PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR ( )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR ( )"

Transkripsi

1 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): ISSN , ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2013 PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR ( ) DEWI ASRIEYANI Abstract: Description of the various forms of human rights violations in Myanmar, would not be separated by the Rohingya case that became one of the most humanitarian violations happened a long time in the country. Rohingya are a group of people who have long inhabited one of the Arakan region of Myanmar / Rakhine, becoming one of the most oppressed ethnic minorities in the country are due to policies of the military government that does not recognize them as one of the indigenous groups in Myanmar. This further strengthened with the establishment of Burma Citizenship Law 1982, which the law states that the Rohingya are not recognized as citizens of Myanmar, and only considered the immigrant communities. The occurrence of human rights violations, then make OHCHR as part of the UN human rights agency took on the role to pursue completion of the human rights violations that have long experienced by ethnic Rohingya. Keywords: Human Rights Violations, Rohingya Ethnic, OHCHR Pendahuluan Pemerintahan Myanmar yang dijalankan melalui junta militer, membuat negara tersebut memiliki sistem yang otoriter dan melakukan tindakan-tindakan represif terhadap masyarakatnya. Berbagai tindakan pelanggaran pernah terjadi pada masyarakatnya, terutama pada kelompok penentang pemerintah, termasuk juga pelanggaran hak asasi manusia yang banyak terjadi pada etnis minoritas. Contohnya yang pernah dialami oleh etnis Khacin, Mon, Chin, etnis Shan. Bentuk pelanggaran tersebut antara lain perlakuan diskriminasi dan tidak diberikannya hak kebebasan dan hak politik untuk ikut serta dalam pemerintahan Myanmar, karena sejak pemerintah junta berkuasa, posisi pemerintahan telah didominasi oleh etnis mayoritas Myanmar yaitu Burma. Selain contoh kasus tersebut, terjadinya berbagai bentuk penindasan melalui pembantaian hingga pembersihan etnis yang mengarah pada tindakan genosida terhadap etnis Rohingya yang 1 Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. dewirieyani@yahoo.com

2 Peran OHCHR dalam Penyelesaian Kasus Etnis Rohingya (Dewi Asrieyani) berlangsung hingga saat ini, telah menambah panjang kasus kemanusiaan yang pernah terjadi di Myanmar. Masyarakat Rohingya telah mengalami berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang termasuk pada tindakan genosida terutama sejak Hak kebebasan untuk bergerak (freedom to movement) bagi orang-orang Rohingya dibatasi secara ketat dan sebagian besar dari mereka tidak diakui sebagai warga negara Myanmar ( diakses 18 September 2012). Pada tahun 1978, terjadi pula operasi militer masif, yang dikenal dengan nama Operasi Naga Min. Pemerintah Myanmar pada saat itu memperkenalkan kartu identitas untuk warga negara Myanmar tetapi menolak untuk memberikan kartu identitas tersebut kepada etnis Rohingya (M. Ali Kettani, 2005: ). Terjadinya pelanggaran kemanusiaan genosida terhadap etnis Rohingya, akhirnya membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui badan HAM (OHCHR) mengambil peran untuk mengupayakan penyelesaian pada kasus yang telah lama dialami etnis Rohingya. Penelitian ini akan membahas bagaimana peran-peran yang dilakukan OHCHR dalam penyelesaian kasus tesebut. Kerangka Dasar Teori dan Konsep 1. Konsep Genosida Genosida merupakan suatu bentuk kejahatan berat terhadap kemanusiaan yang secara jelas telah melanggar hak-hak asasi manusia, dan juga tertuang dalam Deklarasi Universal HAM yang menjadi instrumen penegakan HAM internasonal. Adapun penjelasan mengenai bentuk pelanggaran HAM berat secara umum mencakup kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan juga genosida. Genosida juga berarti pembunuhan besar-besaran yang dilakukan secara sistematis dan terencana dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama ( diakses 18 Oktober 2012). 2. Teori Organisasi Internasional Organisasi internasional secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsifungsi yang memberi manfaat timbal balik yang dilaksanakan melalui pertemuanpertemuan serta kegiatan-kegiatan secara berkala. L. Leonard dalam buku International Organization mengemukakan bahwa negara-negara yang berdaulat menyadari perlunya pengembangan cara/metode kerjasama berkesinambungan yang lebih baik mengenai penanggulangan berbagai masalah. Negara-negara membentuk organisasi internasional untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut (T May Rudy, 2005: 2). Selanjutnya analisa aktivitas organisasi internasional juga akan menampilkan sejumlah perannya yaitu: inisiator, fasilitator, mediator, rekonsiliator, dan determinator (Situmorang, dkk, 2006: 95). Organisasi internasional dalam isu-isu internasional berperan sebagai aktor yang independen dengan hak-haknya sendiri. Organisasi internasional juga memiliki peran penting dalam memonitori, dan 43

3 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: menengahi perselisihan yang timbul dari adanya keputusan-keputusan yang dibuat oleh suatu negara. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, yaitu menjelaskan dan menganalisa peran OHCHR dalam penyelesaian kasus genosida terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Data yang disajikan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui telaah pustaka, yakni dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dari literatur seperti buku, jurnal, dan juga situs-situs dari internet. Teknik analisa data yang digunakan adalah data kualitatif. Hasil Penelitian Pelanggaran kemanusiaan terhadap etnis Rohingya telah terjadi sejak pemerintahan junta militer berkuasa di Myanmar. Hal ini terutama terjadi karena pemerintah menganggap etnis Rohingya bukanlah masyarakat pribumi negara Myanmar, dan hanya merupakan warga pendatang yang ditempatkan oleh penjajah Inggris dari Bangladesh. Selain itu, dengan dibuatnya UU Kewarganegaraan Myanmar 1982, etnis Rohingya resmi dideklarasikan sebagai warga asing di Myanmar. Hal tersebut kemudian membuat berbagai bentuk tindakan pelanggaran HAM terjadi pada etnis Rohingya dengan tujuan untuk mengusir keberadaan mereka dari wilayah Myanmar. Kasus pelanggaran HAM yang telah termasuk dalam tindakan genosida yang terjadi pada etnis Rohingya membuat OHCHR sebagai bagian dari badan HAM PBB mengambil peran dalam penyelesaian kasus tersebut. Adapun peran yang dilakukan OHCHR, dilakukan melalui fungsi inisiator, fasilitator, dan mediator. Terdapat pula dukungan dan hambatan yang didapatkan OHCHR dalam melakukan tindakan tersebut. 1. Peran yang dilakukan OHCHR dalam Kasus Rohingya Untuk masalah HAM yang terjadi di Myanmar termasuk kasus Rohingya, The High Commissioner/ Komisi hak asasi manusia memberikan tugas kepada Special Rapporteur Paulo Sergio untuk melakukan pelaporan dan investigasi, serta melakukan tindakan upaya langsung atas permasalahan tersebut melalui sebuah mandat. Mandat pelapor khusus tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar diberikan sesuai pada resolusi 60/251 dari Majelis Umum PBB. Selama mandatnya, yang dimulai pada bulan Desember 2000, Pelapor Khusus diberi wewenang untuk mengunjungi Myanmar pada enam kesempatan. Namun, Pelapor Khusus belum diizinkan masuk untuk melakukan misi ke Myanmar oleh pemerintah Myanmar hingga tahun 2003 ( diakses pada 10 Desember 2012). Sementara pelapor khusus belum diberi akses masuk kedalam Myanamar selama periode yang telah ditentukan, pelapor khusus terus melakukan upaya lain melalui pengumpulan informasi dari berbagai sumber independen mengenai situasi hak asasi manusia di Myanmar, dan mengunjungi negara-negara 44

4 Peran OHCHR dalam Penyelesaian Kasus Etnis Rohingya (Dewi Asrieyani) tetangga, untuk menjalin koordinasi dimana timnya dapat menerima dukungan dari semua anggota negara PBB. Secara Umum kegiatan yang dilakukan oleh pelapor khusus untuk situasi HAM di Myanmar yaitu antara lain: 1) Melakukan pertemuan dan dialog dengan pemerintah Myanmar terkait dengan pelaksanaan upaya penegakan dan penyelesaian masalah HAM di negaranya. 2) Melakukan dialog dengan para tokoh kelompok oposisi, dalam hal ini adalah kelompok pro-demokrasi, seperti para petinggi NLD, dalam rangka mencari jalan tengah penyelesaian masalah, khususnya terkait pelanggaran HAM di Myanmar. 3) Melakukan berbagai kunjungan ke tempat-tempat tertentu, seperti penjara-penjara di Myanmar dan wilayah tempat terjadinya pelanggaran, sekaligus melakukan wawancara secara acak dalam rangka mengumpulkan berbagai informasi penting terkait dengan penegakan HAM di Myanmar. 4) Menerima berbagai laporan dari berbagai sumber terkait dengan kondisi HAM di Myanmar, dalam rangka mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang situasi yang terjadi, untuk kemudian memetakan kondisi lapangan, menentukan masalah-masalah penting dan mendesak, yang nantinya akan disusun dalam sebuah laporan. Adapun peran yang dilakukan OHCHR dalam kasus pelanggaran kemanusiaan genosida terhadap etnis Rohingya, dijelaskan berdasarkan pada teori organisasi internasional, dimana fungsi OHCHR sebagai organisasi internasional dapat menjalankan perannya untuk memonitori dan mencari penyelesaian terhadap suatu permasalahan yang dihadapi suatu negara, seperti yang dialami Myanmar, serta lebih lanjut dapat menjalankan perannya sebagai inisiator, fasilitator, dan mediator. A. Sebagai Inisiator Berdasarkan pada tugas utama OHCHR untuk melindungi dan menjaga hak asasi manusia, OHCHR kemudian melakukan beberapa tindakan sebagai langkah utama untuk mendapatkan penyelesaian terhadap pelanggaran kemanusiaan yang terjadi pada etnis Rohingya. Antara lain: 1) Pada masa kunjungan tim pelapor khusus Tomas Ojea Quintana tahun 2012, timnya telah mengambil tindakan dengan melakukan penyelidikan khusus dan independen terhadap kasus pelanggaran HAM genosida yang terjadi pada etnis Rohingya, termasuk pada kasus konflik yang terjadi antara masyarakat Budha Rakhine dengan etnis Rohingya di wilayah Arakan pada Juni 2012, yang telah mengakibatkan terjadinya penindasan berkelanjutan dan pengungsian terhadap masyarakat Rohingya. Pada bulan Juni 2012 muncul kabar yang menyebutkan salah satu masyarakat Rohingya telah melakukan pemerkosaan terhadap seorang wanita Budha Rakhine. Hal tersebut kemudian memicu kemarahan kelompok Budha Rakhine, yang kemudian melakukan penyerangan terhadap etnis Rohingya. Konflik antara Budha Rakhine dengan etnis Rohingya sebenarnya juga telah terjadi sejak Myanmar belum mendapatkan kemerdekaannya. Salah satu akar konflik tersebut karena masyarakat Budha Rakhine memiliki kecemburuan sosial terhadap etnis Rohingya yang dianggap semakin memiliki populasi yang meningkat di wilayah Arakan. Masyarakat Budha Rakhine menganggap keberadaan etnis Rohingya tersebut dapat mendominasi dan mengurangi hak atas 45

5 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: lahan dan ekonomi di wilayah Arakan yang merupakan tempat tinggal dari kedua kelompok. Selanjutnya pada kunjungan tersebut, pelapor khusus Thomas Ojea Quintana akhirnya juga melakukan negosiasi kepada pemerintah Myanmar untuk dapat mengatasi terjadinya pelanggaran berkelanjutan terhadap masyarakat Rohingya serta menghentikan konflik yang terjadi antara etnis Budha Rakhine dan etnis Rohingya di wilayah Arakan. 2) Dibuatnya UU kewarganegaraan Myanmar tahun 1982 menjadi bentuk penegasan dari tidak diakuinya masyarakat etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar dan juga sebagai awal dari tindakan diskriminasi yang dilakukan terhadap etnis Rohingya. Melalui undang-undang tersebut, masyarakat rohingya resmi dideklarasikan sebagai warga non kebangsaan atau warga asing di Myanmar. Hal tersebut kemudian menjadi alasan pelapor khusus untuk mendorong pemerintah Myanmar agar dapat memprioritaskan penyelesaian status hukum dari masyarakat Rohingya, agar mereka dapat memiliki status kewarganegaraannya kembali, melalui review ulang dan amandemen UU Kewarganegaraan 1982 sebagaimana diperlukan. Selain itu, pelapor khusus juga meminta kepada pemerintah Myanmar untuk melakukan review terhadap kebijakan kontrol imigrasi dan perbatasan yang ditetapkan pemerintah yang telah memutus ruang gerak dari masyarakat Rohingya, serta melakukan reformasi kebijakan untuk meningkatkan hak atas tanah dan perumahan dalam menyelesaikan masalah penyitaan tanah oleh pasukan pemerintah dan perusahaan swasta lainnya kepada masyarakat Rohingya. 3) Pelanggaran kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya di Myanmar telah membuat banyak masyarakat Rohingya melakukan pengungsian ke wilayah yang berbatasan langsung dengan Arakan seperti Bangladesh, untuk dapat mencari perlindungan dari keadaan sulit yang mereka alami di negaranya sendiri. Hingga tahun 2012, tercatat puluhan ribu masyarakat Rohingya telah melakukan pengungsian ke wilayah bangladesh. Namun karena kondisi Bangladesh yang juga termasuk dalam negara miskin, membuat pemerintah Bangladesh ingin melakukan pemulangan kembali pengungsi Rohingya ke wilayah Myanmar. Hal tersebut kemudian membuat tim pelapor khusus Tomas Ojea Quintana pada masa kunjungannya tahun 2012, juga menyerukan kepada pemerintah Bangladesh untuk tidak melakukan pemulangan paksa terhadap semua pengungsi, pencari suaka, dan masyarakat Rohingya lainnya yang mencari pelindungan di Bangladesh, yang semakin meningkat hingga jiwa ( diakses pada 8 Desember 2012). Pihak OHCHR juga telah berkoordinasi dengan UNHCR untuk dapat membantu mengatasi masalah pengungsi Rohingya di Bangladesh. B. Sebagai Fasilitator OHCHR sebagai badan penegak HAM memiliki tugas untuk dapat menjalankan atau menciptakan suatu kerjasama dengan pihak lain. Adapun dalam kasus Rohingya, OHCHR menjalankan beberapa tindakan untuk dapat memfasilitasi pemerintah Myanmar dengan organisasi internasional lainnya, terutama agar dapat memperoleh bantuan kemanusiaan untuk masyarakat Rohingya yang menjadi korban dalam tindakan kekerasan yang terjadi. Antara 46

6 Peran OHCHR dalam Penyelesaian Kasus Etnis Rohingya (Dewi Asrieyani) lain: 1) Untuk dapat memberikan penanganan pada masyarakat etnis Rohingya yang menjadi korban terhadap pelanggaran yang terjadi, pihak OHCHR telah melakukan usaha dengan memfasilitasi terjadinya kerja sama antara Pemerintah Myanmar dengan badan kemanusiaan PBB lainnya seperti UNHCR, serta organisasi internasional untuk dapat menyediakan akses bantuan kemanusiaan dan dukungan kepada etnis Rohingya, termasuk pada masyarakatnya yang menjadi pengungsi. Hal tersebut diharapkan dapat membantu pemulihan pada kondisi etnis Rohingya yang semakin memprihatinkan karena dampak kekerasan yang di alami atas pelanggaran yang ditujukan terhadap mereka. 2) Operasi militer yang dilakukan pada etnis Rohingya dan pecahnya konflik antara kedua kelompok pada tahun 2012, telah mengakibatkan kerugian materil pada masyarakat Rohingya dengan adanya penyitaan atas lahan dan aksi pembakaran tempat tinggal mereka oleh kelompok masyarakat Budha Rakhine dan juga oleh junta militer. Melihat kondisi tersebut, pihak OHCHR kemudian melakukan upaya dengan membuka kerjasama untuk membahas pemenuhan kebutuhan dasar dan perumahan untuk masyarakat Rohingya selama pertemuan pada bulan Oktober 2012, dengan pihak perwakilan baru Myanmar untuk PBB, beserta delegasi dari negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang telah turut bekerja sama dengan Myanmar untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi ( diakses pada 29 Desember 2012). C. Sebagai Mediator Untuk dapat tercipta suatu penyelesaian yang efektif atas kasus pelanggaran kemanusiaan yang terjadi pada etnis Rohingya, OHCHR juga melakukan tindakan agar pemerintah Myanmar dapat menjaga hubungan baik berupa dialog atau bentuk kerjasama lainnya dengan negara-negara tetangga agar dapat membantu mencapai suatu penyelesaian secara tepat atas kasus yang terjadi. Antara lain: 1) Untuk dapat membantu mendapatkan penyelesaian pada kasus pelanggaran kemanusiaan terhadap etnis Rohingya, pelapor khusus mendorong pemerintah Myanmar untuk dapat menjaga dialog dengan negara-negara tetangga, baik itu secara bilateral dan multilateral untuk mengidentifikasi solusi jangka panjang terhadap permasalahan Rohingya, didasarkan pada prinsip hak asasi manusia. Dalam pandangan dimensi regional terhadap masalah ini, ASEAN dituntut memainkan peran yang lebih proaktif dalam membantu untuk mendapatkan solusi tersebut ( diakses pada 9 Desember 2012). 2) Dalam mendapatkan penyelesaian yang efektif terhadap kasus Etnis Rohingya, selama kunjungan pelapor khusus Tomas Ojea Quintana pada Agustus 2012, pihaknya juga telah mengupayakan kepada pemerintah Myanmar untuk dapat mengidentifikasi secara objektif penyebab sesungguhnya terjadinya pelanggaran kemanusiaan berupa pembakaran rumah-rumah masyarakat Rohingya serta kekerasan fisik yang dilakukan kelompok masyarakat Budha Rakhine terhadap etnis Rohingya di wilayah Arakan. Selain itu, pelapor khusus juga meminta kepada pemerintah Myanmar untuk mendirikan sebuah Komisi Investigasi independen untuk menangani permasalahan pelanggaran tersebut. Dimana tim terdiri dari berbagai lapisan pejabat publik, perwakilan dari 47

7 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: etnis dan tokoh agama, serta kelompok masyarakat sipil lainnya, untuk dapat membawa kasus tersebut serta pihak yang bertanggung jawab ke pengadilan. 2. Dukungan dan Hambatan OHCHR dalam Penyelesaian Kasus Genosida Etnis Rohingya di Myanmar A. Hambatan-hambatan: 1) Dalam pelaksanaan tugas yang dijalankan OHCHR, pemerintah Myanmar telah mengulur waktu kunjungan tim pelapor khusus Pauolo Sergio selama tiga tahun yaitu sejak tahun 2000 sampai 2003 untuk mulai masuk ke wilayah Myanmar, melakukan pelaporan dan identifikasi mengenai situasi HAM dan pelanggaran kemanusiaan yang terjadi terutama kepada etnis Rohingya. 2) Pemerintah Myanmar telah menghambat masuknya bantuan internasional lainnya seperti yang yang dilakukan UNHCR dan OKI untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat Rohingya yang telah menjadi korban atas pelanggaran kemanusiaan yang terjadi. 3) Adanya pembatasan akses bagi media internasional di wilayah Arakan oleh pemerintah Myanmar, yang dapat membantu pengumpulan informasi terkini mengenai situasi HAM di wilayah tersebut. B. Dukungan yang telah didapatkan, yaitu: 1) Pemerintah Myanmar bersedia mendirikan sebuah komisi investigasi independen untuk menangani permasalahan yang terjadi, dan agar masalah tersebut tidak semakin meluas ke hal-hal lainnya. 2) Peran yang dilakukan OHCHR juga telah mendapatkan dukungan atau hasil positif dari Pemerintah Myanmar, yaitu adanya rencana pemerintah untuk melakukan review ulang dan mengamandemen Undang-undang kewarganegaraan 1982 yang telah menetapkan Masyarakat etnis Rohingya sebagai warga asing di Myanmar. Selain itu, pemerintah juga telah mengupayakan untuk memberikan pendidikan yang layak kepada masyarakat Rohingya sebagai hal yang dianggap penting untuk menenuhi kebutuhan dasar dan hak asasi masyarakat Rohingya. Kesimpulan a. Pelanggaran HAM genosida yang terjadi pada etnis Rohingya berawal dari kebijakan pemerintah Myanmar yang tidak mengakui keberadaan masyarakat Rohingya sebagai warga negara Myanmar, yang juga ditetapkan dalam undang-undang kewarganegaraan Myanmar tahun Hal tersebut kemudian memicu terjadinya pelanggaran kemanusiaan berkelanjutan terhadap etnis Rohingya melalui kekerasan fisik maupun pelanggaran di berbagai aspek kehidupan lainnya, seperti dalam hal sosial, beragama, ekonomi, maupun pendidikan. b. Terjadinya kasus genosida terhadap etnis Rohingya di Myanmar, membuat OHCHR sebagai bagian dari badan penegakan HAM PBB mengambil peran untuk mengupayakan penyelesaian atas permasalahan tersebut. 48

8 Peran OHCHR dalam Penyelesaian Kasus Etnis Rohingya (Dewi Asrieyani) Dalam melaksanakan tugasnya di Myanmar, OHCHR memberikan mandat kepada Special Rapporteur/Pelapor Khusus untuk melakukan tugas pelaporan atas pelanggaran HAM yang terjadi, dan melakukan upayaupaya agar mendapatkan penyelesaian terhadap kasus tersebut. Peran yang dilakukan antara lain melakukan penyelidikan khusus dan independen terhadap permasalahan yang terjadi dan melakukan negosiasi kepada pemerintah Myanmar agar dapat mengambil tindakan untuk menghentikan berbagai bentuk pelangaran tersebut. Selanjutnya OHCHR juga melanjankan perannya melalui fungsi inisiator, fasilitator, dan mediator. Adapun hambatan dan dukungan yang telah didapatkan OHCHR dalam penyelesaian kasus genosida terhadap etnis Rohignya, yaitu hambatan antara lain pemerintah Myanmar telah mengulur waktu kunjungan tim pelapor khusus Pauolo Sergio selama tiga tahun yakni dari tahun 2000 sampai dengan 2003 untuk memulai melakukan pelaporan dan investigasi mengenai situasi HAM dan pelanggaran kemanusiaan yang terjadi. Sedangkan bentuk dukungan yang telah didapatkan antara lain Pemerintah Myanamar telah bersedia untuk mendirikan sebuah Komisi Investigasi independen untuk menangani permasalahan yang terjadi, dan agar masalah tersebut tidak semakin meluas ke hal-hal lainnya, serta telah berencana untuk melakukan review ulang dan amandemen terhadap Undang-undang kewarganegaraan yang telah menetapkan Masyarakat etnis Rohingya sebagai warga asing di Myanmar. Referensi Buku Kettani, Ali M Minoritas Muslim di Dunia Saat Ini. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rudy, May T Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung: Rafika Aditama. Situmorang, dkk Pengantar Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya Internet United Nation General Assembly, Situation of Human Right in Myanmar, http;//daccess-ods.un.org/tmp/ html, diakses pada 12 September 2012 Facts About the Rohingya Muslim of Arakan, diakses pada 15 September 2012 About OHCHR, diakses pada 1 Oktober 2012 Sanctions Myanmar, diakses pada 3 Oktober 2012 Report of the special Rapporteur on the Situation of Human Rights in Myanmar,

9 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: report-of-the-special-rapporteur-on-the-situation-of-human-rights-inmyanmar.html, diakses pada 15 Desember 2012 Situation of Human Rights in Myanmar, ment, diakses pada 3 Januari 2012 Press Conference by Special Rapporteur on Human Rights in Myanmar, D=12394&LangID=E, diakses pada 5 Februaru

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendiami wilayah Arakan sebelah utara Myanmar berbatasan dengan Bangladesh, yang dahulu wilayah ini dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana

Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI 1 Cycle of Violence Tragedi kemanusiaan atas etnis Rohingnya berulang

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

PERAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGNYA. Triono * Abstrak

PERAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGNYA. Triono * Abstrak PERAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGNYA Triono * Abstrak Konflik dan kekerasan berbau SARA yang terjadi di Myanmar hingga kini belum terselesaikan dengan baik. Banyaknya faktor yang menjadi

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA HAM MERUPAKAN BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL: (Pasal 38.1 Statuta Mahkamah Internasional) Konvensi internasional; Kebiasaan internasional

Lebih terperinci

PERAN UNITED NATION HIGH OF COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH TAHUN

PERAN UNITED NATION HIGH OF COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH TAHUN ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): 217-230 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2013 PERAN UNITED NATION HIGH OF COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI PENGUNGSI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagai satu-satunya organisasi internasional yang diberi mandat untuk memberi perlindungan

Lebih terperinci

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah. Biksu Buddha Saydaw Wirathu, yang dikenal sebagai bin Laden dari Myanmar, telah menyerukan untuk memboikot secara nasional bisnis kaum Muslim di Myanmar Belum kering air mata warga Rohingya yang dianiaya

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN. KEWARGANEGARAAN Modul ke: HAK ASASI MANUSIA by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id HAK ASASI MANUSIA Pokok Bahasan: 1.Pengertian Hak Asasi Manusia. 2. Tujuan Hak Asasi

Lebih terperinci

MEDIASI ORGANISASI KERJASAMA ISLAM (OKI) DALAM PENGEMBALIAN HAK-HAK ASASI ETNIS ROHINGYA

MEDIASI ORGANISASI KERJASAMA ISLAM (OKI) DALAM PENGEMBALIAN HAK-HAK ASASI ETNIS ROHINGYA ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2(4): 893-904 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2014 MEDIASI ORGANISASI KERJASAMA ISLAM (OKI) DALAM PENGEMBALIAN HAK-HAK ASASI ETNIS ROHINGYA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERAN OHCHR DALAM MENANGANI KASUS HAM YANG TERJADI PADA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR TAHUN 2012

PERAN OHCHR DALAM MENANGANI KASUS HAM YANG TERJADI PADA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR TAHUN 2012 PERAN OHCHR DALAM MENANGANI KASUS HAM YANG TERJADI PADA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR TAHUN 2012 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

Komitmen Penegakan HAM Pemerintah dan Implikasinya dalam Hubungan Internasional

Komitmen Penegakan HAM Pemerintah dan Implikasinya dalam Hubungan Internasional Komitmen Penegakan HAM Pemerintah dan Implikasinya dalam Hubungan Internasional Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua, Aryaduta, Jakarta 13 Desember 2010 Rafendi Djamin Wakil Indonesia

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT DI MYANMAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERDAMAIAN DUNIA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA JURNAL STATUS KEWARGANEGARAAN MASYARAKAT YANG BERDOMISILI DI KAWASAN PERBATASAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE KHUSUSNYA YANG BERDOMISILI DI WILAYAH KABUPATEN BELU ( Studi

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujut dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

ROHINGYA 101 DATA DAN FAKTA

ROHINGYA 101 DATA DAN FAKTA ROHINGYA 101 DATA DAN FAKTA TENTANG ROHINGYA, ARAKAN DAN RAKHINE 1. Rohingya adalah nama kelompok etnis yang tinggal di negara bagian Arakan/ Rakhine sejak abad ke 7 Masehi. 2. Ada beberapa versi tentang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D 101 09 550 ABSTRAK Pada hakikatnya negara/pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya.

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni. DAFTAR PUSTAKA Buku, 2005, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional (Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR) Modul Pembelajaran Mandiri, Geneva: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.

Lebih terperinci

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU. Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM

RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU. Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA

Lebih terperinci

AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS

AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS Tanggal Embargo: 13 April 2004 20:01 GMT Indonesia/Timor-Leste: Keadilan untuk Timor-Leste: PBB Berlambat-lambat sementara para pelaku kejahatan bebas berkeliaran Pernyataan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kebijakan isolasi untuk menutup negara Myanmar dari dunia internasional. Semua. aspek kehidupan mulai dari politik, ekonomi, hukum

BAB V PENUTUP. kebijakan isolasi untuk menutup negara Myanmar dari dunia internasional. Semua. aspek kehidupan mulai dari politik, ekonomi, hukum BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Negara Myanmar telah diperintah oleh junta militer sejak tahun 1962 melalui sebuah kudeta yang menggeser sistem demokrasi parlemen yang telah diterapkan sejak awal kemerdekaannya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam kegiatan saling

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam kegiatan saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena manusia dianugrahkan akal, pikiran dan perasaan. Manusia juga merupakan makhluk sosial yang tidak dapat

Lebih terperinci

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Poin pembelajaran Konteks kelahiran Komnas HAM Dasar pembentukan

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Gita Wanandi I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Glosarium

Daftar Pustaka. Glosarium Glosarium Daftar Pustaka Glosarium Deklarasi pembela HAM. Pernyataan Majlis Umum PBB yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak secara sen-diri sendiri maupun bersama sama untuk ikut serta dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,

Lebih terperinci

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: 09Fakultas Matsani EKONOMI DAN BISNIS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi & Rule of Law, SE.,MM. Program Studi AKUNTANSI PENGERTIAN HAM yaitu hak dasar yg dimiliki manusia sejak lahir sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka. 91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

Distr.: Terbatas 15 Oktober Asli: Bahasa Inggris

Distr.: Terbatas 15 Oktober Asli: Bahasa Inggris Perserikatan Bangsa-bangsa Majelis Umum Distr.: Terbatas 15 Oktober 2004 A/C.3/59/L.25 Asli: Bahasa Inggris Sidang kelimapuluhsembilan Komisi Ketiga Agenda urutan 98 Pemajuan wanita Australia, Austria,

Lebih terperinci

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia 23 Oktober 2017 Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Setelah mengikuti siklus ketiga Tinjauan Periodik Universal (Universal Periodic Review - UPR) Indonesia, saya menyambut

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA Diajukan Oleh: Ni Made Maha Putri Paramitha NPM : 120510952 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum tentang

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA.

HAK ASASI MANUSIA. HAK ASASI MANUSIA www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN HAM yaitu hak dasar yg dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugrah Tuhan YME Menurut Tilaar, hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Your Page Name Internet Web Broser Pendidikan Kearganegaraan Kelompok 8 Search Your Page Name Internet Web Broser Standar Kompetensi 2. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan, dan perlindungan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL

KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL Oleh Anggun Pratiwi Ni Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Sakti Prasetiya Dharmapati I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 Mata Pelajaran : PPKn Kelas : VII ( TUJUH ) Hari, tanggal : Senin, 9 Juni 2008 Waktu : 60 Menit PETUNJUK UMUM:

Lebih terperinci

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan 1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar RESUME SKRIPSI Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar negara yang melintasi batas negara. Sebagian besar negara-negara di dunia saling

Lebih terperinci

Kompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP.

Kompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Andhika Danesjvara & Nur Widyastanti Kompetensi 1. Mampu menjelaskan pengertian tentang Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. 2. Mampu

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci