BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen."

Transkripsi

1 BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok dan individu mendapatkan apa yang mereka inginkan dan butuhkan dengan cara menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Suatu kegiatan usahatani dapat dikatakan berhasil apabila produk tersebut dapat diterima oleh pasar. Oleh sebab itu maka analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis lembaga pemasaran, fungsi pemasaran, saluran pemasaran, margin pemasaran, efisiensi pemasaran, dan struktur pasar Analisis Lembaga Pemasaran dan Fungsi Pemasaran analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Pepaya SPO Lembaga pemasaran adalah individu atau kelompok yang melakukan fungsi pemasaran. Setiap proses yang terjadi pada setiap lembaga menggambarkan fungsi dari lembaga tersebut pada proses pemasaran. Adapun lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran pepaya SPO dan fungsi pemasarannya adalah sebagai berikut : 1. Petani Petani merupakan produsen yang memproduksi pepaya. Sebagai produsen pepaya, petani juga mempunyai peran dalam melakukan fungsi pemasaran. Dalam penelitian ini petani hanya melakukan fungsi penjualan, fungsi penjualan dilakukan oleh petani dalam bentuk perpindahan kepemilikan dari petani kepada rantai pemasaran yang berikutnya. Kegiatan pemanenan dilakukan pada hari rabu

2 68 dan minggu. Petani juga melakukan fungsi informasi pasar, fungsi informasi pasar di sini maksudnya adalah usaha yang dilakukan oleh petani untuk mencari tahu perkembangan harga pasar dari pengusaha mitra, pedagang pengumpul atau dari pihak lain. 2. Pengusaha mitra Pengusaha mitra melakukan semua fungsi pemasaran, seperti yang terlihat pada Tabel 12. Fungsi penjualan tentunya dilakukan oleh pengusaha mitra dalam kaitannya dengan perpindahan kepemilikan kepada pedagang pengecer atau agen. Sedangkan fungsi pembelian adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha mitra untuk memiliki barang tersebut dari produsen/petani, karena pengusaha mitra tidak menghasilkan sendiri komoditi tersebut. Biasanya petani menjual pepaya dengan kondisi yang belum dibersihkan dan terdiri dari berbagai ukuran dan tingkat kematangan, oleh karena itu pengusaha mitra perlu melakukan melakukan fungsi pembersihan dan sortasi. Fungsi sortasi bertujuan untuk memisahkan pepaya berdasarkan ukuran dan tingkat kematangannya sehingga memudahkan pada saat pemasaran. Fungsi pembersihan ini akan mendukung fungsi penyimpanan. Fungsi penyimpanan dilakukan oleh pengusaha mitra untuk mengatasi fluktuasi produksi pepaya. Fungsi penyimpanan ini juga tidak dapat berlangsung terlalu lama karena pepaya mempunyai keterbatasan daya tahan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pengusaha mitra adalah membawa pepaya dari kebun petani ke gudang penyimpan kemudian membawa pepaya tersebut ke pedagang pengeser atau agen. Selain itu pengusaha mitra juga mencari informasi harga yang berlaku di

3 69 pasar sehingga dengan sendirinya pengusaha mitra juga melakukan fungsi informasi pasar 3. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer disini adalah supermarket, toko buah serta agen. Pedagang pengecer juga melakukan beberapa fungsi sekaligus antara lain fungsi penjualan, pembelian, penyimpanan, pengangkutan, serta informasi pasar. Fungsi penjualan yang dilakukaan oleh pedagang pengecer merupakan kegiatan perpindahan kepemilikan kepada rantai pemasaran terakhir yaitu konsumen. Pedagang pengecer juga tidak menghasilkan sendiri komoditi yang dijualnya, sehingga mereka perlu melakukan fungsi pembelian dari mata rantai pemasaran sebelumnya yaitu pengusaha mitra. Seringkali buah pepaya tidak habis terjual pada satu periode tertentu sehingga pedagang pengecer perlu melakukan fungsi penyimpanan. Fungsi pengangkutan tidak semua dilakukan oleh pedagang pengecer, hanya oleh agen/supplier buah saja. Supermarket dan took buah tidak perlu melakukannya karena fungsi itu sudah dilakukan oleh pengusaha mitra. Fungsi informasi pasar juga dilakukan oleh para pedagang pengecer untuk mengetahui perkembangan harga, lumlah permintaan konsumen, kualitas yang diinginkan dan sebagainya Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Pepaya Non SPO 1. Petani Pada tingkat petani, fungsi pemasaran yang dilakukan adalah fungsi pertukaran yaitu penjualan, dan informasi pasar yaitu mengenai informasi tentang

4 70 harga pepaya di pasar. Pedagang pengumpul dalam hal ini tengkulak dating langsung ke lokasi penanaman untuk membeli. 2. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul membeli langsung pepaya dari petani dengan mendatangi langsung ke rumah maupun ke kebun petani. Kegiatan fisik seperti pembersihan, sortasi, pengangkutan dan bongkar muat dilakukan oleh pedagang pengumpul. Pepaya kemudian diantar langsung ke pasar tujuan seperti Pasar Anyar, Pasar Bogor, dan Pasar keramat jati Jakarta ataupun ke toko-toko buah. 3. Pedagang Pengecer Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi fisik yang dilakukan berupa pengangkutan. Proses pembayaran dari pedagang pengumpul kepada petani dan dari pedagang pengecer kepada pedagang pengumpul dilakukan secara tunai. Pembayaran dilakukan langsung pada saat terjadinya pertukaran. Secara ringkas fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap pelaku pasar dapat dilihat pada Tabel 22.

5 71 Tabel 22. Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Pelaku Pemasaran No Fungsi Pemasaran Lembaga pemasaran Pepaya SPO Pepaya non SPO Fungsi Pertukaran a. Fungsi Pembelian ν b. Fungsi Penjualan 2 Fungsi Fisik a. Fungsi Pengangkutan b. Fungsi Penyimpanan c. Fungsi Pengemasan 3 Fungsi Fasilitas a. Fungsi Sortasi b. Fungsi Grading c. Fungsi Penanggungan resiko d. Fungsi Informasi Pasar Sumber : Data Primer Ket : 1. petani 2. Pengusaha mitra/pedagang pengumpul 3. Pedagang pengecer 9.2. Analisis Saluran Pemasaran Analisis Saluran Pemasaran Pepaya SPO Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian, saluran pemasaran pepaya SPO terdiri dari dua saluran. Supermarket & toko buah Pola 1 Petani Pengusaha Mitra Konsumen Agen/supliyer Pola 2 Gambar 3. Saluran Saluran Pemasaran pepaya SPO. Gambar 3 menginformasikan, saluran pemasaran pepaya SPO di desa Pasirgaok. petani pepaya yang telah menerapkan SPO pada umumnya adalah

6 72 petani yang tergabung dalam kelompok tani yang bermitra dengan pengusaha lokal sehingga petani menjual semua hasil panennya kepada pengusaha mitra. Pada saluran satu petani menjual pepaya kepada pengusaha mitra, kemudian pengusaha mitra menjual kembali pepaya yang diperoleh dari petani kepada pedagang pengecer. Pada saluran ini pedagang pengecer terdiri dari dua jenis pengecer yaitu supermarket dan toko buah. Supermarket dan toko tersebut adalah Hero, Carefour, Jogja, Superindo,Toko buah Bahagia, toko buah Papaho. Pengusaha mitra mengantar langsung pepaya kepada pengecer sesuai dengan jumlah dan ukuran grade yang diminta, kemudian konsumen langsung membeli pepaya dari pengecer tersebut Saluran ke dua petani menjual pepaya kepada pengusaha mitra yang kemudian disalurkan kembali pada supplier buah yang mendistribusikan kembali pepaya ke supermarket ataupun toko toko buah yang berada di Jakarta Analisis Saluran Pemasaran Pepaya Non SPO Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terdapat tiga saluran pemasaran yang terjadi. Saluran pemasaran ini menggambarkan bagaimana alur proses produk sampai ketangan konsumen akhir. Saluran pemasaran yang terjadi terdiri dari tiga saluran. Saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

7 73 Pedagang Pengecer Pola 1 Petani Pedagang Pengumpul Super market & toko buah Pola 2 Pola 3 Konsumen Gambar 4. Saluran Pemasaran Pepaya Non SPO Di Desa pasirgaok. Saluran pemasaran pertama, petani menjual pepaya kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual pepaya yang di beli dari petani kepada pedagang pengecer, pedagang pengecer ini adalah pedagang yang menjual pepaya langsung pada konsumen di pasar tradisional. Pedagang ini adalah pedagang pengecer yang berjualan di pasar Anyar, pasar Bogor dan pasar Keramat jati Jakarta. Saluran pemasaran ke dua petani menjual pepaya kepada pedagang pengumpul, kemudian menjual kembali kepada supermarket atau toko buah yang langsung berhubungan dengan konsumen akhir. Saluran pemasaran ke tiga petani langsung menjual hasil panennya kepada konsumen. Konsumen tersebut adalah konsumen yang secara khusus datang ke lokasi kebun atau kepada penduduk di sekitar kebun Analisis Marjin Pemasaran. Analisis marjin pemasaran digunakan sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran Pepaya. Marjin pemasaran adalah

8 74 penjumlahan dari seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran selama proses penyaluran pepaya dari satu pelaku pemasaran ke pelaku lainnya Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Marjin pemasaran juga merupakan imbalan jasa yang diterima oleh lembaga pemasaran yang dilalui dan pada akhirnya didistribusikan oleh pedagang pengecer ke tingkat konsumen akhir Analisis Marjin Pemasaran Pepaya SPO Berdasarkan Tabel 23, untuk komoditi pepaya SPO terjadi dua pola saluran pemasaran. farmer s Share yang diperoleh petani pada saluran I adalah sebesar 23,85 persen, sedangkan farmer s Share pada saluran II adalah sebesar 34,44 persen. Marjin yang diperoleh pengusaha mitra pada saluran I adalah sebesar Rp 2.951,00 yaitu setara dengan 45,38 persen, sedangkan untuk pedagang pengecer marjin pemasaran yang diterima adalah sebesar Rp 2000 atau 30,77 persen. Saluran II menunjukkan marjin pemasaran yang diterima oleh pengusaha mitra adalah sebesar Rp 1.950,00 atau sebesar 43,33 persen

9 75 Tabel 23. Marjin Pemasaran Pepaya SPO Per Kg Saluran I Saluran II Uraian Rp/Kg % Rp/kg % Petani a. Biaya Produksi b. Keuntungan c. Harga jual/farmer s Share Pengusaha Mitra a. Harga Beli b. Biaya pembersihan dan Sortasi c. Biaya pemetikan dan bongkar muat d. Biaya transportasi e. Biaya Retribusi f. Biaya Penyimpanan g. Biaya Pengemasan dan Pelabelan h. Biaya penyusutan i. Keuntungan j. Marjin Pemasaran k. Harga Jual Pengecer (Supermarket&Toko Buah) a. Harga Beli b. Biaya Penyimpanan c. Biaya Penyusutan d. Keuntungan e. Marjin Pemasaran f. Harga Jual Agen a.harga Beli b. Biaya transportasi c. Biaya Retribusi d. Biaya Penyimpanan e. Biaya penyusutan f. Keuntungan g. Marjin Pemasaran h. Harga Jual Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin Efisiensi (π/c) Apabila dilihat per pola pemasarannya maka berdasarkan Tabel 23 diketahui bahwa biaya pemasaran paling besar untuk pola pemasaran I dan II terdapat pada lembaga pemasaran pengusaha mitra, yaitu sebesar Rp 835,10 atau

10 76 12,85 persen dari harga eceran untuk pola I, dan Rp 980,00 atau 21,78 persen dari harga eceran untuk pola II. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pengusaha mitra) dikarenakan aktivitas fungsi fisik yang dilakukan oleh lembaga pemasaran tersebut lebih banyak dari lembaga pemasaran lain. Sedangkan pada pedagang pengecer, diketahui ternyata biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengecer pola dan II lebih kecil dari lembaga pemasaran pengusaha mitra. Hal ini terjadi karena pada lembaga pemasaran tersebut tidak melakukan aktivitas fungsi fisik. Apabila pola I dibandingkan dengan pola II maka diketahui, pola I mempunyai nilai total marjin yang lebih besar dari pola II. Tingginya nilai total marjin pada pola I bukan disebabkan oleh banyaknya nlembaga pemasaran yang terlibat tetapi disebabkan oleh adanya perbedaan segmen pasar Pada penelitian ini efisiensi pemasaran diukur berdasarkan rasio perbandingan antara keuntungan dan biaya (π/c). Berdasarkan nilai π/c diketahui bahwa pola pemasaran I memiliki nilai π/c yang lebih tinggi dari nilaiπ/c pada pola II. Adapun nilai π/c tersebut adalah 6.12 untuk pola I dan 3.03 untuk pola II, hal ini berarti bahwa pola pemasaran I lebih efisien dalam mnyalurkan produknya bila dibandingkan pola lain Analisis Marjin Pemasaran Pepaya Non SPO Berdasarkan Tabel 24, untuk komoditi pepaya non SPO terjadi tiga pola saluran pemasaran. Apabila dilihat per pola pemasarannya maka berdasarkan tabel 22 diketahui bahwa biaya pemasaran paling besar untuk pola pemasaran I

11 77 dan II terdapat pada lembaga pemasaran pedangang pengumpul, yaitu sebesar Rp 2152,13 atau 47,83 persen dari harga eceran untuk pola I, dan Rp 2082,13 atau 32,03 persen dari harga eceran untuk pola II, sedangkan pada pola III petani langsung menjual hasil panenya pada konsumen sehingga pada pola ini tidak terdapat pedagang pengumpul ataupun pedagang pengecer. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pedangang pengumpul) dikarenakan aktivitas fungsi fisik yang dilakukan oleh lembaga pemasaran tersebut lebih banyak dari lembaga pemasaran lain. Sedangkan pada pedagang pengecer, diketahui ternyata biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengecer pola I dan II lebih kecil dari lembaga pemasaran pedangang pengumpul. Hal ini terjadi karena pada lembaga pemasaran tersebut tidak melakukan aktivitas fungsi fisik. Apabila pola I dibandingkan dengan pola II maka diketahui, pola II mempunyai nilai total marjin yang lebih besar dari pola I. Tingginya nilai total marjin pada pola II bukan disebabkan oleh banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat tetapi disebabkan oleh adanya perbedaan segmen pasar Pada penelitian ini efisiensi pemasaran diukur berdasarkan rasio perbandingan antara keuntungan dan biaya (π/c). Berdasarkan nilai π/c diketahui bahwa pola pemasaran III memiliki nilai π/c yang lebih tinggi dari nilaiπ/c pada pola I dan pola II. Adapun nilai π/c tersebut adalah 3,01 untuk pola I dan 6,22 untuk pola II, dan 31,56 untuk pola III. Untuk, petani saluran tiga merupakan pilihan yang paling menguntungkan karena bagian harga yang diterima petani pada saluran tersebut paling besar, tetapi saluran tiga kurang strategis untuk dipilih karena jumlah penjualan yang terbatas.

12 78 Jarang sekali ada konsumen yang membeli pepaya secara langsung kepada petani sehingga secara kuantitas saluran tiga memiliki volume jual yang rendah. Maka dari itu pola pemasaran II lebih menguntungkan buat petani. Tabel 24. Marjin Pemasaran Pepaya Non SPO Per Kg Uraian Pola I Pola II Pola III Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % Petani a. Biaya Produksi b. Biaya pemetikan dan pembersihan 50,00 1,67 c. Keuntungan d. Harga jual/ farmer s Share Pedagang Pengumpul a. Harga Beli b. Biaya pembersihan dan Sortasi c. Biaya pemetikan dan bongkar muat d. Biaya transportasi e. Biaya Retribusi f. Biaya Penyimpanan g. Biaya Pengemasan h. Keuntungan i. Marjin Pemasaran j. Harga Jual Pengecer di Pasar Tradisional a. Harga Beli b. Biaya Penyimpanan c. Biaya Transportasi d. Biaya Retribusi e. Biaya Penyusutan f. Keuntungan g. Marjin Pemasaran h. Harga Jual Pengecer (supermarket&toko Buah) a.harga Beli b Biaya Penyimpanan c. Biaya penyusutan d. Keuntungan e. Marjin Pemasaran f. Harga Jual Total Biaya ,00 1,67 Total Keuntungan ,87 52,60 Total Marjin Efisiensi (π/c) 3,01 6,22 31,56

13 Analisis Struktur Pemasaran Secara sederhana struktur pasar dapat dibedakan atas pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Keadaan struktur pasar dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, keadaan produk dan kebebasan keluar masuk pasar, sumber informasi dan penentuan harga baik dilihat dari sisi penjual maupun dari sisi pembeli. 1. Jumlah Lembaga Pasar yang terjadi antara petani pepaya California dengan pedagan pengecer jika dilihat dari sisi penjual menunjukan kecenderungan pasar monopssoni. Harga produk yang terjadi pada umumnya terbentuk di pasar, karena terjadiya kesepakatan antara petani dan pedagang pengumpul dan juga selanjutnya antara pedagang pengumpul dan pedangan. Pembentukan harga ini juga dipengaruhi oleh mekanisme pasar atau keadaaan yang sedang terjadi. 2. Penentuan Harga Pada dasarnya pepaya California, penentuan harga antara petani dan pedagang pengumpul dilakukan atas kesepakatan bersama, tentu saja disesuaikan dengan kondisi pasar yang sedang terjadi. Biasanya apabila sedang musim panen dan jumlah panen berlimpah harga produk dipasar turun. Petani dalam hal ini tidak bisa menentukan harga yang disesuaikan dengan biaya yang telah dikeluarkannya. Oleh sebab itu ada saatnya petani mendapatkan marjin yang kecil dan keuntungan yang sedikit bahkan dapat mengalami kerugian. Hal ini terjadi karena petani tidak memiliki kekuatan tawar. 3. Keadaan Produk

14 80 Pepaya merupakan produk pertanian yang harus dipasarkan dalam bentuk segar. Pada pertanian buah pepaya California, pepaya yang dipanen tidak mengalami perubahan bentuk. Namun untuk menjaga kesegaran buah, penanganan saat panen dan pasca panen dilakukan sangat hati-hati. Luka dan cacat dihindari saat panen. Selain itu sortir dan grading terhadap produk dilakukan untuk memisahkan produk yang bermutu A atau B. Untuk pasar swalayan buah pepaya dikemas dan diberi logo perusahaan. Penanganan pasca panen buah pepaya California, biasanya dilakukan oleh pengusaha mitra atau pedagang pengumpul. Hasil panen yang dibeli dari petani dicuci kemudian dikeringkan dengan cara meletakkan dalam keranjang atau container yang berlubang. Setelah itu langsung dibawa untuk dijual kepada lembaga selanjutnya. 4. Kebebasan Keluar Masuk Pasar Kebebasan keluar masuk pasar dilihat dari tinggi rendahnya modal dibutuhkan dan kerjasama antar lembaga. Pada petani buah pepaya California SPO memiliki hambatan untuk keluar masuk pasar lebih besar dibandingkan dengan pepaya California tanpa menerapkan SPO. Petani pepaya california dengan SPO memerlukan modal yang cukup besar untuk melakukan usaha tani sebab biaya untuk pengolahan, pemeliharaan dan menjaga kesinambungan usaha tani cukup besar. Hambatan untuk keluar masuk pada pedagang pengumpul dan pengecer untuk buah pepaya California dengan SPO dan tanpa SPO cukup besar, sebab selain dibutuhkan modal yang besar lembaga pemasaran ini dituntut untuk memiliki relasi yang luas serta pengalaman.

15 81 5. Sumber Informasi Petani umumnya mengetahui harga pepaya dari pedangang pengumpul, pedangang pengecer, serta penyuluh pertanian. Pedagang pengumpul dan pedagang pengecer dapat dijadikan sumber informasi yang baik untuk petani pepaya California dengan menerapkan SPO maupun tanpa SPO, sebab lembaga ini merupakan pihak yang langsung berhubungan dengan pasar setiap hari.

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

7. KINERJA RANTAI PASOK

7. KINERJA RANTAI PASOK 64 Resiko dan trust building Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok memiliki resiko masing-masing dalam proses

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Usahatani Tanaman Melinjo Tanaman melinjo yang berada di Desa Plumbon Kecamatan Karagsambung ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 Pemasaran Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen. Suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu/kelompok

Lebih terperinci

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) Lizia Zamzami dan Aprilaila Sayekti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster 43 Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Klaster 44 Lampiran 1 Usahatani Jahe Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Non Klater 45 Lampiran 2. Output Karakteristik

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

. Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Volume Ekspor (Ton) 1 Nanas %

. Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Volume Ekspor (Ton) 1 Nanas % 48 . Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah 2007-2011 NO KOMODITAS Volume Ekspor (Ton) 2007 2008 2009 2010 2011 Rata rata Pertumbuhan 2007 2011 1 Nanas 110.112 269.664 179.310 159.009 189.223 30%

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat) Oleh : ARTATI WIDIANINGSIH A. 14103659 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam memasarkan suatu produk diperlukan peran lembaga pemasaran yang akan membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Untuk mengetahui saluran

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH MAHASISWA AGRIBISNIS

KARYA ILMIAH MAHASISWA AGRIBISNIS EFISIENSI TATANIAGA BROKOLI DI LEMBANG JAWA BARAT Hesti. K 1), Marlinda Apriyani 2), Luluk Irawati 2) 1) Mahasiswa Program Studi Agribisnis Politeknik Negeri Lampung 2) Dosen Program Studi Agribisnis Politeknik

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini secara garis besar merupakan kegiatan penelitian yang hendak membuat gambaran

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan

II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan Hindia Barat yaitu sekitar Mexico, Costa Rica dan Nikaragua. Melalui pelautpelaut bangsa

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen dan Boyolali. Pemilihan sample pada keempat lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR 6.1. Sistem Tataniaga Sistem Tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang yang dimulai dari petani sebagai penghasil (produsen) hingga konsumen akhir, melibatkan beberapa lembaga

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI ANALISIS PEMASARAN KEDELAI Bambang Siswadi Universitas Islam Malang bsdidiek171@unisma.ac.id ABSTRAK. Tujuan Penelitian untuk mengetahui saluran pemasaran dan menghitung margin serta menganalisis efisiensi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU MARKETING ANALYSIS OF WHITE OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) IN PEKANBARU CITY Wan Azmiliana 1), Ermi Tety 2), Yusmini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan² ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAWI MANIS DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN JAMBI SELATAN KOTA JAMBI Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pasar Ciroyom Bermartabat terletak di pusat Kota Bandung dengan alamat Jalan Ciroyom-Rajawali. Pasar Ciroyom

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Yepi Fiona 1, Soetoro 2, Zulfikar Normansyah 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut:

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut: Pemasaran komoditas pertanian dari proses konsentrasi yaitu pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang

Lebih terperinci

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal.63-70 ISSN 2302-1713 ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN Cindy Dwi Hartitianingtias, Joko Sutrisno, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keanekaragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik bila dibandingkan dengan buah-buahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

4 KARAKTERISTIK RANTAI PASOK BUAH MANGGIS. Petani PKBT IPB

4 KARAKTERISTIK RANTAI PASOK BUAH MANGGIS. Petani PKBT IPB 4 KARAKTERISTIK RANTAI PASOK BUAH MANGGIS 4.1 Struktur Rantai Pasok Buah Manggis Rantai pasok buah manggis untuk pasar ekspor di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dibentuk pada tahun 2007. Koperasi Bina Usaha

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Rantai Pasokan Buah Naga 1. Sasaran Rantai Pasok Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah rantai pasok. Ada dua sasaran rantai

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU) yang berlokasi di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan sarana pusat informasi dan komoditi produksi unggulan pertanian dan tempat untuk mempertemukan pengusaha/pedagang dengan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG

DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) DARI KECAMATAN BATURITI KE KOTA DENPASAR A A Gede Ary Gunada 1, Luh Putu Wrasiati 2, Dewa Ayu Anom Yuarini 2 Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Komoditi melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat hidup sampai mencapai umur di atas 100 tahun dan masih tetap menghasilkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Pemasaran melinjo di Desa Kepek Kecamatan Saptosari menerapkan sistem kiloan yaitu melinjo dibeli oleh pedagang dari petani dengan satuan rupiah per kilogram.

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR Wayan Cahyono, Kusnandar, Sri Marwanti Magister Agribisnis Program Pascasarjana UNS id@hostinger.com Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA 1 ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA (Wholesaler Receiver) DARI DAERAH SENTRA PRODUKSI BOGOR KE PASAR INDUK RAMAYANA BOGOR Oleh Euis Dasipah Abstrak Tujuan tataniaga ikan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RANTAI PASOK SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA

PENGELOLAAN RANTAI PASOK SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA Prof.Ir. Sumeru Ashari, M.Agr.Sc, PhD FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Surabaya, 13-14 Nopember 2007 PENGERTIAN 1. SC: adalah sebuah sistem yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Bidang usaha peternakan saat ini sudah mengalami kemajuan pesat. Kemajuan ini terlihat dari konsumsi masyarakat akan kebutuhan daging meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCAPANEN

PENANGANAN PASCAPANEN 43 PENANGANAN PASCAPANEN Pascapanen Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas buah yang didapat. Oleh karena itu pelaksanaannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas buah

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK (Annona muricata) (Suatu Kasus pada Pengusaha Pengolahan Dodol Sirsak di Desa Singaparna Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Angga Lenggana 1, Soetoro 2, Tito

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT Adida 1, Kukuh Nirmala 2, Sri Harijati 3 1 Alumni Program

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sayuran terpenting dalam spesies ini. Tanaman ini dikenal sebagai petsai (bahasa Mandarin, yang berarti sayuran putih), dan di AS dikenal sebagai

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Saluran Pemasaran Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran pemasaran buah impor dan saluran pemasaran buah lokal. 6.1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

ANALISIS SALURAN PEMASARAN GABAH (Oriza sativa ) DI GAPOKTAN SAUYUNAN (Suatu Kasus di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

ANALISIS SALURAN PEMASARAN GABAH (Oriza sativa ) DI GAPOKTAN SAUYUNAN (Suatu Kasus di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) ANALISIS SALURAN PEMASARAN GABAH (Oriza sativa ) DI GAPOKTAN SAUYUNAN (Suatu Kasus di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) Oleh: Dede Kurnia 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor TINJAUAN PUSTAKA Saluran dan Lembaga Tataniaga Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor konsumsi barang-barang dan jasa dikonsumsi oleh para konsumen. Jarak antara kedua

Lebih terperinci

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO).

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO). HERU SURAWlAT WIDIA. Analisis Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat @i bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO). Pengembangan agribisnis

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Oleh: Erwin Krisnandi 1, Soetoro 2, Mochamad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Petani produsen di Indonesia tidak biasa memasarkan produk hasil pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam sistem agribisnis di Indonesia,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Usahatani jamur tiram di Provinsi Lampung menguntungkan bagi petani

KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Usahatani jamur tiram di Provinsi Lampung menguntungkan bagi petani 121 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Usahatani jamur tiram di Provinsi Lampung menguntungkan bagi petani jamur tiram

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang mendasari penelitian ini. Pembahasan ini menjadi panduan dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang ada. Penelitian tentang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bauran Pemasaran 2.2. Unsur-Unsur Bauran Pemasaran Strategi Produk

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bauran Pemasaran 2.2. Unsur-Unsur Bauran Pemasaran Strategi Produk 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bauran Pemasaran Bauran pemasaran atau marketing mix adalah kumpulan dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu badan usaha untuk

Lebih terperinci

Penanganan Hasil Pertanian

Penanganan Hasil Pertanian Penanganan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi FTP UB Penanganan Hasil Pertanian (1) Penanganan saat panen Penanganan segera setelah panen Penanganan pasca

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Pelabuhan Pekalongan semula merupakan pelabuhan umum. Semenjak bulan Desember 1974 pengelolaan dan asetnya diserahkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII RESEARCH BY Ricky Herdiyansyah SP, MSc Ricky Herdiyansyah SP., MSc rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII PEMASARAN : Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang

Lebih terperinci