga jual nenas di pasar dan hanya berperan sebagai price taker.

6.3.2. Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengumpul Desa Pedagang pengumpul desa merupakan lembaga yang berhubungan dengan petani dan membantu petani dalam kegiatan pemasaran nenas. Adapun di Desa Paya Besar tidak ditemukan petani responden yang berperan sebagai pedagang pengumpul. Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pengumpul desa berupa kegiatan pembelian dan penjualan nenas ke pedagang besar atau pedagang pengecer. Kegiatan transaksi ini dilakukan melalui proses tawar-menawar. Namun biasanya harga yang ditetapkan berdasarkan harga yang terbentuk di pasar. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pengumpul berupa fungsi pengangkutan. Pengangkutan dilakukan dari lahan petani ke tempat pengumpulan nenas di rumah pedagang pengumpul desa. Nenas diangkut dengan menggunakan sepeda motor yang dipasang keranjang pada bagian belakangnya. Jika telah memenuhi jumlah permintaan atau mencapai 5000 buah, nenas akan diangkut lagi dengan colt diesel menuju ke tempat pedagang besar di Pasar Induk Jakabaring Palembang maupun pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Nenas yang dijual kepada pedagang pengecer di Pasar Cinde diangkut dengan menggunakan mobil pick up. Hal ini dikarenakan volume permintaan pedagang pengecer biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan pedagang besar. Pedagang pengumpul desa tidak melakukan fungsi penyimpanan karena karakteristik nenas yang mudah rusak sehingga membutuhkan penanganan yang cepat untuk disalurkan langsung ke pedagang besar. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengumpul berupa fungsi sortasi/grading, penanggungan risiko, pembiayaan dan informasi pasar. Fungsi sortasi dan grading yang dilakukan yaitu berupa pemilahan terhadap nenas yang dibeli dari petani berdasarkan ukuran dan kualitas. Nenas dengan kondisi yang kurang baik atau mengalami kerusakan karena hama dan penyakit dipisahkan terlebih dahulu. Pedagang pengumpul juga melakukan penyortiran berdasarkan ukuran buah nenas. Kegiatan ini dapat menambah nilai buah nenas sehingga berpengaruh terhadap harga jual nenas kepada pedagang besar. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi oleh pedagang pengumpul yaitu risiko harga jual dan risiko kerusakan barang selama proses pengangkutan. Pedagang pengumpul tetap melakukan penjualan nenas jika harga jual rendah

karena nenas merupakan produk pertanian yang mudah rusak (perishable), sehingga tidak memiliki umur simpan yang lama. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah penyediaan modal untuk membeli nenas kepada petani. Informasi pasar mengenai perkembangan harga nenas diperoleh pedagang pengumpul dari pedagang besar. 6.3.3. Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Besar Pedagang besar menampung penjualan nenas dari pedagang pengumpul desa. Umumnya pedagang besar akan menghubungi pedagang pengumpul desa jika membutuhkan nenas dalam jumlah tertentu, pemesanan dilakukan melalui telepon selular. Setelah terjadi kesepakatan jumlah permintaan dan ketersediaan nenas, maka pedagang pengumpul akan melakukan pembelian nenas kepada petani sesuai dengan jumlah yang dipesan. Apabila nenas telah terkumpul maka selanjutnya didistribusikan ke pedagang besar yang ada di Kota Palembang dan pedagang besar di Jakarta. Pendistribusian nenas dilakukan dengan menggunakan truk colt diesel. Pedagang besar melakukan fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan) dan fungsi fasilitas (sortasi, informasi, dan penanggungan risiko). Fungsi pertukaran dilakukan saat pembelian nenas dari pedagang pengumpul desa dan penjualan kepada pedagang pengecer. Pedagang besar dengan pedagang pengumpul desa biasanya sudah menjadi langganan tetap. Hubungan telah terjalin dalam waktu yang cukup lama. Harga yang ditetapkan pedagang besar berbeda-beda tergantung dengan ukuran dan kualitas nenas. Penentuan harga didasarkan pada mekanisme pasar atau harga yang berlaku pada saat itu. Fungsi fisik seperti kegiatan penyimpanan dilakukan pedagang besar jika nenas tidak habis terjual pada hari yang sama. Nenas yang belum terjual biasanya disimpan di kios pedagang besar. Sehingga pedagang besar menanggung risiko biaya penyusutan nenas yang mengalami kerusakan selama penyimpanan. Pedagang besar yang berada di Pasar Induk Jakabaring dan Pasar Induk Kramat Jati menanggung biaya masuk atau biaya timbangan truk. Truk yang masuk ke Pasar Induk Jakabaring akan dikenakan biaya sebesar Rp.100,00 setiap satu

kilogram muatan yang dibawa. Sedangkan biaya masuk truk ke Pasar Induk Kramat Jati dikenakan biaya sebesar Rp. 70.000,00. Pedagang besar juga melakukan fungsi pengangkutan berupa biaya bongkar muat serta biaya transportasi untuk pembelian nenas dalam jumlah besar oleh pedagang pengecer. Fungsi pengemasan dilakukan oleh pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan karung plastik dan tali plastik. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang besar berupa kegiatan sortasi/grading. Kegiatan ini dilakukan untuk menggolongkan ukuran, tingkat kematangan dan pemisahan buah nenas yang mengalami kerusakan karena busuk. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang besar diantaranya modal untuk pembelian nenas kepada pedagang pengumpul desa. Modal juga digunakan untuk pembiayaan lainnya berupa biaya retribusi, bongkar muat, sortasi/grading dan biaya penyimpanan (penyusutan). Informasi pasar berupa perkembangan harga beli dan harga jual nenas diperoleh dari sesama pedagang besar. Sistem pembayaran yang diterapkan oleh pedagang besar terhadap pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer adalah pembayaran dengan sistem pembayaran tunai. 6.3.4. Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah pedagang yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Pedagang pengecer melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Pedagang pengecer membeli nenas dari pedagang besar ataupun langsung dari pedagang pengumpul desa. Nenas yang dibeli sesuai dengan jumlah pesanan. Fungsi pembelian terjadi pada saat adanya transaksi antara pedagang pengecer dengan pedagang besar atau pedagang pengecer dengan pedagang pengumpul desa. Pedagang pengecer lokal dan non-lokal biasanya langsung mendatangi pedagang besar untuk melakukan pembelian nenas. Sedangkan pedagang pengecer di Pasar Cinde Palembang menerima nenas dari pedagang pengumpul desa secara langsung di tempat pedagang pengecer. Fungsi fisik terdiri dari pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan. Nenas yang dibeli dari pedagang besar biasanya diangkut sediri oleh pedagang pengecer. Berbeda halnya dengan pedagang pengecer yang membeli nenas

langsung dari pedagang pengumpul desa biasanya nenas langsung diantar ke tempat pedagang pengecer. Fungsi penyimpanan dilakukan oleh pedagang pengecer jika nenas tidak habis terjual. Penyimpanan biasanya akan menimbulkan penyusutan pada buah sehingga terdapat biaya penyusutan yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengecer. Fungsi pengemasan dilakukan oleh pedagang pengecer di Pasar Cinde Palembang maupun pedagang pengecer di pasar Jakarta Timur berupa pengemasan dengan menggunakan kantong plastik. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengecer adalah penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Penanggungan risiko berupa penyusutan akibat penyimpanan, kerusakan nenas selama proses pengangkutan dan risiko nenas tidak terjual. Fungsi pembiayaan berupa modal untuk membeli nenas kepada pedagang besar, biaya retribusi, biaya bongkar muat dan penyimpanan. Sedangkan fungsi informasi berupa perkembangan harga beli dan jual yang diperoleh pedagang besar dan sesama pengecer dari pasar.