IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di dua pasar yaitu Pasar Bogor yang terletak di Kota Bogor dan pasar/pusat oleh-oleh Sari Barokah yang terletak di sekitar kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Kota Bogor terletak di antara 106 derajat BT 106 derajat BT dan LS 6 derajat LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 kilometer. Pada tahun 2009 curah hujan rata-rata Kota Bogor sebesar 239 mm dengan rata-rata 10 hari hujan per bulan. Luas wilayah Kota Bogor km 2 dengan batasbatas wilayah sebagai berikut : 1. Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor 2. Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor 3. Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor 4. Barat : berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Kota Bogor Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sareal. Kedudukan topografis Kota bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak / Cianjur juga merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Pasar Bogor terletak di Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan kecamatan terpadat, yaitu 13,828 jiwa/km 2. Pasar Bogor terletak berdekatan dengan Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor sehingga daerah sekitar pasar sangat ramai karena merupakan tujuan wisata. Pertumbuhan penduduk Kota Bogor dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari data BPS pada tahun 2009 jumlah penduduk Bogor mencapai 946,204 orang. Tabel 5 menunjukkan pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bogor selama tahun Tabel 5. Jumlah penduduk Kotamadya Bogor tahun Jenis Kelamin Laki-laki 431, , , , ,559 Perempuan 423, , , , ,645 Total 855, , , , ,204 Sumber : Badan Pusat Statistik (2010) Jika ditinjau dari pendapatan regional struktur ekonomi Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 29,54% dan sektor industri pengolahan sebesar 28,25%. Kedua sektor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat. Pada tahun 2009 jumlah perusahaan perdagangan nasioanal di Kota Bogor mencapai 9,460 dan didominasi oleh perdagangan kecil sebesar 7,874 buah. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota RI dan secara geografis terletak pada posisi 6 derajat 19 6 derajat 47 LS dan 106 derajat

2 derajat 103 BT. Curah hujan tahunan antara 2,500 mm sampai lebih dari 5,000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi curah hujannya kurang dari 2,500 mm/tahun. Dari data BPS pada tahun 2006 luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 2, km 2 dengan batas-batas wilyahnya : 1) Di Utara : Kota Depok 2) Di Barat : Kabupaten Lebak. 3) Di Barat Daya : Kabupaten Tangerang. 4) Di Timur : Kabupaten Purwakarta. 5) Di Timur Laut : Kabupaten Bekasi. 6) Di Selatan : Kabupaten Sukabumi. 7) Di Tenggara : Kabupaten Cianjur. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Megamendung yang berada di kawasan Puncak Bogor. Kawasan Puncak merupakan salah satu tujuan wisata di Kabupaten Bogor. Banyak terdapat pusat oleh-oleh khas Bogor di kawsan Puncak ini, salah satunya adalah Sari Barokha yang terletak di Kecamatan Megamendung. Berdasarkan hasil sensus daerah tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Bogor tercatat 4,215,436 jiwa. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar di antara jumlah penduduk kabupaten/kota di Jawa Barat (Departemen Perindustrian 2007). Dilihat dari sebaran tenaga kerja, penduduk Kabupaten Bogor didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Data Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Utama Kabupaten Bogor dapat di lihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data tenaga kerja menurut lapangan usaha utama dan jenis kelamin Kabupaten Bogor tahun 2006 No Usaha Utama Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Pertanian 205,009 53, ,631 2 Pertambangan & Galian 17, ,751 3 Industri 192,437 91, ,831 4 Listrik gas & Air Minum 1, ,451 5 Konstruksi 64,398 1,624 66,022 6 Perdagangan 238, , ,304 7 Komunikasi 120,606 2, ,057 8 Keuangan 16,335 10,611 26,946 9 Jasa-jasa 152,464 96, , Lainnya 3,263 1,629 4,892 Jumlah 1,012, ,724 1,389,630 Sumber : Departemen Perindustrian Gambaran Umum Usaha Penjualan Alpukat Kota dan Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu tempat tujuan wisata, yang artinya kedua daerah ini sangat strategis untuk pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dilihat dari pendapatan ekonomi dan sebaran tanaga kerja kedua daerah sangat didominasi oleh dua sektor yaitu perdagangan dan pertanian. Banyaknya tempat wisata menjadi salah satu peluang untuk melakukan kegiatan jual-beli yang salah satunya komoditas pertanian, seperti kedua pasar yang menjadi tempat penelitian yaitu Pasar Bogor dan Sari Barokah. Tempat penelitian di Pasar Bogor adalah pedagang buah di lapak-lapak kaki lima yang berada di sekitar Kebun Raya. Untuk di Sari Barokah tempat penelitian adalah pedagang buah/oleh-oleh khas 17

3 Bogor yang berada di sekitar jalur Puncak. Tempat usaha di Sari Barokah merupakan kios-kios yang dikelolah oleh pihak swasta dan disewakan per tahun. Gambar 4 menunjukan tempat usaha buah di Pasar Bogor dan Sari Barokah. (a) (b) Gambar 4. (a) Lapak kaki lima di Pasar Bogor, (b) kios buah/oleh-oleh di Sari Barokah Gambar di atas jelas memperlihatkan penataan pasar di Pasar Bogor yang masih sangat sederhana. Lapak-lapak di Pasar Bogor sebagian besar didirikan sendiri oleh pedagang pengecer. Pendirian lapak terlihat tidak tertata rapi dan keadaan sekitar yang kurang bersih. Hal-hal seperti ini perlu mendapat perhatian, karena dari penjelasan sebelumnya diketahui perdagangan yang berbasis pertanian mempunyai potensi besar dalam menyerap tenaga kerja. Sebagai contoh untuk pemasaran alpukat sampai ke pasar terdiri dari berbagai pelaku/entitas yang masing-masing menciptakan peluang tenaga kerja. Penataan pasar yang tepat dan dilakukan secara terus menerus dapat meningkatkan pengembangan perdagangan hasil pertanian melalui peningkatan penjualan. Peningkatan penjualan dimulai dari pasar dimana meningkatnya konsumen dipengaruhi oleh kondisi pasar yang lebih kondusif. Peningkatan penjualan ini akan diikuti entitas-entitas yang lainya dalam suatu aliran pemasaran alpukat. Pedagang pengecer di Pasar Bogor dikenakan biaya berupa pemeliharaan kebersihan, ketertiban dan keamanan dan penarikan retribusi per hari jika pedagang berjualan. Sementara untuk Sari Barokah selain dikenakan biaya sewa pertahun terdapat juga biaya-biaya lain berupa retribusi dari Pemda, DLLAJ, kebersihan dan keamanan, serta komisi untuk supir-supir bus. Pedagang pengecer yang diamati di Pasar Bogor umumnya pedagang buah dan biasanya hanya menjual satu komoditas yaitu alpukat. Pedagang buah di Sari Barokah lebih bervariasi dalam dagangan buahnya, terdapat juga pedagang oleh-oleh khas Bogor yang sekaligus berjualan buah seperti alpukat, pisang dan manggis. Terdapat tiga jenis varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah, yaitu Ijo Bundar, Fuerte/Ijo Lonjong dan Ijo Panjang. Varietas yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah dapat dilihat di Gambar 5. Untuk karakteristik ketiga jenis alpukat ini terdapat pada Tabel 7. (a) (b) (c) Gambar 5. (a) Hijau Bundar (b) Hijau Lonjong (c) Hijau Panjang 18

4 Tabel 7. Varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah Jenis Alpukat Karakteristik Hijau Panjang (mentega) Hijau Bulat (mentega/susu) Hijau Lonjong (fuerte) Bentuk Pear Bulat Bulat lonjong Leher Panjang Tidak ada Pendek Ujung buah Tumpul Bulat Tumpul Pangkal buah Runcing Tumpul Runcing Warna kulit Hijau bintik kuning Hijau licin berbintik kuning Hijau agak kasar berbintik kuning Tebal kulit (mm) Daging buah : -Warna -Diameter -Panjang Kuning Kuning hijau Biji : Bentuk -Ukuran (cm) Kuning Jorong 5.5 x 4 Jorong 5.5 x 4 Lonjong 5.0 x 4 -Hasil/tahun 16.1 kg/pohon 22.0 kg/pohon 45.1 kg/pohon Sumber : Baga (1997) diacu dalam Kusniati (2011) Hampir semua pedagang yang melakukan usaha penjualan alpukat bermula dari mengikuti orangtua atau keluarga berdagang buah sejak kecil. Terdapat juga responden di Sari Barokah yang merupakan pedagang oleh-oleh khas Bogor yang menambahkan dagangan alpukat agar lebih bervariasinya dagangannya dan dapat memancing pembeli. Terdapat bermacam-macam kesulitan yang dihadapi pedagang dalam memasarkan alpukat di antaranya adalah proses tawar menawar harga pembelian alpukat dengan konsumen, persaingan penentuan harga jual, kualitas alpukat yang kurang bagus sehingga cepat busuk dan matangnya tidak sempurna serta tergantung musim. Biasanya pada saat panen raya alpukat sangat melimpah, kondisi ini terjadi pada saat musim hujan. Hal ini menyebabkan banyak alpukat yang tidak terjual karena cenderung permintaan buah alpukat menurun pada saat terjadi musim hujan. Tidak terdapat suatu perkumpulan usaha dagang baik di Pasar Bogor maupun Sari Barokah. Kegiatan-kegiatan berkumpul antara pedagang di Sari Barokah sering dilakukan, tetapi dalam rangka kegiatan di luar masalah perdagangan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha penjualan alpukat berkisar dari satu sampai tiga orang yang merupakan keluarga dekat atau masyarakat sekitar. Dari berbagai penjelasan pedagang, usaha penjualan alpukat kedepannya masih bisa berkembang karena permintaan konsumen yang masih banyak, ketertarikan para wisatawan terhadap buah dan makin banyanya usaha catering dan warung makan yang membutuhkan alpukat. 3. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari sepuluh pedagang pengecer, dua pedagang pengumpul serta satu pedagang grosir. Kesepuluh pedagang pengecer berasal dari dua pasar sekitar lokasi wisata yaitu lima orang di Pasar Bogor dan lima orang di Sari Barokah di Cibogo. Untuk pedagang pengumpul masing-masing berlokasi di Bandung kemudian untuk pedagang grosir berlokasi di Pasar Induk Cibitung. Sebagian besar dari responden tersebut berusia tahun. Pengelompokan responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 8. Data dalam tabel menunjukkan bahwa dari 13 responden sebanyak 7 orang (53.85%) berusia di antara tahun. Untuk responden yang berusia di antara tahun dua di antaranya bukan pemilik usaha, keduanya merupakan keluarga dekat dari pemilik usaha. Selain dari dua orang 19

5 tersebut seluruh responden merupakan pemilik usaha. Kemudian di antara responden terdapat satu orang yang merupakan pedagang pengumpul yang berjenis kelamin wanita. Tabel 8. Pengelompokkan umur responden No. Kelompok Umur Orang Jumlah Persentase Total Sumber : (Data Diolah) Tingkat pendidikan responden bervariasi, akan tetapi sebagian besar merupakan lulusan SD. Pengolompokan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9. No. Tabel 9. Tingkat pendidikan responden Tingkat Pendidikan Orang Jumlah Persentase 1 Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA/SMK Sumber : (Data Diolah) Total Para responden yang merupkan pedagang tidak pernah mendapatkan jenis pendidikan lain selain pendidikan formalnya. Mereka memperoleh keahlian berusaha alpukat dari pengalaman mereka selama beraktivitas di bidang usaha ini, serta dari pengalaman usaha bersama orangtua atau saudara mereka. Disamping bermata pencarian selain pedagang alpukat, sebagian dari responden memiliki mata pencarian lain. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 10. Tabel 10. Mata pencarian lain responden di pasar sekitar lokasi wisata Bogor No. Jenis Mata Pencarian Orang Jumlah Persentase 1 Tidak Ada Wiraswasta Berkebun Berdagang selain alpukat Sumber : (Data Diolah) Total Data di atas menunjukkan bahwa dari 13 responden sebagian besar (6 orang atau 46.15%) berdagang selain alpukat. Komoditas lain yang diusahakan berupa buah-buahan dan sayuran seperti pisang, jambu, manggis, talas dll. Khusus di pasar wisata di puncak juga menjual macam-macam oleh-oleh berupa jajanan ringan. Untuk responden yang berkebun keduanya merupakan pedagang pengumpul, komoditas yang diusahakan berupa padi dan bawang. Kemudian responden yang berwiraswasta merupakan pedagang grosir. Responden yang tidak memiliki mata pencarian lain adalah pedagang pengecer yang berasal dari Pasar Bogor. Hampir semua pedagang melakukan usaha 20

6 dari modal sendiri. Hanya terdapat dua responden pedagang pengecer yang pernah melakukan pinjaman ke koperasi/bank dalam rangka memperluas kapasitas usaha mereka. B. IDENTIFIKASI ANGGOTA RANTAI PASOK 1. Entitas Rantai Pasok Entitas dalam rantai pasok yang menjadi fokus penelitian adalah entitas dalam rantai pasok yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial. Entitas rantai pasok yang dimaksud adalah entitas rantai pasok yang terlibat langsung dalam saluran pemasaran alpukat. Entitas yang tidak terlibat langsung tetapi menyediakan sumber daya seperti jasa transportasi, pedagang kemasan, penyedia bahan bakar merupakan entitas sekunder. Entitas primer yang menjadi fokus penelitian dalam rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor yaitu pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer. 1. Pedagang pengumpul besar Pedagang pengumpul besar merupakan pihak pemasok yang melakukan pembelian alpukat untuk mengumpulkannya dan membawanya ke pedagang grosir atau pedagang pengecer. Untuk mendapatkan alpukat sesuai jumlah yang dibutuhkan pedagang pengumpul besar perlu membeli alpukat dari beberapa pengumpul lagi (pedagang pengumpul kecil) atau dari beberapa petani. 2. Pedagang grosir Pedagang grosir yaitu pedagang alpukat baik grosir/bandar maupun eceran yang memperoleh alpukat langsung dari wilayah produsen alpukat. Pedagang grosir medapatkan alpukat dari beberapa pengumpul di berbagai pulau yang merupakan sentra produksi alpukat. Responden pedagang grosir melakukan batasan kapasitas pembelian yang dilakukan sebanyak 1 truk fuso/hari atau rata-rata 5 ton/hari. 3. Pedagang pengecer Pedagang pengecer adalah pihak yang melakukan pembelian alpukat dari petani, pedagang pengumpul atau dari pedagang grosir dan menjualnya ke konsumen. 4. Konsumen Konsumen rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor antara lain yaitu wisatawan, rumah makan/catering, hotel, supermarket serta penduduk secara umum untuk konsumsi harian. 2. Aktivitas Entitas Rantai Pasok Aktivitas pertama dalam rantai pasok dimulai dari pedagang pengumpul besar yang memperoleh alpukat dari beberapa pedagang pengumpul kecil atau beberapa petani. Sortasi dan grading dilakukan oleh pedagang pengumpul besar setelah alpukat sampai di gudang. Kegiatan sortasi dilakukan dengan memisahkan alpukat yang tidak layak untuk dijual, sementara grading dilakukan dengan mengelompokkan alpukat berdasarkan ukuran dan beratnya. Pengemasan dilakukan bersamaan dengan kegiatan sortasi dan grading, setiap alpukat yang telah disortir langsung dimasukkan ke karung untuk dikemas. Bagian atas karung dijahit dengan tali membentuk jaring dengan tujuan alpukat tidak terjatuh pada saat kegiatan pendistribusian. Pemuatan alpukat dilakukan setelah mencapai jumlah alpukat yang dibutuhkan, sehingga kadang-kadang dilakukan penyimpanan dalam semalam untuk menuggu jumlah pasokan yang sesuai. Rata-rata pengiriman yang dilakukan sebanyak 2 ton yang disesuaikan kapasitas alat angkut untuk mengurangi biaya angkut per kg alpukat Pengumpulan alpukat yang dilakukan sekitar pukul 8 pagi dan selesai sekitar pukul 3-4 sore. Pengiriman dilakukan sekitar pukul 4 sore dan sampai di Bogor sekitar jam 9 malam. Pada saat 21

7 kondisi barang sedikit, kadang pengiriman dilakukan siang hari dan sampai di Bogor sore hari. Kegiatan pascapanen di pedagang pengumpul besar dapat dilihat dalam Lampiran 4. Pedagang grosir membeli alpukat dari pedagang pengumpul besar yang ada di sentra-sentra produksi alpukat dan dijual ke pedagang pengecer. Alpukat diangkut oleh pedagang pengumpul besar dan telah dikemas dengan peti kayu, sehingga pedagang grosir tidak melakukan pengemasan lagi. Pengadaan alpukat hampir dilakukan setiap hari dengan tujuan agar kontinuitas stoknya terjaga. Penyimpanan dilakukan jika jumlah yang dibutuhkan belum sesuai pasokan pengiriman ataupun tidak terjualnya barang pada hari itu. Penyortiran dan grading tidak dilakukan jika alpukat dapat terjual dihari yang sama pada saat alpukat diterima. Hal ini dikarenakan penyortiran dan grading telah dilakukan oleh pedagang pengumpul besar. Penyortiran dan grading akan dilakukan pada alpukat yang telah disimpan dan mengalami kerusakan. Pengiriman menggunakan jasa angkutan yang biayanya ditanggung pedagang pengecer. Penerimaan barang dimulai pada saat pagi hari sekitar pukul 5 pagi, kemudian pengiriman dilakukan sekitar pukul 7 pagi. Alpukat akan sampai sekitar pukul 10 pagi untuk tujuan pengiriman ke Bogor. Tabel 11 memperlihatkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh entitas rantai pasok. Tabel 11. Aktivitas entitas rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor Aktivitas Pertukaran Pengumpul besar Entitas Rantai Pasok Pedagang Grosir Pengecer Penjualan Pembelian Fisik Pengangkutan - / - Penyimpanan Pengemasan - Fasilitas Sortasi Grading Pengolahan Keterangan : ( ) dilakukan (-) tidak dilakukan ( /-) dilakukan oleh sebagian anggota Pada pedagang pengecer terdapat perbedaan pada saat pembelian dari pedagang pengumpul besar atau pedagang grosir. Jika melalui pedagang pengumpul maka biaya pengangkutan ditanggung pengumpul, sementara jika dari pedagang grosir harga beli belum termasuk dengan biaya pengiriman alpukat ke pedagang pengecer. Penyimpanan alpukat dilakukan di kios-kios atau lapak dari pedagang pengecer. Jika penyimpan di tempat jajakan sudah penuh, alpukat diletakkan di lantai-lantai kios dengan alas kardus atau disimpan begitu saja di lantai kios. Untuk di Pasar Bogor yang berupa lapak, penyimpanan diletakkan di kontainer atau keranjang bambu dan diletakkan di sekitar lapak. Terdapat satu responden di Pasar Bogor yang melakukan penyimpanan di gudang sewaan, penyimpanan tersebut dilakukan karena besarnya kapasitas pembelian yang dilakukan. 22

8 C. POLA ALIRAN RANTAI PASOK Berdasarkan penelitian, pola aliran rantai pasok yang terdapat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor dapat dilihat pada Gambar 6. Petani 1, 2 Pengumpul kecil 3 4 1, 2 Pengumpul besar 2, 3 Pedagang Pengecer 1 Pedagang Grosir Analisis Kuantitatif * Konsumen * Entitas dalam border adalah batasan penelitian, sehingga analisis kuantitatif hanya dilakukan di tingkat pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer Gambar 6. Pola aliran rantai pasok di pasar sekitar lokasi wisata Pedagang pengecer memperoleh alpukat tidak hanya dari satu aliran rantai pasok, melainkan dari berbagai pola aliran. Walaupun terdiri dari berbagai pola aliran tapi seluruh pedagang pengecer responden memperoleh pasokan alpukat melalui pedagang pengumpul besar. Seperti terlihat pada Gambar 5, terdapat 4 pola aliran rantai pasok. Penjelesan secara terperinci sebagai berikut : 1. Pola Aliran Rantai Pasok 1 Petani Pedagang Pengumpul kecil Pedagang Pengumpul besar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Pola aliran rantai pasok satu merupakan pola aliran pedagang pengecer yang memasok alpukat dari pedagang grosir. Pola aliran rantai pasok ini terdiri dari lima entitas pemasok yaitu petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Banyaknya entitas yang terdapat dalam pola aliran ini menjadikan sebagai pola aliran rantai pasok yang terpanjang di antara empat pola aliran rantai pasok yang ada. Pedagang pengecer responden yang menggunakan pola aliran ini yaitu tiga orang di Pasar Bogor. Ketiga pedagang pengecer di Pasar Bogor ini memliki skala usaha yang besar dengan kapasitas pembelian alpukat di atas 30 ton/tahun yang diperoleh dari berbagai pola aliran rantai pasok. Pedagang pengecer responden memperoleh alpukat dari beberapa pedagang grosir di dua pasar Induk yaitu Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Cibitung. Pedagang pengecer tidak secara rutin memasok alpukat dari pedagang grosir. Jumlah alpukat yang dipasok disesuakan dengan situasi pasar saat itu. Pedagang grosir yang menjadi responden adalah seorang pedagang yang berasal dari Pasar Induk Cibitung. Biaya pengiriman dari pedagang grosir ke pedagang pengecer ditanggung oleh pedagang pengecer dengan menggunakan jasa angkutan. Terdapat dua sistem pembayaran yang diberlakukan pedagang grosir ke pedagang pengecer yaitu pembayaran dilakukan setelah barang habis terjual dan sistem cash. Jika pedagang pengecer membayar dengan sistem cash pada saat barang datang maka diberikan potongan harga sebesar Rp. 500/kg. 23

9 Pedagang grosir membeli alpukat dari berbagai pedagang pengumpul besar yang berada di sentra-sentra produksi alpukat. Pedagang kecamatan yang mengirim ke responden pedagang grosir berasal dari Probolinggo, Lampung dan Bali. Pedagang pengumpul besar mengirim alpukat yang sudah disortir, grading, dan dikemas dengan peti kayu. Biaya pengiriman dari daerah sentra produksi alpukat ditanggung oleh pedagang pengumpul besar. Pengiriman dilakukan dalam jumlah yang besar dengan menggunakan truk fuso dengan rata-rata muatan 5-7 ton Grading yang dilakukan responden pedagang grosir berdasarkan berat alpukatnya. Semakin berat alpukat tersebut maka semakin mahal harga jualya. Rata-rata dalam satu partai barang untuk Grade A sebanyak 70%, Grade B 25% dan Grade C 5% dari total. Grade A memiliki berat sekitar 1kg untuk 2 sampai 3 buah, Grade B sekitar 1 kg untuk 4 sampai 5 buah dan Grade C sekitar 1 kg untuk 6 sampai 7 buah. Jenis pembelian yang dilakukan responden pedagang grosir berdasarkan kesepekatan dengan pedagang pengumpul besar, tapi pada umumnya pembelian dengan sistem all grade/satu harga. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir dapat dilihat di Tabel 12. Bulan 1-3 Tabel 12. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir Asal Pasokan Kapasitas Pembelian Satuan 5,000 Kg/hari Probolinggo 4-5 1,000 Kg/minggu Harga Beli (Rp/kg) 2, Lampung 3,000 Kg/2 hari 6,000 8 Bali 5,000 Kg/3 hari 3, Probolinggo 1,500 Kg/minggu 10, ,000 Kg/minggu 6,000 Harga Jual (Rp/kg) Keterangan 5,000 Grade A 4,000 Grade B 2,000 Grade C 10,000 Grade A 8,500 Grade B 5,000 Grade C 5,000 Grade A 4,000 Grade B 2,000 Grade C 12,000 Grade A 11,000 Grade B 9,000 Grade C 10,000 Grade A 8,500 Grade B 5,000 Grade C Musim panen raya alpukat Probolinggo berada di bulan 1-3. Responden pedagang grosir mampu melakukan pembelian setiap hari rata-rata 5 ton. Besarnya kapasitas pembelian responden pedagang grosir diikuti dengan kapasitas penjulan yang besar juga. Responden pedagang grosir tidak hanya mengirim ke pasar-pasar di Bogor, tetapi juga mengirim ke pasar kota lainnya seperti Tangerang, Bekasi, Cikarang dan Tanjung Priuk. Alpukat yang berasal dari Probolinggo memiliki harga pembelian yang lebih murah karena terjadi pada saat panen raya. Pada saat alpukat dari Probolinggo mulai berkurang pedagang grosir memperoleh dari Lampung dan Bali. Bulan 9-10 alpukat dari Probolinggo mulai berbuah lagi tetapi belum sebanyak pada saat panen raya sehingga harga pembelian masih tinggi. Harga pembelian mulai berangsur turun pada bulan karena sudah mulai memasuki masa panen raya. Fluktuasi harga dipengaruhi oleh banyaknya buah di pasaran, semakin berlimpah jumlah alpukat di pasaran semakin murah harga pembelian. 24

10 2. Pola Aliran Rantai Pasok 2 Petani Pedagang Pengumpul kecil Pedagang Pengumpul besar Pedagang Pengecer Konsumen 3. Pola Aliran Rantai Pasok 3 Petani Pedagang Pengumpul besar Pedagang Pengecer Konsumen Pola aliran rantai pasok dua dan tiga merupakan pola aliran pedagang pengecer yang memasok alpukat dari pedagang pengumpul besar. Seluruh responden pedagang pengecer memasok alpukat dari pedagang pengumpul besar. Masing-masing pedagang pengecer umumnya telah memiliki pemasok tetap yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Pedagang pengumpul besar yang memasok ke Pasar Bogor berasal dari Bandung, Garut dan Cianjur, sementara di Sari Barokah berasal dari Bandung dan Garut. Pedagang pengecer umumnya memasok alpukat secara rutin dari pedagang pengumpul besar tiap minggunya. Pedagang pengumpul besar yang menjadi responden yaitu satu orang dari Pasar Bogor dan satu orang dari Sari Barokah. Kedua pedagang pengumpul besar ini masing-masing berasal dari Kabupaten Bandung. Pedagang pengumpul besar di Sari Barokah berasal dari Kecamatan Pangalengan dan mengumpulkan alpukat di sekitar Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Arjasari, Kecamatan Banjaran, Desa Cihawuk serta dari sekitar kecamatannya sendiri. Selain memuat alpukat, pedagang pengumpul besar ini juga memuat ubi Cilembu dalam satu partai pengiriman untuk dikirim ke Sari Barokah. Pengiriman alpukat hanya ditujukan ke empat pedagang pengecer di Sari Barokah dimana dua orang merupakan responden pedagang pengecer peneliti. Pembayaran pembelian alpukat pedagang pengecer dilakukan pada hari minggu setelah pengiriman rutin pada hari rabu. Pedagang pengumpul besar kembali ke Bogor untuk mengambil uang penjualan sekaligus membicarakan kualitas barang pada pengiriman terakhir dan jumlah barang yang akan dikirim pada pengiriman berikutnya. Pedagang pengumpul besar di Pasar Bogor berasal dari Kecamatan Kertasari dan mengumpulkan alpukatnya di sekitar Kampung Cirawa, Kecamatan Pacet, Kecamatan Arjasari, Kecamatan Banjaran, Kampung Sayuran, Desa Pasanggrahan dan sekitar kecamatannya sendiri. Pengiriman barang hanya berupa alpukat dan tujuan pasokan alpukat berada di Bogor dan Cipanas. Untuk di Bogor pedagang pengumpul besar ini mengirim ke satu orang pedagang pengecer di Pasar Anyar dan satu orang di Pasar Bogor yang merupakan responden pedagang pengecer. Selain ke pedagang pengecer, alpukat juga dikirim ke Supplier di Cipanas sebesar 70% dari total alpukat yang dikumpulkan. Sistem pembayaran di Pasar Bogor dilakukan secara cash setelah barang selesai di sortir pedagang pengecer. Peresediaan alpukat didasarkan dari pemesanan pedagang pengecer yang dilakukan tiga hari sebelum pengiriman selanjutnya. Kedua responden pedagang pengumpul besar masing-masing memiliki kendaraan untuk melakukan pengiriman ke pedagang pengecer. Biaya pengiriman alpukat ke pedagang pengecer ditanggung pedagang pengumpul besar. Pengiriman alpukat menggunakan kendaraan mobil pick up dengan kapasitas sekitar 2 ton atau truk colt diesel dengan kapasitas sekitar 4 ton. Perbedaan pada pola aliran rantai pasok dua dan tiga adalah pedagang pengumpul besar memperoleh barang melalui pedagang pengumpul kecil atau langsung melalui petani. Setiap alpukat yang dikirim pedagang pengumpul besar tidak dibedakan berdasarkan dari pedagang pengumpul kecil atau petani. Alpukat yang dikirim merupakan alpukat yang telah terkumpul dari pedagang pengumpul kecil dan petani. Kedua pedagang pengumpul besar memperoleh alpukat lebih banyak dari pedagang pengumpul kecil dibanding langsung dari petani. Pedagang pengumpul besar mengumpulkan alpukat dari pedagang pengumpul kecil dengan langsung mendatanginya. Pedagang pengumpul kecil sudah melakukan pengemasan dengan karung tetapi rata-rata pedagang pengumpul kecil belum melakukan penyortiran untuk alpukat yang akan 25

11 dijualnya. Pedagang pengumpul besar memanen langsung dari pohon-pohon alpukat petani. Alpukat yang dikumpulkan dari pedagang pengumpul kecil dan petani kemudian dibawa ke gudang penyimpanan untuk selanjutnya disortir dan dikemas dengan karung baru jika karung dari pedagang pengumpul kecil sudah sobek. Sistem pembayaran di pedagang pengumpul kecil dilakukan secara cash dan di petani umumnya pembelian per pohon. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar dapat dilihat di Tabel 13. Pengumpul besar Sari Barokah Pasar Bogor Tabel 13. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar Bulan Asal Pasokan Kapasitas Pembelian Satuan Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/kg) Keterangan 1-6 Pengumpul 2,000 Kg/minggu Grade A 2,500 4,500 kecil Petani 200 Kg/minggu 1,500 3,500 Grade B 7-12 Pengumpul 1,000 Kg/minggu 5,500 7,500 Grade A kecil 6,500 Grade B 1-6 Pengumpul 6,000 Kg/minggu 1,500 kecil 3,000 Petani 4,000 Kg/minggu 1, Pengumpul 700 Kg/bulan 3,500 kecil 4,500 Petani 300 Kg/bulan 1,000 Pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Sari Barokah melakukan grading berdasarkan ukuran buah. Grade A memiliki berat sekitar 1kg untuk 2 sampai 4 buah dan grade B dengan berat sekitar 1kg untuk 5 sampai 6 buah. Rata-rata dalam satu partai barang untuk Grade A sebanyak 75% dan Grade B 25% dari total. Pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Pasar Bogor melakukan grading berdasarkan tingkat kematangan buah. Buah yang dikirim ke pedagang pengecer adalah buah yang mulai matang dan untuk ke supplier adalah buah yang masih mengkal. Harga beli dari petani ditentukan pedagang pengumpul besar berdasarkan kedekatan lokasi penanaman yang dimiliki petani dengan lokasi pedagang pengumpul. Harga beli dari pedagang pengumpul kecil didasarkan pada hasil kesepakatan kedua bela pihak. 4. Pola aliran rantai pasok 4 Petani Pedagang Pengecer Konsumen Pola aliran rantai pasok empat merupakan pola aliran pedagang pengecer yang mendapat pasokan alpukat secara langsung dari petani. Pola aliran ini hanya terdiri dari dua entitas pemasok alpukat yaitu petani dan pedagang pengecer. Petani pada pola aliran rantai pasok ini adalah petani dengan skala usaha kecil. Petani atau pemilik pohon tidak membudidayakan tanaman alpukat secara khusus melainkan hanya sebagai tanaman pekarangan. Pedagang pengecer perlu mengumpulkan alpukat dari beberapa pemilik pohon untuk memenuhi kebutuhan penjualan. Terdapat lima orang responden pedagang pengecer yang menggunakan pola aliran rantai pasok ini, tiga orang pedagang pengecer di Sari Barokah dan dua orang pedagang pengecer di Pasar Bogor. Responden pedagang pengecer di Sari Barokah memperoleh alpukat dari petani yang berasal di Desa Cimande, Desa Ciapus, Desa Cipayung dan Desa Gadog, sementara responden pedagang pengecer di Pasar Bogor memperoleh alpukat dari petani yang berasal di Desa Tajurhalang, Desa Ciapus dan Kampung Ciheuleut. 26

12 Pengambilan alpukat dari petani tidak dilakukan secara rutin, pengambilan alpukat dilakukan jika kondisi barang sudah mulai sedikit serta pengiriman dari pedagang pengumpul besar sedang menurun. Selain itu pengambilan alpukat juga dilakukan jika petani/pemilik pohon menawarkan hasil panen dari pohonnya ke pedagang pengecer. Umumnya petani menjual alpukatnya ke pedagang pengecer tanpa perlu menanggung biaya-biaya dalam pemanenan serta biaya dalam pendistribusian hasilnya ke pasar. Terdapat dua sistem pembayaran yaitu pedagang pengecer membayar secara cash setelah memanen dan menimbang alpukat langsung di lahan atau pedagang pengecer membayar secara cash dengan sistem pembelian per pohon. Harga rata-rata pembelian pedagang pengecer di Sari Barokah sebesar Rp. 4,500/kg dan untuk di Pasar Bogor sebesar Rp. 3,500/kg. Kapasitas pembelian tiap pengambilan di Pasar Bogor rata-rata sebanyak satu karung dan di Sari Barokah sebanyak dua karung, dengan jumlah alpukat sekitar 60-70kg/karung. Kapasitas dan Harga Jual di Pedagang Pengecer Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pedagang pengecer dalam memperoleh alpukat tidak tebatas dalam satu pola aliran rantai pasok. Dalam satu pola aliran rantai pasok pun pedagang pengecer bisa memiliki beberapa pedagang grosir, pedagang pengumpul besar atau petani. Pedagang pengecer juga membeli alpukat dari pedagang pengecer lain dalam satu pasar atau pasar yang berbeda jika barang dari tiga pemasok tidak ada. Terdapat pertimbangan masing-masing dalam memasok alpukat dari tiap pola aliran rantai pasok yang ada untuk memenuhi kebutuhan penjualannya. Bervariasinya pola aliran rantai pasok, pemasok yang berbeda serta modal yang berbeda menjadikan kapasitas pembelian serta harga beli dan jual di pedagang pengecer juga berbedabeda. Kapasitas dan harga di pedagang pengecer adalah kapasitas dan harga rata-rata pada dua kondisi. Informasi kapasitas dan harga diperoleh melalui wawancara. Berdasarkan keterangan dari pedagang pengecer pada tahun-tahun sebelumnya kondisi barang ramai di bulan Januari sampai April. Banyaknya barang yang masuk ke pasar menyebabkan harga jual lebih rendah jika dibandingkan pada saat kondisi barang sepi di bulan Mei sampai Desember. Kondisi barang kembali berangsur ramai dimulai pada akhir-akhir tahun. Pada saat penelitian kondisi barang mulai berkurang diakhir Maret. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer dapat dilihat di Tabel 14. Pengelompokkan pedagang pengecer dilakukan berdasarkan kapasitas pembelian pada saat kondisi ramai (bulan 1-4), yaitu kapasitas kecil (<=300 kg), kapasitas sedang (> kg) dan kapasitas besar (>=900 kg). Berdasarkan pola aliran rantai pasok yang digunakan pedagang pengecer di Sari Barokah tidak terdapat perbedaan di antara ketiga skala kapasitas pembelian. Penggunaan pola aliran rantai pasok 2,3 dan 4 digunakan oleh pedagang skala kecil, sedang ataupun besar. Penggunaan pola aliran rantai pasok 4 atau memasok alpukat dari petani dilakukan bila pengecer merasa jumlah pasokan yang berasal dari pengumpul besar belum mencukupi jumlah alpukat yang diinginkan. Pada pemasaran alpukat di Pasar Bogor terdapat perbedaan pola aliran antar kelompok skala pembelian. Pedagang pengecer dengan modal yang lebih besar akan membeli dari pihak pedagang grosir untuk mencukupi persediaan alpukatnya, sementara pedagang pengecer dengan modal yang lebih kecil akan memasok alpukat dari petani. Pengecer dengan modal lebih kecil tidak memilih memasok dari pedagang grosir, karena pertimbangan biaya pengiriman yang harus ditanggungnya. Penggunaan pola aliran rantai pasok 1 atau memasok alpukat dari pedagang grosir tidak dilakukan pengecer skala besar di Sari Barokah. Hal ini dikarenakan pedagang pengecer lebih mudah memperoleh alpukat dari petani yang kebanyakan berasal di sekitar lokasi pejualan. 27

13 Tabel 14. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer Nama Bulan Kapasitas (Kg/minggu) Pedagang Pengecer Sari Barokah Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/kg) Pola Aliran Rantai Pasok Dede ,000 7,500 2,3, ,000 10,000 Pak Asep ,000 7,500 2, ,500 8,000 Firman ,000 9,000 2, ,000 12,000 Pak Odin ,000 10,000 2,3, ,000 13,000 Pak Sayap 1-4 1,000 5,000 7,500 2,3, ,000 10,000 Pedagang Pengecer Pasar Bogor Pak Udin ,500 7,500 2,3, ,000 9,500 Pak Jufri ,000 8,500 2,3, ,000 9,500 Pak Iwan ,500 7,000 1,2, ,000 8,000 Pak Ibad 1-4 1,000 4,000 8,000 1,2, ,500 12,000 Iwan 1-4 2,000 4,000 8,000 1,2,3 Sumber : Data Diolah D. KERUSAKAN MEKANIS ,621 6,500 12, Jenis dan Penyebab Kerusakan Mekanis Kerusakan pascapanen pada rantai pasok alpukat dapat terjadi saat pemanenan, pengemasan, pendistribusian sampai penyimpanan. Penanganan buah alpukat masih dilakukan seadanya oleh entitas rantai pasok, sehingga penanganan yang kurang hati-hati mengakibatkan kerusakan buah yang tinggi.kerusakan yang terjadi dapat berupa kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi dan mikrobiologis. Kerusakan mekanis dalam rangkaian kegiatan di rantai pasok perlu diperhatikan, karena apabila dibiarkan terjadi merupakan awal bagi kerusakan-kerusakan lain seperti kimiawi dan mikrobiologi. Beberapa tipe kerusakan mekanis yang terjadi saat pengamatan dapat di lihat di Tabel 15. Kerusakan mekanis yang terjadi dimulai pada saat pemanenan. Pemetikan buah yang kurang hati-hati dapat mengakibatkan terjatuhnya buah dari pohon dan menyebabkan kerusakan mekanis. Walaupun pada saat buah terjatuh dan tidak menunjukkan adanya bentuk keretakan atau splitting pada buah tetapi dalam jangka waktu beberapa hari akan terdapat memar pada penampakan buah. Adanya memar pada buah akan membuat barang dagangan menjadi tidak menarik. Pemanenan yang dilakukan masih sederhana, dimana pemetik langsung memanjat pohon dengan membawa alat seperti galah yang dilengkapi dengan karung sebagai wadah buah yang telah dipanen. Kerusakan seperti lecet, cutting 28

14 ataupun puncture sering terjadi diakibatkan buah yang terkena ranting atau ujung alat pada saat pemetikan dilakukan. Memar yang sering terjadi di pangkal buah juga disebabkan pada saat pemanenan tidak dipetik bersamaan dengan tangkai buahnya. Hal ini menyebabkan luka dan mengakibatkan memar di ujung buah. Terjadinya getaran pada saat pendistribusian barang mengakibatkan dampak benturan antara kemasan dengan bagian bawah atau dinding pada bak kendaraan, benturan antar buah dalam kemasan serta benturan antara buah dengan dinding kemasan seperti pada peti kayu. Pada kemasan karung dampak benturan antara kemasan dengan dinding bak kendaraan berpengaruh langsung terhadap buah karena tipisnya lapisan kemasan. Hal-hal tersebut menyebabkan kerusakan mekanis seperti memar dan lecet. Kerusakan mekanis seperti retak dan splitting diakibatkan tekanan pada tumpukan yang berlebih dalam kemasan. Cutting juga dapat terjadi pada saat buah dalam kemasan karung berada di dekat ujung-ujung bak kendaraan ataupun buah yang terletak pada ujung-ujung kayu pada kemasan peti kayu. Jenis Kerusakan Mekanis Tabel 15. Tipe kerusakan mekanis saat pengamatan Gambar Lecet (Abrasion) Memar (Bruising) Retak hancur (Shatter cracking) Cutting 29

15 Tabel 15. Tipe kerusakan mekanis saat pengamatan (lanjutan) Jenis Kerusakan Mekanis Gambar Puncture Splitting Kerusakan mekanis juga dapat terjadi akibat penyusunan buah dalam kemasan yang terlalu penuh (60-80 kg) sehingga menyulitkan pada saat kegiatan handling. Pada saat bongkar muatan penanganan secara hati-hati sulit dilakukan karena beratnya kemasan. Penyusunan buah dengan kemasan karung dalam alat angkut bisa mengakibatkan kemasan yang berada paling bawah akan mengalami tekanan yang besar dari banyanya tumpukan pada alat angkut. Susunan buah dalam kemasan serta penyusunan tumpukan dalam alat angkut dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Susunan buah dalam kemasan serta penyusunan tumpukan dalam alat angkut Terdapat beberapa cara yang dilakukan sebagian entitas dalam rantai pasok untuk mencegah terjadinya kerusakan mekanis, di antaranya adalah menggunakan alas karpet pada bak kendaraan dengan tujuan memperkecil benturan yang terjadi antara kemasan yang menggunakan karung dengan alas bak kendaraan. Menambahkan pelapis dalam kemasan peti kayu seperti koran untuk mengurangi potensi kerusakan mekanis seperti lecet atau cutting. Beberapa cara dalam mencegah kerusakan mekanis dapat dilihat pada Gambar 8. 30

16 (a) Penggunaan alas karpet pada bak kendaraan 2. Tingkat Kerusakan Mekanis (b) Penggunaan lapisan koran pada kemasan Gambar 8. Beberapa cara dalam mencegah kerusakan mekanis Pengukuran tingkat kerusakan dilakukan secara manual dengan uji visual pada penampakan luar buah alpukat dan melihat jumlah buah yang rusak pada tiap contoh dalam satu pengiriman barang. Pada saat pengamatan, besar maupun kecil kerusakan pada buah dikategorikan sebagai buah yang mengalami kerusakan mekanis. Tingkat kerusakan mekanis yang diamati merupakan tingkat kerusakan mekanis yang terjadi di pedagang pengecer melalui pedagang pengumpul besar, pedagang grosir atau langsung dari petani. Susut yang terjadi merupakan jumlah buah yang rusak total pada saat pendistribusian dan tidak dapat terjual lagi di pedagang pengecer. Tingkat kerusakan mekanis di pedagang pengecer terdapat di Lampiran 4. Dari data pengamatan yang dilakukan dari 32 pengiriman barang, rata-rata tingkat kerusakan mekanis yang terjadi sebesar 63.93%. Pada saat pengamatan terdapat 11 pengiriman barang dari petani, 20 pengiriman barang dari pedagang pengumpul besar dan 1 pengiriman barang dari pedagang grosir. Tingkat kerusakan mekanis terbesar yaitu 90% yang berasal dari pedagang pengumpul besar, sementara tingkat kerusakan mekanis terkecil yaitu 18.18% yang berasal dari petani. Susut yang terjadi dari 32 pengiriman barang rata-rata sebesar 2.12%. Susut terbanyak sebesar 17.5% (7kg dari 40kg) yang diikuti dengan kerusakan mekanis yang besar juga, yaitu sebesar 80%. Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan pemasok dapat dilihat pada Tabel 16. Ratarata tingkat kerusakan pada tiap pemasok hampir sama tetapi rata-rata susut yang terjadi berbeda-beda besarnya. Hal ini disebabkan karena pengamatan tingkat kerusakan mekanis tidak dibedakan dari besar kecilnya kerusakan pada buah. Besarnya tingkat keparahan dari kerusakan mekanis dapat terlihat dari besarnya susut yang terjadi pada saat pendistribusian dari ketiga asal pemasok. Tabel 16. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan pemasok Pemasok Jumlah Pengamatan Tingkat Kerusakan (%) Susut Jumlah (%) Rataan Maks Min Rataan Maks Min Petani Pengumpul Grosir Keterangan : Tingkat kerusakan maksimum di petani dan pengumpul disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15. Besarnya rata-rata tingkat kersuakan mekanis yang berasal dari petani bisa disebabkan karena kurang hati-hatinya pada saat pemanenan. Pada saat pengambilan alpukat di petani/pemilik pohon, pedagang pengecer tidak melakukan penyortiran terlebih dahulu. Alpukat yang dipanen kebanyakan masih belum cukup tua untuk dipanen, sehingga banyak alpukat yang mengalami gagal masak dan 31

17 menjadi rusak. Pedagang pengecer tetap membeli alpukat tersebut karena kondisi alpukat di pasaran sedang sedikit. Pantastico (1986) menyatakan tingkat kemasakan pada saat pemanenan merupakan hal yang sangat penting untuk penyimpanan yang memuaskan bagi alpukat. Pemetikan buah yang terlalu muda harus dihindari, karena buah muda cenderung mempunyai aroma dan tekstur yang kurang baik pada saat pemasakan. Pengiriman barang yang berasal dari pedagang grosir belum bisa dibandingkan karena pengamatan hanya dilakukan sekali. Pada saat pengamatan, barang dari pedagang grosir dikemas dengan peti kayu dan diberi koran dalam kemasan dengan tujuan mengurangi potensi kerusakan mekanis. Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan jenis kemasan dapat dilihat pada Tabel 17. Rata-rata tingkat kerusakan untuk kemasan peti kayu lebih kecil dibandingkan dengan kemasan karung. Kemudian susut yang terjadi pada kemasan peti kayu dari dua pengiriman barang yang diamati tidak ada. Kemasan peti kayu lebih kuat menahan benturan antara alas/dinding bak kendaran, benturan antara kemasan dan tekanan akibat tumpukan berlebih. Tabel 17. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis kemasan Kemasan Jumlah Pengamatan Tingkat Kerusakan (%) Susut Jumlah (%) Rataan Maks Min Rataan Maks Min Karung Peti Kayu Keterangan : Tingkat kerusakan maksimum dalam kemasan karung disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15. Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan alat angkut dapat dilihat pada Tabel 18. Pengiriman barang dengan menggunakan alat angkut berupa motor merupakan alpukat yang berasal dari petani/pemilik pohon. Seperti pada penjelasan sebelumnya besarnya tingkat kerusakan dan susut yang terjadi diakibatkan dari penanganan dari pedagang pegecer yang melakukan pengambilan ke petani. Tingkat kerusakan mekanis dan susut yang terjadi untuk alat angkut truk (colt diesel) lebih besar dibandingkan dengan alat angkut pick up. Besarnya tingkat kerusakan dan susut disebabkan banyaknya muatan yang dibawa alat angkut truk, sehingga tekanan pada tumpukan lebih besar dibandingkan pada alat angkut pick up. Penyusunan tumpukan dalam alat angkut harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari rusaknya barang akibat kerusakan mekanis pada saat pendistribusian. Alat Angkut Tabel 18. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis alat angkut Kapasitas Muatan (Kg) Jumlah Pengamatan Tingkat Kerusakan (%) Susut Jumlah (%) Rataan Maks Min Rataan Maks Min Motor Pick Up Truk Keterangan : Tingkat kerusakan maksimum alat angkut motor dan pick up disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel Susut Susut yang terjadi dapat disebabkan beberapa faktor, salah satunya karena adanya kerusakan mekanis pada alpukat. Berdasarkan hasil wawancara, pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Sari Barokah menjelaskan bahwa pengumpulan alpukat yang dilakukan rata-rata sejumlah 2 ton/minggu. Dari jumlah alpukat yang dikumpulkan terdapat susut 200 kg pada saat dilakukan 32

18 penyortiran di gudang. Kemudian susut berikutnya terjadi pada saat pengiriman alpukat dengan ratarata 20 kg tiap pedagang pengecer. Pengiriman alpukat dilakukan ke empat pedagang pengecer di Sari Barokah, jadi alpukat yang dapat terjual sebesar 1,720 kg dari 2 ton alpukat yang dikumpulkan. Aliran pemasaran alpukat responden pengumpul besar di Sari Barokah terdapat di Gambar 9. Pengumpul kecil responden 2000 kg 1800 kg Responeden Pengumpul 1800 kg 1720 kg besar (Bu Nunung) Pengecer Responden 200 kg Susut Pengambilan 80 kg Susut Pengiriman Besarnya susut tersebut merupakan rata-rata susut yang biasa terjadi pada saat penerimaan dan pengiriman alpukat. Besarmya susut yang terjadi di lapangan sangat bervariasi, susut yang terjadi bisa jauh lebih besar atau bahkan tidak terdapat susut sama sekali. Diasumsikan dalam tiap pengiriman alpukat terdapat susut yang terjadi di tiap responden. Berdasarkan hasil wawancara kedua pedagang pengumpul besar dan seorang pedagang grosir, rata-rata susut yang terjadi pada saat pengambilan dan pengiriman barang dijadikan persentase sebagai acuan usaha pemasaran alpukat dalam setahun. Kapasitas dan persentase susut di responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Kapasitas dan persentase susut di responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir No. Entitas Kapasitas Pembelian (kg/tahun) Susut Pengambilan (%) Kapasitas Pengiriman (kg/tahun) Susut Pengiriman (%) Kapasitas Penjualan (kg/tahun) 1 Bu Nunung 76, , ,048 (Pengumpul Sari Barokah) 2 Pak Ntus Gambar 9. Aliran pemasaran alpukat responden pengumpul besar di Sari Barokah (Pengumpul Pasar Bogor) 246, , ,010 3 Pak Edi (Grosiran) 634, , ,640 Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi besarnya susut seperti penanganan masing-masing entitas, kondisi lingkungan serta kondisi alpukat itu sendiri. Pendistribusian alpukat pada saat kondisi hujan bisa sangat merugikan karena kemungkinan susut yang terjadi sangat besar. Kondisi alpukat seperti tingkat kematangan atau tingkat kerusakan sangat berpengaruh pada saat kegiatan penyimpanan dan pendistribusian. Besarnya susut yang terjadi di pedagang pengumpul besar dikarenakan umumnya alpukat yang diperoleh dari pedagang pengumpul kecil belum disortir. Selain susut pada saat pendistribusian terdapat juga susut pada saat penyimpanan. Susut penyimpanan kadang terjadi di pedagang grosir. Pedagang grosir berusaha memenuhi kapasitas gudang untuk menjaga pasokannya, sehingga kadang dilakukan penyimpanan dalam jumlah besar karena barang belum habis terjual. Susut penyimpanan yang terjadi dikarenakan lama penyimpanan dari banyaknya alpukat yang tersimpan. Tabel 19 menunjukkan persentase susut yang terjadi pada pengumpul di Pasar Bogor lebih kecil dibanding pengumpul di Sari Barokah. Penggunaan alas karpet pada saat pendistribusian yang dilakukan pengumpul di Pasar Bogor dapat mencegah kerusakan mekanis yang lebih besar. Alas karpet dapat berfungsi sebagai bantalan dalam menahan tekanan dari tumpukan dan memperkecil 33

19 benturan yang terjadi antara kemasan yang menggunakan karung dengan alas bak kendaraan. Pedagang grosir yang melakukan pendistribusian dengan kemasan peti kayu menunjukkan susut yang terjadi lebih kecil dibanding susut di kedua pedagang pengumpul besar yang menggunakan kemasan karung. Kemasan peti kayu lebih kuat menahan benturan antara alas/dinding bak kendaraan, benturan antara kemasan dan tekanan akibat tumpukan berlebih. Responden pedagang pengumpul besar menanggung sendiri resiko susut pada saat pengambilan dan pengiriman alpukat. Jika susut dari pedagang pengumpul kecil sangat banyak maka pedagang pengumpul besar akan meminta pengambilan alpukat berikutnya harus lebih baik pada saat pengambilan terakhir. Pedagang pengecer akan melakukan pemotongan biaya pembelian jika susut yang terdapat dianggap besar dalam satu partai pengiriman. Biasanya pedagang pengecer tidak akan melakukan pemotongan biaya pembelian jika susutnya hanya sekitar 10 kg. Responden pedagang grosir hanya menanggung resiko susut pada saat pengiriman alpukat. Jika terdapat susut dari pedagang pengumpul besar akan dilakukan pemotongan biaya pembelian alpukat. Untuk resiko susut pada saat pengiriman terkadang dibagi dua dengan pengecer, pembagian resiko susut tergantung dari kebijakan pedagang pengecer. Susut yang terjadi di responden pedagang pengecer adalah susut pada saat penerimaaan dan susut pada saat penyimpanan barang. Berdasarkan keterangan di atas resiko susut penerimaan bisa ditanggung pengumpul/grosir, ditanggung pengecer atau resikonya dibagi dua. Dalam perhitungan biaya pokok dan nilai tambah diasumsikan resiko susut hanya ditanggung oleh pedagang pengecer. Hal ini dilakukan sebagai pendekatan dalam perhitungan pada saat kondisi susut penyimpanan sewaktu-waktu menjadi lebih besar. Kapasitas dan susut responden pedagang pengecer terdapat di Tabel 20. Tabel 20. Kapasitas dan susut responden pedagang pengecer Pengecer Bulan Kapasitas (kg/minggu) Pedagang Pengecer di Sari Barokah Susut (%) Pembelian (kg/tahun) Penjualan (kg/tahun) Dede ,408 8, Pak Asep ,328 9, Firman ,904 10, Pak Odin ,312 12, Pak Sayap 1-4 1, ,208 33,

20 Pengecer Bulan Kapasitas (kg/minggu) Pedagang Pengecer di Sari Barokah Tabel 21. (lanjutan) Susut (%) Pembelian (kg/tahun) Penjualan (kg/tahun) Pak Udin ,312 12, Pak Jufri ,000 19, Pak Iwan ,880 29, Pak Ibad 1-4 1, ,464 35, Iwan 1-4 2, ,872 81, , Informasi nilai susut diperoleh dari wawancara masing-masing responden pedagang pengecer. Penangangan dalam penyimpanan untuk setiap pedagang pengecer dilakukan secara sederhana. Kegiatan penyimpanan yang dilakukan hampir sama untuk responden dalam satu pasar. Faktor yang membedakan susut di tiap pedagang pengecer adalah kapasitas pembelian. Semakin besar kapasitas pembeliannya semakin banyak jumlah alpukat yang disimpan. Besarnya susut dipengaruhi dari banyaknya penyimpanan alpukat, akan tetapi penyimpanan dalam jumlah banyak yang diimbangi dengan masa jual yang cepat dapat mengurangi potensi susut. Jadi selain kapasitas pembelian, masa jual dari masing-masing pedagang juga mempengaruhi besarnya susut pada saat penyimpanan. E. MASA SIMPAN Masa simpan yang dimaksud adalah lamanya masa simpan buah alpukat yang telah mengalami kerusakan mekanis di pedagang pengecer sampai mengalami busuk total atau tidak bisa dijual lagi. Kerusakan mekanis yang belum terlihat pada saat pendistribusian akan terlihat beberapa hari setelah dijajakan, tergantung dari tingkat keparahan yang dialami. Selain itu kondisi lingkungan dan penanganan pada saat penyimpanan juga mempegaruhi mutu alpukat dalam masa penjualan di pedagang pengecer. Pengamatan dilakukan terhadap 12 pengiriman barang di kedua pasar tempat penelitian. Setiap pengiriman barang diamati lima buah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis dan diambil secara acak. Jumlah dari 12 pengriman barang seharusnya terdiri dari 60 alpukat, sementara yang bisa diamati sampai mengalami kerusakan total hanya terdapat 47 alpukat. Hal ini dikarenakan pada saat penyimpanan di tempat pajangan terdapat beberapa buah yang tidak sengaja terjual atau hilang. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh tingkat kerusakan mekanis yang terjadi terhadap masa simpan alpukat. Jumlah alpukat yang busuk selama masa jual di pedagang pengecer dapat dilihat di Tabel

21 Tabel 22. Jumlah alpukat yang busuk selama masa jual di pedagang pengecer Masa Simpan Jumlah Contoh Alpukat Persentase (%) H H H H H H H H H H Total Catatan : Kondisi alpukat mengalami kerusakan mekanis di awal penjualan Masa simpan alpukat tercepat yang mengalami kerusakan mekanis sampai alpukat tidak dapat terjual terdapat pada hari ke 4 dan masa simpan terlama terdapat pada hari ke 13. Persentase terbanyak dari jumlah contoh alpukat yang tidak dapat terjual lagi terdapat pada hari ke 8. Bervariasinya masa simpan ini tergantung dari mutu awal alpukat pada saat penyimpanan. Mutu awal alpukat ini dipengaruhi dari besarnya tingkat keparahan yang dialami dari kerusakan mekanis. Persentase dari tiap masa simpan alpukat dikumulatifkan sebagai pendekatan dalam melihat besarnya kerusakan buah yang terjadi dalam selang waktu penyimpanan pada suatu partai barang yang mengalami kerusakan mekanis. Persentase kerusakan buah selama penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 10. Kerusakan Buah Kumulatif (%) % Hari ke- Gambar 10. Persentase kerusakan buah selama penyimpanan Berdasarkan dari wawancara, pedagang pengecer mampu menjual habis alpukat pada hari ke 7 sampai hari ke 14. Bila dibandingkan dengan masa simpan alpukat yang telah mengalami kerusakan mekanis, pedagang pengecer akan mengalami kerugian berupa susut kuantitatif akibat buah yang rusak total dan tidak bisa terjual sama sekali. Kerugian berupa susut kualitatif juga dialami karena adanya penurunan harga jual alpukat yang mengalami penurunan mutu. Kerusakan mekanis yang terjadi di awal penjualan berakibat pada tingkat kerusakan buah yang semakin besar seiring lamanya 36

22 masa jual. Gambar 9 menunjukkan pada hari ke 9 alpukat yang busuk/tidak dapat terjual mencapai 51.07%, sementara alpukat lainnya mengalami penurunan mutu diikuti dengan penurunan harga jual. Penanganan pascapanen pada rantai pasok alpukat harus dilakukan dengan baik agar dapat menekan jumlah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis. Dengan menekan jumlah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis, dampak kerusakan total yang dialami alpukat pada masa penyimpanan juga dapat berkurang. Apabila penanganan dilakukan dengan lebih baik lagi diharapkan masa simpan alpukat dapat diperpanjang demikian juga masa jual alpukat. Contoh perubahan alpukat dengan masa simpan hari ke 5 dapat dilihat pada Gambar 11. H-1 Di sekitar pangkal dan bagian bawah buah terdapat luka lecet dan memar Gambar 11. Perubahan alpukat dengan masa simpan hari ke 5 F. BIAYA PRODUKSI DAN TITIK IMPAS H-5 Sebagian buah melunak dan mengalami perubahan warna Biaya produksi pada rantai pasok alpukat merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan tiap entitas untuk pemasaran alpukat. Biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran alpukat dimulai dari pembelian alpukat, pengolahan pascapanen sampai pada saat pemasaran/penjualan alpukat. Komponen biaya dikelompokkan ke dalam biaya tetap dan biaya tidak tetap. Dari komponen biaya dan kapasitas tiap entitas diperoleh besarnya biaya pokok yang dikeluarkan untuk memasarkan tiap kg alpukat. Perhitungan titik impas untuk melihat tingkat penjualan tiap entitas dalam rantai pasok telah mengalami keuntungan. Keuntungan dari tiap entitas akan diperoleh jika jumlah penjualan telah melewati titik impasnya. Titik impas yang dimaksud merupakan volume penjualan dalam satuan kg/tahun. 1. Biaya Produksi dan Titik Impas Pedagang Pengumpul dan Pedagang Grosir Komponen biaya tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 22. Penyusutan dan bunga modal pada responden berbeda-beda tergantung dari investasi yang dimiliki. Untuk pedagang grosir nilai penyusutan dan bunga modal yang dimiliki sangat kecil karena hanya terdiri dari dua buah timbangan mekanis. Sementara untuk dua pedagang pengumpul penyusutan dan bunga modal terdiri dari gudang, garasi serta kendaraan untuk kegiatan pendistribusian alpukat. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir terdapat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Pengumpul yang mengirim ke Sari Barokah dikenai retribusi pasar, selain memasarkan alpukat pengumpul ini juga meamasarkan ubi Cilembu. Komponen biaya tetap dikalikan dengan persentase dari modal usaha alpukat untuk mendapatkan biaya tetap dalam pemasaran alpukat. Tidak ada beban listrik yang dikeluarkan karena rata-rata kegiatan pascapanen yang dilakukan hanya sampai sore hari dan langsung mendistribusikannya pada sore itu juga. Untuk pengumpul yang mengirim ke Pasar 37

Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010

Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010 48 Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010 Provinsi Alpukat Aceh 5,095 Sumatera Utara 7,644 Sumatera Barat 29,457 R i a u 535 J a m b i 2,379 Sumatera Selatan 3,382 Bengkulu

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) Lizia Zamzami dan Aprilaila Sayekti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

. Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Volume Ekspor (Ton) 1 Nanas %

. Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Volume Ekspor (Ton) 1 Nanas % 48 . Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah 2007-2011 NO KOMODITAS Volume Ekspor (Ton) 2007 2008 2009 2010 2011 Rata rata Pertumbuhan 2007 2011 1 Nanas 110.112 269.664 179.310 159.009 189.223 30%

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCAPANEN

PENANGANAN PASCAPANEN 43 PENANGANAN PASCAPANEN Pascapanen Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas buah yang didapat. Oleh karena itu pelaksanaannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas buah

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA 1 ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA (Wholesaler Receiver) DARI DAERAH SENTRA PRODUKSI BOGOR KE PASAR INDUK RAMAYANA BOGOR Oleh Euis Dasipah Abstrak Tujuan tataniaga ikan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Usahatani Tanaman Melinjo Tanaman melinjo yang berada di Desa Plumbon Kecamatan Karagsambung ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Pemasaran melinjo di Desa Kepek Kecamatan Saptosari menerapkan sistem kiloan yaitu melinjo dibeli oleh pedagang dari petani dengan satuan rupiah per kilogram.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN. Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN

SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN. Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam memasarkan sebuah

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PENANGANAN PENDAHULUAN Instruksi kerja merupakan dokumen pengendali yang menyediakan perintah-perintah untuk pekerjaan atau tugas tertentu dalam penanganan pascapanen mangga Gedong Gincu. 1. Struktur kerja

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN

PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN Oleh : drh. Linda Hadju Widyaiswara Madya BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2012 PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN Oleh : drh. Linda Hadju Widyaiswara Madya BALAI PELATIHAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU Mangga merupakan salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan dan diusahakan Varietas mangga yang banyak dibudidayaka adalah Mangga Arum Manis, Dermayu dan G Komoditas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta memiliki luas sekitar 32,5 km 2 atau 1,02 % dari luas

IV. GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta memiliki luas sekitar 32,5 km 2 atau 1,02 % dari luas IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta memiliki luas sekitar 32,5 km 2 atau 1,02 % dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Jarak terjauh dari Utara ke Selatan kurang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Petani produsen di Indonesia tidak biasa memasarkan produk hasil pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam sistem agribisnis di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Sentra Produksi Pisang di Lampung. Tanjung Karang merupakan Ibukota sekaligus pusat pemerintahan provinsi Lampung, sebagai salah satu provinsi sentra produksi utama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Kecamatan Ambarawa Kecamatan Bandungan Kecamatan Sumowono 4824 ha. Sumowono. Bawen. Bergas.

BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Kecamatan Ambarawa Kecamatan Bandungan Kecamatan Sumowono 4824 ha. Sumowono. Bawen. Bergas. BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Secara administratif Kabupaten Semarang terbagi menjadi 19 Kecamatan, 27 Kelurahan dan 208 desa. Batas-batas Kabupaten Semarang adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanenan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanenan 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanenan Stroberi mulai berbuah pada umur 4 5 bulan setelah tanam. Buah stroberi yang bisa dipanen ditandai dengan kulit buah didominasi warna merah, hijau kemerahan, hingga kuning

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI Proses produksi PT Amanah Prima Indonesia dimulai dari adanya permintaan dari konsumen melalui Departemen Pemasaran yang dicatat sebagai pesanan dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PASAR BUNGA RAWABELONG

V. GAMBARAN UMUM PASAR BUNGA RAWABELONG V. GAMBARAN UMUM PASAR BUNGA RAWABELONG 5.1. Pasar Bunga Rawabelong 5.1.1. Sejarah Pasar Bunga Rawabelong Pasar Bunga Rawabelong merupakan salah satu pasar yang dijadikan Pusat Promosi dan Pemasaran Hortikultura.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kecamatan Pulubala merupakan salah satu dari 18 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo. Secara Geografis Kecamatan ini

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG

DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) DARI KECAMATAN BATURITI KE KOTA DENPASAR A A Gede Ary Gunada 1, Luh Putu Wrasiati 2, Dewa Ayu Anom Yuarini 2 Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR 6.1. Sistem Tataniaga Sistem Tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang yang dimulai dari petani sebagai penghasil (produsen) hingga konsumen akhir, melibatkan beberapa lembaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.. Wilayah dan Topografi Secara geografis Kota Pagar Alam berada pada 4 0 Lintang Selatan (LS) dan 03.5 0 Bujur Timur (BT). Kota Pagar Alam terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

KUESIONER 7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner untuk Petani Kepada Yth. Ibu/Bapak/Saudara Responden Di tempat

KUESIONER 7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner untuk Petani Kepada Yth. Ibu/Bapak/Saudara Responden Di tempat 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner untuk Petani Kepada Yth. Ibu/Bapak/Saudara Responden Di tempat Dengan hormat, Saya mahasiswa dari UNIKA Soegijapranata Semarang, saat ini sedang melakukan penelitian yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD PADA PENANGANAN PASCAPANEN JERUK KEPROK (Citrus reticulata) DARI KECAMATAN PUPUAN SAMPAI DENPASAR.

APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD PADA PENANGANAN PASCAPANEN JERUK KEPROK (Citrus reticulata) DARI KECAMATAN PUPUAN SAMPAI DENPASAR. APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD PADA PENANGANAN PASCAPANEN JERUK KEPROK (Citrus reticulata) DARI KECAMATAN PUPUAN SAMPAI DENPASAR. Sri Mulyani, Bambang Admadi H dan I Gede Nyoman Arya Suyasa

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL RANTAI PASOK MANGGA GEDONG GINCU UNTUK EKSPOR Potensi dan Produksi Mangga Gedong Gincu

IV. ANALISIS SITUASIONAL RANTAI PASOK MANGGA GEDONG GINCU UNTUK EKSPOR Potensi dan Produksi Mangga Gedong Gincu IV. ANALISIS SITUASIONAL RANTAI PASOK MANGGA GEDONG GINCU UNTUK EKSPOR 4.1. Potensi dan Produksi Mangga Gedong Gincu Buah-buahan Indonesia diminati di pasar luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keanekaragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik bila dibandingkan dengan buah-buahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Rantai Pasokan Buah Naga 1. Sasaran Rantai Pasok Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah rantai pasok. Ada dua sasaran rantai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Blitar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Blitar BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Blitar Wilayah Blitar merupakan wilayah yang strategis dikarenakan wilayah Blitar berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Saluran Pemasaran Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran pemasaran buah impor dan saluran pemasaran buah lokal. 6.1.1.

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK Analisis pengendalian persediaan dilakukan hanya pada ani Sejahtera Farm karena ani Sejahtera Farm menjadi inti atau fokus analisis dalam rantai pasok beras organik.

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen dan Boyolali. Pemilihan sample pada keempat lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah beriklim tropis basah dengan keragaman

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah beriklim tropis basah dengan keragaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan daerah beriklim tropis basah dengan keragaman ekologis dan jenis komoditas, terutama komoditas hortikultura. Tanaman hortikultura yang banyak

Lebih terperinci

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. DIY adalah salah satu Provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau

IV. GAMBARAN UMUM. DIY adalah salah satu Provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis DIY adalah salah satu Provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. DIY di bagian Selatan dibatasi lautan Indonesia, sedangkan di bagian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi. IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, secara makro Kabupaten Sleman terdiri dari daerah dataran rendah yang subur pada bagian selatan,

Lebih terperinci