BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967
|
|
- Sucianty Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi karena potensinya akan sumber daya minyak, menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat internasional untuk turut bermain di area tersebut. Bukan hal yang mengherankan apabila kini persengketaan di Laut Cina selatan semakin menarik berbagai pihak yang memiliki kepentingan. Tidak hanya negara-negara pengklaim namun juga kekuatan-kekuatan maritim eksternal yang memandang Laut Cina Selatan sebagai jalur laut yang esensial. Meski bukan termasuk kekuatan maritim yang berpengaruh di kawasan, negara-negara ASEAN, yakni Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei mulai turut terlibat dalam persengketaan wilayah tertitorial Laut Cina Selatan, bersama dengan Cina. Berbagai alasan menjadi dasar klaim pihak-pihak tersebut. Namun dari segi kekuatan, keempat negara claimants dari ASEAN, terlihat kurang memadai untuk dapat memenangkan persaingan terhadap Cina. ASEAN sebagai organisasi regional era Perang Dingin, memiliki keanggotaan dengan latar belakang sosio-kultural dan orientasi politik yang berragam. Pendapat ini didukung oleh pernyataan dari Bruce Russet, seorang peneliti sosial politik, bahwasanya terdapat setidaknya 5 karakteristik yang harus dimiliki suatu organisasi kawasan, antara lain, 1.) kemiripan sosio kultural, 2.) kemiripan sikap politik atau perilaku eksternal, 3.) keanggotaan yang sama dalam institusi, 4.) interdependensi ekonomi, dan 5.) kedekatan geografis. 1 Berdasarkan karakteristik tersebut, ASEAN dianggap terlalu heterogen sebagai suatu kawasan, disamping itu orientasi politik negara -negara anggotanya pun berbeda-beda. Sementara dalam hal ekonomi, terdapat perbedaan GNP per kapita yang mencolok antara satu dengan yang lainnya. Terlebih lagi dari segi 1 B. Russett, International Regions and the International System; A Study in Political Ecology, Rand McNally and Company, Chicago,
2 interdependensi ekonomi, secara umum negara anggota ASEAN masih lebih tergantung dengan negara besar di luar kawasan. Hanya keanggotaan institusi dan kedekatan geografis ASEAN lah yang menurut Bruce memenuhi karakteristik suatu organisasi kawasan, itupun tak jarang menuai konflik antar anggota. Terlepas dari tingginya heterogenitas ASEAN, kembali lagi ke isu sengketa Laut Cina Selatan yang secara geografis berada berada dekat dengan kawasan Asia Tenggara, sehingga tidak aneh apabila ASEAN turut mengambil tindakan dari tingkat regional, yaitu mengadopsi deklarasi manila atau Declaration on the South China Sea di tahun Melihat respon dari tingkat regional ASEAN, muncul pertanyaan mengenai strategi ASEAN dalam menghadapi Cina pada sengketa Laut Cina Selatan. Namun ketika mempertimbangkan kembali akan tingginya heterogenitas dalam keanggotaan ASEAN sendiri, maka menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut, tentang bagaimana heterogenitas ASEAN mempengaruhi strategi ASEAN sebagai organisasi, di Laut Cina Selatan. Skripsi ini hendak membahas perbedaan strategi negara-negara anggota ASEAN dalam menghadapi Cina di Laut Cina Selatan yang kemudian membentuk strategi ASEAN secara kelembagaan. Isu ini dipilih untuk diangkat ke permukaan, pasalnya dengan kapasitas yang relatif tertinggal dibandingkan Cina, 4 negara anggota ASEAN muncul sebagai kontestan baru dalam persaingan kekua saan di Laut Cina Selatan. Hal ini kemudian menempatkan ASEAN dibawah lampu sorot perhatian masyarakat internasional, mengingat heterogenitas ASEAN merupakan faktor yang kerap dianggap melemahkan ASEAN sebagai organisasi regional. Maka dari itu pengaruh heterogenitas negara anggota ASEAN dalam membentuk sikap dan strategi ASEAN secara kelembagaan guna menghadapi Cina di Laut Cina Selatan, menjadi hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. 2
3 B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang diatas, maka terdapat sebuah rumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana strategi negara anggota ASEAN dalam menghadapi Cina di Laut Cina Selatan? C. Kerangka Berpikir Untuk memahami perilaku strategis negara-negara anggota ASEAN menghadapi Cina dalam sengketa Laut Cina Selatan, cara pikir realisme struktural akan digunakan sebagai alat bantu untuk menganalisa temuan-temuan penelitian dalam skripsi ini. Berbeda dengan realisme klasik yang menganggap bahwa hausnya negara akan kekuasaan disebabkan oleh sifat alamiah manusia, menurut pemikiran realisme struktural negara menjadi haus kekuasaan karena dipengaruhi oleh struktur dalam sistem internasional. Berdasarkan realisme struktural yang dipahami Kenneth N. Waltz, sistem internasional tidaklah bersifat hierarkis, melainkan anarkis, dimana distribusi kekuatan memiliki pengaruh yang sangat besar didalamnya. 2 Sistem internasional yang anarkis, tidak menyediakan kekuatan tertinggi diatas negara-negara great powers, dan tidak ada pula menjamin bahwa tidak akan ada negara yang meluncurkan serangan. Maka sangat masuk akal apabila masing-masing negara berusaha memperoleh kekuasaan, setidaknya untuk dapat melindungi diri dari serangan yang dapat terjadi sewaktu-waktu. 3 Dari pemahaman realisme struktural Waltz, kemudian muncul percabanganpercabangan realisme struktural, yakni offensive realism dan defensive realism. Offensive Realism Pemikiran ini menganggap bahwa keamanan adalah sesuatu yang langka. Sementara sistem internasional yang anarkis, didukung dengan ketidakpastian akan intensi tiap-tiap negara, menunjukkan bahwa masing-masing negara harus berkompetisi dalam memperoleh keamanan, yang diartikan sebagai kemampuan 2 S. E. Lobell, Structural Realism / Offensive and Defensive Realism, dalam R. A. Denemark (ed.), The International Studies Volume X, Blackwell Publishing Ltd, UK, 2010, p J. J. Mearsheimer, Structural Realism, dalam T. Dunne, M. Kurki, & S. Smith (eds.), International Relation Theories Discipline and Diversity, Oxford University Press, New York, 2007, p. 72 3
4 untuk bertahan. Maka dari itu muncul pemahaman bahwa yang paling kuat adalah yang aman dan dapat bertahan. Sehingga ketidakpastian dan sistem internasional yang anarkis memang kemudian mendorong masing-masing negara untuk berlomba-lomba menerapkan kebijakan yang agresif, seperti kebijakan ekspansi. Dalam offensive realism kebijakan agresif akan selalu terbayar pada akhirnya, karena ketidakpastian intensi negara-negara lain menunjukkan bahwa serangan dapat terjadi kapanpun. Maka mengantisipasi kemungkinan terburuk adalah langkah yang tepat. M elalui kebijakan agresif inilah k emudian negaranegara dengan cara pikir offensive realism berupaya mengubah balance of power, memanfaatkan kerugian-kerugian yang dialami negara lain untuk memperoleh kekuatan, serta melemahkan atau menghalangi kompetitor potensial. Dalam pemikiran ini pula, berangkat dari sistem internasional yang anarkis, tiap-tiap negara memiliki pikiran yang sama terhadap satu sama lain, dimana terdapat ketakutan akan ketergantungan, kerentanan, dan kecurangan, sehingga kompetisi keamanan akan berlangsung terus menerus secara konstan. 4 Defensive Realism Bertolak belakang dengan offensive realism, pemikiran defensive realism beranggapan bahwa keamanan merupakan hal yang berlimpah. Tindakan yang patut dilakukan terkait situasi tersebut ialah memaksimalkan perolehan keamanan, bukan memaksimalkan perolehan kekuatan. Maksimalitas keamanan ini hanya dapat diperoleh melalui kebijakan-kebijakan defensif, yakni berperilaku moderat dan terkendali 5 guna menjaga balance of power yang telah ada. Menurut pemikiran defensive realism, kompetisi perolehan kekuatan dengan menunjukkan keunggulan masing-masing, tidak akan berakhir produktif, lantaran dapat memunculkan security dilemma yang mendorong upaya untuk saling mengimbangi. Adapun terkait kebijakan-kebijakan agresif seperti ekspansi maupun penakhlukan negara lain, defensive realism menganggap bahwa hal tersebut 4 Lobell, p Lobell, p
5 jarang sekali menguntungkan. Terdapat setidaknya 4 alasan 6 yang menjelaskan, yaitu pertama karena dapat menjadi senjata makan tuan lantaran menimbulkan perilaku saling mengimbangi; kedua, nasionalisme modern membuat pengorbanan menjadi jauh lebih besar; ketiga, perekonomian di era informasi modern membuat tiap-tiap negara menjadi sulit untuk menyerang satu sama lain; dan terakhir karena mengendalikan masyarakat yang politically hostile akan memakan biaya yang besar. Pemikiran offensive realism yang selalu mengupayakan maksimalisasi perolehan kekuatan, sementara defensive realism yang lebih mengupayakan maksimalisasi perolehan keamanan, memberikan gambaran tentang bagaimana suatu negara akan bertindak ketika dihadapkan pada munculnya kekuatan asing yang memiliki potensi mengancam. Strategi menghadapi ancaman yang lebih mengutamakan maksimalisasi kekuatan adalah balancing, yaitu bergabung dengan pihak yang lebih lemah atau tidak mengancam, untuk melawan atau mengimbangi kekuatan besar yang mengancam. Dibuktikan dengan 2 alasan utama 7 yang mendorong suatu negara untuk memilih penerapan strategi ini, yaitu 1.) karena hegemon potensial harus dicegah sebelum menjadi terlalu kuat supaya survival-nya dapat tetap dipertahankan; 2.) karena dengan bergabung dengan negara yang lebih lemah, akan meningkatkan pengaruh dalam aliansi, mengingat negara yang lebih lemah membutuhkan lebih banyak asistensi. Melalui 2 alasan tersebut, terlihat bahwa strategi balancing mengedepankan pemeliharaan survival-nya dan peningkatan pengaruh atas negara lain, yang mana keduanya dilakukan untuk tujuan perolehan kekuatan lebih. Sedangkan strategi menghadapi ancaman yang lebih memprioritaskan maksimalisasi keamanan disebut dengan bandwagoning, yaitu strategi untuk memihak pada kekuatan besar yang mengancam 8, atau singkatnya untuk berada di pihak yang menang. Diperjelas dengan 2 motivasi utama negara dalam menerapkan 6 Lobell, p S. M. Walt, Alliances: Balancing And Bandwagoning, dalam R. J. Art and R. Jervis ( eds.), International Politics: Enduring Concepts and Contemporary Issues, 8 th edn, Pearson/Longman, New York, 2007, pp S. M. Walt, The Origins of Alliances, Cornell University Press, Itacha, 1987, p. 17 5
6 strategi ini, yakni, 1.) untuk turut memperoleh keuntungan yang didapatkan oleh negara kuat; 2.) untuk menghindari potensi ancaman dari negara kuat tersebut. Kedua motivasi tersebut menunjukkan bahwa perolehan kekuatan bukanlah tujuan utama dari strategi ini, dimana tanpa kekuatan atau superioritas tertinggi pun, suatu negara tetap dapat memperoleh keamanan yaitu dengan mendukung preservasi distribusi kekuatan yang telah ada. Menurut Walt, melalui tulisannya dalam Alliances: Balancing and Bandwagoning terdapat beberapa situasi yang mempengaruhi dipilihnya kedua strategi di atas. 9 Pertama terkait faktor kepercayaan, dimana ketika antara suatu negara dengan negara kuat tidak saling mempercayai, maka untuk melakukan bandwagoning akan sangat beresiko, sehingga balancing akan lebih dirasa tepat. Kedua, terkait faktor kapasitas nasional suatu negara dalam tatanan internasional. Ketika kekuatannya tidak dapat mempengaruhi distribusi kekuatan dalam struktur sistem internasional, maka bandwagoning menjadi pilihan. Namun bila suatu negara memiliki potensi cukup besar untuk dapat mempengaruhi distribusi kekuatan, maka balancing akan diterapkan. Terakhir, faktor yang cukup sederhana yakni mengenai ketersediaan koalisi. Dimana tanpa negara lain untuk diajak berkoalisi, maka suatu negara tidak akan mampu melakukan strategi balancing. Kerangka konseptual di atas akan digunakan sebagai alat bantu analisa untuk memahami strategi negara anggota ASEAN. Offensive realism dan balancing untuk menjelaskan negara-negara anggota ASEAN yang memiliki kecenderungan menolak tindakan-tindakan Cina di Laut Cina Selatan, sementara defensive realism dan bandwagoning untuk menjelaskan negara anggota ASEAN yang cenderung membiarkan hal itu terjadi dan terus membangun hubungan kerjasama bilateral dengan Cina. D. Hipotesis Dari uraian diatas, diajukan hipotesis sementara sebagai berikut: Dalam menghadapi Cina pada kasus Sengketa Laut Cina Selatan, ASEAN tidak memiliki strategi tunggal. Hal tersebut disebabkan oleh kepentingan dan orientasi politik negara anggotanya yang heterogen. Meski demikian terdapat 9 Walt, Alliances: Balancing And Bandwagoning, pp
7 kecenderungan-kecenderungan dari tindakan dan sikap masing-masing negara anggota yang kemudian membentuk strategi ASEAN secara umum, sehingga ASEAN dapat dikatakan memiliki strategi ganda yakni, balancing dan bandwagoning. Dengan pertimbangan akan keterlibatan negara anggota ASEAN dalam isu Laut Cina Selatan, hubungan bilateral negara anggota ASEAN dengan Cina, serta dibantu dengan kerangka konseptual, diprediksi bahwa Filipina dan Vietnam merupakan negara anggota ASEAN yang sikapnya menunjukkan kecenderungan ke arah strategi balancing. Sementara Kamboja, Myanmar, dan Laos menunjukan sikap yang condong pada penerapan strategi bandwagoning. Sedangkan Malaysia, Brunei, Indonesia, Singapura, dan Thailand tidak menunjukkan kecenderungan ke sisi manapun dan lebih mengutamakan netralitas dalam bersikap, yang mana akan digolongkan ke dalam kategori middle path. E. Sistematika Penulisan Skripsi ini akan membahas mengenai strategi yang digunakan oleh negaranegara anggota ASEAN dalam menghadapi Cina di Laut Cina Selatan. Fokus dalam penelitian ini adalah Cina dan negara anggota ASEAN dalam kasus sengketa Laut Cina Selatan pasca tahun Pembahasan dalam skripsi ini akan diuraikan dalam 4 bab, diawali dengan bab pendahuluan yang menerangkan mengenai elemen-elemen utama dalam penulisan skripsi ini, antara lain latar belakang, rum usan masalah, kerangka berpikir, hipotesis, dan sistematika penulisan. Sementara pada bab II penulisan sudah memasuki tahap pembahasan, yakni mengenai sengketa Laut Cina selata n sebagai permasalahan dalam hubungan negara anggota ASEAN dengan Cina. Pada bab ini akan terdapat 3 sub bab yang menguraikan tentang Isu Laut Cina Selatan, sikap negara anggota ASEAN dan Cina dalam Sengketa Laut Cina Selatan, serta perubahan struktur distribusi kekuatan di A sia Tenggara. Selanjutnya, temuantemuan di bab II akan dianalisa pada bab ke III yang terdiri dari 3 sub bab untuk menjelaskan strategi pilihan negara anggota ASEAN dengan menggunakan kerangka konseptual yang ditetapkan. Pembahasan kemudian diakhiri pada bab ke- 4 yang akan merangkum inti dari keseluruhan skripsi ini. 7
Realisme dan Neorealisme I. Summary
Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki
Lebih terperincisebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.
BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik
Lebih terperinciDAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,
Lebih terperinciPERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM
PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang
Lebih terperinciKONTROVERSI KEBANGKITAN CINA DALAM DUNIA INTERNASIONAL: DEFENSIF ATAU OFENSIF?
Makalah Akhir Individu untuk Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional 1 Binar Sari Suryandari 1006664685 KONTROVERSI KEBANGKITAN CINA DALAM DUNIA INTERNASIONAL: DEFENSIF ATAU OFENSIF? DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN
Lebih terperincimengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea
BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur
Lebih terperinciKONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI
KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Laut Cina Selatan merupakan sengketa laut yang menjadi prioritas utama negara - negara dikawasan Asia Tenggara dan Association of South East Asia Nations (ASEAN) saat
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin
BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat berlangsungnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, Vietnam ikut terlibat dalam Perang Vietnam melawan Amerika Serikat (AS). Blok barat
Lebih terperinci91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek
BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk
Lebih terperinci2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,
Lebih terperinciJURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA
UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin
Lebih terperinciMUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM
MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun
Lebih terperinciHUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni
HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN Dewi Triwahyuni International Relation Department, UNIKOM 2013 Backgroud History 1950an 1980an Hubungan internasional di Asia Tenggara pada
Lebih terperinciASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara
ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Orde Baru memegang kekuasaan politik di Indonesia sudah banyak terjadi perombakan-perombakan baik dalam tatanan politik dalam negeri maupun politik luar negeri.
Lebih terperinciPERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL
PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang konstruksi berperan membangun struktur dan infra struktur di suatu negara. Infrastruktur yang memadai
Lebih terperincimemperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.
BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan kekuatan ekonomi potensial yang diarahkan menjadi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal
BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,
Lebih terperincisanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur.
BAB. V KESIMPULAN Dunia yang terkungkung dalam persaingan kekuatan membuat negaranegara semakin aktif untuk meningkatkan persenjataan demi menjaga keamanan nasionalnya. Beberapa tahun silam, Ukraina mendapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara
Lebih terperinciASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL. negara karena negara hidup dalam sistem internasional yang juga dihuni oleh negaranegara
ASEAN DALAM PERSPEKTIF REZIM INTERNASIONAL Dalam menjalani interaksinya dengan negara lain, negara akan menemui tidak akan bisa lepas dari serangkaian peraturan yang membatasi dan mengarahkan perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada akhir abad ke 20 hingga awal abad ke 21 telah ditandai dengan adanya suatu proses penyatuan dunia yang menjadi sebuah ruang tanpa batasan tertentu. Proses
Lebih terperinciPOLITIK DAN KONFLIK DI ASIA TENGGARA Nama Asia Tenggara merupakan sebuah istilah untuk merujuk kawasan Timur dari Asia, namun lebih dengan watak
POLITIK DAN KONFLIK DI ASIA TENGGARA Nama Asia Tenggara merupakan sebuah istilah untuk merujuk kawasan Timur dari Asia, namun lebih dengan watak Melayu daripada warna etnik China. Dalam batas tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya
Lebih terperinciDISUSUN OLEH : EKA PRASETYA ILMU POLITIK
AGRESIFITAS POLITIK LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT CINA DALAM SENGKETA PERBATASAN DI KAWASAN ASIA PASIFIK DISUSUN OLEH : EKA PRASETYA 080906034 ILMU POLITIK DOSEN PEMBIMBING : DR. HERI KUSMANTO, MA DOSEN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. berbatasan langsung dengan Negara Laos, Kamboja, Vietnam adalah Negara yang
BAB V KESIMPULAN Dalam bab V ini saya akan membahas tentang kesimpulan dari bab-bab yang sebelumnya. Dimulai dari sejarah di kedua negara yang bersengketa dan point-point yang telah di bahas di bab sebelumnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi
Lebih terperinciForum ASEAN tentang Pekerja Migran (AFML) ke-9 Pertemuan Persiapan Tripartit Nasional
Forum ASEAN tentang Pekerja Migran (AFML) ke-9 Pertemuan Persiapan Tripartit Nasional Kantor Regional ILO untuk Asia & Pasifik (ROAP) Bangkok, Thailand Garis Besar Presentasi 1. Forum ASEAN tentang Pekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 B. Buzan & O. Waever, Regions and Powers: The Structure of International Security, Cambridge University
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan pemilihan judul Tesis ini akan menjelaskan tentang kompleksitas keamanan di kawasan Asia Timur dan implikasinya terhadap peningkatan kekuatan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8
BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian
1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi
Lebih terperinciKEBIJAKAN LUAR NEGERI SEKTOR ENERGI INDIA DALAM EKSPLORASI MINYAK DI WILAYAH LAUT CINA SELATAN ( )
KEBIJAKAN LUAR NEGERI SEKTOR ENERGI INDIA DALAM EKSPLORASI MINYAK DI WILAYAH LAUT CINA SELATAN (2011-2014) Sely Charolina Sari Broto Wardoyo Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development
BAB V KESIMPULAN Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development Assistance (ODA) digunakan sebagai kebijakan bantuan luar negeri yang bergerak dalam hal pembangunan bagi negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan
BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut
Lebih terperinciASEAN DAN KERJASAMA EKONOMI REGIONAL. [Dewi Triwahyuni]
ASEAN DAN KERJASAMA EKONOMI REGIONAL [Dewi Triwahyuni] FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KERJASAMA DI ASIA TENGGARA Setiap negara butuh hubungan dan kerja sama dengan negara lain dalam berbagai hal. Sebagai contoh,
Lebih terperincibilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika
BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kebangkitan Asia. Kesuksesan pembangunan yang terjadi di negeri-negeri di kawasan tersebut dalam beberapa dekade terakhir menjadi alasan dari
Lebih terperinciMODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL
MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin
Lebih terperinciOEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA
OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang memiliki perananan penting baik dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan
Lebih terperinciSumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.
Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan
BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai
Lebih terperinciMateri Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional
E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri
BAB V KESIMPULAN Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Pembentukan Negara Federasi Malaysia dan Dampaknya bagi Hubungan Indonesia-Amerika Serikat Tahun
Lebih terperinciKONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]
KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (UN, 2001). Pertumbuhan populasi dunia yang hampir menyentuh empat kali lipat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UNDP (2014) dalam laporan tahunannya Human Development Reports menyebutkan bahwa populasi penduduk dunia saat ini sebesar 7,612 milyar penduduk sedangkan pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat
Total inflow (Miliar Dolar AS) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat sejak memasuki era 1990-an. Pertumbuhan remitansi
Lebih terperinciPENGARUH INTENSITAS KONFLIK PERBATASAN MARITIM TERHADAP POTENSI PERLOMBAAN SENJATA DI ASIA TENGGARA
SKRIPSI PENGARUH INTENSITAS KONFLIK PERBATASAN MARITIM TERHADAP POTENSI PERLOMBAAN SENJATA DI ASIA TENGGARA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata satu (S-1) Jurusan Hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jasa, aliran investasi dan modal, dan aliran tenaga kerja terampil.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap negara pasti memiliki hubungan interaksi dengan negara lain yang diwujudkan dengan kerja sama di suatu bidang tertentu. Salah satu diantaranya adalah
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang
BAB V KESIMPULAN Fenomena hubungan internasional pada abad ke-20 telah diwarnai dengan beberapa konflik. Terutama di Kawasan Asia Pasifik atau lebih tepatnya kawasan Laut China Selatan. Laut China Selatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juta km² dan mempunyai kedalaman sekitar meter. 1 Laut China Selatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laut China Selatan terletak di antara Samudera Pasifik di sebelah Timur dan Samudera Hindia di sebelah Barat. Laut China Selatan memiliki luas 3.447 juta km²
Lebih terperinciLAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013
LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada masa sekarang kepariwisataan menjadi topik utama di seluruh dunia. Isu-isu mengenai pariwisata sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat luas baik di Indonesia
Lebih terperinciPUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1
ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. dengan Uni Soviet, dimana pada saat Perang Dingin terjadi perang ideologi antara
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Republik Rakyat Cina (RRC) merupakan negara yang berada di Asia Timur yang berdiri pada tahun 1949 1. Pada masa perang dingin, Cina bersekutu dengan Uni Soviet,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah
Lebih terperinciINTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA
INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA by: Dewi Triwahyuni INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT COMPUTER UNIVERSITY OF INDONESIA (UNIKOM) BANDUNG 2013 1 SOUTHEAST ASIA (SEA) 2 POSISI GEOGRAFIS
Lebih terperinciKerja sama ekonomi internasional
Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja.
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan ASEAN, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sejak 1980 sampai dengan 2012 (dihitung dengan persentase
Lebih terperinciBAB 7 PERDAGANGAN BEBAS
BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN DEPLU RI, ASEAN Selayang Pandang, Deplu RI, 2007
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tesis ini akan membahas mengenai bagaimana dinamika keamanan antar negara dikawasan Asia Tenggara pada masa pasca Perang Dingin dengan menggunakan analisis security
Lebih terperinci"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"
H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of South-East Asian Nation), sebuah asosiasi 10 Negara di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang ada di benua Asia. Asia Tenggara merupakan daerah tropis dengan potensi alam yang luar biasa. ASEAN (Association
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini
Lebih terperinciMenerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia
Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China
Lebih terperinciPERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Assosiation Southeast Asian Nations (ASEAN) dibentuk sebagai organisasi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Assosiation Southeast Asian Nations (ASEAN) dibentuk sebagai organisasi regionalis untuk mengupayakan penyelesaian sengketa kawasan Asia Tenggara dengan mekanisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan stabilnya kondisi harga dan terbukanya kesempatan peningkatan pembangunan yang luas, baik berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa dihindari oleh suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu bentuk liberalisasi
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan sosial (Social Walfare) bagi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor
BAB V KESIMPULAN China beberapa kali mengalami revolusi yang panjang pasca runtuhnya masa Dinasti Ching. Masa revolusi yang panjang dengan sendirinya melahirkan para pemimpin yang mampu membawa China hingga
Lebih terperincidalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap
BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan
Lebih terperinci