BAB I PENDAHULUAN J. Bray, Ethnic Minorities and the Future of Burma, Royal Institute of International Affair, 1992.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

3. Dalam memahami konflik di Timur Tengah terdapat faktor ideologi, energi, otoritarianisme, geopolitik, dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ISU-ISU TERKINI ASEAN. Dewi Triwahyuni

PRASANGKA, DISKRIMINASI & STEREOTYPE

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tuhana Andrianto, Mengapa Papua Bergolak, (Yogyakarta: Gama Global Media, 2001), Hlm

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN Untold Miseries: Wartime Abuses and Forced Displacement in Burma s Kachin State, Human Rights Watch,

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat

Modul Analisis Konflik

PENDAHULUAN. (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang Jawa kira-kira 47. mendominasi di Indonesia berdasarkan jumlah populasinya.

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

BAB V KESIMPULAN. Ilmu Hubungan Internasional mempelajari dinamika kasus negara

Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

PERANG & DAMAI Pengantar: Causes of War. Artanti Wardhani

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi,

PERAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGNYA. Triono * Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Perempuan pada kompas.com tahun 2011, tindak kekerasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kelompok progresif

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

BAB I PENDAHULUAN. jalan Tol dalam mengelola konflik. Konflik yang dimaksud yaitu menyangkut upaya

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

SILABUS INTENSIVE COURSE IN PEACE RESEARCH (ICPR) Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. sejak masa reformasi ditandai dengan adanya kebebasan terhadap pers dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Burma mempunyai catatan tersendiri dalam sejarah Burma karena AFPFL BAB V. Kesimpulan

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa kini Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadi issue

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki

BAB IV GAMBARAN UMUM. goe-politik dan ekonomi dari Negara-negara di kwasan Asia Tenggara, yang

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. berbasis telekomunikasi dan multimedia. Didalamnya terdapat portal,

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Asesmen Gender Indonesia

Realisme dan Neorealisme I. Summary

GLOBAL FRAMEWORK AND LOCAL REALITIES

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan inovasi di bidang finansial yang semakin canggih.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

TURKEY, EUROPE, AND PARADOXES OF IDENTITY

BAB I PENDAHULUAN. Hampir di setiap sudut kota Yogyakarta dapat dijumpai lukisan-lukisan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR ( )

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan

Peningkatan Kerjasama Indonesia India

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut.

Pengembangan Budaya memiliki empat Konteks: 2. Melestarikan dan menghargai budaya

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

Mapping Your Post Graduate Life

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika Multikulturalisme Kanada ( ). Kesimpulan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MEMAHAMI ANTILOKUSI PADA POLISI

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

ENVIRONMENT CHANGE, SECURITY & CONFLICT

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pesat dalam satu dekade terakhir ini. Terutama teknologi komunikasi

GARIS-GARIS BESAR POKOK PERKULIAHAN/SILLABUS

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu,

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

I. PENDAHULUAN. bukanlah merupakan mereka yang tingkat kesejahteraannya tinggi. Mereka

BENTUK PEMBELAJARAN 4. Metoda contextual instruction 5. Media : kelas, komputer, LCD, whiteboard, web

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Myanmar merupakan negara yang memiliki beragam etnis dan agama. Sejak berakhirnya kolonialisme Inggris pada tahun 1948, muncul ketegangan diantara kelompok minoritas dan mayoritas yaitu kelompok Bamar. Kelompok minoritas yang ada di Myanmar pun tidak hanya ada satu atau dua, namun terdapat beberapa kelompok minoritas seperti kelompok minoritas Kachin, Rohingya, Karen, dan Naga. Sejauh ini masih belum terlihat adanya asimilasi diantara kelompok mayoritas dan minoritas. Hal ini tidak lepas dari pengaruh topografi, perbedaan pandangan dalam politik, ekonomi, dan sosial budaya yang ada di Myanmar. Hal ini diperburuk lagi oleh fakta bahwa dominasi mayoritas Bamar dalam hubungan antaretnis menjadi sebuah perdebatan politik yang berpengaruh dalam usaha pembangunan persatuan nasional yang sedang diupayakan pada periode 1980an. 1 Salah satu dari kelompok minoritas di Myanmar adalah minoritas pemeluk agama Islam yang menempati negara bagian Arakan (sekarang disebut negara bagian Rakhine) sehingga disebut sebagai Muslim Arakan, namun secara global kelompok minoritas ini lebih dikenal dengan istilah minoritas Rohingya. Nama ini lebih sering digunakan dalam diskusi maupun buku-buku mengenai kelompok minoritas ini. Rohingya tidak jarang disebut-sebut sebagai kelompok yang paling tidak diinginkan dan tersiksa dari seluruh minoritas yang ada di dunia. Kelompok minoritas ini mencakup 30-40% dari populasi negara bagian Rakhine. 2 Menurut etnis Rohingya, mereka sudah berada di wilayah Rakhine dan menjadi bagian dari Myanmar sejak jaman nenek moyang mereka yang diklaim berasal dari keturunan Arab dan Persia yang berdagang ke Myanmar. Mereka membedakan diri mereka dari imigran India yang banyak datang ke Myanmar selama 1 T.M.T. Than et.al, Ethnic Conflict in Southeast Asia, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2005, p. 65-66 2 J. Bray, Ethnic Minorities and the Future of Burma, Royal Institute of International Affair, 1992. 1

masa kolonial Inggris di Myanmar. Sedangkan pemerintah Myanmar memandang bahwa etnis Rohingya merupakan migran dari Bangladesh. 3 Perbedaan persepsi terhadap sejarah yang awalnya terlihat sederhana kemudian menimbulkan permasalahan yang cukup rumit. Pandangan pemerintah Myanmar terhadap kelompok minoritas Rohingya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pandangan publik kepada kelompok minoritas Rohingya. Dalam penerapan kebijakan Burma Citizenship Law 1982, kewarganegaraan Myanmar hanya diberikan kepada penduduk yang bisa membuktikan bahwa nenek moyangnya sudah berada di Myanmar sejak tahun 1824. 4 Kelompok minoritas Rohingya terancam kehilangan status kewarganegaraannya, yang bisa berarti turut menghilangkan hak atas kebutuhan dasar seperti pendidikan bahkan tempat tinggal. 5 Konflik ini kemudian mulai tereskalasi pada tahun 2012 dimana terjadi kekerasan terhadap minoritas Rohingya sehingga menyebabkan kematian dan 140.000 orang kehilangan tempat tinggal. 6 Bahkan setelah peristiwa itu terjadi, minoritas Rohingya berada dalam posisi yang semakin sulit. Masalah ini cenderung terus berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian maupun upaya negosiasi yang cukup signifikan. Pemerintah Myanmar sebagai aktor penting dalam konflik ini tentu memegang peranan yang penting yang dapat menentukan arah permasalahan ini nantinya. Maka menjadi penting bagi penulis untuk menganalisis dan memperhatikan sikap apa yang diambil oleh pemerintah Myanmar dalam menghadapi permasalahan ini dengan melihat bagaimana sikap tersebut dipengaruhi oleh berbagai aspek dalam konflik ini. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apa sikap pemerintah Myanmar dalam menghadapi 3 BBC News, Why Are So Many Rohingya Migrants Stranded at Sea?(online), 18 Mei 2015, <http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-32740637>, diakses tanggal 24 Mei 2015 4 Human Rights Watch, Discrimination in Arakan (online), < http://www.hrw.org/reports/2000/burma/burm005-02.htm>, diakses tanggal 25 Mei 2015 5 J. Bray, Minorities and the Future of Burma, Royal Institute of Royal Affairs, 1992 p.147 6 Asia Report, Myanmar: The Politics of Rakhine States, International Crisis Group, Belgium, 2014, p 1-2 2

permasalahan minoritas Rohingya dan bagaimana dampaknya dalam penanganan minoritas Rohingya? C. Landasan Konseptual Untuk menjawab rumusan masalah, penulis akan menganalisis bagaimana sikap pemerintah Myanmar dalam menghadapi permasalahan minoritas Rohingya dengan menggunakan konsep segitiga sikap-perilaku-konteks (attitude-behaviorcontext/contradiction) atau sering juga disebut sebagai segitiga konflik. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai konsep segitiga sikap-perilaku-konteks. Berasal dari pemikiran Johan Galtung, segitiga SPK kemudian dikembangkan oleh Simon Fisher dkk dalam buku Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak, sering juga disebut sebagai segitiga konflik adalah suatu analisis berbagai faktor yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan konteks bagi masing-masing pihak utama yang terlibat dalam konflik. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor sikap, perilaku, dan konteks dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Konsep ini juga dapat memperlihatkan bagaimana faktor-faktor tersebut memengaruhi satu sama lain. Dengan mengidentifikasi faktor sikap-perilaku-konteks maka kemudian ketiganya dapat dihubungkan dengan ketakutan dan kebutuhan masing-masing pihak dalam konflik yang sedang berlangsung. 7 Perilaku Sikap Konteks Sumber : C. R. Mitchell, The Structure of International Conflict, Macmillan. 1981 7 S. Fisher et.al, Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi untuk Bertindak, edisi Bahasa Indonesia Working Conflict: Skills and Strategy for Actions, diterjemahkan oleh S. N. Kartikasari, The British Council Indonesia, Jakarta, 2001, p. 25-26. 3

Gambar di atas merupakan ilustrasi dari konsep segitiga sikap-perilaku-konteks. Segitiga diatas dihubungkan dengan garis yang memiliki panah di tiap ujungnya yang berarti bahwa setiap faktor dapat memengaruhi satu sama lain. Dari konsep ini akan dapat terlihat bagaimana sikap bisa dipengaruhi oleh perilaku maupun konteks, begitu pun satu sama lain. Konsep ini juga melihat konflik dari sudut pandang pihak-pihak yang terlibat dalam konflik sehingga dapat terlihat juga bagaimana faktor dari satu pihak dapat memengaruhi pihak yang lain. Walaupun komponen-komponen tersebut memengaruhi satu sama lain, bukan berarti setiap komponen memiliki porsi pengaruh yang sama terhadap konflik yang berlangsung. Jadi setiap komponen memiliki perbandingan yang berbeda atas pengaruhnya dalam konflik yang dianalisis. Analisis konflik dengan menggunakan segitiga konflik akan terdapat dua segitiga yang masing-masing mewakili aktor-aktor yang terlibat dalam konflik. Kedua segitiga tersebut dapat digambarkan sebagai berikut - Pemerintah Myanmar Pandangan Pemerintah Myanmar terhadap Pihaknya Sendiri Perilaku Pandangan Pemerintah Myanmar terhadap Kelompok Minoritas Rohingya Sikap Pandangan Pemerintah Myanmar Terhadap Pihaknya Sendiri Konteks Pemerintah Myanmar Pandangan Pemerintah Myanmar terhadap Kelompok Minoritas Rohingya 4

- Kelompok Minoritas Rohingya Pandangan Kelompok Minoritas Rohingya terhadap Pihaknya Sendiri Perilaku Pandangan Kelompok Minoritas Rohingya terhadap Pemerintah Myanmar Sikap - Pandangan Kelompok Minoritas Kelompok Minoritas Rohingya Rohingya Terhadap Pihaknya Sendiri Pandangan Kelompok Minoritas Rohingya terhadap Pemerintah Myanmar Konteks Pada faktor sikap/attitude, akan ditunjukkan bagaimana satu pihak memandang karakter dan sikap dari pihak lain dan juga bagaimana pandangannya terhadap pihaknya sendiri. Faktor ini mengarah pada persepsi dan kondisi psikologi dari pihak-pihak yang bertikai terhadap satu sama lain. Attitude atau sikap ini didukung oleh adanya suatu pandangan terhadap objek tertentu yang berimplikasi pada perilaku. 8 Sikap ini akan berkaitan erat dengan stereotip yang dimiliki oleh pihak yang bertikai. Faktor ini kemudian dapat dibagi menjadi dua yaitu aspek emosi (perasaan marah, kecewa, atau dendam) dan aspek kognisi (stereotip terhadap satu sama lain). Sikap atau attitude akan berkaitan dengan konsep prasangka atau prejudice ketika membahas permasalahan minoritas. Prasangka atau prejudice merupakan salah satu alat yang digunakan oleh kelompok dominan untuk mempertahankan dominasinya. Prasangka bisa diartikan sebagai ide negatif mengenai kelompok etnis subordinat yang secara tidak langsung dapat mengekspresikan superioritas dari kelompok dominan. 8 C.M.Judd, Cognitive Effect of Attitude Conflict Resolution, Sage Publications, Inc., New York, 1978. P.484-498 5

Keadaan ini kemudian dapat termanifestasikan ke dalam tindakan tertentu seperti serangan fisik, ancaman, penghindaran, atau penolakan. 9 Prasangka atau prejudice sangat erat kaitannya dengan stereotip. Menurut Walter Lippman, stereotip dijelaskan sebagai gambar di kepala kita yang tidak kita dapatkan dari pengalaman pribadi. Prasangka ini juga lebih melibatkan perasaan, emosi, dan bias, serta bersifat rigid dan digeneralisasi. Disamping itu, Janice Gross Stein memiliki sebuah pemahaman mengenai apa yang disebut dengan enemy image. Pengertian mengenai konsep enemy image merupakan pengembangan dari konsep stereotip yang telah dibahas sebelumnya. Enemy image merupakan produk yang dihasilkan dari kebutuhan dasar psikologi dan sosial manusia yang biasanya memenuhi kepentingan kelompok dominan maupun elit. Stereotip dan enemy image terbentuk sebagai respon dari kebutuhan dasar manusia akan adanya identitas, kedua hal tersebut juga merupakan hasil dari dinamika antarkelompok. 10 Beberapa penyebab yang mungkin mengakibatkan adanya sikap konflik antara lain sifat agresif, ketegangan interpersonal, akumulasi perasaan frustrasi, atau adanya tindakan dehumanisasi yang dilakukan oleh pihak yang berkonflik. Pada faktor perilaku, akan ditunjukkan bagaimana satu pihak memandang perilaku pihak lain maupun perilaku pihaknya sendiri. Faktor ini menunjukkan adanya perilaku yang terpolarisasi melalui aksi yang terlihat jelas dan terkadang bersifat destruktif. Dan pada faktor konteks akan ditunjukkan bagaimana satu pihak memandang situasinya dalam konflik yang sedang berlangsung. Faktor ini juga dapat menjelaskan bagaimana seorang aktor menjustifikasi tindakannya yang mengarah pada pengingkaran hak (konteks) terhadap aktor yang lain yang memperbesar rasa frustrasi yang sudah tercipta dari faktor sebelumnya. Faktor konteks dapat menjelaskan kontradiksi yang dimiliki oleh aktor yang bertentangan dalam konflik dan bagaimana keduanya memiliki kepentingan yang berbeda sehingga konflik ini terjadi. Sumber dari ketidakcocokkan ini antara lain; adanya perbedaan kelas sosial atau sruktur sosial; adanya perubahan ekonomi, sosial, atau politik; kompetisi; atau migrasi. 9 M.N. Marger, Race and Ethnic Relations: American and Global Perspectives, 3 rd edition, Wadsworth Publishing Company, California, 1994, p. 74-76 10 J.G. Stein, Image, Identity and Conflict Resolution, United States Institute of Peace Press, Washington,1996. pp. 94-111 6

Dalam menelaah faktor konteks dalam kasus Rohingya, dapat digunakan teori state-building yang dijelaskan oleh Dan Splater dalam Ordering Power: Contentious Politics, State Building, Authoritarian Durability in Southeast Asia. Dimana dalam buku tersebut dijelaskan bagaimana negara-negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Indonesia, Singapura, Filipina, dan termasuk juga Myanmar membangun sebuah negara setelah kemerdekaannya. Proses ini menjadi proses yang sangat kompleks bagi negaranegara ini, terutama ketika para elit politik merasakan adanya ancaman terhadap hak istimewa yang dimilikinya atau adanya pihak yang berada diluar kendali, yang kemudian mendorong pemerintah memperkuat posisi dominannya dengan cara yang cenderung mengarah pada otoriarian dan menggunakan kekuatan militer. 11 Dengan melihat dari sudut pandang pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, maka faktor ini akan menunjukkan adanya kontradiksi antarpihak yang memiliki tujuan, kebutuhan, atau kepentingan yang bertentangan. Melalui faktor ini, akan terlihat bagaimana hubungan pihak yang bertikai bersifat tidak linear tetapi saling memengaruhi. 12 Untuk melihat bagaimana sikap pemerintah Myanmar dalam menghadapi permasalahan minoritas Rohingya, konsep diatas digunakan karena dapat membantu penulis untuk menganalisis konflik ini. Konsep ini dapat membantu penulis menjawab pertanyaan tentang bagaimana sikap pemerintah Myanmar yang tentunya dilakukan karena ada berbagai faktor yang memengaruhi sikap tersebut, seperti bagaimana stereotip yang dimiliki, atau adanya perbedaan kepentingan dan kebutuhan diantara kedua pihak tersebut. D. Argumen Utama Sikap pemerintah Myanmar terhadap permasalahan minoritas Rohingya didasari oleh adanya prasangka/prejudice negatif yang umumnya dimiliki oleh kelompok dominan terhadap kelompok minoritas. Selain itu, sebagai kelompok yang lebih dominan, pemerintah Myanmar juga memiliki enemy image yang kuat terhadap minoritas 11 D. Slater, Ordering Power: Contentious Politics, State Building, Authoritarian Durability in Southeast Asia,Cambridge University Press 2010. 12 Catatan mata kuliah Konflik: Analisis dan Transformasi oleh Drs.Samsu Rizal Panggabean, M. Sc dan Titik Firawati, 4 Maret 2014. 7

Rohingya. Pemerintah Myanmar melihat minoritas Rohingya sebagai kelompok yang tidak semestinya menjadi warga negara Myanmar. Pandangan ini kemudian berkembang menjadi perasaan tidak suka, benci, dan penolakan atas kehadiran kelompok minoritas Rohingya. Sikap dari pemerintah Myanmar yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen konflik lainnya juga memiliki dampak terhadap bagaimana penanganan permasalahan minoritas Rohingya. Akibat sikap tersebut, kelompok minoritas Rohingya menjadi kelompok masyarakat yang tidak diterima di Myanmar, tidak ada upaya positif dari pemerintah Myanmar sehingga konflik ini tidak juga menemukan titik akhirnya. E. Jangkauan Penelitian Permasalahan minoritas Rohingya di Myanmar ini merupakan permasalahan yang bermula sejak beberapa dekade lalu. Titik awal mula konflik merupakan momen penting untuk menganalisis konflik ini. Untuk menganalisis konflik ini dengan konsep segitiga konflik, maka penting untuk melihat pemetaan konflik ini sejak awal mula konflik ini sampai dengan saat ini dimana konflik masih berlangsung bahkan semakin meluas dan melibatkan aktor-aktor baru. Jangkauan penelitian ini akan dibatasi dari awal ketegangan kelompok mayoritas dengan kelompok minoritas Rohingya sejak sebelum Myanmar merdeka sampai dengan perkembangan konflik terkini sampai dengan awal tahun 2015. Sikap pemerintah Myanmar cukup dinamis dalam menghadapi permasalahan ini karena terus berkembangnya situasi, konteks, perilaku, maupun kebutuhan diantara pihak-pihak yang terlibat. Situasi konflik tentu juga dipengaruhi oleh pihak eksternal yang terkena dampak dari konflik ini. Pengaruh ini tidak dapat dihindari karena pihak eksternal, dalam permasalahan ini merupakan negara di regional Asia Tenggara, memiliki kapasitas untuk menekan pemerintah Myanmar yang secara langsung juga bisa memengaruhi bagaimana sikap yang akan diambil oleh pemerintah Myanmar. F. Metodologi Penelitian Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan dukungan data kualitatif dan kuantitatif. Pada proses pengumpulan data, penulis menggunakan studi literatur/kajian pustaka. Adapun bahan bacaan diperoleh dari buku 8

atau jurnal ilmiah yang berupa media cetak maupun digital beserta artikel ataupun info yang diperoleh dari beberapa situs resmi yang berkaitan dengan permasalahan minoritas Rohingya serta bagaimana pemerintah Myanmar menanggapi permasalahan tersebut. Sedangkan untuk menganalisis data yang telah diperoleh, penelitian ini akan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif, penulis dapat mengolah data sesuai dengan kebutuhan penelitian, seperti mengidentifikasi pola dari beberapa informasi, mengambil inti dari beberapa data ataupun meringkas isi dari sebuah informasi yang didapatkan. Jadi, bagaimana pemerintah Myanmar menyikapi permasalahan ini nanti akan dapat dilihat dengan analisis yang dilakukan penulis dari data-data yang tersaji pada penjelasan dalam pembahasan selanjutnya. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini akan terdiri dari empat bab. Bab pertama yang merupakan pendahuluan akan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan konseptual, argument utama, jangkauan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Pada Bab kedua, tulisan ini akan membahas mengenai persoalan yang diangkat, terlebih terkait permasalahan minoritas Rohingya. Pembahasan akan diawali dengan deskripsi mengenai permasalahan Rohingya yang merupakan etnis minoritas di Myanmar, kemudian dilanjutkan dengan bagaimana konflik ini bertransformasi dan berkembang ke berbagai isu yang bahkan turut memengaruhi stabilitas domestik maupun regional dan menuntut tanggapnya pemerintah Myanmar. Pada bab ketiga, penulis akan menyampaikan bagaimana pemerintah Myanmar menanggapi permasalahan yang telah dijelaskan di bab sebelumnya. Kemudian dalam bab ini penulis juga akan menyampaikan pemetaan konflik dengan menggunakan segitiga sikap-perilaku-konteks. Analisa yang dilakukan penulis dalam bab ini akan menggunakan segitiga sikap-perilaku-konteks sebagai kerangka konseptual untuk kepentingan menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Sebagai penutup dari skripsi ini, Bab empat akan berisi kesimpulan penelitian yang menjawab rumusan masalah dari pembahasan yang telah dipaparkan penulis pada penjelasan dalam bab bab sebelumnya. 9