BAB I PENDAHULUAN. 1 Tuhana Andrianto, Mengapa Papua Bergolak, (Yogyakarta: Gama Global Media, 2001), Hlm
|
|
- Iwan Muljana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia mempunyai beberapa konflik yang mewujud ke dalam bentuk separatisme. Salah satunya adalah gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di tanah Papua. Tulisan ini akan membahas peluang dan tantangan resolusi konflik di Papua dengan melihat pergerakan OPM dan usaha-usaha yang dilakukan kedua pihak berkonflik dalam mengatasi konflik tersebut untuk mencapai kesepakatan yang diharapkan. Konflik vertikal antara pemerintah dengan OPM telah berlangsung sejak 50 tahun yang lalu. OPM pertama kali dikenal pada tahun 1964 setelah adanya pernyataan pemerintah Indonesia melalui pihak keamanan dan kejaksaan. 1 Peristiwa ini merupakan respon tegas terhadap kemunculan beberapa organisasi terlarang yang berusaha membentuk negara Papua Barat. 2 Keberadaan OPM di dalam negeri seringkali menjadi sorotan ketika membahas Papua. Pergerakan OPM telah meluas ke daerah lain di Indonesia bahkan di luar negeri. Pergerakan diberbagai daerah di Indonesia dilakukan beberapa mahasiswa asli Papua yang merupakan simpatisan OPM yang menginginkan kemerdekaan. Aksi-aksi yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai urgensi referendum yang dicita-citakan. Sebagai contoh, di Yogyakarta sering terjadi aksi protes terhadap pemerintah dan tuntutan demi kemerdekaan Papua. Aksi pengibaran bendera bintang kejora dan orasi adalah aksi yang paling sering dilakukan, seperti pada aksi terakhirnya pada bulan Februari Aksi semacam ini tidak jarang menimbulkan kekacauan dibeberapa daerah tersebut dan tidak hanya terjadi sekali. Dalam perjalanannya, konflik di Papua berjalan begitu dinamis. Di satu sisi berbagai ide muncul untuk mewujudkan perdamaian, namun di sisi lain berbagai ide juga muncul untuk mewujudkan keinginan pihak separatis. Pemerintah Indonesia sendiri hingga saat ini masih mengusahakan beberapa cara untuk menyelesaikan konflik di Papua. Salah satunya adalah pengoptimalan otonomi khusus. Akan tetapi, konflik ini tetap belum dapat diselesaikan. Perjalanan panjang konflik di Papua 1 Tuhana Andrianto, Mengapa Papua Bergolak, (Yogyakarta: Gama Global Media, 2001), Hlm Selanjutya Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua akan disebut dengan Papua Barat atau Tanah Papua 1
2 memunculkan berbagai kelompok dalam masyarakat baik nasional maupun internasional yang menaruh perhatian terhadap konflik di tanah Papua. Konflik separatisme di Papua bukan satu-satunya yang pernah dihadapi oleh Indonesia. Konflik di Aceh dan Timor-Timur merupakan dua konflik separatis lainnya, namun kedua konflik tersebut tidak bertahan hingga rentang waktu yang lama seperti konflik Papua yang sudah berpuluh-puluh tahun. Kedua konflik di Aceh dan di Timor- Timur dapat diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia dengan waktu yang tidak lebih lama dari keberadaan konflik di Papua; sedangkan di Papua, belum terlihat perkembangan positif konflik yang dibangun oleh pemerintah dan membuat konflik ini semakin berlarut-larut, padahal tuntutan Papua Merdeka sering terdengar dibeberapa daerah di Indonesia bahkan di beberapa negara Rumusan Masalah Dengan melihat fakta bahwa konflik di Papua telah berjalan 50 tahun dan keberadaannya semakin mengganggu keutuhan NKRI, namun belum ada titik terang dalam meresolusi konflik maka penulis akan mencoba untuk melihat perkembangan konflik di Papua tersebut dengan merangkumnya dalam satu pertanyaan penelitian, yaitu Apa peluang dan tantangan yang dihadapi dalam proses resolusi konflik di Papua? 1.3. Landasan Konseptual Salah satu cara untuk mengakhiri konflik adalah dengan resolusi konflik. John Burton, seorang diplomat sekaligus akademisi yang menaruh perhatian dalam resolusi konflik mendefinisikan resolusi konflik sebagai upaya transfomasi hubungan yang berkaitan dengan pencarian jalan keluar dari suatu perilaku konfliktual sebagai hal utama. Resolusi konflik merupakan suatu istilah ilmiah yang menekankan kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membagi proses penyelesaian konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus konflik. Dalam proses resolusi konflik, konflik tidak boleh hanya dipandang sebagai suatu fenomena politik-militer, namun harus dilihat sebagai suatu fenomena sosial. Resolusi 2
3 konflik. 3 1.Tahap pertama dari resolusi konflik adalah de-eskalasi konflik. Secara konflik secara empirik dilakukan dalam empat tahap sesuai dengan dinamika siklus sederhana, dalam strategi ini sering didominasi strategi militer yang berupaya menghentikan kekerasan bersenjata apabila terjadi. De-eskalasi menjadi titik awal dalam proses resolusi konflik. 2.Tahap kedua adalah intervensi kemanusiaan dan negosiasi politik, tujuannya untuk menghindari jumlah korban yang lebih besar dan menolong korban yang yang sudah ada. Tahap ini utamanya memaksa kedua belah pihak yang bertikai agar bersedia bertemu untuk mebicarakan konflik dan usaha penyelesaian dari kedua pihak. Bentuknya dapat brupa dialog, mediasi maupun negosiasi. 3.Tahap ketiga adalah tahap pemecahan masalah. Tahap ini memiliki orientasi sosial dan diarahkan guna menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi semua pihak agar lebih mudah melakukan transformasi, dari suatu konflik yang spesifik menuju resolusi. 4.Tahap terakhir adalah tahap bina damai. Tahap ini adalah transisi dari tahap rekonsiliasi menjadi tahap konsolidasi. Tahap ini merupakan tahap terberat dan memakan waktu paling lama karena memiliki orientasi struktural dan kultural. Tujuan bina damai adalah menciptakan tahap perdamaian yang permanen. Keempat tahap resolusi konflik tersebut harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dijalankan secara terpisah. Setiap tahap berpengaruh terhadap tahap lainnya. Kegagalan untuk mencapai tujuan disatu tahap akan berakibat tidak sempurnanya proses resolusi konflik. Dengan pemahaman ini, penulis akan mencoba melihat bagaimana proses resolusi konflik di Papua pada tahapan-tahapan tersebut. Jika dilihat berdasarkan tahapan resolusi konflik tersebut, tahapan resolusi konflik di Papua berjalan beriringan dan saling memengaruhi satu sama lain. Dalam tahap pertama proses resolusi konflik, de-eskalasi konflik dibutuhkan untuk memperlancar proses resolusi konflik. Strategi militer yang dimaksud adalah berupa pembendungan, gencatan dan perlucutan senjata dari pihak pihak yang berkonflik. Proses de-eskalasi tujuannya adalah adanya gencatan senjata. Dalam proses de-eskalasi konflik dibutuhkan kesadaran penuh pihak berkonflik untuk meredam 3 Andi Widjayanto, Empat Tahap Resolusi Konflik, Tempointeraktif.com, 17 Juni 2004,< diakses 28 November
4 kekuatan militernya dan menghentikan konflik kekerasan yang sedang dilakukan. Ketika kesadaran hanya terbangun dari salah satu pihak maka proses de-eskalasi juga tidak mudah untuk dilakukan. Tahapan pertama resolusi konflik ini akan penulis gunakan untuk menjelaskan bahwa terdapat penggunaan militer pada konflik di Papua. Pemerintah Indonesia mengirim aparat keamanan untuk menjalankan operasi keamanan. Kekerasan terbuka sering terjadi dalam operasi keamanan tersebut. Hal ini menghambat proses de-eskalasi yang terjadi, sehingga menjadi tantangan tersendiri dalam proses resolusi konflik. Pada tahap kedua, proses negosiasi menjadi agenda yang perlu dijalankan. Burton berpendapat bahwa resolusi konflik bergantung pada struktur konflik. Dalam konteks ini, ikatan antar-komunal adalah salah satu pencegah terjadinya konflik serta hal yang mempermudah resolusi konflik lahir apabila konflik sudah terjadi. 4 Dalam ikatan komunal akan ada kepentingan sama dalam satu garis juang. Kepentingan yang sama biasanya diperjuangkan dalam satu organisasi. Akan lebih mudah melakukan negosiasi terhadap satu organisasi dengan kepentingan yang sama dibandingkan dengan menegosiasikan berbagai kepentingan dalam satu kerangka negosiasi. Sehingga dalam proses resolusi konflik dibutuhkan ikatan komunal untuk menyatukan kepentingan yang kemudian diwadahi dalam suatu organisasi tersebut. Konsep Burton tersebut akan penulis gunakan untuk menjelaskan struktur organisasi OPM yang masih terpecah. Tidak terlihat adanya ikatan komunal dalam terpecahnya OPM tersebut. Akibatnya, pemerintah tidak tahu harus memulai dialog kepada siapa, sehingga proses resolusi konflik yang harus melibatkan kedua pihak belum dapat terwujud. Terpecahnya OPM menjadi tantangan dalam proses resolusi konflik. Dalam The Handbook of Conflict Resolution: Theory and Practice disebutkan bahwa untuk meresolusi konflik, kepercayaan menjadi salah satu kata kunci pelaksanaannya. Jika seorang individu atau kelompok saling percaya, mereka dapat bekerja dalam konflik relatif lebih mudah. Pihak yang percaya terhadap pihak lain akan lebih yakin terhadap perkataan pihak lain, asumsisnya pihak lain bertindak untuk mencapai resolusi, dan kemungkinan cara produktif untuk meresolusi konflik dapat 4 Burton, John. Conflict: Resolution and Provention (London: MacMillan Press, 1990). 4
5 muncul. 5 Sebaliknya, jika kedua belah pihak tidak saling percaya, maka konflik akan menjadi destruktif dan resolusi konflik sulit dicapai. 6 Untuk mencapai kepercayaan ini setidaknya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, pertama berperilaku dengan cara yang tepat secara konsisten setiap waktu dan di berbagai situasi. Kedua, memenuhi tenggat waktu yang telah ditentukan; dan ketiga melakukan tugas dan menindaklanjutinya melalui aktivitas yang telah direncanakan dan dijanjikan. 7 Situasi ini dapat diaplikasikan pada berbagai bidang termasuk didalamnya adalah pembangunan. Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat internasional menyadari bahwa resolusi konflik membutuhkan pendekatan komprehensif di mana pihak-pihak yang muncul dari konflik tidak hanya memerlukan bantuan untuk kesepakatan damai, tetapi juga dalam membangun dan memperkokoh perdamaian. Hal ini berarti menyediakan bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi, memastikan reformasi keamanan dan sektor keamanan, menyelenggarakan tata pemerintahan yang baik, dan dalam arti yang seluasluasnya bahwa resolusi konflik berarti perbaikan standar hidup, termasuk dalam kesempatan dan dalam fungsi kemasyarakatan. 8 Jika dilihat dalam tahapan resolusi konflik diatas, pembangunan berupaya menyelesaikan kekerasan struktural di Papua.Dengan pembangunan diharapkan dapat menciptakan situasi yang lebih kondusif sehingga selanjutnya dapat menumbuhkan kepercayaan yang akan berguna dalam tahapan selanjutnya yaitu proses bina damai yang membutuhkan penyelesaian konflik secara struktural dan kultural. Dengan definisi tersebut, penulis melihat bahwa otonomi khusus di Papua belum berjalan sesuai yang diharapkan. Harapan otonomi khusus sebagai solusi pembangunan terhambat dalam proses perumusan hingga implementasinya, akibatnya otonomi khusus menjadi tantangan dalam proses resolusi konflik di Papua karena belum dapat menyelesaikan salah satu permasalahan yang ada. 5 Morton Deutsch dan Peter T. Coleman, eds., The Handbook of Conflict Resolution: Theory and Practice, (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 2000),hlm Morton Deutsch dan Peter T. Coleman, eds., The Handbook of Conflict Resolution: Theory and Practice, (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 2000),hlm 92 7 Morton Deutsch dan Peter T. Coleman, eds., The Handbook of Conflict Resolution: Theory and Practice, (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 2000), hlm103 8 Tuliameni Kalomoh, Statement : Secretary-General's message to the Tokyo International Conference on African Development Conference on the Consolidation of Peace, United Nations, 16 Februari 2006, < diakses 27 Januari
6 Dalam perkembangan resolusi konflik, dialog menjadi salah satu sarana dalam mencapai tujuan resolusi konflik. 9 LSM dan akademisi mengambil peran penting didalamnya. Selain mereka menjadi seorang ahli, mereka dibutuhkan untuk menjadi seorang fasilitator didalam dialog dengan partisipan (pihak berkonflik), yang kemudian bersama-sama terikat dalam aktivitas yang berorientasi pada proses resolusi konflik. 10 Para pihak ketiga berada di luar kantor pemerintahan melalui aktor non-negara yang ada. Hal ini menawarkan pihak berkonflik untuk berpikir lebih kreatif, khususnya pada topik khusus yang sensitif untuk didiskusikan secara publik. 11 Secara teori, budaya berdialog dapat membantu proses resolusi konflik, terlebih jika kedua pihak telah mempunyai budaya tersebut. Dialog membutuhkan kesediaan kedua pihak karena dalam proses dialog atmosfer yang dibangun bersifat positif. Dialog berbeda dengan debat yang mencari titik kelemahan satu dan lainnya. Dialog merupakan salah satu bentuk cara damai dalam mencapai perdamaian. Melihat konflik di Papua, usulan mengenai dialog di Papua datang dari berbagai pihak, namun hingga kini belum terwujud karena belum tercapai kesediaan dari kedua pihak untuk memulai dialog tersebut. Dalam konflik vertikal, tidak ada jaminan bahwa negara adalah seorang arbiter yang selalu dapat berdiri netral (pihak ketiga) karena negara menjadi bagian dari pihak yang berkonflik atau pihak kedua. 12 Keberadaan aktor di luar pihak berkonflik dapat menjadi katalisator dalam proses resolusi konflik. Aktor ini kemudian disebut sebagai pihak ketiga. Pihak ketiga dapat dipahami sebagai seorang individu maupun kolektif di luar pihak berkonflik yang dapat membantu dalam resolusi konflik. Pihak ketiga dapat berperan disetiap tahapan resolusi konflik. Sebagai contoh, dalam tahap pertama pihak ketiga dapat menekan keberadaan konflik terbuka yang sering melanggar HAM, utamanya hak untuk hidup. Dalam tahapan kedua, pihak ketiga dapat membantu dalam proses negosiasi dengan menjadi seorang fasilitator maupun mediator. Dalam tahapan pemecahan masalah, pihak ketiga dapat memberi rekomendasi-rekomendasi dalam pemecahan masalah dengan melihat sumber-sumber konflik yang ada. Dalam tahapan 9 Bettye Pruitt dan Katrin Käufer, Dialogue as a Tool For Peaceful Conflict Transformation, Civic Scenario/Civic Dialogue Workshop, (New York: United Nations Development Programme, 2001) 10 Lederach, J. P. Preparing for Peace: Conflict Transformation Across Cultures,(New York: Syracuse University Press, 1995) 11 Charles Webel dan Johan Galtung, The Handbook of Peace and Conflict Studies, (New York: Routledge, 2007), hlm Charles Webel dan Johan Galtung, The Handbook of Peace and Conflict Studies, (New York: Routledge, 2007) 6
7 bina damai, pihak ketiga dapat membantu mengawasi proses konsolidasi antara pihak berkonflik untuk menumbuhkan perdamaian permanen. Berdasarkan konsep ini penulis akan melihat bahwa aktor non-negara yang hadir dalam konflik Papua berkontribusi dalam tahapan resolusi konflik di Papua. aktor non-negara tersebut muncul sebagai penggagas ide baru maupun sebagai sarana untuk membantu proses resolusi konflik. Dengan melihat keseluruhan proses dalam resolusi konflik, penulis melihat bahwa tujuan adanya resolusi konflik adalah membangun perdamaian positif. Johan Galtung, seorang profesor dalam bidang konflik dan perdamaian berargumen bahwa perdamaian positif adalah perdamaian yang tidak sekedar menghilangkan kekerasan dalam suatu konflik atau menghentikan perang, namun perdamaian positif merupakan kondisi dimana eksploitasi diminimalisir atau dieliminasi secara bersama dan juga tidak adanya kekerasan terbuka maupun hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kekerasan struktural. Kekerasan struktural biasanya terlihat dalam situasi penolakan terhadap hak penting seperti ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Bagi Galtung, perdamaian positif hanya dapat dicapai dengan cara-cara yang damai dan jauh dari kekerasan. 13 Dengan pengertian ini, maka keempat tahapan resolusi konflik diatas mengarah pada kebutuhan untuk mencapai perdamaian positif. Eliminasi terhadap kekerasan terbuka diharapkan dapat diwujudkan dengan adanya de-eskalasi konflik sedangkan eliminasi kekerasan struktural dapat mulai diwujudkan dengan proses dialog yang dapat digunakan untuk memulai proses pencarian solusi secara bersama dari kedua pihak. Dalam kasus Papua, otonomi khusus merupakan solusi dari salah satu masalah kesejahteraan di Papua. Otonomi khusus memiliki orientasi struktural yang diharapkan dapat berkontribusi pada proses bina damai untuk mencapai perdamaian positif Argumen Utama Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian dikorelasikan dengan kerangka konseptual yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis berargumen bahwa: Tantangan resolusi konflik di Papua dapat dilihat melalui beberapa hal, pertama adalah kekerasan menjadi tantangan dalam proses de-eskalasi. Padahal, deeskalasi dibutuhkan untuk memulai proses resolusi konflik yang lebih kondusif. Tantangan kedua adalah keberadaan faksi-faksi baik politik dan militer OPM yang hingga kini belum berada pada satu garis juang yang sama. Hal ini menjadi tantangan 13 Charles Webel dan Johan Galtung, The Handbook of Peace and Conflict Studies, (New York: Routledge, 2007) 7
8 untuk memulai proses dialog. Menjadi tantangan tersendiri untuk berdialog dengan semua faksi OPM dan tentunya akan memakan waktu dan biaya yang lama. Ketiga, otonomi khusus sebagai pemenuhan pembangunan belum bisa menjadi solusi yang tepat. Otonomi khusus sebagai bentuk pemecahan masalah yang berusaha menghilangkan kekerasan struktural belum terlaksana secara optimal, akibatnya kepercayaan yang diharapkan terbangun dari pembangunan belum dapat dicapai dan belum bisa mendukung proses bina damai. Keempat, dialog sebagai budaya penyelesaian masalah dalam perjalanan proses resolusi konflik di Papua menemui berbagai hambatan yang datang khususnya dari pemerintah Indonesia menumbuhkan tantangan lain dalam proses resolusi konflik. Penulis melihat peluang resolusi konflik di Papua dapat diambil dari banyaknya perhatian aktor non-negara baik nasional maupun internasional terhadap isu ini. Aktor non negara yang dimaksud adalah organisasi non-pemerintah dan gereja. Banyaknya perhatian terhadap isu ini menghadirkan peluang bagi masuknya salah kelompok sebagai pihak ketiga. Peluang-peluang yang muncul dalam konflik Papua merupakan beberapa hal yang seharusnya dan dapat dimanfaatkan serta dipertimbangkan untuk dapat menjawab tantangan-tantangan yang muncul dalam proses resolusi konflik di Papua Jangkauan Penelitian Adapun tinjauan mengenai peluang dan tantangan resolusi konflik di Papua akan dilihat mulai tahun 2009 hingga tahun Perkembangan konflik di Papua berjalan begitu dinamis. Dalam kurun waktu tersebut, terjadi peningkatan intensitaspergerakan kelompok OPM baik faksi politik dan militer. Intensitas ditandai dengan meningkatnya dukungan berbagai pihak khususnya dari luar negeri terhadap tuntutan referendum OPM. Hal ini merupaka hasil diplomasi perjuangan OPM. Selain itu, konflik terbuka sering terjadi dalam lima tahun tersebut dan menewaskan pejuang dari kedua pihak berkonflik. Selain itu terhadap beberapa kelompok pemerhati konflik di Papua, penulis akan membatasi kelompok kelompok tersebut dengan melihat kelompok yang memiliki peran dan kontribusi signifikan dalam rentan waktu tahun 2009 hingga tahun Peran dan kontribusi yang dimaksud akan ditinjau dari publikasi serta langkah nyata yang dilakukan. 8
9 1.6. Metodologi Penelitian Dalam penulisan penelitian ini, penulis akan menggunakan metode kualitatif dengan dukungan data kualitatif dan kuantitatif. Pada proses pengumpulan data, penulis menggunakan studi literatur/kajian pustaka. Bahan bacaan diperoleh dari buku atau jurnal imliah yang berupa media cetak maupun digital beserta artikel ataupun informasi yang diperoleh dari beberapa situs resmi yang berkaitan dengan konflik di Papua khususnya mengenai penyebab konflik, pergerakan faksi OPM, respon pemeritah dan peran aktor non-negara.sedangkan untuk menganalisis data yang telah diperoleh, penelitian ini akan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif, penulis dapat mengorganisasi data sesuai dengan kebutuhan penelitian, seperti mengidentifikasi pola dari beberapa informasi, mengambil inti dari beberapa data ataupun meringkas isi dari sebuah informasi yang didapatkan. Jadi, bagaimana peluang dan tantangan dalam meresolusi konflik di Papua dapat terelaborasi lebih jauh Sistematika Penulisan Skripsi ini akan terdiri dari empat bab. Bab pertama yang merupakan pendahuluan akan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan konseptual, argumen utama, jangkauan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Pada bab kedua penulis akan membahas konflik yang terjadi di tanah Papua. Dalam hal ini, penulis akan melihat permasalahan di Papua, eksistensi OPM, respon dari pemerintah maupun aktor non-negara, dan peristiwa penting dalam perkembangan konfik selama Pada bab ketiga, penulis akan membahas mengenai peluang dan tantangan yang dihadapi dalam meresolusi konflik di Papua. Penulis akan menganalisis data-data yang sudah dikumpulkan dan menghubungkannya dengan landasan konseptual yang ada. Sebagai penutup dari skripsi ini, bab empat akan berisi kesimpulan penelitian dari pembahasan yang telah dipaparkan penulis pada penjelasan dalam bab bab sebelumnya. 9
BAB 1 Pendahuluan. Mediasi yang..., Henny Lusia, FISIP UI, 2010.
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah mengalami beberapa konflik internal, beberapa konflik horisontal dan ada juga konflik vertikal salah satu konflik yang terjadi di Indonesia
Lebih terperinciBAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah
Lebih terperinciBAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik)
BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) Dilihat dari gambaran umum dan penyebab konflik, maka dapat diciptakan sebuah model 2x2 matriks
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Gerakan separatisme masih menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam menghadapi ancaman gerakan separatisme ini, pemerintahan Indonesia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS. yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. 1 Menurut. perwujudannya secara mudah. 2
21 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Teori Konflik 1. Pengertian Konflik Menurut Webster, istilah conflict di dalam bahasa aslinya berarti suatu perkelaian, peperangan, atau perjuangan. Konflik adalah persepsi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam
BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam peneltian ini peneliti dapat melihat bahwa, Menteri Luar Negeri Ali Alatas melihat Timor Timur sebagai bagian
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah
Lebih terperincinegara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk
BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang etnis menurut Paul R. Kimmel dipandang lebih berbahaya dibandingkan perang antar negara karena terdapat sentimen primordial yang dirasakan oleh pihak yang bertikai
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan
99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. masalah kemanusiaan. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan yang diperlukan
BAB IV KESIMPULAN Pada dasarnya, persoalan konflik di Papua yang paling substansial adalah masalah kemanusiaan. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan yang diperlukan untuk menangani konflik dan mentransformasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya
Lebih terperinciPolitik Global dalam Teori dan Praktik
Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Publishers, Inc., Plymouth, 2011, Seung Yoon Yang & Nur Aini Setiawati, Sejarah Korea Sejak Awal Abad hingga Masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik berkepanjangan antara Korea Utara dan Korea Selatan tidak kunjung mereda hingga saat ini. Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jalan Tol dalam mengelola konflik. Konflik yang dimaksud yaitu menyangkut upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tesis ini bertujuan untuk melihat dinamika konflik serta membahas mengenai bagaimana upaya-upaya yang dilakukan peruahaan Jasa Marga sebagai pengelola jalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk Indonesia yang dinamakan Indonesian Commission dan merupakan bagian dari Pusat Tindak Pencegahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar pada bentuk konflik yang terjadi. Konflik antar negara (inter-state conflict) yang banyak terjadi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP Kesimpulan
BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bertolak dari pemaparan hasil penelitian dan penggkajian dengan menggunakan prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang dapat disimpulkan
Lebih terperinciPENYELESAIAN MASALAH PAPUA: PERLUNYA PENDEKATAN KOMPREHENSIF
Published: March 2016 ISSN: 2502 8634 Volume 1, Number 2 LSC INSIGHTS The Contemporary Policy Issues in Indonesia PENYELESAIAN MASALAH PAPUA: PERLUNYA PENDEKATAN KOMPREHENSIF Bustanul Arifin Department
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM)
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM) dalam proses peacebuilding di Aceh paska konflik GAM dengan Pemerintah Indonesia. Paska konflik GAM dengan
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Pada bagian akhir penelitian ini disajikan simpulan dari keseluruhan
BAB VI SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Pada bagian akhir penelitian ini disajikan simpulan dari keseluruhan proses penelitian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya sebagai jawaban atas pertanyaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Konflik atau perang sipil merupakan salah satu fenomena yang terjadi di negara-negara yang memiliki tatanan pemerintahan yang belum stabil. Afrika adalah kawasan
Lebih terperinciyang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan
Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup
Lebih terperinciMENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM
SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kerangka utama yang mendasari pembentukan bangsa dan negara Republik Indonesia. Upaya kelompok atau golongan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. tuntutan kemerdekaan rakyat Papua di Harian Cenderawasih Pos edisi Januari
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis isi yang dilakukan secara kualitatif terhadap berita tuntutan kemerdekaan rakyat Papua di Harian Cenderawasih Pos edisi Januari hingga Juni tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan melalui UU No. 7 Th. 1976 (LN. 1976-36) tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara
Lebih terperinciAzmi Gumay-Lukas S. Ispandriarno
Berita Konflik di Lampung Selatan dalam Media Online (Studi Analisis Isi Kuantitatif Penerapan Jurnalisme Damai Pemberitaan Konflik di Lampung Selatan dalam Tribun Lampung Online Terbitan 28 Oktober sampai
Lebih terperinciTelah terjadi penembakan terhadap delapan TNI dan empat warga oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bagaimana tanggapan Anda terkait hal ini?
Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus beraksi dalam beberapa bulan terakhir di Papua. Aparat keamanan dan kepolisian jadi sasaran, termasuk warga sipil. Sudah banyak korban yang tewas karenanya, termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. Fredrike Bannink, Handbook Solution-Focused Conflict Management, (Gottingen: Hogrefe Publishing, 2010) 2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konflik dapat dipahami dalam dua dimensi, yaitu bahaya dan peluang 1. Bila dalam krisis, seseorang atau kelompok orang memiliki pikiran negatif yang kuat, ia atau mereka
Lebih terperinci1 BAB I 2 PENDAHULUAN
1 1 BAB I 2 PENDAHULUAN 2.1 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan diplomatik yang terjadi antara dua negara tentu dapat meningkatkan keuntungan antara kedua belah pihak negara dan berjalan dengan lancar.
Lebih terperinciBAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara
BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH A. Alasan Pemilihan Judul Liga Arab adalah organisasi yang beranggotakan dari negara-negara Arab. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai
Lebih terperinciSILABUS INTENSIVE COURSE IN PEACE RESEARCH (ICPR) Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta
SILABUS INTENSIVE COURSE IN PEACE RESEARCH (ICPR) Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta Pengantar Pusat Studi Agama & Demokrasi (PUSAD) Paramadina adalah lembaga otonom
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sejak awal integrasi ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1976, Timor Timur selalu berhadapan dengan konflik, baik vertikal maupun
Lebih terperinciMAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI
FOCUS GROUP DISCUSSION DAN WORKSHOP PEMBUATAN MODUL MATERI HAM UNTUK SPN DAN PUSDIK POLRI Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 17 18 Maret 2015 MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.
BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik
Lebih terperinciMI STRATEGI
------...MI STRATEGI KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku "Strategi Pertahanan Negara" yang merupakan salah satu dari produk-produk strategis di bidang pertahanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.
Lebih terperinci91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa
Lebih terperinciBab I U M U M 1.1 Latar Belakang
Bab I U M U M 1.1 Latar Belakang Momentum reformasi pada pertengahan tahun 1997 telah mendorong terjadinya perubahan sosial, politik dan ekonomi yang cukup mendasar di Indonesia pada tahun 1998. Hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan peace building atau pembangunan damai pasca konflik menjadi salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat signifikan
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan pertanyaan penelitian pada Bab I penelitian ini dan dihubungkan dengan kerangka pemikiran yang ada, maka kesimpulan yang diambil dari penelitian ini
Lebih terperinciPada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace
Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak
Lebih terperinciH. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI
KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian
Lebih terperinciBimbingan dan Konseling Sosial
Bimbingan dan Konseling Sosial Situasi Sosial Situasi yang menggambarkan adanya interaksi antar individu, yang didalamnya terdapat sikap saling mempengaruhi. Situasi dalam keanekaragaman. Konflik Kata
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik
BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan pendekatan monodisipliner sejarah, peristiwa konflik Irlandia Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
Lebih terperinciSejak Edisi Pertama diterbitkan pada tahun 2008 sudah banyak perubahan yang terjadi baik
Politik Global; Dalam Teori dan Praktik Edisi 2 oleh Aleksius Jemadu Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id
Lebih terperinciBAB V PENUTUP I. KESIMPULAN
BAB V PENUTUP I. KESIMPULAN Pada bagian awal penelitian ini peneliti sudah menjelaskan bahwa melalui penelitian ini peneliti ingin mencari tahu bagaimana komunikasi resolusi konflik yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya
Lebih terperinciRefleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua
Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tesis ini akan membahas tentang peran Komunitas Internasional dalam menghadirkan dan mendukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bosnia Herzegovina pada proses
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alasan pembentukan Undang - Undang ini adalah, sudah tidak sesuai dengan penyelenggara pemerintah daerah sehingga perlu diganti. Tujuan pembentukan Undang
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada permintaan tebusan dalam pembebasan sandera. Namun hal tersebut ditolak
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Abu Sayyaf merupakan kelompok bersenjata yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina. Kelompok tersebut menyandera 10 warga negara Indonesia yang sedang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun Saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1945. Saat ini terdiri dari 193 negara anggota. PBB dipandu oleh tujuan dan prinsip yang terkandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian besar oleh media massa. Hal ini karena kasus kekerasan oleh aparat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kongres Rakyat Papua III yang baru-baru ini terjadi mendapat perhatian besar oleh media massa. Hal ini karena kasus kekerasan oleh aparat negara kembali terjadi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur telah terpecah belah akibat politik devide at impera. Pada 1910 terjadi pemberontakan yang dilakukan
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap
Lebih terperinciAbstrak
Universitas Indonesia Library >> UI - Tesis (Open) Eksistensi Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam UUD 1945 Setelah Perubahan (Analisis Yurisdis Terhadap Pasal 1 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (5)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasukan Perdamaian PBB, atau yang dikenal sebagai pasukan peacekeeping,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasukan Perdamaian PBB, atau yang dikenal sebagai pasukan peacekeeping, merupakan suatu pasukan yang berada di bawah komando Dewan Keamanan PBB melalui Department
Lebih terperinciEFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI
EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh
Lebih terperinciinternasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan
BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu
Lebih terperinciBAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945
BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945 A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945, pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Bab VI pasal
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah
Lebih terperinciSENGKETA INTERNASIONAL
SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia
BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar
Lebih terperinciPartisipasi Publik dan Harmoni Sosial
Bab VIII Penutup Ruang publik di wilayah perkotaan merupakan magnet yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha sektor informal. PKL merupakan aktivitas ekonomi sektor informal yang cukup
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai
Lebih terperinciTOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL
TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai anggota keluarga warga negara yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang
Lebih terperincibilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika
BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah
Lebih terperinciPeranan hamas dalam konflik palestina israel tahun
Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun 1967 1972 Oleh: Ida Fitrianingrum K4400026 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang diuraikan pada
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penulisan skripsi ini merupakan hasil kajian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya. Wilayaha Eritrea yang terletak
Lebih terperinciPrayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA
Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA Diterbitkan oleh: P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika 2013 Judul: Posisi Birokrasi dalam Persaingan Politik Pemilukada Perpustakaan
Lebih terperinciProblem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan
Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160906163356-21-156465/problem-papua-dan-rapuhnya-relasi-kebangsaan/ Arie Ruhyanto, CNN Indonesia Kamis, 15/09/2016 08:24
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulisan Philista Sang (2013) yang berjudul The Role of NGOs in Conflict
2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian pertama yang menjadi tinjauan pustaka bagi penulis adalah tulisan Philista Sang (2013) yang berjudul The Role of NGOs in Conflict Transformation:
Lebih terperinciEksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan
Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu
Lebih terperinciperadaban Bangsa Timur yang berkembang dengan pesat. Tiongkok. Ketiga Negara ini sangat berperan penting pada pertumbuhan ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kawasan Asia Timur memiliki letak Geografis yang cukup strategis dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, sehingga Negara yang terhimpun di dalamnya memiliki
Lebih terperinciDINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK
DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK Memahami Konflik (2) Dr. Teguh Kismantoroadji Dr. Eko Murdiyanto 1 Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu memahami konflik sebagai suatu keniscayaan 2 TAHAPAN TERJADINYA
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengantar Hubungan internasional merupakan hubungan yang kompleks. Fenomena hubungan internasional banyak diwarnai oleh berbagai macam interaksi internasional dengan sifat, pola,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian Bandung Berkebun di usia pergerakannya yang masih relatif singkat tidak terlepas dari kemampuannya dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana
Lebih terperinci3. Dalam memahami konflik di Timur Tengah terdapat faktor ideologi, energi, otoritarianisme, geopolitik, dan lainnya.
Keynote Speech Wakil Menteri Luar Negeri RI: HE. Dr. A.M. Fachir Pada SEMINAR INTERNASIONAL THE ROLE OF SOUTHEAST ASIA COUNTRIES IN FONCLICT RESOLUTION IN THE MIDDLE EAST A. Pendahuluan 1. Konflik dapat
Lebih terperinciLAPORAN KESIMPULAN RESOLUSI SENGKETA INDONESIA RAJAMANDALA HYDROPOWER PROJECT-01
LAPORAN KESIMPULAN RESOLUSI SENGKETA INDONESIA RAJAMANDALA HYDROPOWER PROJECT-01 Laporan ini merangkum proses resolusi sengketa oleh CAO berkaitan dengan sebuah pengaduan atas Rajamandala Hydropower Project
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi pelindung bagi negara anggotanya. Beberapa isu-isu konflik yang
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Ada beberapa alasan yang membuat penulis tertarik untuk membahas peran Indonesia sebagai ketua ASEAN (Association of Southeast Asia Nation) 1 2011 dalam upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam latar belakang ini, ada beberapa hal yang akan disampaikan penulis. hal tersebut terkait masalah yang diangkat. masalah atau isu yang diangkat tentunya
Lebih terperinci